Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput
lendir orifisium mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus.
Steven Johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus dll.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun,
penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai
gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak
Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang
bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak
tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat
timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan
kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan
tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus,
dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit.
Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS
angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom
Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan
dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3
tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada
yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven
Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan
Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan. ( Support, Edisi
November 2008 )

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang Asuhan Keperawatan
dengan Kasus Sindrom Steven Johnson.
2. Tujuan Khusus
a. Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Steven
Johnson '', ini disusun supaya :
b. Perawat dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi,
tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaa,
serta komplikasi dari Sindrom Steven Johnson.
c. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Sindrom Steven Johnson.
d. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang Sindrom Steven
Johnson pada klien.
BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Definisi
Steven-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam
jiwa yang mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis
terpisah dari dermis. Syndrom ini diperkirakan oleh karena reaksi
hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membran mukosa (NANDA
NIC-NOC, 2015:146)

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa


eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik
sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).

Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat


yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis (Junadi,
1982: 480).

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit,


selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan
ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula
dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).

Klasifikasi

1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
(NANDA NIC-NOC, 2015:146)

2.2 Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang
dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
Penisilline dan semisentetiknya
Sthreptomicine
Sulfonamida
Tetrasiklin
Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol,
metampiron dan paracetamol)
Klorpromazin
Karbamazepin
Tegretol
Jamu
2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3. Neoplasma dan faktor endokrin
4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
5. Makanan

2.3 Manifestasi Klinis


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun,
penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai
gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga
terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi
dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran.
Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian
atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak
dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan
keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan
tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

2.4 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh
reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi
aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam
darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir.
Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke
jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast
sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi
tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-
sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan
sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.

Reaksi Hipersensitif Tipe IV


Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil
Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran
sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat
lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.
2.5 Pathway
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila
disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan
ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM,
IgA.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16
% diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan
cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata
dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.

2.8 Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup
diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya
buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.
Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan
deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien


steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 65
mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara
cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari,
deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya
prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari,
sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut
dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan
pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet
rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik
dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok
dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa
(dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia
yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya
gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah


Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting
karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan
tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak
300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai
purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan itamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.
4. Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral
base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim
sulfadiazine perak.

2.9 Pengkajian Fokus


1. Data Subyektif
Klien mengeluh demam tinggi, lemah letih, nyeri kepala,
batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan / sulit menelan.
2. Data Obyektif
Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga
terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis
dan pseudomembran di faring
Kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan
iridosiklitis.
Nefritis dan onikolisis.
3. Data Penunjang
1. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
2. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan
ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis,
nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
3. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun
yang mengandung IgG, IgM, IgA.
2.10 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d inflamasi pada kulit
4. Gangguan intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
5. Gangguan persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtivitis

2.11 Fokus Intervensi


1. Diagnosa I
1. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status
dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
2. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
Rasional : menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju,
membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkatkan proses
penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi.
3. Jaga kebersihan alat tenun.
Rasional : untuk mencegah infeksi.
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan kortikosteroid.
Rasional : untuk mencegah infeksi lebih lanjut.

2. Diagnosa II
1. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Rasional : memberikan px/orang terdekat rasa kontrol,
meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat
memperbaiki pemasukan
2. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : membantu mencegah distensi
gaster/ketidaknyamanan.
3. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : meningkatkan nafsu makan.
4. Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional : kalori protein dan vitamin untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan
dan mendorong regenerasi jaringan.

3. Diagnosa III
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.
Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat
beratnya keterlibatan jaringan.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar ex : pijatan pada area yang
sakit.
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
dan kelelahan umum.
3. Pantau TTV.
Rasional : metode IV sering digunakan pada awal untuk
memaksimalkan efek obat.
4. Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan rasa nyeri.

4. Diagnosa IV
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari.
2. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki klien.
Rasional : energi yang dikeluarkan klien lebih optimal.
3. Jelaskan pentingnya pembatasan energi.
Rasional : energi penting untuk membantu proses metabolisme
tubuh.
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.
Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga.

5. Diagnosa V
1. Kaji dan catat ketajaman penglihatan.
Rasional : menentukan kemampuan visual.
2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : memberikan keakuratan terhadap penglihatan dan
perawatan.
3. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan penglihatan :
- Letakkan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkauan
penglihatan klien.
- Berikan pencahayaan yang cukup.
- Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.

Rasional : meningkatkan self care dan mengurangi


ketergantungan.

4. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.


Rasional : meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan
penglihatan menurun.
BAB III
TINJAUAN KASUS

5.1 Pengkajian

KASUS
Seorang anak usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan
Sakit Kepala, batuk,Pilek dan demam dengan Temperatur 390C, sulit menelan
dikarenakan adanya lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik
merah, eritema di seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan
muntah. TTV : RR 28 x/i, HR 80 x/i. Turgor Kulit Jele. Ibu mengatakan BB
anak menurun dari 25 kg menjadi 22 kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak
selesara makan.

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. BIODATA
a. Identitas Pasien
Nama : Valen Zega
Umur : 5 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat : Jln. Bhakti Luhur
Tanggal Masuk : 1 Maret 2012
No. Register : 11112011
Ruang/Kamar : II/Rajawali
Golongan Darah : AB
Tanggal Masuk : 1 Maret 2012
Tanggal Pengkajian : 2 November 2011
Diagnosa Medis : Sindrom Stevens Jhonson
b. Penanggung Jawab Pasien / Keluarga Terdekat
Nama : Jhon Irwan zega
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien : Ayah pasien
Alamat : Jln. Bhakti Luhur

c. Keluhan Utama
Sakit kepala, batuk, pilek,demam, sulit menelan, nyeri
tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada kulit, tidak selera makan,
mual, muntah, berat badan menurun (sebelum 25kg, sesudah 22kg)

2. RESUME
TTV :
1. Temp : 390C
2. Nadi : 80x/menit
3. RR : 28x/menit
4. BB : 22 kg

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Faktor Pencentus : alergi obat
2. Lamanya keluhan : 2 bulan
3. Bagaimana yang dirasakan : nyeri
4. Bagaimana yang dilihat : adanya bintik-bintik merah
5. Faktor yang memperberat : garukan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : mengaruk
7. Upaya yang dilakukan oleh orang lain : membawa ke rumah
sakit
8. Pola nutrisi
- Diet : Bubur
- Nafsu makan : menurun
- Mual : ada
- Muntah : ada
- Frekuensi makan : 2 kali/ hari
- Jumlah makanan dan minuman :
Makan : 1/2 piring / makan
Minum : 5 gelas (250 ml/gls)
- Berat badan : 22 kg
- Tinggi badan : 100 cm

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Penyakit yang pernah dialami
a. Masa kanak-kanak : flu
b. Riwayat kecelakaan : tidak ada
c. Pernah dirawat : tidak
d. Pernah operasi : tidak
2. Riwayat Alergi
a. Tipe alergi : alergi tipe III dan IV
b. Reaksi : nyeri yang hebat
c. Tindakan : menggaruk
3. Kebiasaan : main bola
4. Imunisasi : imunisasi campak dan polio
5. Pola nutrisi
Diet : Nasi biasa
Nafsu Makan : berkurang
Mual : ada
Muntah : ada
Frekuensi makan : 2 kali/ hari
Jumlah makanan dan minuman :
Makan : 1/2 piring
Minum : 5gelas (250 ml/gls)
Berat Badan : 22 kg
Tinggi Badan : 100 cm

5. Riwayat Kesehatan Keluarga :


1. Orang tua : tidak ada
2. Saudara Kandung : tidak ada
3. Penyakit keturunan yang ada : tidak ada
4. Anggota keluarga yang meninggal : tidak ada

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari :


1. Biologis
SEBELUM SESUDAH
No POLA
MASUK RS MASUH RS
1 Nutrisi :
a. Makanan yang disukai Coklat Tidak ada
b. Diet Nasi Bubur
c. Nafsu makan Menurun Normal
d. Lain-lain Tidak ada Tidak ada
2 Minum :
a. Pola minum 5 gelas 7 gelas
b. Jenis minuman Air putih Teh, air
c. Banyaknya 1,25 L putih,susu
d. Minuman yang disukai The 1,75 L
Teh,susu
3 Pola istirahat/tidur :
a. Waktu tidur
Siang Tidak ada 13.00-14.00 Wib
Malam 20.00 - 05.00 wib 20.00 06.00
b. Lama tidur 7 Jam/hari Wib
c. Kebiasaan tidur malam Terganggu 9 jam/hari
d. Kebiasaan tidur siang Terganggu Mulai bisa tidur
e. Kesulitan tidur (+) Bisa tidur
f. Cara mengatasinya Tidak ada Menurun
Tidak ada
4 Pola eliminasi fekal/BAB:
a. Frekuensi 2 kali/ hari 2 kali/ hari
b. Konsistensi Cair Padat
c. Warna Kuning Kuning
d. Waktu (pagi,siang,malam) Pagi dan siang Pagi dan siang

5 Pola eliminasi urin/BAK :


a. Frekuensi 3 kali/ hari 5 kali/ hari
b. Banyaknya/Jumlah 800 cc 900 cc
c. Kejernihannya/Warna Kuning Kuning
d. Bau Khas Khas
e. Kelainan Tidak ada Tidak ada
6 Pola Aktivitas :
a. Bekerja di Tidak ada
b. Jarak tempat kerja dari Tidak ada
-
rumah Tidak ada
-
c. Kendaraan yang dipakai Tidak ada
-
d. Jumlah jam kerja/hari

7 Kebersihan diri / personal


hygiene 1-2 x / hari 3 x / hari
a. Kebiasaan mandi 2 kali/hari 3 Kali/ Hari
b. Menggosok gigi 1/hari 3 Kali/hari
c. Mencuci rambut 1x/2bulan 1 kali/bulan
d. Memotong kuku
8 Pola Rekreasi / Aktivitas
a. Tempat hiburan/liburan Tidak ada Tidak ada
b. Jenis olahraga Tidak ada Tidak ada
c. Frekuensi olahraga Tidak ada Tidak ada
d. Jenis pekerjaan Pelajar Tidak ada
e. Jumlah jam kerja - Tidak ada

7. Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan lingkungan rumah : Kurang Bersih
b. Bahaya : Penumpukan Sampah
c. Polusi lingkungan rumah : Polusi Kendaraan

8. Riwayat / Keadaan Psikologis / Sosial / Spiritual


1. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
2. Persepsi terhadap penyakit : Tidak Sembuh
3. Pola pikir & persepsi kesulitan yg dialami: Negatif, tidak bisa sembuh
4. Pola koping :
a. Harga diri : Menurun
b. Ideal diri : Menurun
c. Identitas diri : Menurun
d. Gambaran diri : Jarang ke luar rumah karena penyakit
5. Suasana hati : Nyeri
6. Kegemaran : Main bola
7. Daya adaptasi : Kurang
8. Hubungan / Komunikaksi :
a. Bicara : Jarang
b. Tempat tinggal : Kurang
c. Kehidupan keluarga : Biasa
d. Keuangan : Mencukupi
9. Pertahanan koping :
a. Pengambilan keputusan :-
b. Yang disukai tentang diri sendiri :-
c. Yang ingin diubah dalam kehidupan : -
d. Yang dilakukan bila stress :-
e. Yang dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman :
Memberi Lingkungan Yang nyaman
10. System nilai kepercayaan :
a. Siapa atau apa sumber kekuatan : Tuhan
b. Kepercayaan : pasti sembuh
c. Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : tidak ada

9. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital (Tanggal : 1 Maret )
a. Keadaan umum : lemah
b. Tingkat kesadaraan : sadar
c. Suhu / Temp : 390C
d. Denyut Nadi / Pols : 80X/menit
e. Pernafasan / RR : 28X/menit

2. Head to toe dan pengkajian system


1. Kepala dan rambut dan wajah
Kepala : Pasien mengeluh sakit
Bentuk kepala : Bulat
Ukuran : Simetris
Posisi : Simetris
Warna Rambut : Hitam
Bentuk Rambut : Keriting
Kebersihan Kulit kepala : Ada ketombe
Warna : Putih
Struktur wajah : Oval
2. Mata
Bentuk : Sipit (Simetris)
Sclera : Normal
Konjungtiva : Ananemis
Pupil : Isokor
Fungsi penglihatan : Normal
Retina : Normal

3. Hidung / Penciuman
Bentuk : simetris
Peradangan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Fungsi penciuman : baik
Lubang hidung : simetris
Polip : tidak ada
Sinusitis : tidak ada
Pernah mengalami flu : pernah

4. Telinga / Pendegaran
Bentuk : normal
Peradangan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Fungsi pendegaran : baik
Alat bantu pendengaran : tidak

5. Rongga mulut dan Faring


Keadaan bibir : lesi
Mukosa gigi : kering
Keadaan gusi dan gigi : kering
Kesulitan menelan : ada
Alat bantu bicara : tidak ada
Gigi : kotor
Tonsil / faring : tidak ada (Normal)
Peradangan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Laring : Normal
Peradangan : tidak ada
Fungsi pengecapan : baik

6. Leher
Kelenjar getah bening : Normal
Kelenjar tiroid : Normal
Vena jugularis : Normal
Kekakuan : Tidak ada

7. Thorax
Bentuk rongga : Simetris
Bunyi nafas : Tidak ada
Irama pernafasan : Normal
Bunyi jantung : Tidak ada
Nyeri dada : Tidak ada

8. Abdomen
Bentuk : simetris
Turgor kulit : jelek
Massa / cairan : tidak ada
Hepar : baik
Ginjal : normal
Bising usus : normal
9. Perineum / Genetalia
Kebersihan perineum : bersih
Perdarahan : tidak ada
Peradangan : tidak ada
Haemoroid : tidak ada
Alat genetalia : bersih

10. Sirkulasi
Suara jantung: Normal
Suara jantung tambahan: tidak ada
Palpitasi : normal
Perubahan warna kulit, kuku, bibir : ada
Edema jaringan : tidak ada
Nadi : tidak Normal
11. Neurologis
Memori saat ini : Normal
Memori yang lalu : Normal
Keluhan pusing : ada
Lama tidur : 7 jam
Gangguan tidur : (+)
Genggaman tangan kiri/kanan : melemah

12. Muskuloskletal
Pergerakan ekstremitas : lemah
Kekuatan otot : menurun
Fraktur : tidak ada
Kelainan tulang belakang : tidak ada
Traksi / spalk/ gips : tidak ada
13. Pencernaan
Mulut : kotor dan kering
Tenggorokan : nyeri
Abdomen : normal
Nafsu makan : menurun
Porsi makan :1/2piring

14. Eliminasi
Pola BAB : 2 kali/Hari
Konstipasi : tidak ada
Diare : tidak ada
Riwayat perdarahan : tidak ada
Pola BAK : 5 kali/hari
Jumlah urin : 900 cc
Inkontinensia : mampu
Karakter urin : bau ke kuning-kuningan
Hematuria : tidak ada
Peradangan : tidak ada
Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : ada

15. Integumen
Turgor kulit : jelek
Tekstur kulit : kering
Kelembapan : kering
Lesi : (+)
Jaringan parut : tidak ada
Suhu : 390C
Edema : tidak ada
Eritema : Kemerahan
10. Analisa data
No. Data Etiologi Problem
DS :
o Nyeri Tenggorokan
o Sakit kepala
DO :
Wajah meringis
1 Inflamasi pada kulit Nyeri
Lesi di bibir
Eritema
RR 28x/i

DS :
mual dan muntah
sulit menelan
tidak selera makan
Intake tidak adekuat karena Nutrisi kurang dari
2
adanya lesi kebutuhan
DO :
lesi di bibir
Nyeri Tenggorokan

DO :
Bintik-bintik merah Gangguan integritas
3 eritema
pada kulit dan wajah kulit
Kulit kering
5.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan
wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema,
RR 28x/i
2. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan
nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg
menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan
3. Gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada
kulit dan wajah, kulit kering

3.3 Perencanaan

DX 1
1. Kaji tingkat skala nyeri 1 10, lokasi dan intensitas nyeri
2. Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam
3. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

DX 2
1. Anjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien sebelum dan sesudah
makan
2. Berikan makan dan makanan sedikit tapi sering
3. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat

DX 3
3.1 Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak berkerut
3.2 Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati
3.3 Kolaborasi berikan matras atau tempat tidur busa /flotasi
3.4 IMPLEMENTASI

DX 1
1. Jam 10.00 wib
Mengkaji tingkat skala nyeri
Skala : 7
2. Jam 10.30 wib
Menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi
Teknik : Tarik napas dalam

3. 11.15 wib
Meningkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Caranya : Mengurangi batas kunjungan pasien

DX 2
1. Jam 09.00 wib
Menganjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien.
Mengajarkan cara membersihkan mulut.
2. Jam 10.00 wib
Memberikan makanan sedikit tapi sering
3. Jam 11.30 wib
Memberikan makanan hangat

DX 3
1. Jam 09.50 wib
Mengganti seprei lama dengan seprei baru
2. Jam 09.50
Memberikan matras
3. Jam 13.00
Mengkaji warna, turgor sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati
3.5 EVALUASI
DX 1
Subjek :
Px mengatakanyeri Tenggorokan

Objek :
Lesi bibir
Lesi Wajah
Skala nyeri 4

Assestment :
Belum Teratasi

Planning :
Intervensi lanjutkan (1-3)

DX 2
Subjek :
Px mengatakan sulit menelan
Px mengatakan mual dan muntah

Objek :
Ansietas (+)
BB turun 3 kg
Assestment :
Belum Teratasi

Planning :
Intervensi 1-3 diulangi

DX 3
Subjek:
--
Objek
Turgor mulai membaik
Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
Kulit mulai membaik
Assestment :
Belum teratasi
Planning :
Ulangi intervensi 1-3
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat
yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit
berupa eritema, vesikel/bula dapat disertai purpura. Penyebab dari penyakit
SSJ ini belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat
dianggap sebagai penyebab infeksi virus, jamu, bakteri, obat, makanan, dan
lain-lain. sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa kelainan kulit,
kelainan selaput lendir, kelainan mukosa, kelainan mata. Adapun diagnosanya
berupa gangguan integritas kulit, gangguan nutrisi, gangguan nyaman,
gangguan intoleransi aktivitas, gangguan persepsi sensori.

5.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok menyadari masih minimnya bahan
yang kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini. Untuk itu kelompok
menyarankan supaya ada pihak lain dapat membahas masalah ini lebih
mendalam mengenai masalah ini. Dan tentunya bagi perawat yang melakukan
asuhan keperawatan diharapkan harus menganalisa keadaan pasien dengan
baik dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai