Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Daerah penyelidikan mencakup seluruh wilayah Kabupaten Gowa yang secara

geografis terletak antara 11902154 BT 12000154 BT dan 50520 LS 503410 LS,

seluas 1.883,33 km2. Secara administratif wilayah Kabupaten Gowa berbatasan sebelah

utara dengan kota Makassar dan Kabupaten Maros, sebelah timur dengan Kabupaten

Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, dan Kabupaten Jeneponto, sebelah selatan dengan

Kabupaten Jeneponto dan Takalar, dan sebelah barat dengan Kabupaten Takalar dan

Kota Makassar. Ketinggian wilayah ini berkisar antara 5 m sampai 2.830 m dari muka

laut. Kisaran suhu rata-rata maksimum bulanannya antara 280C sampai 320C. Secara

keseluruhan, curah hujan rata-rata tahunan di daerah penyelidikan berkisar antara

2.196 mm sampai 2.598 mm.

2.1.1 Geomorfologi

Morfologi daerah Kabupaten Gowa, keadaan bentang alamnya dapat dibagi

atas 4 satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan, Satuan

Geomorfologi Bergelombang, Satuan Geomorfologi Pedataran, dan Satuan

Geomorfologi Pantai/Pasang Surut.

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan

Satuan geomorfologi perbukitan ditandai dengan kenampakan tekstur kasar

dan relief topografi tinggi, bentuk bukit dan lembah berlereng terjal, perbedaan relief

topografi antara 100 sampai 1000 meter lebih di atas muka laut. Pola aliran sungai

berbentuk radier dan denritik berarus deras, litologinya disusun oleh batuan breksi,

lava, tufa, intrusi diorit porfiri, diorit piroksen, dan retas andesit basal.
2. Satuan Geomorfologi Bergelombang

Satuan geomorfologi ini ditandai oleh kenampakan tekstur dan relief topografi

sedang, bentuk bukit, dan lembah berlereng landai, perbedaan relief topografi antara

25 sampai 100 meter di atas permukaan laut. Aliran sungainya berbentuk meandering,

disusun oleh batuan batupasir tufaan, napal, breksi, lava, gamping, dan alluvial.

3. Satuan Geomorfologi Pedataran Rendah

Satuan geomorfologi ini ditandai oleh kenampakan tekstur topografi 5 sampai

25 m diatas permukaan laut, daerah datar sampai sangat landai, aliran sungai umum

nya berbentuk meandering. Litologinya disusun oleh tufa, gamping terumbu, dan

alluvial.

4. Satuan Geomorfologi Pantai/PasangSurut

Satuan geomorfologi ini ditandai oleh kenampakan daerah rawa-rawa dan

genangan air yang dipengaruhi oleh pasang surut laut, perbedaan relief topografi

antara 0 sampai 5 meter diatas muka laut, litologinya disusun oleh endapan rawa

pantai dan alluvium.

2.1.2 Stratigrafi

1. Satuan Tufa Halus

Satuan ini terdapat di sebelah timur Moncong Bontolowe, Kabupaten Gowa

tersingkap setebal 300 m dari dasar sungai sampai ke puncak bukit. Batuan ini

umumnya berwarna abu-abu putih kekuningan, berbutir halus, dan agak lunak. Batuan

yang disekitar intrusi mengalami ubahan sangat kuat dan tersilisifikasi, yang tersingkap

dekat puncak sisi timur Moncong Bantolowe.

2. Satuan Lava Breksi Andesitik Basal

Satuan berwarna abu-abu tua sampai kehitaman, bertekstur porfiritik dengan

fenokris piroksen. Pada beberapa tempat berselingan dengan breksi, dengan

komponen bersusun andesitik/basal dengan semen tufa kasar sampai lapili. Umumnya
batuan lava dan breksi telah mengalami ubahan terkloritkan, epidot, dan terpropilitkan

pada tempat-tempat tertentu dimana pensesaran intensif. Satuan ini terbreksikan atau

terbentuk rekahan-rekahan, terubah kuat, terkaolinkan dengan rekahan-rekahan diisi

oleh retas diorit, andesit/basal, serta urat kuarsa yang membawa mineralisasi. Satuan

ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal.

3. Satuan Batuan Terobosan

Satuan batuan terobosan yang dijumpai di daerah uji petik mempunyai susunan

bersifat basa sampai asam, seperti basal-andesit, diorit-piroksen, diorit porfirik, dan

sienit. Umumnya batuan telah mengalami ubahan dengan intensitas lemah sampai

sedang.

4. Batuan Basal/Andesit

Batuan basal/andesit berwarna abu-abu kehitaman dan kehijauan, tekstur

holokristalin porfiritik dengan hormblende berukuran kasar sebagai fenokris. Batuan

basal /andesit ini di daerah uji petik menorobos batuan tufa halus (Batuan Gunungapi

Formasi Camba). Batuan Gunungapi Baturappe yang berlangsung pada kala Miosen

Akhir sampai Pliosen Akhir.

5. Batuan Diorit Piroksen

Batuan diorit berwarna abu-abu tua, bertekstur holokristalin paneritik,

berukuran butir menengah sampai halus, pada beberapa tempat terdapat piroksen

dominan sebagai asesoris, sementara pada tempat lain hornblende dan biotit dengan

mineral utama plagioklas baik sebagai massa dasar maupun fenokris. Sebagian mineral

plagioklas terubah men jadi epidot, klorit, mengandung mineral mefik dan bersifat

magnet sedang sampai kuat.

6. Diorit Porfiri

Berwarna abu-abu kehijauan terang, tekstur porfiritik dengan ukuran butir

halus sampai kasar, sedikit ortoklas/feldspar, kuarsa dengan fenokris piroksen dan
sedikit biotit, umumnya batuan ini terubah dengan intensitas bervariasi dari lemah

sampai sedang, dari kloritisasi, epidot, serisit, dan lempung/kaolinisasi terutama

disekitar kontak dengan batuan Gunungapi Baturappe Cindako. Intrusi diorit porfiri

berlangsung pada kala Miosen Awal sampai Pliosen.

7. Batuan Sienit

Batuan sienit berwarna abu-abu terang, berbutir sedang hingga kasar dengan

tekstur paneritik. Dari pengamatan megaskopik terlihat orthoklas/ K-feldspar dominan,

sedikit plagioklas dan biotit, batuan mempunyai sifat ke magnitan lemah sampai

sedang. Batuan ini disusun oleh mineral orthoklas/K-Felsdpar, plagioklas, biotit, epidot

kalsedon, dan mineral opak, lempung. Batuan sienit terdapat sebagai blok-blok insitu

di lereng Moncong Talalo di sekitar Kocara, intrusi ini diduga berlangsung pada kala

Miosen Awal.

2.2 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda dimana

tidak mempunyai komposisi kimia tetap. Batuan terdiri dari bagian yang padat baik

berupa kristal maupun yang tidak mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong

seperti pori-pori, fissure, crack, joint dan lain-lain. Batuan mempunyai sifat-sifat

tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu sifat fisik batuan (seperti bobot isi, berat jenis, porositas, absorpsi,

dan void ratio) dan sifat mekanik batuan (seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus

elastisitas, dan nisbah poisson).

Kedua sifat tersebut dapat ditentukan baik di laboratorium maupun lapangan

(in-situ). Penentuan di laboratorium pada umumnya dilakukan terhadap sampel yang

diambil di lapangan. Satu sampel dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat

batuan. Pertama adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan pengujian tanpa
merusak (non destructive test), kemudian dilanjutkan dengan penentuan sifat mekanik

batuan yang merupakan pengujian merusak (destructive test) sehingga sampel batuan

hancur.

2.2.1 Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan adalah sifat yang terdapat pada suatu batuan setelah

dilakukan pengujian tanpa melakukan pengrusakan. Adapun sifat fisik pada batuan

yaitu sebagai berikut.

1. Bobot Isi

Bobot isi adalah perbandingan antara berat batuan dengan volume batuan.

Bobot isi berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut.

a. Bobot isi asli, yaitu perbandingan antara berat batuan asli dengan volume

batuan.

b. Bobot isi jenuh, yaitu perbandingan antara berat batuan jenuh dengan

volume batuan.

c. Bobot isi kering, yaitu perbandingan antara berat batuan kering dengan

volume batuan.

2. Spesific Gravity

Spesific gravity adalah perbandingan antara bobot isi dengan bobot isi air.

Spesific gravity dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara bobot isi kering batuan

dengan bobot isi air.

b. True spesific gravity, yaitu perbandingan antara bobot isi basah batuan

dengan bobot isi air.

3. Kadar Air

Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang ada di dalam batuan

dengan berat butiran batuan itu sendiri yang terbagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.
a. Kadar air asli, yaitu perbandingan antara berat air asli yang ada dalam

batuan dengan berat butiran batuan itu sendiri dalam %.

b. Kadar air jenuh, yaitu perbandingan antara berat air jenuh yang ada dalam

batuan dengan berat butiran batuan itu sendiri dalam %.

4. Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori atau rongga

batuan terhadap volume total batuan yang dinyatakan dalam %.

5. Angka Pori

Angka pori adalah perbandingan antara volume pori-pori dalam batuan dengan

volume batuan.

6. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah perbandingan antara kadar air asli dengan kadar air

jenuh yang dinyatakan dalam %.

2.2.2 Sifat Mekanik Batuan

Batuan memiliki sifat mekanik yang dilakukan dengan merusak, dimana dalam

menentukan sifat mekanik batuan di laboratorium dilakukan beberapa pengujian, yaitu

sebagai berikut.

1. Uji Kuat Tekan Uniaksial

a. Uji Kuat Tekan (Unconfined Compressive Strength Test)

Uji ini menggunakan mesin tekan (compression machine) untuk

menekan sampel batuan yang berbentuk silinder dari satu arah (uniaxial).

Penyebaran tegangan di dalam sampel batuan secara teoritis adalah searah

dengan gaya yang dikenakan pada sampel tersebut. Tetapi dalam

kenyataannya arah tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan

pada sampel tersebut karena ada pengaruh dari plat penekan mesin tekan

yang menghimpit sampel, sehingga bentuk pecahan tidak terbentuk bidang


pecah yang searah dengan gaya melainkan berbentuk kerucut cone.

Perbandingan antara tinggi dan diameter sampel (l/d) mempengaruhi nilai

kuat tekan batuan. Untuk pengujian kuat tekan digunakan yaitu 2 < l/d <

2,5. Semakin besar maka kuat tekannya bertambah kecil seperti

ditunjukkan oleh persamaaan dibawah ini.

Menurut ASTM : C (l = d) = C ...........................................(2.1)

0,222
0,788 + ....(2.2)
l/d

Menurut Proto Diakonov : C (l = 2d) = C.....(2.3)

8 C
.(2.8)
2
7
l/d

l
Dengan C kuat tekan batuan. Makin besar , maka kuat tekannya akan
d

bertambah kecil.

Gambar 2.1 Perubahan Sampel

Persamaan umum kuat tekan (tegangan)

F
....(2.5)
A
Keterangan :

D = Diameter (m)

l = Panjang (m)

= Tegangan (N/m2)

F = Besarnya gaya yang bekerja pada percontohan batuan pada saat

terjadi keruntuhan (failure) sehingga pada grafik merupakan

keadaan yang paling puncak (N).

A = Luas penampang percontohan batuan yang diuji (m2)

b. Batas Elastis

Plastisitas adalah karakteristik batuan yang membuat regangan

(deformasi) permanen yang besar sebelum batuan tersebut hancur

(failure). Perilaku batuan dikatakan elastis (linier maupun non linier) jika

tidak terjadi deformasi permanen jika suatu tegangan dibuat nol. Pada

tahap awal batuan dikenakan gaya. Kurva berbentuk landai dan tidak linier

yang berarti bahwa gaya yang diterima oleh batuan dipergunakan untuk

menutup rekahan awal (pre exiting cracks) yang terdapat di dalam batuan.

Sesudah itu kurva menjadi linier sampai batas tegangan tertentu, yang kita

kenal dengan batas elastis lalu terbentuk rekahan baru dengan batas elastis

perambatan stabil sehingga kurva tetap linier. Sesudah batas elastis dilewati

maka perambatan rekahan menjadi tidak stabil, kurva tidak linier lagi dan

tidak berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik hancur ini

menyatakan kekuatan batuan.

Harga batas elastis dinotasikan dengan C dimana pada grafik diukur

pada saat grafik regangan aksial meninggalkan keadaan linier pada suatu

titik tertentu, Titik ini dapat ditentukan dengan membuat sebuah garis

singgung pada daerah linier dengan kelengkungan tertentu hingga


mencapai puncak (peak). Pada titik tersebut diproyeksikan tegak lurus ke

sumbu tegangan aksial sehingga didapat nilai batas elastis C.

Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Regangan

Harga batas elastis dinotasikan dengan C dimana pada grafik diukur

pada saat grafik regangan aksial meninggalkan keadaan linier pada suatu

titik tertentu, titik ini dapat ditentukan dengan membuat sebuah garis

singgung pada daerah linier dengan kelengkungan tertentu hingga

mencapai puncak (peak). Pada titik tersebut diproyeksikan tegak lurus ke

sumbu tegangan aksial sehingga didapat nilai batas elastis C.

c. Modulus Young

Harga dari Modulus Young dapat ditentukan sebagai perbandingan

antara selisih tegangan aksial () dengan selisih tegangan aksial (o),

yangdiambil pada perbandingan tertentu pada grafis regangan aksial

dihitung pada rata-rata kemiringan kurva dalam kondisi linier, atau bagian

linier yang terbesar di kurva sehingga didapat nilai Modulus Young rata-rata

dalam hubungan sebagai berikut.


Gambar 2.3 Kurva Pengambilan Nilai dan a

d. Possions Ratio

Harga poissons ratio didefinisikan sebagai harga perbandingan antara

regangan lateral dan regangan aksial pada kondisi tegangan sebesar i.

Harga tegangan sebesar i yang diukur pada titik singgungantara grafik

tegangan volumetrik dengan garis sejajar sumbu tegangan aksial pada saat

regangan grafik volumetrik mulai berubah arah.

Titik singgung tersebut diproyeksikan tegak lurus sumbu tegangan

aksial didapat nilai i. Melalui titik i buat garis tegak lurus ke sumbu

tegangan aksial, sehingga memotong kurva regangan aksial dan

lateral.Kemudian masing-masing titik potong tersebut diproyeksikan tegak

lurus ke sumbu regangan aksial dan lateral sehingga didapatkan nilai ai dan

li. Sehingga dari nilai-nilai tersebut dapat ditentukan besarnya poissons

ratio dalam hubungan sebagai berikut.

li
v , pada tegangan i .(2.6)
ai
Gambar 2.4 Pengambilan Nilai ai dan li

2. Uji Kuat Tarik Tak Langsung

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari

percontoh batu berbentuk silinder secara tidak langsung. Alat yang digunakan adalah

mesin tekan seperti pada pengujian kuat tekan.

Gambar 2.5 Pengujian Kuat Tarik

3. Uji Point Load

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari sampel batuan secara tak

langsung di lapangan. Sampel batuan dapat berbentuk silinder atau tidak beraturan.

4. Uji Triaksial

Salah Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting dalam

mekanika batuan untuk menentukan kekuatan batuan di bawah tekanan triaksial.

Percontoh yang digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama pada

pengujian kuat tekan.


Gambar 2.6 Kondisi Tekanan Pada Pengujian Triaksial

Dari hasil uji triaksial dapat ditentukan :

a. Strength envelope (kurva intrinsik), yaitu kurva yang menunjukan kekuatan

batuan terhadap tahanan batuan yang berada di atasnya dimana terdapat

kohesi dan sudut geser dalam sebagai parameter keruntuhan batuan.

b. Kuat geser (shear strength), yaitu gaya tahanan internal yang bekerja per

satuan luas masa batuan untuk menahan keruntuhan atau kegagalan

sepanjang bidang runtuh dalam masa batuan tersebut.

c. Sudut geser dalam (), yaitu sudut yang dibentuk dari hubungan antara

tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan.

Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material

dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya.

d. Kohesi (C), yaitu gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan,

dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan

semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar.

5. Uji Punch Shear

Uji ini untuk mengetahui kuat geser dari sampel batuan secara langsung.

Sampel berbentuk silinder tipis yang ukurannya sesuai dengan alat uji punch dengan
tebal t dan diameter d. Sesudah sampel dimasukkan ke dalam alat uji punch shear

kemudian ditekan dengan mesin tekan sampai sampel pecah (P).

6. Uji Terhadap Gelombang Ultrasonik

Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat

rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini,

waktu tempuh gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan diukur

dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT).


=
..(2.7)

= Waktu tempuh gelombang ultrasonic primer (detik)

L = Panjang contoh batuan yang diuji (m)

= Cepat rambat primer atau tekan (m/detik)

Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan

dipengaruhi oleh beberapafaktor, yaitu ukuran butir dan bobot isi, porositas dan

kandungan air, temperatur kehadiran bidang lemah.

Gambar 2.7 Pengujian Cepat Rambat dengan PUNDIT

2.3 Discontinuity Log

Discontinuity log merupakan salah satu bagian yang menggambarkan

karakteristik dari bidang diskontinuitas itu sendiri. Dalam tabel diskontinuity log

terdapat beberapa aspek yang diperhitungkan, antara lainsebagai berikut.


1. Traverse, ialah panjang scanline yang dipakai dimana traverse dihitung dengan

menggunakan roll meter.

2. Elevating, ialah elevasi letak daerah penilitian yang diukur dengan

menggunakan GPS.

3. Trend (arah penunjaman), ialah garis horizontal atau jurus dari bidang vertikal

yng melalui garis, dnan menunjukkan arah kecondongan garis tersebut.

4. Plunge (penunjaman), ialah besaran sudut pada bidang vertikal antara garis

dengan bidang horizontal, dimana nilai plunge antara 0-90 derajat.

5. Distance, ialah jarak antar kekar.

6. Azimuth, ialah sudut yang diukur dari arah utara dari strike.

7. Continuity, merupakan bidang lemah yang biasanya dihitung berdasarkan

panjang kekar.

8. Ends, ialah kemenerusan dari bidang diskontinuitas yang biasanya dihitung

untuk menentukan major fault.

9. Roughness, merupakan kekasaran pada bidang lereng. Roughness atau

kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter yang penting

untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang kasar

akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang

diskontinu.

10. Moisture, ialah keterdapatan air dalam strukur pada massa batuan yang sedang

diamati. Pengamatan terhadap keterdapatan air dilihat dari keadaan kering,

lembab, basah, hingga terdapatnya aliran air.

11. Wall hardness, ialah kekasaran batuan yang terdapat pada dinding lereng.

12. Wall weathering, ialah kekerasan dari pelapukan.

13. Opennes, merupakan lebar bukaan dari kekar.

14. Tickness, merupakan material pengisi yang ada pada setiap kekar yang diukur.
15. Healling, ialah perbandingan ketebalan antara massa batuan terhadap isian dari

suatu kekar.

2.4 Rock Mass Rating (RMR)

Rock Mass Rating (RMR) atau juga dikenal dengan geomechanichs classification

dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1971-1973. Metode rating dipergunakan

pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman Bieniawski

dalam mengerjakan proyek-proyek terowongan dangkal. Metode ini dikenal luas dan

banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti tambang

Batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan selama

bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan

disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional.

Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam

penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat

diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah.

Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda

seperti tambang Batubara, tambang pada batuan kuat, kestabilan lereng, kestabilan

pondasi, dan untuk kasus terowongan. Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan

dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur geologi dan masing-masing seksi

diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya struktur geologi mayor

seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan yang ada di spasi

atau karakteristik bidang diskontinu mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang

sama dibagi juga menjadi seksi yang berbeda.

Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas massa batuan

dengan menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk memandu metode

penggalian dan juga untuk memberikan rekomendasi pertambangan mendukung serta


rentang yang tidak didukung dan stand up time. Selain itu, menurut metode RMR,

yang tergantung pada kondisi massa batuan di daerah penelitian, dimana penelitian ini

juga mencoba untuk mencari tahu resiko rekayasa potensi yang mungkin terjadi

selama konstruksi pertambangan dan berusaha untuk menunjukkan metode yang

tepat untuk mengendalikan dan mencegah seperti resiko-resiko potensial.

Klasifikasi massa batuan metode RMR (Rock Mass Rating) didasarkan oleh

beberapa parameter yang dijumlahkan untuk memperoleh nilai total RMR. Parameter

tersebut ialah sebagai berikut.

1. Uniaxial Compressive Strength (UCS)

Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact

rock) yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk

menekan sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan

yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load index

merupakan kekuatan batuan-batuan lainnya yang didapatkan dari uji point load. Jika

UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point load, sampel

ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski mengusulkan

hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS= 23 Is.

Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah Mpa. Pada perhitungan

nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau

nilai PLI-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini (Bienawski, 1989).

Tabel 2.1 Kekuatan Material Batuan Utuh

Deskripsi kualitatif UCS (Mpa) PLI (Mpa) Rating

Sangat kuat sekali >250 >10 15

Sangat kuat 100-250 4-10 12

Kuat 50-100 2-4 7


Sedang 25-50 1-2 4

Lemah 5-25 2
Penggunaan UCS
Sangat lemah 1-5 1
lebih dilanjutkan
Sangat lemah sekali <1 0

2. Rock Quality Designation (RQD)

RQD didefinisikan sebagai presentasi panjang core utuh yang lebih dari 10 cm

terhadap panjang total core run. Diameter core yang dipakai dalam pengukuran

minimal 54,7 mm dan harus dibor dengan double-tube core barrel. Perhitungan RQD

mengabaikan mechanical fracture yaitu fracture yang dibuat secara sengaja atau tidak

selama kegiatan pengeboran atau pengukuran (Hoek, dkk. 1995).

Tabel 2.2 Rock Quality Designation

RQD (%) Kualitas batuan Rating

<25 Sangat jelek 3

25-50 Jelek 8

50-75 Sedang 13

75-90 Baik 17

90-100 Sangat baik 20

3. Jarak Antar Kekar (Spacing Of Discontinuities)

Perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar kekar diberi bobot berdasarkan

nilai spasi kekarnya seperti tertera pada tabel di bawah ini (Bienawski, 1989).

Tabel 2.3 Jarak antar Kekar

Deskripsi Spasi kekar Rating

Sangat lebar >2 20


Lebar 0,6-2 15

Sedang 0,2-0,6 10

Rapat 0,006-0,2 8

Sangat rapat <0,006 5

Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua

kekar berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang, sementara Sen

dan Eissa pada tahun 1991 mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh

pada suatu selang pengamatan. Menurut ISRM, jarak antar kekar ialah jarak tegak

lurus antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.

4. Kondisi Kekar (Condition Of Discontinuities)

Terdapat lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,

yang meliputi kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah

(separation/aperture), kekasaran kekar (roughness), material pengisi (infilling/gouge),

dan tingkat kelapukan (weathering). Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut.

a. Separation merupakan jarak antar kedua permukaan bidang diskontinu.

Jarak ini biasanya diisi oleh material lainnya (filling material) atau bisa juga

diisi oleh air.

b. Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau

juga merupakan panjang dari suatu bidang diskontinu.

Tabel 2.4 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran

Kekasaran
Deskripsi Pembobotan
permukaan

Apabila diraba permukaan sangat tidak


rata, membentuk punggungan dengan
Sangat kasar 6
sudut terhadap bidang datar mendekati
vertikal.
Bergelombang, permukaan tidak rata,
kasar butiran pada permukaan terlihat jelas, 5
permukaan kekar terasa kasar
Butiran permukaan terlihat jelas, dapat
Sedikit kasar dibedakan dan dapat dirasakam apabila 3
diraba.
Permukaan rata dan terasa halus bila
Halus 1
diraba
Licin berlapis Permukaan terlihat mengkilap 0

c. Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.

Tabel 2.5 Tingkat Pelapukan Batuan

Klasifikasi Keterangan

Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,


butiran kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit terlapukkan Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya
terisi dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda
kehitaman biasanya nampak mulai dari permukaan
sampai ke dalam batuan sejauh 20% dari spasi.
Terlapukkan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan
dan sebagian material batuan terdekomposisi,
tekstur asli batuan masih utuh namun mulai
menunjukkan butiran batuan mulai terdekomposisi
menjadi tanah.
Sangat terlapukkan Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna
atau kehitaman, dilihat secara penampakan
menyerupai tanah, namun tekstur batuan masih
utuh, dan terdekomposisi menjadi tanah.
d. Infilling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu

mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu yang dipengaruhi oleh

ketebalan, konsisten atau tidaknya dan sifat material pengisi tersebut.

Material pengisi yang lebih tebal dan memiliki sifat mengembang bila

terkena air dan berbutir sangat halus akan menyebabkan bidang diskontinu
menjadi lemah. Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi

bobot masing-masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total

kondisi kekar. Pemberian bobot berdasarkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.6 Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar

Parameter Rating
10-20
Panjang kekar <1 m 1-3 m 3-10 m >20 m
m
Persistence/continuity 6 4 2 1 0
Jarak antar Tidak <0,1 0,1-1,0
1-5 mm >5 mm
permukaan kekar ada mm mm
Separation/aperture 6 5 4 1 0
Sangat Sedikit
Kekasaran kekar kasar halus Slickensided
kasar kasar
Roughness 6 5 3 1 0
Tidak Keras Keras Lunak Lunak > 5
Material pengisi
ada <5 mm >5 mm <5 mm mm
Infilling/gouge 6 4 2 2 0
Tidak Sedikit Sangat
Kelapukan lapuk Hancur
lapuk lapuk lapuk
weathering 6 5 3 1 0

e. Kondisi Air Tanah

Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan

massa batuan. Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu inflow per 10 m tunnel length menunjukkan banyak

aliran air yang teramati setiap 10 m panjang terowongan. Semakin banyak

aliran air mengalir maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin

kecil. Joint water pressure, semakin besar nilai tekanan air yang terjebak

dalam kekar (bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan

semakin kecil. General condition ialah mengamati atap dan dinding

terowongan secara visual, sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan

keadaan umum dari permukaan seperti kering, lembab, menetes atau


mengalir. Kondisi air tanah yang diklasifikasikan oleh Bieniawski pada tahun

1989 ialah sebagai berikut.

Tabel 2.7 Kondisi Air Tanah

Terdapat
Terdapat
Kondisi umum Kering Lembab Basah tetesan
aliran air
air
Debit air tiap 10
m panjang
Tidak ada <10 10-25 25-125 >125
terowongan
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar/tegangan 0 <0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 >0,5
prinsipal mayor
rating 15 10 7 4 0

Nilai bobot dari masing-masing parameter diatas dihitung dan setelah diperoleh

maka jumlah keseluruhan bobot tersebut akan menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini

dapat dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan

kohesi dan sudut geser dalam untuk tiap kelas massa batuan seperti pada tabel

berikut.

Tabel 2.8 Kelas Massa Batuan, Kohesi, dan Sudut Geser Berdasarkan Nilai RMR
Profil massa
Deskripsi
batuan
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
Kelas massa Sangat
Baik Sedang Jelek Sangat jelek
batuan baik
300-400 200-300 100-200
Kohesi >400 Kpa <100 Kpa
Kpa Kpa Kpa
Sudut geser
>45o 35o - 45o 25o - 35o 15o - 25o <15o
dalam

Metode Rock Mass Rating (RMR) ialah salah satu metode yang banyak

digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng. Namun, metode ini memiliki kelebihan

dan kelemahan diantaranya ialah sebagai berikut.


1. Kelebihan

a. Banyak digunakan secara luas.

b. Adanya faktor koreksi terhadap orientasi kekar.

c. Adanya faktor koreksi terhadap pengaruh air tanah.

d. Kondisi kekar yang digambarkan meliputi kontinuitas, separasi, kekasaran,

isian, dan alterasi kekar.

e. Mudah menggabungkan parameter-parameter yang diukur yaitu RQD dan

jarak antar kekar untuk menjelaskan frekuensi kekar ataupun ukuran blok.

f. Kuat tekan uniaksial digunakan untuk batuan intak dimana nilainya didapat

dengan uji point load secara langsung di lapangan.

g. Parameter-parameter penting dari massa batuan dapat ditentukan dari nilai

RMR.

2. Kelemahan

a. Sangat bergantung terhadap metode penggalian yang digunakan.

Rekomendasi penyangga yang diberikan hanya berlaku untuk terowongan

tapal kuda.

b. Faktor koreksi terhadap orientasi kekar merupakan kategori kasar dan sulit

ditentukan tanpa pengalaman yang luas. Pada kondisi terburuk, orientasi

kekar tidak dipertimbangkan untuk mendapatkan pengaruh yang dominan

pada perilaku massa batuan.

c. Metode RMR memperhitungkan frekuensi kekar dua kali, yaitu melalui RQD

dan jarak antar kekar.

d. Dalam praktiknya, beberapa kondisi kekar tidak dapat digambarkan secara

akurat.

e. Tidak mempertimbangkan pengaruh dari tegangan terinduksi dalam

perkiraan kestabilan lubang bukaan.


f. Tidak memperhitungkan laju pada saat batuan segar melapuk ketika

tersingkap ke permukaan.

2.5 Analisis Kinematik

Analisis kinematik merupakan analisa rekonstruksi dari pergerakan yang terjadi

pada saat proses deformasi batuan yang terjadi di semua skala. Analisa kinematika

hanya memperhatikan perubahan bentuk, ukuran, dan pergerakan (strain) yang terjadi

tanpa memperhatikan atau menginterpretasikan gaya atau tekanan yang

menyebabkan deformasi tersebut. Apabila suatu benda diberi gaya misalnya dalam

proses deformasi struktur, gaya tersebut dapat memindahkan benda ke tempat lain

yang disebut sebagai translasi. Jika gaya merubah orientasinya, yang dikenal sebagai

rotasi. Apabila gaya tersebut merubah ukuran benda dinamakan proses dilation.

Sedangkan apabila gaya tersebut merubah bentuk benda disebut sebagai distorsi

(David dan Reynolds, 1996).

2.5.1 Konsep analisis kinematik

Analisis kinematik ialah merekonstruksi pergerakan yang terjadi didalam batuan

akibat proses deformasi. Analisa ini murni berdasarkan pada urutan-urutan

pembentukan geometri unsur struktur tanpa didasarkan pada gaya-gaya penyebabnya.

Analisa ini dikenal sebagai analisa keterakan atau strain analysis.

Deformasi mengakibatkan perubahan bentuk, volume, ukuran maupun

pergerakan dari batuan yang dapat dideskripsi dan dianalisa kinematiknya dari data

lapangan, namun bagaimana dan berapa besar gaya atau stress yang menyebabkan

pembentukan struktur tersebut merupakan analisis dinamik. Konsep yang sangat

penting dalam menginterpretasi geologi struktur melalui analisis detail ialah waktu dan

skala, baik itu dalam konteks skala waktu geologi maupun secara relatif. Konsep waktu

sangatlah penting untuk membuat sejarah deformasi, paling tidak waktu relatif yang
dapat dihasilkan dari bukti potong memotong struktur di lapangan. Contohnya

perlipatan sesar A dipotong oleh sesar B kemudian terpatahkan oleh sesar C, sehingga

urutan-urutan kejadian deformasi dapat diketahui. Konsep waktu relatif ini sangat

berguna, apalagi bagi daerah-daerah yang sangat sulit untuk menentukan umur

absolutnya misalkan pada kompleks batuan metamorfik.

2.5.2 Jenis-jenis longsoran

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,

bahan rombakan, tanah ataupun material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau

keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor disebabkan karena air yang meresap ke

dalam tanah akan menambah bobot tanah sehingga kedap air yang berperan sebagai

bidang gelincir akan menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak

mengikuti lereng dan keluar lereng. Lereng merupakan permukaan bumi yang

membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat

terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk secara alami

misalnya lereng bukit dan tebing sungai, sementara lereng buatan manusia misalnya

galian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta

dinding tambang terbuka (Arief, 2007).

Adapun jenis-jenis longsor yang dikenal dalam tambang terbuka adalah sebagai

berikut.

1. Longsor Bidang

Longsor bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang

bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa kekar, rekahan

(joint) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang

ialah terdapat bidang lincir bebas (daylight) yang berarti kemiringan bidang lurus lebih

kecil daripada kemiringan lerenng, arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau

mendekati dengan arah lereng, kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada
sudut geser dalam batuannya, terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan)

pada kedua sisi longsoran.

2. Longsoran Baji

Longsoran baji ialah longsoran yang dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih

dari satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara

bidang lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah ini

dapat berupa bidang sesar, rekahan, maupun bidang perlapisan. Cara longsoran baji

dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui garis perpotongan

kedua bidang lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri yaitu

permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata tetapi kemiringan bidang lemah B

lebih besar daripada bidang lemah A, arah penunjaman garis potong harus lebih kecil

daripada sudut kemiringan lereng, bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian

atas lereng dan kedua bidang lemah.

3. Longsoran Busur

Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,

terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur

hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan memiliki bidang-

bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya.

Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang

perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan ke dalam massa diskontinuitas.

Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari

posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel

individu pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat.

Oleh karena itu, batuan yang telah lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda

pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas

atau muka lereng, kadang-kadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan


atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini menandakan adanya

gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat

dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng tersebut.

4. Longsoran Guling

Longsoran guling ialah longsoran yang terjadi pada batuan yang keras dan

memiliki lereng terjal dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak dan

arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok

atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut geser

dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok dan lebar balok terletak pada

bidang miring.

2.5.3 Aplikasi DIPS

DIPS adalah suatu program rancangan untuk menganalisis orientasi secara

interaktif dengan mendasarkan data yang berhubungan dengan struktur geologi.

program ini adalah suatu alat bantu yang mampu diterapkan pada banyak aplikasi dan

dirancang untuk dapat digunakan baik bagi pemula, maupun bagi pengguna yang

mengharapkan analisis proyeksi streograpik untuk data geologi. DIPS memungkinkan

pemakai untuk meneliti dan memvisualisasikan data struktural geologi baik kekar,

sesar perlapisan serta struktur-struktur lainnya dengan mengikuti teknik yang sama

digunakan di dalam stereonet manual. Sebagai tambahan, banyak fitur-fitur komputasi

yang tersedia, seperti statistik sekeliling orientasi yang sama (statistical contouring of

orientation clustering), perhitungan orientasi umum secara kuantitatif dan model-

model fitur kualitatif dalam analisa.

DIPS telah dirancang untuk analisis data yang berhubungan dengan analisa

rancangan struktur batuan, sehingga format yang dipakai DIPS data file

memungkinkan menganalisa segala bentuk orientasi basis data. Penggunaan aplikasi

DIPS disini terbatas pada penggunaan DIPS untuk penentuan arah umum
diskontinuitas pada struktur-struktur geologi, dan penentuan jenis longsoran yang

terbentuk dengan data sudut geser dalamnya. Secara garis besar aplikasi DIPS terdiri

atas dua program, yaitu:

1. Lembar kerja (spreadsheet) yang berfungsi sebagai input data yang akan

diproses, yang terdiri dari kolom dan baris.

2. Countour-plot berfungsi untuk menampilkan semua hasil pengolahan data

dlaam bentuk kontur steteronet.

Anda mungkin juga menyukai