Makalah Kesetaraan
Makalah Kesetaraan
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. KESETARAAN
Kata kesetaraan berasal dari kata benda tara yang mengandung arti sejarah
(sama tingginya) sama tingkatannya (kedudukannya, dsb) sepadan dan seimbang
(KBBI, 2007 : 1143). Dari kata kesetaraan mengandung arti kesejajaran, kesamaan
tingkat keduduan, kesepadanan dan keseimbangan. Dihubungkan dengan
pembicaraan tentang kemanusiaan, kata kesetaraan mengandung arti kesamaan hak,
terutama yang menyangkut kriteria hak-hak azasi manusia.
Di indonesia Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, juga
mencamtumkan pasal-pasal mengenai kesederajatan atau kesamaan. Pada 27 ayat 1
UUD 1945 dicamtumkan bahwa : segala warga negara bersamaan kedudukan di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu
dengan tidak ada kecualinya. Pasal-pasal lainnya juga menyinggung kesamaan hak
baik di bidang pendidikan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (ps 27:2), ikut serta dalam bela negara (ps 27:3), berserikat dan
berkumpul (ps 28), mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawainan yang sah, memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan (ps 28:3), memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya (ps 28 E :1), dan hak-hak lainnya yang tercantum pada beberapa
pasal (29-34) pada UUD 1945.
Dari pernyataan dan teks Undang-undang Dasar 1945 yang dikutip di atas,
tampaklah bahwa masalah kesamaan hak atau kesedarajatan antara manusia sudah
banyak dibicarakan bahkan diundangkan berbagai negara. Jika diamati lebih jauh,
wacana kesamaan (Equality)/ kesederajatan/ kesetaraan meliputi banyak aspek yang
diikhtarkan umat manusia. Setelah ditelaah lebih lanjut, pengertian kesederajatan/
kesamaan/ kesetaraan dikaitkan juga dengan wacana keadilan sosial dan
ketidaksamaan penasirannya.
Profesor McSherry. 2014 antara lain menulis : keadilan sosial terdengar
seperti sebuah konsep penting dan berharga, tetapi dapat berarti hal yang sangat
berbeda bagi orang berbeda. Memperlakukan orang dengan cara yang adil harus
memperhitungkan kebutuhan masing-masing. Bagian dari masalah dalam mencoba
untuk mendefenisikan konsep keadilan sosial adalah bahwa hal tersebut
mencerminkan gagasan keadilan dan kebenaran yang memiliki komponen normatif
bahwa mereka mendasarkan pendapatnya pada nilai-nilai atau perimbangan. Apa
yang dipikir adil oleh seseorang, mungkin sangat berbeda dari apa yang dipikir oleh
orang lain. Selanjutnya ditegaskan bahwa, mereka yang bekerja di berbagai disiplin
ilmu juga mungkin memiliki konsepsi yang berbeda dari istilah.
Kesetaraaan sosial adalah suatu keadaan dimana semua orang dalam masyakat
tertentu atau kelompok terisolasi memiliki status yang sama dalam hal-hal tertentu.
2
Paling tidak, kesetaraan sosila meliputi hak-hak yang sama di bawah hukum, seperti
keamanan, hak milik, dan akses yang sama terhadap barang dan jasa sosial. Namun
ini juga, mencakup konsep kesetaraan kesehatan, kesetaraan ekonomi dan jaminan
sosial lainnya. Ini juga termasuk peluang dan kewajiban yang sama dan melibatkan
seluruh masyarakat.
Kesetaraan sosial memerlukan adanya konsep penegakan hukum kelas sosial
atau warga pinggiran dan tidak adanya diskriminasi yang termotivasi oleh bagian tak
terpisahkan dari identitas sesorang. Misalnya jenis kelamin, ras usia, orientasi seksual,
asal kasta atau kelas, penghasilan atau properti, bahasa, agama, keyakinan, pendapat,
kesehatan atau catat yang seharusnya tidak mengakibatkan perlakuan tidak adil
berdasarkan hukum tidak harus mengurangi peluang untuk dibenarkan. Kesetaraan
sosial mengacu pada ranah sosial bukan ekonomi atau kesetaraan pendapat
kesempatan yang sama.
3
sosial. Oleh karena itu, subordinasi dapat diubah ataupun ditetapkan untuk
selamanya.
Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun cultural. Misalnya,
bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu
sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang
emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat,
rasional dan perkasa (Mansour, 1997)
Beberapa ungkapan tentang gender berikut akan lebih memberikan pemahan
mengenai konsep gender, yaitu :
1. Laki-laki dan perempuan sesuai dengan peranan dan fungsinya di dalam keluarga, sosial
juga ditambahkan bahwa gender adalah perbedaan status antara laki-laki dan perempuan
(Depnakertrans).
2. Gender pada dasarnya merupakan konsep yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan bukan berdasarkan biologisnya, melainkan dikaitkan dengan peran, fungsi, hak,
sifat, perilaku yang direkayasa sosial. Oleh karena itu, pemahaman tentang gender dapat
berubah dan sangat tergantung pada budaya setempat yang mendukung (Depag).
4. Kemitrasejajaran pria dan wanita untuk ikut serta dalam setiap aspek pembangunan.
5. Persamaan kesempatan kerja antara laki-laki dan perempuan, persamaan status sosial
dalam kesempatan kerja dengan memperhatikan perbedaan kodrat perempuan seperti hamil,
melahirkan dan menyusui (Rahmadewi, 2000)
4
Pandangan steriotipe atau pelabelan/citra baku yang melekat pada
peran, fungsi dan tanggung jawab yang membedakan antara laki-laki
dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat
Kekerasan (violence) yaitu serangan fisik, seksual dan psikis.
Perempuan pihak paling rentan yang mengalami kekerasan, dimana hal ini
terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun steriotipe di atas. Pemerkosaan
pelecahan seksual, pemukulan isteri/pacar, atau pembatasan hak adalah contoh
kekerasan yang paling banyak dialami oleh perempuan, beban ganda yaitu tugas dan
tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus, baik di lingkup rumah
tangga maupun di luar rumah tangga. Misalnya seorang ibu selain harus melakukan
peran biologisnya seperti hamil, melahirkan dan menyusui juga harus melayani suami,
anak bahkan anggota keluarga alinnya yang tercakup dalam peran merawat dan
mengurus rumah tangga. Diamping itu jarang perempuan/istri juga mencari nafkah,
dengan tetap melakukan tugas dan tanggung jawab diatas.
5
Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa
setiap warga negara, baik perempuan maupun laki-laki mendapatkan kesempatan
setara untuk mengecap pendidikan. Sejalan dengan itu, pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yand ditetapkan dalam UU no
20 2003. UU tersebut memberikn dasar hukum untuk membangun pendidikan
nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonimi keadilan dan
menjunjung tinggi HAM, sistem pendidikan Nasional tesebut harus mampu juga
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi meanjemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan brkesinambungan.
Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki, untuk
menjamin agar proses itu adil bagi perempuan dan laki-laki perlu tindakantindakan untuk
menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah menghambat perempuan dan
laki-laki untuk berperan dan menikmati hasil dan peranyang dimainkannya. Keadilan gender
mengantarkan perempuan dan laki-laki menuju kesetaraan gender.
Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki menikmati status dan
kondisi yang sama untuk merealisasikan hak azasinya secara penuh dan sama-sama
berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan, dengan demikian kesetaraan
gender adalah penilaian yang sama oleh masyarakat terhadap persamaan dan perbedaan
perempuan dan laki-laki dalam berbagai peran yang mereka lakukan (Diska, 2014).
6
Rachmadewi, dkk, 2000, Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) Sektoral di Tingkat Pusat, Propinsi Jawa Timur dan
Sumatera Barat, Puslitbang KS dan Peningkatan Kualitas Perempuan,
BKKBN, Jakarta.
Diska. M.W, dkk. 2014. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pandangan
Perempuan Bali: Studi Fenomenologis terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal
Psikologi Undip Vol.13 No.2 :149-162