Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-
masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian,
diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi
umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun
pertama masa sekolah1. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi
kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret
keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi
2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat
purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di
telinga dan vertigo1.

1
BAB II
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Alamat : Tawang mas, Semarang
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Asisten Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Status : Menikah
Tanggal periksa : Rabu, 8 November 2017

2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poli THT RSUD Tugurejo Semarang pada tanggal 8
November 2017 pukul 11.00 WIB secara autoanamnesis.
a. Keluhan utama
Telingan kanan keluar cairan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh telinga kanan
terasa penuh dan gatal. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang
hari hingga mengganggu aktivitas. Keluhan agak ringan jika pasien
sedang istirahat dan bertambah berat saat beraktivitas. Pasien mengorek
telinga kanan dengan cotton bud hingga telinga terasa sakit. Keluhan
lain yaitu batuk (+) sejak 2 minggu sebelumnya, pilek (+) keluar ingus
bening. Lalu pasien memeriksaan diri ke dokter layanan pratama, oleh
dokter layanan pratama diberi obat 4 macam, pasien lupa nama obatnya.
1 hari setelah periksa ke dokter layanan pratama, keluhan tidak
kunjung sembuh, tetapi keluhan batuk pilek sudah berkurang. Pasien
mengeluh keluar cairan dari telingan kanan, cairan terasa hangat

2
bewarna kekuningan, agak kental, berbau, tidak disertai darah dan tidak
terus menerus. Rasa nyeri pada telinga (+), gatal pada telinga (+),
pendengaran berkurang (-), gembrebeg (-), demam (-), pusing (+),
hidung tersumbat(-), nyeri telan (-), suara serak (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : diakui (1 tahun yang lalu)
Riwayat keluar cairan dari telinga : diakui (1 tahun yang lalu,
tidak diberobat)
Riwayat alergi obat, makanan : disangkal
Riwayat operasi organ THT : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat batuk pilek berulang : diakui
Riwayat gigi berlubang : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal satu rumah bersama suami dan ketiga anaknya,
pasien bekerja sebagai buruh cuci, suami bekerja sebagai serabutan.
Pasien mengaku keramas hampir setiap mandi (2xsehari). Biaya
pengobatan menggunakan BPJS, kesan ekonomi kurang.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 111/76 mmHg

3
Nadi : 78 kali/menit
Respirstory Rate : 16 kali/menit
Status Gizi :
BB : 48 kg
TB : 155 cm
IMT : 20,1 (normoweight)
b. Status Lokalis
Telinga
Telinga AD AS

Preaurikula Fistel (-) Fistel (-)

Retroaurikula Dbn Dbn

Aurikula Hiperemis (-) Nyeri Hiperemis (-) Nyeri


tarik aurikula (-), tarik aurikula (-),
edema (-), kelainan edema (-), kelainan
congenital (-) congenital (-)

Tragus pain Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Mastoid Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)


Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Canalis akustikus eksternus sebelum ear toilet (otoskop)


Canalis akustikus AD AS
eksternus
Mukosa hiperemis (-) (-)

Liang telinga Sempit, Sempit, oedem (-)


discharge (+),
hiperemis (-), nanah(-),
warna putih
kekunigan, serumen obsturan (-),
purulen, berbau

4
Otore (+) (-)

Serumen (+) warna putih (+) warna coklat


kuning kehitaman, kering

Granulasi (+) (-)

Furunkel (-) (-)

Jamur (-) (-)

Corpus alienum (-) (-)

Membran timpani setelah ear toilet (otoskop)


Membran timpani AD AS

Intak/perforasi Perforasi, tampak Perforasi, tak


hiperemis tampak hiperemis

Perforasi
a. central/marginal Sentral Sentral
b. total/subtotal > 25% dari luas MT 10% dari luas MT
c. jumlahnya 1 1
d. baru/lama Baru (tepi licin, Lama (tepi licin,
tipis) tebal)

Gambar

5
Hidung dan sinus paranasal
Hidung luar
Bentuk Dbn

Massa (-)

Deformitas (-)

Radang (-)

Kelainan congenital (-)

Nyeri tekan (-)/(-)

Sinus Frontal Sinus Maxilla


Hiperemis (-)/(-) (-)/(-)
Bengkak (-)/(-) (-)/(-)
Nyeri Tekan (-)/(-) (-)/(-)
Nyeri Ketok (-)/(-) (-)/(-)
Transluminasi Tidak dilakukan

Rinoskopi anterior Kanan Kiri

Mukosa Edem (-), hiperemi Edem (-), hiperemi


(-) (-)

Konka Permukaan rata Permukaan rata


Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Septum deviasi (-) (-)

6
Discharge (-) (-)

Massa (-) (-)

Gambar

Rongga mulut dan orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mulut Mukosa Mulut Tenang
Lidah Bersih
Palatum Tidak ada deviasi
Reflek muntah (+)
Hiperemis (-)
permukaan licin,
warna sama dengan
kulit sekitar,
konsistensi kenyal,
berbatas tegas, tidak
mobil, nyeri tekan (-).
Gigi geligi Caries (-)
Uvula Ditengah dalam batas
normal
Tonsil Permukaan Halus
Ukuran T1-T1
Warna Hiperemis (-)
Kripta normal
Detritus (-)

7
Faring Mukosa Hiperemis (-)
Granula (-)
Post Nasal Drip (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan pemeriksaan penunjang pada kasus ini adalah:
1. Tes garputala Rinne, Weber, Schwabach menunjukkan jenis ketulian
yang dialami pasien
2. Audiometri nada murni
3. X foto mastoid posisi schuller
4. Laboratorium : darah rutin dan GDS
5. Kultur bakteri

5. RESUME
1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh telinga kanan terasa
penuh dan gatal. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari hingga
mengganggu aktivitas. Keluhan agak ringan jika pasien sedang istirahat dan
bertambah berat saat beraktivitas. Pasien mengorek telinga kanan dengan
cotton bud hingga telinga terasa sakit. Keluhan lain yaitu batuk (+) sejak 2
minggu sebelumnya, pilek (+) keluar ingus bening. Lalu pasien memeriksaan
diri ke dokter layanan pratama, oleh dokter layanan pratama diberi obat 4
macam, pasien lupa nama obatnya.
1 hari setelah periksa ke dokter layanan pratama, keluhan tidak kunjung
sembuh, tetapi keluhan batuk pilek sudah berkurang. Pasien mengeluh keluar
cairan dari telingan kanan, cairan terasa hangat bewarna kekuningan, agak

8
kental, berbau, tidak disertai darah dan tidak terus menerus. Rasa nyeri pada
telinga (+), gatal pada telinga (+), pendengaran berkurang (-), gembrebeg (-
), demam (-), pusing (+), hidung tersumbat(-), nyeri telan (-), suara serak (-
).Riwayat sakit serupa (keluar cairan dari telinga) diakui 1 tahun ini, riawayat
batuk pilek berulang (+).
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan CAE AD sempit, discharge (+),
warna putih kekunigan, purulen, berbau, otore (+), serumen (+) warna
kuning, granulasi (+), CAE AS sempit, oedem (-), hiperemis (-), serumen
warna coklat kehitaman kering, membran timpani setelah di ear toilet AD
tampak perforasi hiperemis Sentral berjumlah 1 > 25% dari luas MT tipe baru
(tepi licin, tipis), AS tampak perforasi hiperemis Sentral berjumlah 1 10%
dari luas MT tipe lama (tepi licin, tebal).

a. DIAGNOSIS BANDING
Otitis Media Supuratif Kronik ADS tipe benigna
Otitis Media Supuratif Kronik ADS tipe maligna
Otomikosis

b. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Supuratif Kronik tipe benigna aktif aurikula dextra
Otitis Media Supuratif Kronik tipe benigna inaktif aurikula sinistra

c. TATALAKSANA
1) Medikamentosa :
Tetes telinga : Ofloxacin ear drop S 3 dd gtt III ADS
Antibiotik : Levofloksasin tab 500 mg 1x1 selama 7 hari
Antiinflamasi : Metylprednisolon tab 8 mg 3x1 selama 7 hari
Antihistamin : Cetirizin tab 10 mg 1x1 selama 7 hari
Vitamin B compleks tab 1x1 selama 7 hari
2) Monitoring
- Keadaan umum pasien

9
- Discharge telinga
3) Edukasi :
- Memberitahu kepada pasien tentang penyakit pasien, pemeriksaan
yang diperlukan, komplikasi dari penyakit dan bagaimana cara
menanganinya
- Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang
mungkin terjadi pada pasien
- Pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering
- Pasien diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan telinga
dengan cotton bud atau pun benda tajam
- Keramas jangan sering-sering
- Saat mandi telinga jangan sampai kemasukan air
- Menjaga nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mencegah penyakit
ISPA
- Kontrol kembali jika terdapat keluhan

6. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : ad bonam
b. Quo ad sanam : ad bonam
c. Qou ad functionam : ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA

TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari auricula seperti kerangka (pinna), yang berfungsi sebagai
mengumpulkan suara, dan meatus acusticus externus yang mengonduksi suara ke
membrane tympanica
Auricula
Auricula (L. auris, telinga) terdiri dari
lempeng cartilage elastic berbentuk irregular
yang dilapisi oleh kulit tipis (Gambar 2)
auricular memiliki beberapa depresi dan
elevasi. Concha adalah depresi yang paling
dalam. Pinggir auricular yang meninggi adalah
helix. Lobulus nonkartilaginosa terdiri dari
jaringan lemak, fibrosa dan pembuluh darah.
Gambar Auris Externa
Tragus (Yun. tragos,kambing; menyinggung

11
rambut yang cenderung tumbuh dari permukaan tersebut menyerupai janggut
kambing) adalah proyeksi menyerupai lidah yang menutupi porus acusticus
externus
Meatus Acusticus Externus
Kanal yang mengarah ke dalam melalui pars tympanica ossis temporalis dari
auricular ke membrane timpanica, berjarak 2-3 cm pada orang dewasa. Sepertiga
lateral kanal yang sedikit berbentuk S tersebut adalah kartilaginosa dan dilapisi
kulit yang berlanjut dengan kulit auricular. Duapertiga medialnya bertulang dan
dilapisi kulit tipis yang berlanjut dengan lapisan eksterna membrane tympanica.
Glandula sebacea dan ceruminosa pada jaringan subkutan pars cartilaginea meatus
menghasilkan serumen (earwax).
TELINGA TENGAH
Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertical
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya
rata-rata 0,1 mm.
Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan
tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut
450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut,
dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini
dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of
light).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum
dan mukosum.
Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastic
yaitu: bagian dalam sirkuler, dan bagian luar radier.

12
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell,
Terletak dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars
flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (Rivini).
Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n.
aurikulotemporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam
disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani
anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari
arteri aurikula posterior.

Gambar Penampang Membran Timpani

13
Malleus (hammer/martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus
anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala
terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam
membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika
propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan
Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke
tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus
brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

Gambar os malleus
Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis
dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut
lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari
corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,
prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung
prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus
lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi
terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu
garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung

14
prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan
oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston
pada stapes melalui sendi inkudostapedius.

Gambar os incus
Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari
kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang
melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang
lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi
superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di
anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan
terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul
labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.

Gambar os stapes

15
Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Gambar perbandingan penampang tuba auditori pada bayi dan dewasa

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani,
dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini
berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan
panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus.
Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan
berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada
bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan
ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar
maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh
mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki

16
lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis
dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring.
Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya
sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

II. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

DEFINISI
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana
terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani
tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran
timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti
pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibel2,4.

17
KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe
respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5


Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.

Fase tidak aktif / fase tenang


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga.

18
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
Otitis media supuratif akut yang berulang

b. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 6
a. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah:
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. Pada mulanya dari jaringan
embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah
menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom
lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi.
Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan
komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan
bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal. Area kolaps pada segmen

19
atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani. Epitel skuamosa pada
membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi
akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses pembersihan ini
gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan
lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti
kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang
sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol,
botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin. Teori lain
pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada
mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya
suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi,
terutama pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang
dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal
kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini
menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan
granulomatosa.

20
Perforasi Membran Tympani
Definisi
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang
menyebabkan hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane
timpani. Membran timpani adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti
diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan fungsinya yang
menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran
berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh
berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang
diberikan.

Menurut letaknya :
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengan kolesteatom.

21
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
4. Perforasi postero-superior
Menurut luasnya perforasi
1. Perforasi kecil
2. perforasi sedang
3. perforasi luas ( subtotal -- total)

EPIDEMIOLOGI
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%
beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara,
daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi

22
OMSK pada negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia,
yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling
serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65
330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita
kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien
yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1

ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi
telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

23
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi

24
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.

PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1

25
Gambar Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi
dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit
akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan
menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan
beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada
telinga tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1

26
Gambar Perjalanan Penyakit OMSK

PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium
dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang
ditemukan adalah:
Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada
beratnya infeksi sebelumnya.
Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid
paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering
terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau
lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses
sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.

27
GEJALA KLINIS
Diagnosis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai

28
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.9
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli
saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

29
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut1,3 :

Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran


Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.

Pemeriksaan Radiologi
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,

30
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur3.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,3
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom3.

Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes
sp1,2.

PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan
penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.

31
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana
pengobatanannya dibagi atas:
Konservatif
Pembedahan

OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorektelinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobatbila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan pendengaran.

OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika :
o antibiotika/antimikroba topikal
o antibiotika sistemik

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)


Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan
menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk
untuk pertumbuhan kuman.

32
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)
1. Aural toilet secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan
dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya
dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan olehanggota
keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telingakering.
2. Aural toilet secara basah ( syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris d an
nanah, kemudian dengan k a p a s l i d i s t e r i l d a n d i b e r i s e r b u k
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
u n t u k membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan
serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
3. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.
Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan
polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
d r a i n a s e ya n g b a i k d a n r e s o r b s i m u k o s a . P a d a o r a n g d e w a s a
y a n g k o p e r a t i f c a r a i n i dilakukan tanpa anastesi tetapi pada
anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga d e n g a n H 2 O 2
3% akan mencapai s a s a r a n n ya bila dilakukan dengan
d i s p l a c e m e n t methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan
Ludmann.

33
Pemberian antibiotik topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan
biasanya ada gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral
sulit mencapai sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik
adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk
tetes telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu
ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes
yang dijual di pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat
ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2
minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:
1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak
aktif mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-
masing kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp.
(73,33%), Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan
Pseudomonas sp. (14,23%).
2. Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,
E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap
kuman Gram positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap
ginjal dan susunan saraf.
3. Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum
yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif.
Saah satu bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah
kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa
pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.

34
4. Ofloksasin
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan
positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada
OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin
telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%.
Berdasarkan penelitian, pemakain tetes siprofloksasin lebih berhasil dan
lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek
ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal
tanpa antibiotik oral.

Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya
telah resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat.
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:
1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
2. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin
4. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
5. E.coli: ampisilin atau sefalosporin
6. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida
7. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
8. B. Fragilis: klindamisin.

35
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
diberikan untuk anak dengan
umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim,
seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas, tetapi
harusdiberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan
untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol
dapat diberikan pada OMSK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari, selama 2 minggu
atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani
yang perforasi, mencegab terjadinya komplikasi serta memperbaiki pendengaran.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan
merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan
bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar
dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus
dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang
menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat
topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari
1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

36
Jenis pembedahan OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1
1. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan
pembersihan ruangan mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah
supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.1
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteotoma yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
Fungsi pendengaran tidak di perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak
terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat
menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar
menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi
4. Miringoplasti.
5. Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik
didalam telinga tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada
telinga tengah.Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun

37
1953 yang kemudian membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada tahun
1956.
Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan fungsi
telinga tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran.
Tujuan lainnya membersihkan semua jaringan patolgis dimana anatomi
dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid
dibuka untuk menghindari system aerasi yang tertutup. Aerasi dapat
diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara kavum tympani,
antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias
ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus
dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi
dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau
tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.1

Tipe-tpe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling
ringan, dengan melakukan rekontruksi hanya pada membrane tympani dan
cangkokan bersandar pada maleus.
Indikasioperasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran konduktifsampai
normal atau hamper normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membrane timpani dan rekontruksi
tulang pendengaran.

38
39
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan tekni operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkanmenyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi kavum
timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui
liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi
posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati
oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali.1

KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai
potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan
kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media
akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di
sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu
melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.

40
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta
lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis
media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena
erosi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi
gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak
menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan,
maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium
akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah.
Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan
adanya mual, muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang
menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah
sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen yang
terbendung.

41
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus
melewati 3 macam lintasan1,2 :
Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Menembus selaput otak.
Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma
sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke
20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal
apabila tidak diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi
otitis media kronik tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media
akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi
persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan
perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari telinga
(otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya otomastoiditis
kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran timpani
melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan
kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan
intrakranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari
struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut
(OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi pada anak kecil, sedangkan
komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa klesteatoma
lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem
klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan ekstrakranial.
Komplikasi ekstrakranial dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal
dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan antibiotik yang tepat dapat
menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi,
dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan.
Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant,

42
komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada
saat ini menjadi kurang efektif.

Komplikasi Extrakranial
1. Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK yang
paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi
dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling
sering terjadi sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut
atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular
sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat
lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan
pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat
menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari
mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius.
Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai
korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses
Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis.
Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan
malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol
ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa,
dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT
scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada
mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang
temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam
perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya.
Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea
terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan.

43
2. Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses
akan berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini
dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher.
Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini
ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana
pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar
dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah
dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun
abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering
terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi dari OMK
dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat
diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam
dan lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang
sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses
melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan
dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan
operasi.

Komplikasi Intratemporal
1. Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari
otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7%
dari kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada
terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi
cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan

44
sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah
bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari
fistula ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di
kanal posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea
dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih
tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses
yang berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari
matriks, atau tekanan dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan
osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi
kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya
terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah
kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa
sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski,
sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula
dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium
I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak,
fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh
penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium
III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh
penyakit atau intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang
dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan.
Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula.
Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai
64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam
32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama

45
eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural
ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk
fistula.
Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau
tes fistula positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan
kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin
tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana
adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma,
untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki
cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa
penggunaan pencitraan CT pra operasi meningkat. Karena ketidakmampuan
untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan
dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin,
nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan
operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT
pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT
scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam
mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat
intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua
kasus cholesteatoma dengan hati-hati.
2. Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan
tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan
mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan
dilihat secara rutin pada CT scan.
Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan
edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan
lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis

46
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk
mengevaluasi abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis
Coalescent adalah proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan
karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi, dan
terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA.
Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi di
mastoid yang
terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan
otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun,
sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada
tulang temporal sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma.
3. Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk
OMA, OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama
biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang
memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu
sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan
kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang.
Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis
tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang
tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering
menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang
lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis
atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah
diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran
diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam
perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan

47
saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen.
Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih
dapat dinilai pada CT.

Komplikasi Intrakranial
1. Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK,
dan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam
seri terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek.
Meskipun ini tetap merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian
akibat meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era
preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga
rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang
subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang
telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan
langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah
hasil dari penyebaran hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda
peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan
komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan
muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga
membantu diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset
baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda
mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat
penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga,
harus diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau
MRI kontras akan menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan
menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada
hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada

48
pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan
memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
2. Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling
umum dari otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling
mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh
OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan
otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai
hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir
semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses
lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif,
biasanya mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur
daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi
dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan
termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status
mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana
gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga
dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah,
muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga
abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin
mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan
adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV
antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI
memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan
informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu
dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat.
Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan,
dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan

49
komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial
meningkat.
3. Trombosis Sinus Lateral
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang
terkenal dari otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari
komplikasi intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke
sinus vena dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan
tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah
dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang
sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung
dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang
dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan
trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang
serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus
ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan
pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus
yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena
jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko emboli
paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya
demam tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit
kepala dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang
tinggi diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan
antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian
untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan
untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras
dan menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan
trombosis sinus. Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram
resonansi magnetik MRI dijamin, karena mereka dapat digunakan serial
untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.

50
4. Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam
perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran
tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan
gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-
kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala
yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis,
sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau
CT scan untuk keperluan lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang
sensitif atau spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis
yang tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses epidural sebelum
operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala sebaiknya
meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI
kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang
cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.
5. Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala
menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal
pada pungsi lumbal, yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK,
atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang belum dipahami
seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena
kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang
melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi
sinus (transversal) lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan
sinus untuk melibatkan sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus
sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga
tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis menular

51
sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat pada
kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis
sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan
tanpa trombosis sinus dural.
Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan
yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan
pada pasien ini adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan
menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan
kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan
pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi
papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus
dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi
intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi.
Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa
adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis
ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural,
tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.

52
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi


kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani,
ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
didiagnosis menderita OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan
keluarnya cairan dari telinga kanan yang kumat-kumatan, dimana sekret
awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian menjadi agak
kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri
pada telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan
menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari
derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli
konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi
invasi ke labirin, atau tuli campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi
sampai dengan efektif ke fenestra ovalis. Beratnya ketulian tergantung dari besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan
didapatkan perforasi sentral pada membran timpani.
Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel
skuamosa ke dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan
tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan
kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang di
sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi tulang, yang ditandai
dengan sekret yang kental dan berbau.

53
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak
memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah
dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar
penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif
otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience.
2004; 1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in
Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind
randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available
from URL: http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical
Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication
of chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and
management. BMJ. 1997. available from URL: http://www.bmj.org/

55
56

Anda mungkin juga menyukai