Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jeniskelamin : Perempuan
Umur : 62 Tahun
Alamat : Talang Kabu
Masuk RS : 16 Oktober 2017
Jam Masuk : 09.50 WIB
No. RekamMedik : 02 44 82

II. ANAMNESA
Keluhan utama :
Tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan
Riwayat penyakit sekarang :
OS datang ke RSUD Tais Kab. Seluma diantar keluarga dengan keluhan tidak
bisa menggerakan tangan dan kaki sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Os
mengeluh lidah terasa pendek, dan sedikit sulit berbicara (+), demam(-), mual(+),
muntah (+) 2x/hari, sakit kepala (+), BAB (+) N, BAK (+) N

Riwayat penyakit dahulu


OS memiliki riwayat penyakit stroke dan hipertensi (+) 1 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak jelas

Riwayat Pengobatan
Tidak jelas

Riwayat Alergi
Tidak jelas
III. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Vital Sign
TD : 230/130 mmHg
HR : 94 x/i
RR : 22 x/i
Temp. : 37 o C

IV. Status Lokalisata


a. Kepala
Bentuk : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik,
Pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), secret (-/-)
Mulut dan tenggorokan : Bibir sianosis (-), lidah miring ke arah kiri (+),
sudut mulut kanan dan kiri tidak simetris.

b. Leher
Trakea : Simetris, deviasi (-)
KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

c. Thoraks
Depan
Inspeksi : Simetris (ki=ka), Nafas tertinggal (-), Ictus Cordis tidak
terlihat
Palpasi : - Lap. Atas = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal
- Lap. Tengah = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal
- Lap. Bawah = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal
Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : Sonor dikedua Lap. Paru
- Batas Atas Jantung ICS II lin. Parasternalis sinistra
- Pinggang jantung ICS III lin. Parasternalis sinistra
- Batas kanan bawah ICS V lin. Sternalis dextra
- Batas kiri bawah ICS V 2cm kearah medial midclavicula
sinistra
Konfigurasi jantung : Dalam batas normal

Auskultasi : - Lap. Atas = Vesikuler (ki = ka)


- Lap. Tengah = Vesikuler (ki=ka)
- Lap. Bawah = Vesikuler, ronkhi basah halus (-/-)
Bunyi Jantung : BJ 1 = BJ 2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Belakang
Inspeksi : Simetris (ki=ka),
Palpasi : - Lap. Atas = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal
- Lap. Tengah = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal
- Lap. Bawah = Stem Fremitus (ki=ka), kesan Normal

Perkusi : - Lap. Atas = Sonor dikedua Lap. Paru


- Lap. Tengah = Sonor dikedua Lap. Paru
- Lap. Bawah = Sonor dikedua Lap. Paru
Auskultasi : - Lap. Atas = Vesikuler (ki=ka)
- Lap. Tengah = Vesikuler (ki=ka)
- Lap. Bawah = Vesikuler, ronkhi basah basal (-)

d. Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), tidak teraba massa,
lien tidak teraba, hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen

e. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Ekstremitas:
Akral hangat, oedem pretibial (-/-), oedem dorsum pedis (-/-),
Oedem
- -
- -

Kekuatan ekstremitas

2222 5555
1111 5555

V. Status Neurologis

Kesadaran . : Compos mentis


GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor
e. Refleks Pupil
langsung :+/+
tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / asimetris, kiri lebih rendah
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (lemah minimal)
Menyeringai` : kanan (baik), kiri (lemah minimal)
Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kiri
e. Fasikulasi :-

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : /N
Triceps : /N
Achiles : N/N
Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
2222 5555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
1111 5555
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

Ket: 1 Hanya terdapat kontraksi


2 Terdapat gerakan namun tidak dapat melawan
gravitasi
5 Dapat melawan tahanan, normal
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni : -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

VI. DD
- Hemiparase dekstra e.c stroke non haemoragik
- Hipertensi emergency
- Hemiparase dekstra e.c stroke haemoragik
- Hipertensi urgency

VII. DS
- Hemiparase dekstra e.c stroke non haemoragik
- Hipertensi emergency
VIII. Anjuran dan Pemeriksaan Penunjang
- EKG
- Profile lipid

IX. Terapi
- Bed Rest
- Diet rendah garam
- O2 3-5 Lpm
- IVFD RL 10 gtt/i (mikro) + drip neurobion 1 amp
- Inj. Citicoline 1 amp/12 jam
- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ondansentron 1 amp/12 jam
- Furosemid 1 x 20 mg
- Captoprile 3 x 25 mg
- Amlodipine 1 x 10 mg
- Kontrol TTV setiap 6 jam

a. Laboratorium
Darah Rutin
WBC : 11800/ul
HB : 14,7 g/dl
PLT : 269.000/ul
GDS : 116 mg/dl
TGS :151 mg%
Uric Acid : 3,2 mg%
a. EKG
X. Follow up

Tanggal Subjektif Objektif Asessment Planning


17/10/2017 Bicara sudah TD: 190/130 mmHg - Hemiparase Bed Rest (Semi Fowler)
mulai jelas, N: 90 x/mnt dextra e.c Diet rendah garam
kaki dan RR: 22 x/mnt stroke non IVFD RL 10 gtt/i micro
tangan kanan T: 36 c haemoragik Drip Neurobion 1 amp/24jam
masih sulit extremitas: akral hangat, - Hipertensi Inj. Citicoline 1 amp/12 jam
digerakkan CRT <2det. Oedem (+/+) emergency Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
mual (-), 2222 5555 Inj.Ondansetron 1 amp/ 24jam
muntah (-), 1111 5555 (k/p)
sakit kepala Inj, Ranitidine 1 amp / 12 jam
(-) Amlodipine 1 x 10 mg
Captoprile 3 x 25 mg
Furosemide 1 x 20 mg
Cek TTV setiap 6 jam
18/10/2017 Bicara sudah TD: 170/100 mmHg - Hemiparase Bed Rest (Semi Fowler)
mulai jelas, N: 80 x/mnt dextra e.c Diet rendah garam
kaki dan RR: 22 x/mnt stroke non IVFD RL 10 gtt/i micro
tangan kanan T: 36,5 c haemoragik Drip Neurobion 1 amp/24jam
masih sulit extremitas: - Hipertensi Inj. Citicoline 1 amp/12 jam
digerakkan 2222 5555 emergency Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
mual (-), 1111 5555 Inj.Ondansetron 1 amp/ 24jam
muntah (-), (k/p)
sakit kepala Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
(-) Amlodipine 1 x 10 mg
Captoprile 3 x 25 mg
Furosemide 1 x 20 mg
Cek TTV setiap 6 jam
19/10/2017 Tangan dan TD: 170/100 mmHg - Hemiparase Bed Rest (Semi Fowler)
kaki kanan N: 80 x/mnt dextra e.c Diet rendah garam
masih lemah, RR: 20 x/mnt stroke non IVFD RL 10 gtt/i micro
makan + T: 36,5 c haemoragik Drip Neurobion 1 amp/24jam
minum baik extremitas: - Hipertensi Inj. Citicoline 1 amp/12 jam
2222 5555 emergency Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
1111 5555 Inj.Ondansetron 1 amp/ 24jam
(k/p)
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Amlodipine 1 x 10 mg
Captoprile 3 x 25 mg
Furosemide 1 x 20 mg
Cek TTV setiap 6 jam

Tanggal Subjektif Objektif Asessment Planning


20/10/2017 OS Pulang TD: 160/100 mmHg - Hemiparase Captoprile 3 x 25 mg
APS N: 100 x/mnt dextra e.c Amlodipine 1 x 10 mg
RR: 22 x/mnt stroke non Ranitidine 2 x 150 mg
T: 36,3 c haemoragik Clopidogrel 1 x 75mg
extremitas: - Hipertensi
2222 5555 emergency
1111 5555

Resume

OS Datang diantar keluarganya ke RSUD Tais Kab. Seluma dalam keadaan


compos mentis dengan hemiparesis dextra sejak 1 minggu yang lalu. Ekstremitas
kanan awalnya lemah kemudian semakin lama menjadi tidak dapat digerakkan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran compos mentis, GCS 15, tekanan darah 230/130 mmHg, nadi 94x/menit,
pernafasan 22x/menit, suhu 37 0C.

Status Neurologis:

Motorik : hemiparesis anggota gerak dextra

Sensorik : tidak terdapat kelainan yang berarti

Pemeriksaan Nervus Cranialis : Pemeriksaan neurologis didapatkan refleks fisiologis


menurun pada ekstremitas dextra, tidak ditemukan refleks patologis. Pemeriksaan
nervus cranialis, pada nervus VII (facialis) didapatkan kelainan paralisis facial sinistra,
garis nasolabial kiri tidak terlihat, alis sebelah kiri tidak dapat digerakkan, pada nervus
XII ( hipoglosus ) didapatkan disartria dan lidah mencong ke kiri.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-
negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan hipertensi,
penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit tidak
menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko
yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat
dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko
sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak
non traumatik.

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian.

B. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan


tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3

a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2

C. Faktor Resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter
untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke
non hemoragik, yakni: 2,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami
stroke non hemoragik.2

D. Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :4


a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah
satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau
arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-
pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut
lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.

b. Stroke trombotik pembuluh besar


Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.

c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
E. Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri
kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi
di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul
dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu
dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan
menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels).
Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

F. Diagnosis
1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,
ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells
palsy di mana pada Bells palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari tungkai) Hemi-neglect (hemisfer non-dominan),
hemihipestesia kontralateral. agnosia, defisit visuospasial, apraksia,
disfagia
A.Serebri media (bagian atas) Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari tungkai) Hemi-negelect (hemisfer non-
hemihipestesia kontralateral. dominan), hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer dominan),
bawah) afasia afektif (hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, tidak Afasia sensoris transkortikal (hemisfer
ada gangguan sensoris atau dominan), visual dan sensoris neglect
ringan sekali sementara (hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari lengan) dominan), apraksia (hemisfer non-
hemiestesia kontralateral dominan), perubahan perilaku dan
(umumnya ringan) personalitas, inkontinensia urin dan
alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan diplopia,
disartria, disfagia, disfonia, gangguan
emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, berganti Gangguan lapang pandang bagian
dengan pola gerak chorea pada sentral, prosopagnosia, aleksia
tangan, hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni, gangguan
sensorik murni, hemiparesis ataksik,
sindrom clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3

3.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral
yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3

b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak
panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.3

G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1

1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya
yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang
menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting
untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat
dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan
diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan
perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

Anda mungkin juga menyukai