Anda di halaman 1dari 105

SKRIPSI

PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL


UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA
PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)

Oleh :
DINI KUSUMANINGRUM
F24104096

2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dini Kusumaningrum. F24104096. Pemetaan Karakteristik Komponen
Polifenol untuk Mencegah Kerusakannya pada Minuman Teh Ready To
Drink (RTD). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Arpah, MSi. dan Rahadi
Kusuma, STP.

Ringkasan

Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia.


Menurut data Head of Researcher Brand Research Indonesia, konsumsi teh orang
Amerika, Jepang, dan Eropa mencapai hampir 2.5 kg/kapita/tahun. Sementara itu,
konsumsi teh orang Indonesia hanya mencapai 0.8 kg/kapita/tahun (Machmud,
2006). Rendahnya konsumsi teh di Indonesia bukan disebabkan karena orang
Indonesia kurang gemar mengkonsumsi teh. Akan tetapi lebih disebabkan oleh
rendahnya angka produksi teh dalam negeri bila dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia. Hal ini mendorong para industri pangan untuk menyajikan
produk minuman teh dalam kemasan yang ready to drink dan praktis.
Selain praktis, minuman teh dalam kemasan juga mengandung berbagai
macam komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam tubuh. Menurut
Miean dan Mohamed (2001), komponen aktif dalam teh yang mempunyai
kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol. Akan tetapi, komponen
polifenol tersebut mudah rusak oleh panas, oksigen, cahaya, logam dan bahan
kimia lain. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik
komponen polifenol yang terdapat dalam teh dan beberapa perlakuan untuk
mengetahui penyebab kerusakan komponen polifenol sehingga dapat dicegah
kerusakannya.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari verifikasi tahapan pembuatan
minuman teh dalam kemasan, penentuan formulasi teh, dan pengukuran laju
distribusi dan penetrasi panas. Penelitian utama terdiri dari tiga perlakuan yaitu
pengaruh pasteurisasi, pengaruh konsentrasi kesadahan air (0 ppm, 50 ppm, dan
100 ppm), dan pegaruh jenis kemasan (cup putih dan cup bening) terhadap
stability. Analisis yang dilakukan yaitu analisis total fenol, analisis kadar
theaflavin dan thearubigin, serta uji hedonik.
Verifikasi tahapan proses pembuatan minuman teh dalam kemasan
dilakukan untuk menentukan tahapan apa saja yang harus diperhatikan dalam
pembuatan minuman teh agar produk yang dihasilkan tidak berbeda dalam setiap
kali produksi. Penentuan formulasi teh dilakukan untuk mendapatkan formulasi
yang disukai konsumen. Formulasi yang terpilih pada teh pH netral adalah N4
(bubuk teh 0.15 %, gula 8 %, dan flavor 0.1 %). Sedangkan untuk teh dengan pH
asam, formulasi yang terpilih adalah A3 (bubuk teh 0.2 %, gula 8 %, flavor 0.1 %,
dan asam sitrat 0.06 %). Pada pengukuran laju distribusi panas diperoleh hasil
bahwa daerah yang paling lambat menerima panas adalah bagian tengah
waterbath. Pengukuran laju penetrasi panas dilakukan dengan dua suhu
pemanasan yang berbeda, yaitu 85 oC dan 95 oC.
Hasil analisis pada pengaruh pasteurisasi menunjukkan bahwa kadar total
fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum
pasteurisasi. Sedangkan kadar theaflavin dan thearubigin sesudah pasteurisasi
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Hal ini terjadi karena
selama proses pasteurisasi, katekin teroksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin.
Pada pH asam, selisih kadar total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin
lebih kecil dibandingkan pada pH netral. Hal ini disebabkan pada pH asam,
oksidasi katekin menjadi theaflavin dan thearubigin ditekan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa komponen polifenol lebih stabil pada pH asam.
Hasil analisis pada pengaruh konsentrasi kesadahan air menunjukkan
bahwa nilai pH teh dan kadar total fenol yang diseduh dengan air sadah 0 ppm
lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan dengan konsentrasi kesadahan
yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope, dimana nilai slope pada
konsentrasi kesadahan 0 ppm lebih kecil dibandingkan konsentrasi kesadahan
yang lain. Semakin kecil nilai slope, maka kecepatan perubahan pH dan total
fenol juga semakin kecil.
Penelitian yang terakhir adalah pengaruh jenis kemasan dan lama
penyimpanan terhadap stabilitas komponen polifenol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai pH dan total fenol pada teh cup putih dan cup bening
mengalami penurunan selama penyimpanan. Sedangkan pada pengukuran kadar
theaflavin dan thearubigin, hasil menunjukkan peningkatan kadar theaflavin dan
thearubigin selama penyimpanan. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi
pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata
terhadap nilai pH, total fenol, kadar theaflavin dan thearubigin. Berdasarkan uji
lanjut Duncan, tedapat perbedaan yang sangat nyata setiap sampel.
Uji hedonik dilakukan terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste
selama penyimpanan satu bulan. Hasil menunjukkan bahwa pada cup putih,
perlakuan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga parameter.
Sedangkan pada teh cup bening, perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat
nyata pada terhadap ketiga parameter. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
kemasan cup putih lebih baik digunakan sebagai kemasan minuman teh
dibandingkan kemasan cup bening.
PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL
UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA
PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DINI KUSUMANINGRUM
F24104096

2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL


UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA
PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DINI KUSUMANINGRUM
F24104096
Dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1986
Di Jakarta
Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008

Bogor, Agustus 2008


Menyetujui,

Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Iwan Surjawan, Ph.D Rahadi Kusuma, STP
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang I Pembimbing Lapang II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1986. Penulis adalah


anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Dariyo dan Siti Muslichah.
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar di SD
Angkasa IX (1992-1998), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 81
Jakarta (1998-2001), dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 48 Jakarta
(2001-2004). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2004, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa baru (SPMB).
Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitian kegiatan di
kampus, diantaranya Seminar Nasional Pangan Halal (2005), National Student
Paper Competition on Food Issues (2006), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan
(2006), dan Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2006).
Selain itu, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(2005-2007). Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Fisika dan Kimia
pada tahun 2006.
Penulis melakukan kegiatan magang sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul PEMETAAN
KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL UNTUK MENCEGAH
KERUSAKANNYA PADA MINUMAN TEH READY TO DRINK (RTD) di
bawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad Arpah, MSi. dan Rahadi Kusuma, STP.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas segala karunia, hidayah, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan magang yang berjudul Pemetaan Karakteristik Komponen
Polifenol untuk Mencegah Kerusakannya pada Minuman Teh Ready to Drink
(RTD). Skripsi ini disusun oleh penulis dibawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad
Arpah, MSi dan Rahadi Kusuma, STP.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung
maupun tak langsung dalam penyelesaian laporan magang ini. Semoga Allah
SWT membalas budi baik semua pihak yang senantiasa membimbing, membantu,
dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan kegiatan magang dan penyusunan
laporan magang ini. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada:
1. Bapak, Ibu, dan adikku Yudha yang telah memberikan begitu banyak
dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua
kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan
dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Muhammad Arpah, Msi selaku dosen pebimbing yang telah
memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan sehingga tugas akhir ini
dapat terselesaikan.
3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan
memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief, DESS yang telah bersedia menjadi dosen penguji
dan memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
5. Ir. Betty E. Silalahi, MS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan kegiatan magang.
6. Iwan Surjawan Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada
penulis selama kegiatan magang.
7. Rahadi Kusuma, STP selaku pembimbing lapang yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis selama kegiatan magang.

i
8. Teman-teman Joker (Tenni, Lia, Wulan, dan Netha) terima kasih atas
kebersamaannya selama ini.
9. Teman-temanku tercinta Inke, Ririn, Ofa, Tika oneng, Nene, Dyah, dan Rani,
terima kasih buat semua waktu dan hiburannya.
10. Teman-teman satu tempat magang (Lia, Gina, Rapper, Uke, Mayland,
Jambroz, Iqbal, dan Andri) terima kasih buat semua bantuan dan dukungannya
selama magang.
11. Teman-teman satu divisi : Mbk Ririn, Mbk Tuti, Indah, Yuni, Vita, Nanda,
Eni, dan Irna. Teman-teman lab central : Mbk Ratih, Mbk Tri, Mas Wili, Mbk
Susan, dan Shanti. Teman-teman SE : Mbk Sesil, Mbk Lia, Kristin, dan Ranto.
Terima kasih buat semua bantuan dan ilmu yang telah diberikan selama
magang.
12. Teman-temanku : Mbk Wati, Mas Yuda, Mas Cahyo, Mbk Septi, Mbk Nita,
Mbk Titi, Herlina, Lince, Haris, Mas No, Wenda, Putry, Mbk Maya, Mbk
Lidya, Mbk Susi, Mas Falik, Mbk Fitri, dll. Terima kasih atas semua
dukungan dan kebersamaannya selama magang.
13. Teman-teman mainku Sukma, Arum, Bima, Kani, Jamz, Dikin, Hans CW,
Rhais, Mpus, Wachu, dll, terima kasih buat dukungan dan kebersamaannya
selama ini.
14. Teman satu bimbinganku Citra PL atas semua dukungan dan semangat yang
telah diberikan kepada penulis.
15. Terima kasih buat Riska yang udah jadi teman kelompok praktikumku seumur
hidup. Juga buat anak-anak golongan D : Tika A, Erma, Vera lisnan, Sherly,
Rapper, Prita, Jamz, Gema, Ety, Lia, Maylan, Mpus, Wacyu, Hans CW, Rhais,
Hesti, Willine.
16. Terima kasih buat semua anak-anak TPG 41 atas kebersamaannya selama ini
baik dalam suka maupun duka.
17. Terima kasih buat Hesti (42) atas semua waktu dan kebersamaannya selama
ini untuk mendengar semua keluh kesah penulis. Terima kasih juga buat anak-
anak ITP 42 Nina, Fera, Wiwi, Haris, Nanda, Jakau, Aji, Venty, Cany, Anjun,
Midun, dll atas semua dukungan kepada penulis.

ii
18. Teman-teman kosanku Fina, Sisi, Mequ, Cici, Dadut, mbak Ema, teh Ijonk,
teh Devi, teh Wulan, Ambar, Devi, Wini, Sally, Uci, dll terima kasih buat
kebersamaannya selama satu tahun terakhir ini.
19. Terima kasih buat Intan (AGB 41) dan Feni (UI) atas semua kebaikan dan
persahabatannya selama ini.
20. Terima kasih buat Amy STK 41 yang telah membantu penulis dalam
mengolah data.
21. Terima kasih juga buat semua pihak yang telah membantu penulis. Mohon
maaf jika ada yang terlupa, karena manusia tempatnya salah dan lupa.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi,
khususnya di bidang teknologi pangan.

Bogor, Agustus 2008


Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. viii

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................. 1
B. TUJUAN...................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH............................................................................................... 3
1. Aspek Botani........................................................................... 3
2. Kandungan Kimia................................................................... 3
3. Pengolahan Teh....................................................................... 4
B. POLIFENOL................................................................................. 8
1. Flavonoid.................................................................................. 9
2. Theaflavin................................................................................. 10
3. Thearubigin............................................................................... 12
C. AIR................................................................................................ 13
D. KEMASAN................................................................................... 16
E. PROSES TERMAL....................................................................... 17
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT.................................................................. 21
1. Bahan........................................................................................ 21
2. Alat............................................................................................ 21
B. METODE PENELITIAN............................................................. 21
1. Penelitian Pendahuluan............................................................. 21
a. Verifikasi tahapan pembuatan minuman teh......................... 21
b. Formulasi minuman teh........................................................ 21
c. Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas..................... 22

iv
2. Penelitian Utama....................................................................... 22
a. Pengaruh pasteurisasi............................................................ 22
b. Pengaruh kesadahan air dan lama penyimpanan.............. 22
c. Pengaruh perlakuan kemasan dan lama penyimpanan...... 23
3. Metode Analisis........................................................................ 25
a. Nilai pH................................................................................. 25
b. Analisis total fenol................................................................ 25
c. Anlisis kadar theaflavin dan thearubigin............................... 26
d. Uji organoleptik.................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN................................................ 29
1. Verifikasi Tahapan Pembuatan Minuman Teh......................... 29
2. Formulasi Minuman Teh........................................................... 30
3. Pengukuran Laju Distribusi dan Penetrasi Panas...................... 33
B. PENELITIAN UTAMA................................................................ 36
1. Pengaruh Pasteurisasi................................................................ 36
2. Pengaruh Kesadahan Air dan Lama Penyimpanan................... 39
3. Pengaruh Kemasan dan Lama Penyimpanan............................ 42
a. Nilai pH................................................................................. 43
b. Total fenol............................................................................. 44
c. Kadar theaflavin.................................................................... 46
d. Kadar thearubigin.................................................................. 48
e. Uji rating hedonik.................................................................. 49
(i) Aroma.............................................................................. 49
(ii) Rasa................................................................................. 50
(iii) Aftertaste......................................................................... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN............................................................................. 55
B. SARAN......................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 57
LAMPIRAN.............................................................................................. 60

v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi teh Camellia sinensis var. Assamica................ 3
Tabel 2. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam .................................. 4
Tabel 3. Perbedaan sistem Orthodox dan CTC........................................ 7
Tabel 4. Komposisi polifenol pada daun teh............................................ 8
Tabel 5. Komposisi polifenol pada teh hitam (Assamica) ....................... 9
Tabel 6. Standar air minum.. 14
Tabel 7. Pembagian kesadahan air... 15
Tabel 8. Rancangan percobaan pengaruh kesadahan dan lama
penyimpanan.............................................................................. 23
Tabel 9. Tabulasi data pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan .. 23
Tabel 10. Rancangan percobaan pengaruh jenis kemasan dan lama
penyimpanan............................................................................ 24
Tabel 11. Tabulasi data pengaruh kemasan dan lama penyimpanan........ 24
Tabel 12. Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral..................... 31
Tabel 13. Hasil in-depth interview formulasi teh pH asam...................... 32
Tabel 14. Hasil analisis kadar total fenol sebelum dan sesudah
pasteurisasi............................................................................... 37
Tabel 15. Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah
pasteurisasi............................................................................... 38
Tabel 16. Hasil analisis kadar thearubigin sebelum dan sesudah
pasteurisasi............................................................................... 39
Tabel 17. Spesifikasi kemasan................................................................. 43

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Flow chart proses produksi teh......... 6
Gambar 2. Struktur kimia katekin........................................................... 10
Gambar 3. Oksidasi katekin (atas) dan gallokatekin (bawah) menjadi
o-quinone............................................................................... 11
Gambar 4. Pembentukan theaflavin........................................................ 11
Gambar 5. Struktur kimia thearubigin..................................................... 13
Gambar 6. Struktur kimia polipropilen................................................... 17
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan minuman teh....................... 30
Gambar 8. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH netral.. 31
Gambar 9. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH asam.................. 32
Gambar 10. Posisi thermocouple di waterbath....................................... 33
Gambar 11. Laju distribusi panas pada 5 titik berbeda........................... 34
Gambar 12. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC................................. 35
Gambar 13. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC................................. 35
Gambar 14. Kurva perubahan nilai pH selama penyimpanan pada
berbagai konsentrasi kesadahan........................................... 40
Gambar 15. Kurva perubahan total fenol selama penyimpanan pada
berbagai konsentrasi kesadahan........................................... 41
Gambar 16. Cup putih dan cup bening.................................................... 42
Gambar 17. Kurva perubahan nilai pH teh selama penyimpanan........... 44
Gambar 18. Kurva perubahan kadar total fenol selama penyimpanan.... 45
Gambar 19. Kurva perubahan kadar theaflavin selama penyimpanan.... 47
Gambar 20. Kurva perubahan kadar thearubigin selama penyimpanan.. 48
Gambar 21. Grafik skor hedonik untuk parameter aroma....................... 49
Gambar 22. Grafik skor hedonik untuk parameter rasa........................... 51
Gambar 23. Grafik skor hedonik untuk parameter aftertaste.................. 53

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kurva standar total fenol.................................................... 60
Lampiran 2. Laju distribusi panas... 61
Lampiran 3. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC................................ 62
Lampiran 4. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu.......................... 63
Lampiran 5. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC................................ 66
o
Lampiran 6. Nilai Fo Suhu 95 C pada berbagai waktu......................... 67
Lampiran 7. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral 70
Lampiran 8. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam............................ 72
Lampiran 9. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air
sadah 0 ppm..................................................................... 74
Lampiran 10. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air
sadah 50 ppm................................................................... 74
Lampiran 11. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air
sadah 100 ppm................................................................. 74
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan kesadahan terhadap nilai pH teh............................... 75
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan kesadahan terhadap total fenol teh............................ 76
Lampiran 14. Hasil analisis stability teh kemasan cup putih.. 77
Lampiran 15. Hasil analisis stability teh kemasan cup bening... 77
Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan jenis kemasan terhadap nilai pH................................. 78
Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan jenis kemasan terhadap total fenol............................. 79
Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan jenis kemasan terhadap kadar theaflavin.................... 80
Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
dan jenis kemasan terhadap kadar thearubigin.................. 81
Lampiran 20. Form uji hedonik teh......................................................... 82
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik aroma teh cup putih...................... 83
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik rasa teh cup putih......................... 83

viii
Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik aftertaste teh cup putih................. 84
Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik aroma teh cup bening.................... 84
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik rasa teh cup bening....................... 85
Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan
terhadap skor hedonik aftertaste teh cup bening.............. 86
Lampiran 27. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter
aroma................................................................................. 87
Lampiran 28. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter
rasa 88
Lampiran 29. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter
aftertaste............................................................................ 89

ix
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia.
Menurut data Head of Researcher Brand Research Indonesia, konsumsi teh
orang Amerika, Jepang, dan Eropa mencapai hampir 2.5 kg/kapita/tahun.
Sementara itu, konsumsi teh orang Indonesia hanya mencapai 0.8
kg/kapita/tahun (Machmud, 2006). Rendahnya konsumsi teh di Indonesia
bukan disebabkan karena orang Indonesia kurang gemar mengkonsumsi teh.
Akan tetapi lebih disebabkan oleh rendahnya angka produksi teh dalam negeri
bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Hal ini mendorong
para industri pangan untuk menyajikan produk minuman teh dalam kemasan
yang ready to drink dan praktis.
Selain praktis, minuman teh dalam kemasan juga mengandung
berbagai macam komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam
tubuh. Menurut Miean dan Mohamed (2001), komponen aktif dalam teh yang
mempunyai kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol. Akan
tetapi, komponen polifenol tersebut mudah rusak. Kerusakan tersebut bisa
disebabkan oleh panas, oksigen, cahaya, logam berat, maupun zat kimia lain.
Oleh karena itu, produsen minuman teh dalam kemasan harus mengetahui
karakteristik komponen polifenol yang terkandung dalam teh sehingga dapat
mencegah kerusakannya.
Kualitas minuman teh dalam kemasan dipengaruhi oleh perlakuan
panas. Perlakuan panas yang berbeda akan mempengaruhi hasil seduhan teh.
Menurut Sanderson et al. (1977), pada suhu yang lebih tinggi kandungan
kimia dalam teh lebih mudah terekstrak dibandingkan dengan suhu yang lebih
rendah. pH air juga berpengaruh terhadap minuman teh. Menurut Rohdiana
(2006), air dengan pH lebih dari 7, cenderung menghasilkan warna seduhan
teh yang lebih gelap.
Kemasan juga menentukan kualitas dari minuman teh. Kemasan yang
mempunyai barrier oksigen lebih besar, dapat mencegah oksidasi polifenol
dalam teh. Jika proses oksidasi terjadi, polifenol akan teroksidasi menjadi
theaflavin. Jika proses berlanjut maka theaflavin akan teroksidasi menjadi
thearubigin. Terbentuknya theaflavin dan therubigin dalam jumlah berlebih
akan menyebabkan rasa teh menjadi lebih sepat dan warnanya menjadi lebih
gelap (Vuataz dan Vevey, 1968).
Air yang digunakan untuk menyeduh teh juga berpengaruh terhadap
kualitas minuman teh. Air yang mengandung mineral Ca/Mg atau air sadah,
lebih sulit digunakan untuk mengekstrak teh dibandingkan dengan air lunak.
Sehingga proses ekstrak teh menjadi tidak maksimal dan hasilnya menjadi
kurang pekat (Rohdiana, 2006).
Pada penelitian ini, komponen polifenol yang akan dianalisis adalah
total fenol, kadar theaflavin dan kadar thearubigin. Analisis dilakukan sebelum
perlakuan, sesudah perlakuan, dan selama penyimpanan. Selain analisis
terhadap komponen polifenol, dilakukan juga uji organoleptik untuk
mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk.

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui karakteristik komponen polifenol.
b. Mengetahui pengaruh perlakuan panas, kemasan, dan mutu air terhadap
komponen polifenol dalam teh.
c. Mengetahui stabilitas komponen polifenol dalam teh selama penyimpanan.
d. Memberikan guidance kepada pihak industri dalam memproduksi
minuman teh dalam kemasan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEH
1. Aspek Botani
Salah satu dari beberapa minuman penyegar yang terkenal di
Indonesia adalah teh. Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli
Asia Tenggara dan kini telah ditanam di lebih dari 30 negara. Menurut
Herbal (2008), tanaman teh dapat tumbuh dengan baik di daerah
pegunungan beriklim sejuk pada ketinggian lebih dari 1.800 meter di atas
permukaan laut (dpl). Saat ini sudah ada 3000 jenis teh yang berasal dari
satu jenis tanaman dengan hasil perkawinan silangnya (Pambudi, 2004).
Varietas teh yang terkenal adalah Camellia sinensis var. Assamica.
Pengklasifikasian teh varietas Assamica dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi teh varietas Camellia sinensis var. Assamica
Divisi Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub divisi Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas Dialypetalae
Ordo (bangsa) Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga) Camellia
Spesies (jenis) Camellia sinensis
Varietas Assamica
Sumber : Tuminah (2004)

2. Kandungan Kimia
Nasution dan Tjiptadi (1975) menyatakan bahwa pada dasarnya
daun teh mengandung air dan bahan-bahan selain air atau sering disebut
bahan-bahan kering. Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh
terhadap bubuk teh yang dihasilkan. Hal ini adalah sebagai akibat dari
pengaruh reaksi-reaksinya selama proses pengolahan. Komponen-
komponen ini berpengaruh langsung terhadap strength, warna, flavour,
rangsangan seduhan teh tersebut. Presentase komposisi kimia daun teh dan
teh hitam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam
Komponen Daun segar (%) Teh hitam (%)
Selulosa dan serat kasar 34 34
Protein 17 16
Klorofil dan pigmen 1,5 1
Pati 8,5 0,25
Tanin teh 25 18
Tanin teroksidasi 0 4
Kafein 4 4
Asam amino 8 9
Mineral 4 4
Abu 5,5 5,5
Sumber: Nasution dan Tjiptadi (1975)

Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975), daun teh mengandung


beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi tujuh. Ketujuh
golongan itu adalah bahan-bahan anorganik (Al, Mn, P, Ca, Mg, Fe, Se,
Cu, dan K), ikatan-ikatan nitrogen (protein, asam-asam amino, alkaloid,
dan kafein), karbohidrat dan ikatannya (gula, pati, dan pektin), polifenol
dan turunannya (asam-asam galat, katekin, tanin, theaflavin, dan
thearubigin), pigmen (klorofil, anthosianin, dan flavon), enzim (polifenol
oksidase, peroksidase, dan pektase), dan vitamin (vitamin C, vitamin E).

3. Pengolahan Teh
Menurut Eden (1976), proses pembuatan teh terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu :
1. Pelayuan
Pelayuan merupakan tahapan pertama dalam proses pengolahan
teh hitam yang bertujuan untuk mengeluarkan sebagian cairan sel,
merubah susunan sel, dan untuk menciptakan kondisi yang baik untuk
proses penggilingan. Proses pelayuan berlangsung selama 10-20 jam,
dengan suhu tidak lebih dari 35 oC.

4
2. Pengulungan
Penggulungan bertujuan untuk menggulung, memecah sel-sel
daun, dan mengeluarkan cairan sel. Oksidasi berlangsung pada saat
katekin dan enzim berhubungan dengan oksigen dari udara luar yang
menimbulkan berubahnya warna daun menjadi kecoklatan. Oksigen
mempengaruhi proses fermentasi yang menimbulkan perubahan warna
daun.
3. Sortasi basah
Sortasi basah bertujuan untuk memperoleh hasil olahan yang
seragam ukurannya, menurunkan suhu, dan menganginkan daun.
4. Fermentasi
Pada tahap pertama proses fermentasi terbentuk theaflavin dan
berkurangnya jumlah polifenol (epigalokatekin, epigalokatekin galat,
atau epikatekin galat). Pada akhir tahap fermentasi, sebagian theaflavin
dirubah menjadi thearubigin dimana kecepatan perubahan theaflavin
semakin menurun dengan menurunnya konsentrasi polifenol,
sedangkan pembentukan thearubigin tetap hingga konsentrasi
theaflavin menurun.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan menghentikan aktivitas enzim sehingga
proses fermentasi terhenti dan menurunkan kandungan air sampai kira-
kira 3 % basis basah. Pengeringan berperan pula dalam menentukan
mutu teh hitam. Dengan mengeringkan pada suhu tinggi, flavor teh
akan berkurang tetapi mutu lebih terpelihara. Pengeringan pada suhu
70 oC menghasilkan mutu dan flavor yang baik, tetapi akan mengalami
penurunan mutu yang cepat selama penyimpanan.
6. Sortasi kering
Sortasi kering bertujuan memisahkan teh kering pada fraksi-
fraksi yang seragam ukurannya dan mengecilkan hasil olahan yang
masih terlalu besar.

5
Daun teh segar

Sortasi

Penguapan Pelayuan Pelayuan Pelayuan

Pemanasan Penggulungan
Penguapan suhu 160-240
o
C, 3-7 menit

Fermentasi
Pengeringan Penggulungan pada 22-28
Penggulungan o
C, 2-4 jam

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Teh putih Teh hijau Teh oolong Teh hitam

Gambar 1. Flow chart proses produksi teh (Anonim, 2006)

Pada dasarnya, teh diproses menjadi tiga jenis yaitu teh hijau, teh
hitam, dan teh oolong. Lebih dari tiga perempat teh dunia diolah menjadi
teh hitam, yang merupakan salah satu jenis yang paling digemari di
Amerika, Eropa, dan Indonesia. Teh hitam dibuat dari daun teh yang
difermentasi secara sempurna. Secara tradisional, proses fermentasi terjadi
selama dua minggu sampai satu bulan. Cara pengolahannya, daun dirajang
dan dijemur dibawah panas matahari sehingga mengalami perubahan
kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan
warna daun menjadi coklat dan memberikan cita rasa teh hitam yang khas
(Pambudi, 2004).

6
Secara modern proses pembuatan teh terdiri dari dua sistem, yaitu
sistem orthodox dan sistem CTC (Crushing, Tearing, and Curling).
Perbedaan kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan sistem Orthodox dan CTC
No. Sistem orthodox Sistem CTC
1 Derajat layu pucuk 44-46 % Derajat layu pucuk 32-35%
2 Ada sortasi bubuk basah Tanpa dilakukan sortasi bubuk
basah
3 Tangkai/tulang terpisah Bubuk basah ukuran hampir
sama
4 Diperlukan pengeringan ECP Pengeringan cukup FBD (Fluid
(Endless Chain Pressure) Bed Dryer)
5 Cita rasa air seduhan kuat Cita rasa kurang kuat, air
seduhan cepat merah
6 Tenaga kerja banyak Tenaga kerja sedikit
7 Tenaga listrik besar Tenaga listrik kecil
8 Sortasi kering kurang Sortasi kering sederhana
sederhana
9 Fermentasi bubuk basah 105- Fermentasi bubuk basah 65 80
120 menit menit
10 Waktu proses pengolahan Proses pengolahan waktunya
lebih dari 20 jam cukup pendek (< 20 jam)
Sumber : Robertson (1992)

Teh hijau merupakan jenis teh tertua yang disukai oleh negara
Jepang dan Cina. Pengolahan teh hijau dimulai dengan pemetikan daun teh
hijau dan secepat mungkin dipanaskan dengan uap untuk menonaktifkan
enzim, kemudian dikeringkan. Dengan demikian proses fermentasi
(peragian) dapat dicegah. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai
komponen polifenol utama, yang memiliki aroma dan karakteristik dari teh
hijau (Anonim, 2007).
Teh oolong lebih merupakan jenis peralihan antara teh hitam dan
teh hijau. Umumnya teh oolong diproduksi dan dikonsumsi di selatan Cina
dan Taiwan. Pada teh oolong, dengan adanya proses fermentasi, terdapat
cita rasa dan karakteristik tersendiri. Meskipun demikian, ketiga jenis teh
tersebut memiliki khasiat dan potensi kesehatan yang sama (Pambudi,
2004).

7
B. POLIFENOL
Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut
polifenol. Polifenol merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alami
terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan
anggur (Pambudi, 2004). Polifenol mempunyai kemampuan untuk
menghambat reaksi oksidasi dan menangkap radikal bebas. Selain itu,
polifenol juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiradikal (Burda
dan Oleszek, 2001).
Menurut Cadensas dan Parker (2002), polifenol terbagi menjadi 3
grup, yaitu polifenol non-flavonoid (hydrolyzable tannins), flavonoid, dan
asam fenolat (hydroxy benzoates dan hydroxy cinnamates). Jenis polifenol
yang paling banyak terdapat di tanaman adalah flavonoid. Ada sekitar 4000
jenis polifenol yang masuk ke dalam grup flavonoid (Seeram dan Nair, 2002).
Menurut Shahidi dan Naczk (2004), kandungan polifenol yang terdapat
pada daun teh sekitar 35 % berat kering. Polifenol yang terdapat di dalam teh
ada 4 subkelas, yaitu flavanol/katekin [(-)-epicatechin gallate, (-)-
epigallocatechin, (-)-epigallocatechin gallate, dan (+)-catechin], flavonol
(quercetin, kaempferol, dan glikosida), flavon (vitexin dan isovitexin),
flavanon, phenolic acid dan depsides (gallic acids, chlorogenic acids, dan
theogallin). Komposisi polifenol yang terkandung dalam teh tergantung dari 4
faktor, yaitu varietas teh, kondisi lingkungan, situasi agronomi, dan kondisi
geografis. Komposisi polifenol yang terkandung pada varietas daun teh dan
teh hitam C. Sinenis var. Assamica dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi polifenol pada daun teh
Komponen Polifenol Komposisi (%)
Daun Teh
1. Flavanol (katekin dan gallokatekin) 17 30
2. Flavonol + Flavonol glikosida 34
3. Flavandiol 23
4. Phenolic acids + Depsides 5
Sumber : Shahidi dan Naczk (2004)

8
Tabel 5. Komposisi polifenol pada teh hitam (Assamica)
Komponen Polifenol Komposisi (%)
Teh Hitam
1. Dialyzable thearubigins + bisflavanol 24
2. Soluble thearubigins 1,5
3. Theaflavin 12
4. Phenolic acids + Depsides 4
5. Flavanol 13
6. Flavonol + Flavonol glikosida 23
Sumber : Shahidi dan Naczk (2004)

1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada teh,
buah-buahan, sayuran, anggur, bir dan kecap. Aktivitas antioksidan
flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil
(CH3)2C=CH-CH2-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus prenil
flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap penyakit-
penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas (Sofia, 2002). Menurut
Miean dan Mohamed (2001), flavonoid mempunyai kemampuan untuk
menghambat kerja enzim lipoksigenase, prostaglandin synthase, dan
cyclooxygenase. Flavonoid juga berperan sebagai antikarsinogen dan
antimutagen (Seeram dan Nair, 2002).
Flavonoid terbagi menjadi 6 subkelas, yaitu flavanol, flavon,
flavonol, isoflavon, flavanon, dan anthocyanin (Cadensas dan Parker,
2002). Flavonoid yang banyak terdapat di teh adalah flavanol/katekin dan
flavonol. Katekin merupakan komponen utama polifenol dalam minuman
teh yang berperan sebagai agen pelindung penyakit jantung dan kanker.
Akan tetapi, jumlah katekin yang terkandung dalam teh hitam jauh lebih
rendah dibandingkan dalam daun teh karena telah mengalami oksidasi.
Stabilitas katekin dipengaruhi oleh suhu dan pH. Semakin tinggi suhu
maka jumlah katekin akan menurun, begitu pula yang terjadi pada pH
tinggi. Jika katekin teroksidasi, maka EGCG, ECG, EGC, dan GC akan
mengalami epimerisasi menjadi GCG, CG, GC, dan C (Chen et al., 2001).
Struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.

9
Gambar 2. Struktur kimia katekin (Spiller, 1998)

Katekin teh stabil dalam air pada suhu kamar. Kadar katekin
menurun sebesar 20 % jika dipanaskan pada suhu 98 oC selama 20 menit.
Saat dipanaskan dalam autoclave pada suhu 120 oC, terjadi epimerisasi
dari (-)- EGCG menjadi (-)-GCG dan kadar katekin menurun hingga 24%.
Katekin bisa menururn drastis hingga 50 % jika dipanaskan selama 2 jam
(Trubus, 2006).
Jenis flavonoid yang lain adalah flavonol, tetapi jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan flavanol. Flavonol merupakan jenis antioksidan
alami yang paling efektif dan 20 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan
vitamin C. Flavonol yang terdapat di dalam teh adalah quercetin,
myricetin, dan kaempferol. Berbeda dengan katekin, flavonol tidak
dipengaruhi oleh enzim polifenol oksidase. Sehingga jumlah flavonol yang
terkandung dalam teh hitam sama dengan yang terkandung dalam daun teh
(Miean dan Mohamed, 2001).
2. Theaflavin
Theaflavin merupakan komponen polifenol yang dihasilkan dari
proses fermentasi. Fermentasi daun teh akan menyebabkan epimerisasi
epikatekin dan epigallokatekin menjadi katekin dan gallokatekin. Kedua
hasil epimerisasi tersebut akan mengalami oksidasi dengan bantuan
katekol oksidase dan masing-masing akan menghasilkan o-quinone. Proses
pembentukan o-quinone dapat dilihat pada Gambar 3. Quinone yang
dihasilkan dari oksidasi katekin dan gallokatekin akan membentuk
kompleks yang disebut theaflavin (Shahidi dan Naczk, 2004). Reaksi
pembentukan theaflavin dapat dilihat pada Gambar 4.

10
Gambar 3. Oksidasi katekin (atas) dan gallokatekin (bawah) menjadi
o-quinone (Shahidi dan Naczk, 2004)

Gambar 4. Pembentukan theaflavin (Shahidi dan Naczk, 2004)

Menurut Feng et al. (2002), theaflavin yang terdapat dalam teh


hitam ada 4 jenis, yaitu theaflavin bebas (TF1), theaflavin monogallat A
(TF2A), theaflavin monogallat B (TF2B), dan theaflavin digallat (TF3).
Semua jenis theaflavin tersebut dibentuk dari proses fermentasi teh hijau
yang berpengaruh terhadap warna dan flavor teh hitam. Selain itu,
theaflavin juga berpengaruh pada kejernihan dan memberikan warna
kuning cerah pada seduhan teh. Theaflavin juga mempengaruhi
karakteristik seduhan teh, meliputi warna, rasa, dan aroma (Nasution dan
Tjiptadi, 1975).
Theaflavin mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Sejumlah
penelitian menyatakan bahwa aktivitas antioksidan theaflavin setara
dengan katekin, bahkan lebih potensial dibanding katekin. Hal itu

11
disebabkan struktur theaflavin yang lebih potensial dibanding katekin.
Theaflavin memliki gugus hidroksi (OH) yang lebih banyak dibandingkan
katekin. Semakin banyak gugus hidroksi suatu senyawa, maka
kemampuannya sebagai antioksidan semakin baik (Rohdiana, 2007).
Theaflavin mempunyai tetapan laju penangkapan radikal
superoksida lebih tinggi dibandingkan dengan EGCG (Epigallo catechin
gallate). Tetapan laju theaflavin adalah 1 x 107/MS sedangkan tetapan laju
EGCG adalah 1 x 105/MS. Sebagai antioksidan, theaflavin mampu
mencegah terjadinya oksidasi lipid atau memotong reaksi berantai oksidasi
lipid lebih efektif dari pada EGCG (Rohdiana, 2007). Theaflavin juga
mempunyai kemampuan untuk melawan oksidasi lipid pada eritrosit
kelinci dan oksidasi LDL pada sel makrofag tikus (Feng et al., 2002), serta
menghambat kanker (Nasution dan Tjiptadi, 1975).
Jumlah theaflavin akan meningkat selama proses oksidasi dan akan
menurun drastis jika proses oksidasi berlangsung terlalu lama. Jika suhu
o
fermentasi dipertahankan pada suhu 15 C, jumlah theaflavin akan
meningkat. Jumlah theaflavin juga akan meningkat jika fermentasi terjadi
pada pH yang rendah, sekitar 4,5-4,8. Kualitas teh hitam ditentukan oleh
jumlah theaflavin yang dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan. Jumlah
theaflavin akan menurun jika disimpan pada suhu rendah, tingkat
kelembaban yang rendah, dan ketersediaan oksigen yang rendah juga.
Aktivitas dari enzim peroksidase yang tersisa, juga akan mempercepat
penurunan jumlah theaflavin pada saat penyimpanan (Spiller, 1998).
Derajat dan kecepatan oksidasi theaflavin dalam teh tergantung
pada pH air yang akan digunakan untuk menyeduh. Bila pH>7, air
cenderung menghasilkan seduhan dengan warna gelap. Adanya logam-
logam alkali atau garam bikarbonat diduga menjadi penyebab tingginya
pH. Air yang bersifat basa atau mengandung besi dalam jumlah tertentu
akan memberikan warna seduhan teh yang gelap (Rohdiana, 2006).
3. Thearubigin
Thearubigin dapat ditemukan saat teh diseduh dengan air panas.
Thearubigin mempunyai fungsi yang sama dengan theaflavin, yaitu

12
mempengaruhi karakteristik seduhan teh, meliputi warna, rasa, dan aroma.
Perbedaannya, thearubigin memberikan warna coklat tua pada seduhan teh
(Nasution dan Tjiptadi, 1975).
Thearubigin merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa grup
flavonoid yang dihasilkan dari berbagai reaksi oksidasi katekin. Degradasi
oksidatif theaflavin merupakan reaksi utama dalam pembentukan
thearubigin. Oleh karena itu, jumlah theaflavin yang terdapat dalam teh
akan berkurang jika proses oksidasi berlangsung terlalu lama. Sebagian
theaflavin yang terbentuk akan bereaksi dengan katekin quinone dan
menjadi bagian dari kompleks thearubigin (Varnam dan Sutherland, 1994).
Stuktur kimis thearubigin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia thearubigin (Davidek et al., 1990)

Menurut Rohdiana (2006), dalam seduhan teh, thearubigin berada


dalam bentuk bebas yang bersifat asam atau sebagai garam netral dari K
dan Ca. Thearubigin dalam bentuk garam berwarna lebih tua daripada
thearubigin dalam bentuk bebas. Jika air yang digunakan untuk menyeduh
bersifat sadah sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan bereaksi
dengan thearubigin yang bersifat asam dan membentuk garam-garam Ca
dan Mg dengan melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi lebih
gelap.

C. AIR
Bahan baku air yang digunakan untuk produksi minuman teh dalam
kemasan harus sama dengan standar air minum. Syarat-syarat air untuk minum

13
secara fisik adalah tidak boleh mempunyai warna, bau, dan rasa, serta tidak
keruh. Air untuk minum juga harus bebas dari kontaminasi kotoran (sampah),
patogenik, dan organisme-organisme yang dapat hidup di dalam usus manusia,
yaitu E. Coli. Coliform yang terkandung dalam air minum tidak boleh lebih
dari 2.2 (Statistical unit) per 100 ml (Winarno, 1973). Standar air minum
menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Standar Air Minum
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau Tidak berbau
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna Unit pt.Co Maks 2.5
2. pH 6.5 8.5
3. Kekeruhan NTU Maks. 5
4. Kesadahan, dihitung CaCO3 mg/l Maks. 170
5. Zat yang terlarut mg/l Maks. 500
6. Zat organik (sebagai angka mg/l Maks. 1.0
KMnO4)
7. Nitrat (NO3-) mg/l Maks. 45
8. Nitrit (NO2-) mg/l Maks. 0.005
9. Amonium (NH4-) mg/l Maks. 0.15
10. Sulfat (SO4-) mg/l Maks. 200
11. Klorida (Cl-) mg/l Maks. 250
12. Fluorida (F) mg/l Maks. 1.0
13. Sianida (CN-) mg/l Maks. 0.05
14. Besi (Fe) mg/l Maks. 0.3
15. Mangan (Mn) mg/l Maks. 0.05
16. Klor bebas mg/l Maks. 01
17. Cemaran logam :
17.1 Timbal (Pb) mg/l Maks. 0.05
17.2 Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0.5
17.3 Cadmium (Cd) mg/l Maks. 0.01
17.4 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0.001
18. Cemaran Arsen (As) mg/l Maks. 0.5
19. Cemaran mikroba
19.1 Angka lempeng total awal Koloni/ml Maks. 1.0 x 102
19.2 Angka lempeng total akhir Koloni/ml Maks. 1.0 x 105
19.3 Bakteri bentuk coli APM/100 ml <2
Koloni/ml nol
19.4 C. Perfringens - negatif/100 ml
19.5 Salmonella - negatif/100 ml
Sumber : SNI 01-3553-1996

14
Winarno (1973) menjelaskan bahwa dalam pengolahan pangan, pH air
atau larutan sangat menentukan mutu, daya awet, dan warna bahan pangan.
Selain pH, kandungan mineral dalam air juga dapat mempengaruhi mutu dari
produk minuman teh dalam kemasan. Kandungan mineral yang terdapat dalam
air berasal dari air itu sendiri dan akibat dari penambahan bahan kimia ke
dalam air.
Kandungan mineral dalam air dapat menyebabkan kesadahan.
Kesadahan disebabkan oleh ion-ion kalsium dan magnesium yang dinyatakan
sebagai kalsium karbonat yang terdapat dalam air. Kesadahan dalam air
terbagi menjadi dua, yaitu kesadahan sementara dan kesadahan tetap.
Kesadahan sementara disebabkan oleh kandungan garam karbonat (CO3) dan
bikarbonat (HCO3) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kesadahan tetap
disebabkan oleh kandungan garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dari kalsium
(Ca) dan magnesium (Mg).
Jika air yang mengandung Ca(HCO3)2 dipanaskan maka CO2 akan
dibebaskan dari komponen ini, dan karena kelarutan dari Ca(HCO3)2
dipengaruhi oleh adanya gas CO2, maka CaCO3 akan mengendap (tidak larut)
segera setelah gas CO2 hilang. Oleh karena itu, kesadahan sementara dapat
dihilangkan dengan pemanasan.
Kesadahan tetap disebabkan oleh kandungan garam klorida (Cl) dan
sulfat (SO4) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium sulfat terdapat
dalam bentuk anhidrid (CaSO4). Kesadahan tetap tidak dapat dihilangkan
dengan pemanasan. Untuk menghilangkan kesadahan tetap harus dilakukan
proses pelunakkan air. Derajat kesadahan air dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pembagian Kesadahan Air
Derajat Kesadahan Kalsium Karbonat (ppm) Ion Ca2+
Lunak < 50 < 2.9
Agak sadah 50 100 2.5 5.9
Sadah 100 200 5.9 11.9
Sangat sadah > 200 > 11.8
Sumber : Heild dan Joslyn dikutip oleh Winarno (1973)

15
Menurut Rohdiana (2006), komponen kimia dalam teh lebih cepat larut
dalam air lunak dibandingkan dengan air yang bersifat sadah. Selain itu,
penyeduhan teh dengan menggunakan air sadah akan menyebabkan warna
seduhan menjadi lebih gelap karena Ca(HCO3)2 akan beraksi dengan
thearubigin dan melepaskan CO2.

D. KEMASAN
Kemasan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu produk
pangan. Bahan kemasan, baik logam maupun bahan lain seperti bermacam-
macam plastik, gelas, kertas, dan karton seharusnya mempunyai enam fungsi
utama, yaitu: (a) menjaga produk pangan tetap bersih, (b) melindungi
makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran, (c)
mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis, (d) memberikan
kemudahan dalam membuka, menutup, mencetak, serta menangani distribusi,
(e) mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan standar yang
ada, dan (f) menampakkan identifikasi, informasi, dan penampilan yang jelas
(Arpah, 2006).
Jenis kemasan yang sering digunakan pada produk pangan adalah
kemasan plastik. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu
sifatnya kuat tetapi ringan, inert, tidak karatan, dan bersifat termoplastis, serta
dapat diberi warna. Sedangkan kelemahannya adalah adanya zat-zat monomer
dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan
migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno, 1994).
Menurut Rahayu dan Arpah (2004), sebagian besar cup dan botol
plastik terbuat dari polipropilen (PP), sebagian lainnya terbuat dari polietilen
terftalat (PET) dan High Density Polyethylene (HDPE). Polipropilen
merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. PP dibuat
melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer
propilen di bawah panas dan tekanan. Ciri utama cup yang terbuat dari PP
dalah sifatnya yang transparan, lebih tahan pada temperatur tinggi, sehingga
kadang-kadang dapat dicelupkan pada air mendidih tanpa mengalami
pengerutan. Struktur kimia polipropilen dapat dilihat pada Gambar 6.

16
Gambar 6. Struktur kimia polipropilen (Anonim, 2008)

Polipropilen termasuk jenis plastik poliolefin dan merupakan polimer


dari propilen yang dikembangkan sejak 1950. Polipropilen merupakan jenis
termoplastik yang memiliki densitas rendah. PP merupakan bahan yang
memiliki kegunaan dan banyak aplikasinya, seperti untuk transportasi, alat
tekstil, film, dan kemasan. Sifat-sifat umum dari polipropilen menurut Syarief
(1989) adalah :
 Memiliki permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak
baik untuk makanan yang peka terhadap O2.
 Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150 oC, sehingga dapat dipakai untuk
makanan yang disterilisasi.
 Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim
panas yang baik dan mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu
tinggi.
 Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari
buah dan minyak. Tidak terpengaruh pada suhu kamar, kecuali HCl.
 Pada suhu tinggi, PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen,
terpentin, asam sitrat kuat.

E. PROSES TERMAL
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal adalah
penggunaan panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme
yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan
pemanasan, proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat dibagi
menjadi beberapa operasi, yaitu proses blansir, proses pasteurisasi, sterilisasi,
dan hot filling (Hariyadi et al., 2006). Proses termal yang digunakan pada
pengolahan produk minuman teh dalam kemasan adalah pasteurisasi.

17
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu yang relatif
rendah yaitu suhu di bawah 100 oC. Pada bahan pangan yang tergolong asam
(pH < 4,5), pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan
membunuh mikroorganisme pembusuk seperti kapang dan khamir, serta untuk
menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (Fellow,
2000).
Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam
waktu yang relatif lama yaitu suhu 65 oC selama 30 menit atau pada suhu
tinggi dalam waktu singkat yaitu 72 oC selama 15 detik. Semakin tinggi suhu
pasteurisasi, semakin singkat proses pemanasannya. Beberapa bakteri
vegetatif yang tahan panas (termofilik) dan spora tahan terhadap proses
pasteurisasi. Oleh karena itu, produk harus didinginkan dengan cepat untuk
mencegah pertumbuhan bakteri termofilik (Hariyadi et al., 2006).
Keberhasilan penuh dari proses yang melibatkan panas pada produk
pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang
menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh
mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi
suhu dan waktu yang tepat (Holdworth dikutip oleh Sari, 2007).
Ketahanan panas mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan istilah
waktu reduksi termal (decimal reduction time) atau waktu yang dibutuhkan
pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sebesar satu siklus
log, atau waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membinasakan
organisme atau sporanya yang disebut dengan nilai D. Sedangkan nilai z suatu
organisme adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan
sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan, baik untuk menurunkan
sampai 90 % atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh dikutip oleh
Sari, 2007).
Parameter kecukupan proses termal dinyatakan dengan nilai sterilitas
(Fo). Secara umum nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam
menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai
level tertentu pada suhu tertentu. Apabila prosesnya adalah sterilisasi, maka
nilai Fo diartikan sebagai nilai sterilitas, sedangkan apabila prosesnya adalah

18
pasteurisasi, maka nilai Fo diartikan sebagai nilai pasteurisasi (Hariyadi et al.,
2006).
Pada proses pasteurisasi, konsep yang digunakan adalah konsep 5D.
Konsep 5D banyak diterapkan untuk produk pangan yang dipasteurisasi,
karena target mikroba yang dibunuh lebih rendah dibanding pada produk yang
disterilisasi komersial. Dalam konsep 5D diterapkan 5 siklus logaritma, yang
artinya telah terjadi pengurangan sebanyak 5 desimal atau pembunuhan
mikroba mencapai 99.999%. Dengan kata lain pemanasan pada suhu dan
waktu tertentu telah menginaktivasi mikroorganisme berbahaya sebanyak 5
desimal atau peluang terjadinya kebusukan produk dalam kemasan adalah
sebesar 10-5. Misalnya, bila digunakan mikroba target untuk pasteurisasi
adalah Bacillus polymyxa (D=0.5 menit), maka nilai F dengan menerapkan
konsep 5D harus ekuivalen dengan pemanasan pada 85oC selama 2.5 menit
(Hariyadi et al., 2006).
Menurut Hariyadi et al. (2006), efek letalitas dari proses pemanasan
bahan selama proses termal akan berbeda pada suhu yang berbeda. Pada
kenyataannya, dalam proses termal suhu akan berubah selama waktu
pemanasan atau pendinginan, dan berkontribusi dalam pembunuhan
mikroorganisme. Untuk menentukan efek letalitas pada suatu suhu, maka
didefinisikan nilai letal rate (LR). Nilai LR adalah efek letalitas pada suhu
tertentu dibandingkan dengan suhu standar. Nilai LR suatu proses sterilisasi
dapat dihitung dengan mengkonversikan waktu proses pada suhu-suhu tertentu
ke waktu ekuivalen pada suhu standar. Secara matematis, nilai LR dihitung
dengan persamaan 1. Nilai letal rate pada suhu standar adalah 1. Pada suhu >
suhu standar maka nilai LR > 1, sedangkan bila suhu < suhu standar maka
nilai LR < 1.

.... (1)

Nilai sterilitas dari proses dengan menggunakan metode trapesium


dihitung dari luasan daerah di bawah kurva. Luasan di bawah kurva dianggap
trapesium, sehingga titik-titik yang terdapat dalam kurva dianggap sebagai

19
titik-titik sudut trapesium. Untuk menghitung luas trapesium tersebut, maka
luas area trapesium dibagi menjadi sejumlah trapesium pada interval waktu
tertentu (t). Kemudian luasan di bawah kurva untuk masing-masing luasan
dihitung dengan rumus trapesium, yaitu rata-rata tinggi trapesium dikalikan
dengan lebar (t) (persamaan 2). Hasil perkalian ini menunjukkan nilai
letalitas atau sterilitas parsial (Fo parsial) pada t tersebut.

Nilai letalitas = Fo parsial = Luas trapesium = (Lo + L1) t ...(2)

Selanjutnya masing-masing letalitas atau Fo parsial tersebut dijumlahkan


(persamaan 3). Hasil penjumlahan nilai Fo parsial ini menunjukkan nilai
sterilisasi total (Fo total) dari proses yang dilakukan.

Fo= t(LRo+LR1) + t(LR1+LR2) + t(LRn-1+LRn) ...(3)

Untuk mengetahui kecukupan panas pada proses termal, harus


dibandingkan nilai Fo hasil perhitungan menggunakan metode trapesium
dengan nilai Fo standar. Bila Fo hitung Fo standar, maka proses termal
mencukupi, sedangkan bila Fo hitung <Fo standar, maka proses termal tidak
mencukupi (under process). Proses termal dikatakan mencukupi berarti proses
termal yang dirancang menjamin inaktivasi mikroba target. Apabila nilai Fo
hitung terlalu besar dari nilai Fo standar, maka dapat dikatakan bahwa proses
termal sangat berlebihan (over process). Proses termal yang sangat berlebihan
dapat menyebabkan penurunan mutu produk dan pemborosan energi (Hariyadi
et al., 2006).

20
III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan selama magang penelitian ini
adalah teh, gula, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
adalah aquades, reagen folin ciocalteau, Na2CO3 7.5 %, asam tanat, etil
asetat, metil alkohol, asam oksalat 0.1 N, dan NaHCO3 2.5 %.

2. Alat
Alat-alat yang digunakan selama magang penelitian adalah
erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, spatula, neraca analitik, pipet mohr,
labu takar, spektrofotometer, penangas air, oven, desikator, gegep, pipet
tetes, kemasan cup, waterbath, thermocouple, dan lain-lain.

B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
a. Verifikasi tahapan pembuatan minuman teh dalam kemasan
Tahapan ini dilakukan untuk melakukan verifikasi tahapan
dalam proses pembuatan minuman teh dalam kemasan. Tujuannya
adalah untuk menentukan tahapan apa saja yang harus diperhatikan
dalam proses pembuatan minuman teh dalam kemasan yang baik dan
benar, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda pada setiap kali
produksi.

b. Formulasi minuman teh


Formulasi minuman teh dilakukan untuk memperoleh
formulasi teh yang disukai oleh konsumen. Ada dua jenis formulasi
yang dibuat, yaitu teh pH netral dan teh pH asam. Penentuan formulasi
terpilih dilakukan melalui in-depth interview terhadap 20 orang
panelis. Penguji melakukan interview terhadap masing-masing panelis
mengenai tingkat kesukaan dari produk.
c. Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas
Pengukuran distribusi panas bertujuan untuk mengetahui
daerah yang paling lambat mencapai suhu proses di dalam waterbath.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan termometer di lima
titik berbeda.
Pengukuran penetrasi panas bertujuan untuk mengetahui daerah
yang paling lambat menerima panas dalam kemasan. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan thermocouple yang dipasang pada
titik terdingin dari produk di dalam kemasan yang diletakkan pada
daerah yang paling lambat mencapai suhu proses di dalam waterbath.

2. Penelitian Utama
a. Pengaruh pasteurisasi
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pasteurisasi terhadap komponen polifenol dalam teh pada beberapa
perlakuan. Perlakuan yang dilakukan ada empat, yaitu pH netral-suhu
85 oC, pH netral-suhu 95 oC, pH asam-suhu 85 oC, dan pH asam-suhu
o
95 C. Analisis yang dilakukan adalah kadar total fenol, kadar
theaflavin, dan kadar thearubigin. Analisis dilakukan sebelum dan
sesudah pasteurisasi.

b. Pengaruh kesadahan air dan lama penyimpanan


Konsentrasi kesadahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi kesadahan dan lama penyimpanan
selama seminggu terhadap komponen polifenol dalam teh. Suhu
o
pasteurisasi yang digunakan adalah 85 C dan kemasan yang
digunakan adalah cup bening. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial RAL. Penelitian ini
terdiri dari 2 faktor yang berpengaruh, yaitu kesadahan air (S1, S2,
S3) dan lama penyimpanan (H1, H2, H3) dengan 2 ulangan. Dengan
demikian banyaknya perlakuan yang dilakukan sebanyak 3x3x2 = 18

22
kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan dan tabulasi data pada
tahap ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan, yaitu
H-1, H-3, dan H-7. Pengamatan yang dilakukan adalah ada tidaknya
perubahan nilai pH dan kandungan total fenol dalam minuman teh
dalam kemasan. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan program
SPSS 15.
Tabel 8. Rancangan percobaan pengaruh kesadahan dan lama
penyimpanan
1 4 7 10 13 16
H1S1 H2S2 H3S1 H2S1 H1S1 H3S1
2 5 8 11 14 17
H3S1 H3S2 H2S2 H1S2 H3S2 H2S1
3 6 9 12 15 18
H1S2 H2S1 H1S1 H3S2 H2S2 H1S2

Tabel 9. Tabulasi data pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan


Ulangan S1 S2 S3 Total (i..)
H1 1 Y111 Y121 Y131
2 Y112 Y122 Y132
Total
Y11. Y12. Y13. Y1..
(Yij.)
H2 1 Y211 Y221 Y231
2 Y212 Y222 Y232
Total
Y21. Y22. Y23. Y2..
(Yij.)
H3 1 Y311 Y321 Y331
2 Y312 Y322 Y332
Total Y31 Y32. Y33. Y3..
(Yij.)
Total (.j.) Y.1. Y.2. Y.3. Y...
Keterangan : H1 = pengamatan hari ke-1
H2 = pengamatan hari ke-3
H3 = pengamatan hari ke-7
S1 = konsentrasi kesadahan 0 ppm
S2 = konsentrasi kesadahan 50 ppm
S3 = konsentrasi kesadahan 100 ppm

c. Pengaruh perlakuan kemasan dan lama penyimpanan


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
kemasan yang digunakan terhadap komponen polifenol dalam teh.

23
Selain itu diamati pula stabilitas komponen polifenol di suhu ruang
selama 4 minggu, dimana pengamatan dilakukan setiap minggu.
Perlakuan kemasan dilakukan dengan menggunakan 2 jenis kemasan
plastik yaitu cup putih dan cup bening. Kedua kemasan tersebut
termasuk jenis Polipropilen (PP). Suhu pasteurisasi yang digunakan
pada penelitian ini adalah 85 oC. Rancangan percobaan pada penelitian
ini adalah rancangan faktorial RAL 2 faktor, yaitu jenis kemasan (C1,
C2) dan lama penyimpanan (M1, M2, M3, M4, M5) dengan 2 ulangan.
Dengan demikian jumlah perlakuan yang dilakukan sebanyak 5x2x2 =
20 kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan dan tabulasi data dapat
dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.
Tabel 10. Rancangan percobaan pengaruh jenis kemasan dan lama
penyimpanan
1 5 9 13 17
M1C2 M4C1 M5C1 M1C2 M3C2
2 6 10 14 18
M3C1 M2C1 M4C2 M4C1 M2C2
3 7 11 15 19
M5C2 M1C1 M3C1 M1C1 M4C2
4 8 12 16 20
M2C2 M3C2 M2C1 M5C1 M5C2

Tabel 11. Tabulasi data pengaruh kemasan dan lama penyimpanan


Ulangan C1 C2 Total (i..)
M1 1 Y111 Y121
2 Y112 Y122
Total (Yij.) Y11. Y12. Y1..
M2 1 Y211 Y221
2 Y212 Y222
Total (Yij.) Y21. Y22. Y2..
M3 1 Y311 Y321
2 Y312 Y322
Total (Yij.) Y31 Y32. Y3..
M4 1 Y411 Y421
2 Y412 Y422
Total (Yij.) Y41. Y42. Y4..
M5 1 Y511 Y521
2 Y512 Y522
Total (Yij.) Y51. Y52. Y5..
Total (.j.) Y.1. Y.2. Y...

24
Keterangan : M1 = pengamatan minggu ke-1
M2 = pengamatan minggu ke-2
M3 = pengamatan minggu ke-3
M4 = pengamatan minggu ke-4
M5 = pengamatan minggu ke-5
C1 = cup putih
C2 = cup bening

Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali pengamatan, yaitu


minggu 1, minggu 2, minggu 3, minggu 4, dan minggu 5. Pengamatan
dilakukan terhadap perubahan kandungan total fenol dalam minuman
teh dan uji hedonik terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan program SPSS 15.

3. Metode Analisis
a. Nilai pH (AOAC, 1995)
Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan buffer pH 7 dan pH 4. Sampel diletakkan
dalam wadah sampel kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel
(hingga elektroda cukup tercelup) sehingga dapat terbaca nilai pH yang
diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.

b. Analisis total fenol (Shahidi dan Naczk, 2004)


Pengujian total fenol dilakukan dengan uji spektrofotometer
dengan menggunakan reagen folin ciocalteau pada panjang gelombang
740 nm.
i. Reagen folin ciocalteau
Reagen folin ciocalteau diencerkan 1:10 dengan aquades
ii. Na2CO3 7.5 %
Timbang Na2CO3 padat sebanyak 7.5 gram, kemudin masukkan ke
dalam labu takar 100 ml. Tambahkan aquades sampai tanda tera.
Kocok hingga tercampur sempurna.
iii. Sampel
Sampel teh yang akan dianalisis diencerkan terlebih dahulu dengan
aquades (1:10)

25
iv. Analisis sampel
Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam labu takar 10 ml.
Kemudian tambahkan reagen folin ciocalteu sebanyak 5 ml,
diamkan selama 5-8 menit. Tambahkan Na2CO3 7.5 % sebanyak 4
ml. Diamkan selama 2 jam di ruang gelap. Setelah itu diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
740 nm. Hasil pengukuran absorbansi diplotkan pada kurva standar
sehingga dapat ditentukan besar konsentrasi fenol.
v. Kurva standar
Pembuatan kurva standar menggunakan langkah yang sama dengan
pengukuran sampel. Pembuatan kurva standar dilakukan
menggunakan asam tanat dengan beberapa seri konsentrasi. Pada
penelitian ini konsentrasi asam tanat yang diukur adalah 0 ppm, 10
ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm

c. Analisis kadar theaflavin dan thearubigin (Nasution dan


Tjiptadi, 1975)
Penentuan kadar theflavin dan thearubigin didasarkan pada
prinsip pemisahan dan penguapan, dimana pemisahan pertama untuk
analisis theaflavin dan pemisahan kedua untuk analisis tharubigin.
i. Analisis kadar theaflavin
Sebelum dilakukan analisis terhadap kadar theaflavin, perlu
dilakukan pemisahan terlebih dahulu. 50 ml sampel diambil dan
ditambahkan 50 ml etil asetat dan dikocok selama 10 menit. Bagian
air teh dipisahkan dari bagian etil asetat (pemisahan I).
Sebanyak 4 ml bagian etil asetat + metil alkohol sehingga
volume menjadi 25 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml asam oksalat
0.1 N, 6 ml air destilasi, dan 15 ml metil alkohol. Campuran ini
kemudian diuapkan di atas penangas air di dalam gelas piala 100
ml yang telah diketahui beratnya terlebih dahulu. Selanjutnya gelas
piala ini dikeringkan dan dimasukkan ke dalam oven yang

26
dipanaskan sampai suhu 100 oC selama 10 menit, dan ditimbang
kembali.
Perhitungan :
Kadar theaflavin = Berat sisa penguapan x 6.25 x 100 %
Berat sampel
ii. Analisis kadar thearubigin
Sebanyak 25 ml bagian dari etil asetat (dari pemisahan I)
ditambahkan 25 ml NaHCO3 2.5 % dan dikocok selama 1 menit.
Bagian air teh dipisahkan dari bagian etil asetat (pemisahan II).
Dari hasil pemisahan ini diambil 4 ml bagian etil asetat dan
ditambahkan 21 ml metil alkohol. Campuran ini diuapkan di atas
penangas air di gelas piala 100 ml yang telah diketahui beratnya
terlebih sdahulu. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 100 oC selama 10 menit (penguapan I). Kemudian dihitung
berat sisa penguapan dalam persen berat sampel.
Selanjutnya, sebanyak 4 ml bagian etil asetat (dari
pemisahan I) ditambahkan 21 ml metil alkohol. Campuran ini
diuapkan di atas penangas air di dalam gelas piala 100 ml yang
telah diketahui beratnya terlebih dahulu (penguapan II). Kemudian
dihitung berat sisa penguapan dalam persen.
Perhitungan :
z = 6.25 x (a + b )
Keterangan :
z = kadar thearubigin dalam persen berat
a = jumlah 2 kali berat sisa penguapan analisa theaflavin
b = selisih berat penguapan II dengan penguapan I

d. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999)


Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui stabilitas aroma,
rasa, dan aftertaste produk teh penyimpanan 1 bulan (diamati setiap
minggu). Uji yang digunakan adalah uji rating hedonik untuk
mengetahui tingkat penerimaan produk minuman teh. Skala hedonik

27
yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 (1= sangat tidak suka, 2=
tidak suka, 3= netral, 4= suka, dan 5= sangat suka). Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS
15.

28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Verifikasi Tahapan Pembuatan Minuman Teh
Minuman teh dibuat dari beberapa bahan, yaitu bubuk teh, gula,
asam sitrat, dan flavor. Untuk menghasilkan minuman teh yang baik dan
enak dikonsumsi dibutuhkan suatu tahapan yang jelas. Oleh karena itu,
verifikasi metode ini diperlukan untuk menetapkan tahapan-tahapan apa
saja yang harus dilakukan dalam proses pembuatan minuman teh dalam
kemasan.
Proses pembuatan minuman teh dalam kemasan diawali dengan
penimbangan bahan-bahan yang diperlukan. Kemudian disiapkan air di
dalam gelas piala dan dipanaskan di atas hot plate. Setelah suhu air
meningkat, ditambahkan gula dan bubuk teh secara perlahan-lahan,
kemudian diaduk. Setelah gula dan teh tercampur merata, ditambahkan
asam sitrat dan flavor lalu aduk hingga tercampur merata. Alasan
penambahan flavor dilakukan paling akhir adalah untuk mencegah
menguapnya komponen volatil dari flavor.
Tahapan selanjutnya adalah pengisian teh ke dalam cup. Proses
pengisian teh ke dalam cup dilakukan dengan hot filling untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang. Setelah itu cup diseal dan di pasteurisasi
dengan menggunakan waterbath pasteurizer. Menurut Fellow (2000),
proses pasteurisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme
pembusuk, seperti kapang dan khamir, serta memperpanjang umur simpan.
Tahapan terakhir adalah proses pendinginan. Proses pendinginan
dilakukan secepatnya untuk mencegah bakteri tumbuh kembali, terutama
bakteri termofilik. Proses ini dinyatakan selesai jika suhu air telah
mencapai suhu 38-42 oC (Hariyadi et al., 2006). Diagram alir proses
pembuatan minuman teh dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 7.
Aquades Dimasukkan ke gelas piala

Dipanaskan di atas hot plate

Ditambahkan gula dan teh

Ditambahkan asam sitrat dan flavor

Diamkan sampai mendidih

Minuman teh

Dimasukkan ke dalam cup, kemudian di seal

Dipasteurisasi

Didinginkan

Minuman teh
dalam kemasan

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan minuman teh dalam kemasan

2. Formulasi Minuman Teh


Formulasi teh dilakukan untuk mencari dan menentukan formulasi
teh yang disukai oleh konsumen. Penentuan formulasi teh ditentukan
melalui in-depth interview. In-depth interview merupakan salah satu uji
kesukaan secara kualitatif. Uji ini biasanya dilakukan oleh produsen
terhadap konsumen untuk mengetahui kebutuhan konsumen (Meilgaard et
al., 1999).
Teh dengan pH asam rendah diformulasi dari beberapa bahan,
yaitu bubuk teh, gula, dan flavor. Air yang digunakan adalah aquades
dengan nilai TDS = 50 ppm dan pH = 5.67. Formulasi yang dihasilkan ada
4, yaitu N1, N2, N3, dan N4, dengan perbedaan konsentrasi teh dan gula.

30
Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral dapat dilihat pada Tabel
12.
Tabel 12. Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral
Bahan-bahan N1 N2 N3 N4
Bubuk teh 0.1 % 0.2 % 0.2 % 0.15 %
Gula 8% 8% 10 % 8%
Flavor 0.1 % 0.1 % 0.1 % 0.1 %
pH 5.24 5.38 5.45 5.33
Panelis yang 2 panelis 2 panelis 5 panelis 11 panelis
memilih (10 %) (10 %) (25 %) (55 %)
Deskripsi Rasa teh Agak pahit Terlalu Rasa teh
kurang dan ada manis dan manis
aftertaste cukup

10%
10%
N1
N2
N3
55% N4
25%

Gambar 8. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH netral

Berdasarkan tabulasi data pada Gambar 8, formulasi yang terpilih


adalah N4 karena 55 % dari 20 orang panelis memilih formulasi tersebut.
Formulasi N4 menghasilkan rasa teh yang tidak terlalu pahit dan rasa
manisnya juga cukup. Selain itu, warna tehnya juga tidak terlalu pekat dan
aroma melatinya cukup terasa. Berdasarkan nilai pH produk N4, yaitu
5.33, perlakuan panas yang akan diterapkan adalah pasteurisasi 5D untuk
membunuh semua sel vegetatif dan spora bakteri.

31
Teh dengan pH asam diformulasi dari beberapa bahan, yaitu bubuk
teh, gula, flavor, dan asam sitrat. Penggunaan asam sitrat bertujuan untuk
menurunkan pH sampai di bawah 4.5 sehingga bisa dikategorikan sebagai
acidified food dan mencukupi standar pasteurisasi. Formulasi yang
dihasilkan ada 5, yaitu A1, A2, A3, A4, dan A5. Hasil in-depth interview
formulasi teh pH asam dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil in-depth interview formulasi teh pH asam
Bahan-bahan A1 A2 A3 A4 A5
Bubuk teh 0.15 % 0.15 % 0.2 % 0.15 % 0.15 %
Gula 8% 8% 8% 8% 8%
Flavor 0.1 % 0.1 % 0.1 % 0.1 % 0.06 %
Asam sitrat 0.2 % 0.1 % 0.1 % 0.06 % 0.06 %
pH 2.83 3.14 3.28 3.43 3.37
Panelis yang 1 panelis 3 panelis 9 panelis 2 panelis 5 panelis
memilih (5 %) (15 %) (45 %) (10 %) (25 %)
Deskripsi Rasa asam Agak Rasa teh Rasa Rasa
terlalu asam, dan asam asam
menye- rasa teh asam berlebih, berlebih,
ngat tertutup cukup rasa teh flavor
oleh dan tidak
asam manis terasa
kurang

5%
25% 15%
A1
A2
A3
A4
10% A5

45%

Gambar 9. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH asam

32
Berdasarkan hasil tabulasi pada Gambar 9, formulasi yang terpilih
adalah formulasi A3 karena 45 % dari 20 orang panelis memilih formulasi
tersebut. Formulasi A3 menghasilkan teh dengan rasa asam yang tidak
berlebih sehingga rasa teh tidak tertutupi. pH produk yang dihasilkan juga
sudah sesuai dengan standar pasteurisasi, yaitu di bawah 4.5 (3.28).
Menurut Fellow (2000), pada bahan pangan asam/diasamkan, pasteurisasi
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan untuk membunuh
mikroorganisme pembusuk seperti kapang dan khamir, serta untuk
menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut.

3. Pengukuran Laju Distribusi dan Penetrasi Panas


Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas sangat penting
dilakukan dalam proses pengolahan pangan yang menggunakan proses
termal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecukupan panas yang
diterima oleh produk. Apabila kecukupan panas yang diterima kurang dari
standar yang ditentukan, maka produk terebut tidak aman untuk
dikonsumsi (Hariyadi et al., 2006)
Laju distribusi diukur menggunakan thermocouple yang diletakkan
pada lima titik berbeda di dalam alat pemanas (waterbath). Dari kelima
titik tersebut dapat diketahui titik mana yang menerima panas paling
lambat. Titik-titik peletakan thermocouple di dalam waterbath dapat
dilihat pada Gambar 10.

T2 T1

T4

T3 T5

Gambar 10. Posisi thermocouple di dalam waterbath

33
95.0
94.0
93.0
T1
92.0

Suhu (C)
T2
91.0
T3
90.0
T4
89.0
T5
88.0
87.0
86.0

5
5
15

25

35

45

55

65

75

85

95
10

11
Waktu Proses (menit)

Gambar 11. Laju distribusi panas pada 5 titik berbeda

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa titik yang paling lambat


menerima panas adalah T4, yaitu titik pada bagian tengah waterbath. Hal
ini disebabkan karena titik yang berada di bagian tengah paling sulit
mendapatkan panas yang berasal dari elemen pemanas di sisi-sisi
waterbath.
Pada prinsipnya, jika produk pada titik terdingin telah menerima
panas yang cukup, maka produk yang berada di titik-titik yang lain juga
telah menerima panas yang cukup. Sehingga pada pengukuran laju
penetrasi panas, pengukuran dilakukan pada titik terdingin tersebut (T4).
Pengukuran laju penetrasi panas dilakukan untuk mengetahui laju
penetrasi panas dari kemasan ke produk. Pengukuran dilakukan
menggunakan thermocouple pada titik yang paling lambat menerima panas
yang diperoleh dari data pengukuran laju distribusi panas. Pengukuran laju
penetrasi panas dilakukan pada dua suhu pemanasan yang berbeda, yaitu
85 oC dan 95 oC. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan
waktu yang dibutuhkan oleh produk untuk mencapai suhu proses. Pada
Gambar 12 dan Gambar 13 dapat diketahui bahwa dengan suhu
pasteurisasi 85 oC, produk mencapai suhu proses pada menit ke-16.
Sedangkan dengan suhu 95 oC, produk telah mencapai suhu proses pada
menit ke-11. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi, penetrasi

34
panas ke dalam produk lebih cepat, sehingga produk lebih cepat mencapai
suhu proses.

90

80
70

60
Suhu (oC)

50

40
30

20
10

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Waktu (menit)

Gambar 12. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC

100
90
80
70
S uhu (oC )

60
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Waktu (menit)

Gambar 13. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC

Data laju penetrasi panas yang diperoleh dapat digunakan untuk


menghitung nilai Fo yang merupakan parameter kecukupan panas.
Menurut Hariyadi et al. (2006), nilai Fo didefinisikan sebagai waktu
(biasanya dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target
hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu.
Perhitungan nilai Fo pada proses pasteurisasi menggunakan prinsip
5D dengan mikroba target Bacillus polymyxa. Suhu referensi adalah 185

35
o
F, dengan nilai D = 0.5 menit, dan nilai z = 16 oF. Untuk memenuhi
konsep 5D maka nilai Fo harus 2.5 menit. Hasil perhitungan nilai Fo
dapat di lihat pada Lampiran 4 dan 6. Nilai Fo pada suhu pemanasan 85 oC
adalah 10.14, sedangkan pada suhu 95 oC nilai Fo mencapai 139.37.
Kedua nilai tersebut lebih besar daripada nilai Fo standar sehingga dapat
dikatakan bahwa proses pemanasan sudah cukup. Bahkan pada suhu 95 oC
proses pemanasan tersebut terlalu berlebih. Proses pemanasan yang terlalu
berlebih juga tidak baik karena dapat merusak nilai organoleptik produk
tersebut.
Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui berapa lama
waktu pemanasan yang dibutuhkan oleh produk teh untuk mencapai nilai
Fo standar, yaitu 2.5 menit. Tahap ini dilakukan pengukuran nilai Fo pada
berbagai waktu pemanasan. Suhu pemanasan yang digunakan adalah suhu
85 oC dan suhu 95 oC. Berdasarkan data yang terdapat di Lampiran 4,
waktu yang dibutuhkan produk untuk mencapai nilai Fo standar dengan
suhu pemanasan 85 oC adalah 15-17 menit. Sedangkan Lampiran 6
menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan 95 oC, waktu yang dibutuhkan
produk untuk mencapai nilai Fo standar adalah 6-7 menit.
Hasil di atas menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan,
semakin cepat produk tersebut mencapai nilai Fo standar. Hal itu
disebabkan pada pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi, produk akan
lebih cepat menerima panas dan semakin cepat pula mencapai suhu proses.
Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai Fo standar juga
semakin cepat (Hariyadi et al., 2006).

D. PENELITIAN UTAMA
1. Pengaruh Pasteurisasi
Proses pemanasan dapat menyebabkan oksidasi dari komponen
polifenol di dalam teh. Komponen polifenol, seperti katekin dapat
teroksidasi menjadi theaflavin. Jika proses oksidasi berlanjut, theaflavin
juga akan teroksidasi menjadi thearubigin. Hal itu dapat menyebabkan
menurunnya pH teh karena thearubigin bersifat asam kuat (Lelani, 1995).

36
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar total
fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin sebelum dan sesudah
pasteurisasi. Pada tahapan ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu pH netral-
suhu 85 oC, pH netral-suhu 95 oC, pH asam-suhu 85 oC, dan pH asam-suhu
95 oC. Hasil analisis kadar total fenol dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil analisis kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi
Total fenol (ppm)
Suhu
pH teh Sebelum Sesudah
(oC) Selisih
pasteurisasi pasteurisasi
pH 85 411.74 405.30 6.44
netral 95 394.96 385.42 9.54
pH 85 537.77 533.90 3.87
asam 95 613.94 605.98 7.96

Tabel 14 juga menunjukkan perbedaan kadar total fenol sebelum


dan sesudah pasteurisasi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
kadar total fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah dibandingkan dengan
sebelum pasteurisasi. Hal ini disebabkan adanya perlakuan panas yang
dapat menyebabkan proses oksidasi komponen polifenol (katekin) menjadi
theaflavin. Semakin lama proses pemanasan maka semakin banyak katekin
yang teroksidasi menjadi theaflavin (Vuataz et al., 1969).
Pada teh pH asam, selisih kadar total fenol lebih kecil jika
dibandingkan dengan teh pH netral. Hal ini disebabkan karena pada pH
yang lebih rendah, oksidasi katekin menjadi theaflavin ditekan, sehingga
selisih kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi pada teh pH
asam lebih kecil dibandingkan pada teh pH netral (Vuataz dan Vevey,
1968).
Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi
dapat dilihat pada Tabel 15. Data pada tabel tersebut menunjukkan
peningkatan kadar theaflavin sesudah proses pasteurisasi. Hal ini
disebabkan adanya proses oksidasi katekin menjadi theaflavin selama
proses pasteurisasi berlangsung. Semakin lama proses pemanasan,
semakin tinggi kadar theaflavin dalam teh (Vuataz et al., 1969).

37
Tabel 15. Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi
Kadar theaflavin (%)
Suhu
pH teh Sebelum Sesudah
(oC) Selisih
Pasteurisasi pasteurisasi
pH 85 5.52 6.88 1.36
netral 95 5.89 6.93 1.04
pH 85 5.14 6.08 0.94
asam 95 5.35 6.15 0.80

Data pada Tabel 15 juga menunjukkan perbedaan kadar theaflavin


pada pH berbeda. Pada pH asam, selisih kadar theaflavin cenderung lebih
kecil jika dibandingkan pH netral. Hal ini disebabkan pada pH asam,
oksidasi katekin menjadi theaflavin ditekan, sehingga selisih kadar
theaflavin lebih kecil dibandingkan pada pH netral (Vuataz dan Vevey,
1968). Pada suhu pasteurisasi yang berbeda, selisih kadar theaflavin
sebelum dan sesudah juga berbeda. Pada teh pH netral, selisih kadar
theaflavin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC,
yaitu 1.36 %. Pada teh pH asam, selisih kadar theaflavin pada suhu 85 oC
lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC, yaitu 0.94 %. Perbedaan itu
terjadi karena pada suhu pemanasan yang lebih rendah, waktu pemanasan
menjadi lebih lama. Akibatnya, selisih kadar theaflavin sebelum dan
sesudah pasteurisasi menjadi lebih besar (Vuataz et al., 1969)
Hasil analisis kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi
dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan data pada Tabel 16 dapat
diketahui bahwa kadar thearubigin mengalami peningkatan sesudah proses
pasteurisasi. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi theaflavin menjadi
thearubigin selama proses pasteurisasi. Semakin lama proses pemanasan,
maka semakin tinggi kadar thearubigin dalam teh (Vuataz et al., 1969).
Menurut Vuataz et al. (1969), waktu pasteurisasi yang lebih pendek lebih
diinginkan, karena waktu fermentasi yang lebih lama akan menghasilkan
thearubigin lebih banyak sehingga akan meningkatkan rasa sepat dari
produk. teh.

38
Tabel 16. Hasil analisis kadar thearubigin
Kadar thearubigin (%)
Suhu
pH teh Sebelum Sesudah
(oC) Selisih
pasteurisasi pasteurisasi
pH 85 12.28 16.94 4.66
netral 95 14.44 17.16 2.72
pH 85 16.88 19.94 3.06
asam 95 17.38 20.03 2.65

Data pada Tabel 16 juga menunjukkan perbandingan kadar


thearubigin pada pH berbeda. Pada pH asam, selisih kadar thearubigin
cenderung lebih rendah jika dibandingkan pada pH netral. Hal ini
disebabkan pada pH asam, oksidasi theaflavin menjadi thearubigin
ditekan, sehingga selisih kadar thearubigin lebih kecil dibandingkan pada
pH netral (Vuataz dan Vevey, 1968). Pada suhu pasteurisasi yang berbeda,
selisih kadar thearubigin sebelum dan sesudah juga berbeda. Pada teh pH
netral, selisih kadar thearubigin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan
pada suhu 95 oC, yaitu 4.66 %. Pada teh pH asam, selisih kadar
thearubigin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC,
yaitu 3.06 %. Perbedaan itu terjadi karena pada suhu pemanasan yang
lebih rendah, waktu pemanasan menjadi lebih lama. Akibatnya, selisih
kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi menjadi lebih besar
(Vuataz et al., 1969)

2. Pengaruh Kesadahan Air dan Lama Penyimpanan


Kesadahan air adalah air yang mengandung garam-garam Kalsium
(Ca) dan Magnesium (Mg). Air sadah tidak berbahaya untuk diminum.
Akan tetapi, jika air yang digunakan untuk menyeduh teh bersifat sadah
sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan bereaksi dengan
thearubigin yang bersifat asam dan membentuk garam-garam Ca dan Mg
dengan melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi lebih gelap
(Rohdiana, 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kesadahan air
terhadap kelarutan komponen polifenol dalam teh. Menurut Rohdiana

39
(2006), komponen teh lebih mudah larut bila diseduh dengan air lunak.
Pada tahap ini digunakan tiga jenis air dengan konsentrasi kesadahan yang
berbeda, yaitu 0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm.

0 ppm
5.00
50 ppm
4.90
100 ppm
4.80
Linear (0 ppm)
4.70 Linear (50 ppm)
4.60 Linear (100 ppm)
N ilai p H

4.50
y = -0.0151x + 4.9488
4.40
R2 = 0.9884
4.30
4.20 y = -0.0162x + 4.8641
4.10 R2 = 0.9754
4.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 y = -0.0329x + 4.7964
R2 = 0.9432
Hari ke-

Gambar 14. Kurva perubahan nilai pH selama penyimpanan pada


berbagai konsentrasi kesadahan

Pada tahap ini dilakukan pengukuran nilai pH dan total fenol


selama penyimpanan satu minggu. Gambar 14 menunjukkan grafik
perbandingan nilai pH selama penyimpanan dengan kesadahan air yang
berbeda. Berdasarkan gambar tersebut, nilai pH teh yang diseduh dengan
air sadah 0 ppm lebih stabil selama penyimpanan jika dibandingkan
dengan dua jenis konsentrasi kesadahan yang lain. Hal ini dapat dilihat
dari nilai slope pada kurva di atas. Nilai slope pada kesadahan 0 ppm
kali lebih kecil dibandingkan pada kesadahan 100 ppm. Semakin kecil
nilai slope maka perubahan nilai pH semakin rendah.
Untuk memperkuat hasil di atas, dilakukan analisis sidik ragam dan
uji lanjut Duncan. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 12
menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan
berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai pH dimana nilai Sig (0.000) <
(0.05). Pada uji lanjut Duncan, ada perbedaan nyata nilai pH setiap
sampel karena faktor lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan. Hal

40
ini ditunjukkan pada tabel Homogeneous Subsets dimana nilai pH setiap
sampel berada pada subset yang berbeda. Nilai pH terbesar adalah 4.95
yang diperoleh dari perlakuan kesadahan 0 ppm pada hari ke-0.
Selain pengukuran terhadap nilai pH, juga dilakukan pengukuran
terhadap total fenol. Gambar 15 menunjukkan grafik perbandingan total
fenol selama penyimpanan dengan kesadahan air yang berbeda.
Berdasarkan gambar tersebut, kandungan total fenol pada teh yang diseduh
dengan air sadah 100 ppm paling tidak stabil selama penyimpanan
dibandingkan dengan dua konsentrasi kesadahan yang lain. Hal itu dapat
dilihat pada Gambar 15, dimana grafik total fenol pada teh dengan air
sadah 100 ppm membentuk garis linier menurun paling curam dengan nilai
slope paling besar. Nilai slope menunjukkan tingkat kecepatan perubahan
total fenol. Semakin besar nilai slope, maka tingkat kecepatan perubahan
total fenol semakin tinggi. Nilai slope pada kesadahan 100 ppm 4 kali
lebih besar dibandingkan pada kesadahan 0 ppm.

0 ppm
520.00
50 ppm
500.00
100 ppm
480.00
Linear (0 ppm)
T o ta l f e n o l ( p p m )

460.00
Linear (50 ppm)
440.00
420.00
Linear (100 ppm)

400.00 y = -2.7416x + 418.36


380.00 R2 = 0.9893
360.00
340.00
y = -2.6817x + 423.42
320.00 R2 = 0.9747
300.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
y = -11.713x + 484.3
Hari ke- R2 = 0.8244

Gambar 15. Kurva perubahan total fenol selama penyimpanan pada


berbagai konsentrasi kesadahan

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa


lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan berpengaruh nyata terhadap
penurunan kadar total fenol dengan nilai Sig (0.000) < (0.05). Kemudian

41
dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan tiap sampel.
Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa ada perbedaan nyata
kadar total fenol karena faktor lama penyimpanan dan konsentrasi
kesadahan, dimana kadar total fenol setiap sampel berada pada subset yang
berbeda. Kadar total fenol terbesar adalah 496.99 ppm dari perlakuan
kesadahan 100 ppm pada hari ke-0.

3. Pengaruh Kemasan Terhadap Stabilitas Komponen Polifenol


Komponen polifenol mudah teroksidasi oleh cahaya, oksigen,
panas, logam, dan lain-lain. Pada tahap ini akan dilihat oksidasi komponen
polifenol yang terjadi akibat terkena paparan sinar/cahaya. Semakin
banyak cahaya yang kontak dengan minuman teh, semakin banyak pula
komponen polifenol yang teroksidasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
barrier yang dapat membatasi jumlah cahaya yang kontak dengan teh.
Salah satu barrier yang dapat digunakan adalah kemasan cup
plastik. Pada penelitian ini digunakan dua jenis cup plastik Polipropilen
(PP) yang memiliki barrier yang sama terhadap oksigen, tetapi memiliki
transparansi berbeda. Cup plastik yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 16 dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 17. Pengamatan
dilakukan setiap minggu selama satu bulan untuk mengetahui perbedaan
pengaruh kedua kemasan tersebut terhadap parameter pH, total fenol,
kadar theaflavin, dan kadar thearubigin, serta organoleptik (aroma, rasa,
dan aftertaste).

(a) (b)

Gambar 16. (a) Cup putih; (b) Cup bening

42
Tabel 17. Spesifikasi kemasan
SPESIFIKASI CUP PUTIH CUP BENING
Spesifikasi bahan Polipropilen (PP) Polipropilen (PP)
Berat per pcs (gr) 4.8 5.0 4.8 4.9
Tinggi (mm) 91.4 87,8 - 88,2
Diameter Leher (mm 73.5 62,8 - 63,2
cup Bibir (mm) 65.5 73.9 74.1
Bibir (mm) Min. 1.2 Min. 1.2
Tebal cup Dinding (mm) Min. 0.3 Min. 0.3
Dasar (mm) Min. 0.6 Min. 0.6

a. Nilai pH
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang
menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti
tingkat keasaman akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin
rendah pH berarti semakin tinggi tingkat keasamannya.
Selama penyimpanan, nilai pH teh akan mengalami perubahan,
baik dengan kemasan cup putih maupun cup bening. Berdasarkan
Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai pH mengalami penurunan selama
penyimpanan. Hal ini terjadi akibat adanya proses oksidasi dari
komponen polifenol. Komponen polifenol yang teroksidasi akan
menghasilkan theaflavin. Jika oksidasi berlanjut, maka theaflavin akan
berubah menjadi thearubigin. Semakin banyak thearubigin yang
terbentuk selama penyimpanan maka pH produk akan semakin turun,
karena theaflavin bersifat asam lemah dan thearubigin bersifat asam
kuat (Lelani, 1995).
Walaupun pada kedua perlakuan terlihat adanya perubahan pH
yang sangat nyata, namun ada perbedaan antara kedua perlakuan
tersebut. Pada Lampiran 15, teh dengan kemasan cup bening
mengalami penurunan pH yang lebih signifikan, yaitu dari 3.63
(minggu 0) menjadi 2.98 (minggu 4). Sedangkan pada Lampiran 14,
perubahan pH pada teh kemasan cup putih yaitu 3.53 (minggu 0)
menjadi 3.14 (minggu 4). Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 21.
Kurva perubahan nilai pH pada cup bening memiliki slope yang lebih
curam jika dibandingkan dengan cup putih. Hal ini terjadi karena pada

43
kemasan cup bening, teh lebih mudah terkena cahaya dan panas
sehingga lebih banyak komponen polifenol yang teroksidasi menjadi
theaflavin dan thearubigin.

4.00 Cup putih


3.50 Cup bening

3.00 Linear (Cup putih)


Linear (Cup bening)
2.50
N ilai p H

2.00
y = -0.1045x + 3.57
1.50
R2 = 0.9167
1.00

0.50 y = -0.1735x + 3.542


0.00 R2 = 0.8575
0 1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 17. Kurva perubahan nilai pH teh selama penyimpanan

Berdasarkan analisis sidik ragam dengan menggunakan SPSS


15.0, lama penyimpanan dan jenis kemasan memberikan pengaruh
yang sangat nyata (p < 0.05) terhadap nilai pH. Hal ini dapat dilihat
pada Lampiran 16 dimana semua nilai pada kolom Sig menunjukkan
nilai Sig (0.000) < (0.05). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa ada
perbedaan rata-rata nilai pH karena faktor lama penyimpanan dan jenis
kemasan. Pada hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat adanya perbedaan
nyata nilai pH sampel karena pengaruh interaksi antara jenis kemasan
dengan lama penyimpanan. Nilai pH terbesar adalah 3.63 pada teh cup
bening minggu ke-0.

b. Total fenol
Polifenol merupakan salah satu komponen aktif yang terdapat
di dalam teh. Polifenol mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas. Akan tetapi, komponen polifenol
mudah teroksidasi menjadi bentuk lain yang dapat mengurangi
kemampuannya sebagai antioksidan (Shahidi dan Naczk, 2004).

44
Komponen polifenol yang dihitung pada penelitian ini adalah
komponen polifenol keseluruhan yang terdapat di dalam teh sehingga
disebut sebagai total fenol. Analisis dilakukan dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 740 nm dengan reagen folin
ciocalteau. Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa
kompleks berwarna biru yang dapat diukur pada panjang gelombang
740 nm. Kompleks tersebut dihasilkan dari reduksi asam fosfat
fosfotungstomolibdat yang terdapat dalam pereaksi folin ciocalteau
oleh polifenol dalam suasana alkali. Semakin tinggi komponen
polifenol yang terdapat di dalam teh, maka semakin besar nilai
absorbansinya, dan sebaliknya.
Pada tahap ini dilakukan perhitungan kadar total fenol yang
terdapat dalam teh selama satu bulan penyimpanan. Perlakuan yang
digunakan adalah perbedaan kemasan cup, yaitu cup putih dan cup
bening. Hasil pengukuran kadar total fenol selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 18. Gambar tersebut menunjukkan perbandingan
kurva perubahan kadar total fenol antara cup putih dengan cup bening.
Kedua kurva tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar total
fenol selama penyimpanan. Hal itu disebabkan adanya oksidasi
komponen polifenol (katekin) menjadi theaflavin akibat terpapar oleh
cahaya (Vuataz dan Vevey, 1968).

450.00
Cup putih
Cup bening
400.00
Linear (Cup putih)
T o ta l fe n o l (p p m )

Linear (Cup bening)


350.00

y = -5.3826x + 431.19
300.00
R2 = 0.9683

250.00
y = -4.2576x + 420.23
R2 = 0.9037
200.00
0 1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 18. Kurva perubahan kadar total fenol selama penyimpanan

45
Berdasarkan analisis sidik ragam dengan menggunakan
program SPSS 15.0, lama penyimpanan dan jenis kemasan
berpengaruh sangat nyata (p < 0.05) terhadap kadar total fenol. Hasil
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 17. Pada tabel Tests of Between-
Subjects Effects, nilai Sig (0.000) < (0.05). Nilai ini mengindikasikan
bahwa lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh sangat nyata
terhadap penurunan kadar total fenol. Uji lanjut Duncan dilakukan
untuk mengetahui perbedaan pengaruh lama penyimpanan terhadap
perubahan kadar total fenol. Pada tabel Homogenous Subsets dapat
dilihat bahwa kadar total fenol setiap minggu berada pada subsets yang
berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa kadar total fenol setiap minggu
sangat berbeda nyata. Kadar total fenol terbesar 432.50 ppm pada teh
cup putih minggu ke-0.

c. Kadar theaflavin
Theaflavin merupakan salah satu komponen polifenol yang
dihasilkan dari oksidasi katekin dan gallokatekin dengan bantuan
katekol oksidase (Shahidi dan Nackz, 2004). Theaflavin berperan
dalam memberikan karakteristik rasa sepat pada minuman teh.
Semakin banyak kandungan theaflavin, rasa teh akan semakin sepat
(Vuataz dan Vevey, 1968).
Penentuan kadar theaflavin pada penelitian ini dilakukan
dengan metode gravimetri. Prinsip dari metode ini adalah menghitung
bobot dari ekstrak theaflavin. Menurut Robertson (1992), ekstrak
theaflavin dapat diperoleh dengan cara mengekstrak teh menggunakan
etil asetat. Penambahan etil asetat ke dalam teh akan membentuk dua
lapisan bening dan keruh. Lapisan atas itulah yang kemudian
digunakan untuk menentukan kadar theaflavin.
Selama penyimpanan, kadar theaflavin semakin meningkat. Hal
ini disebabkan adanya proses oksidasi katekin dan gallokatekin
menjadi theaflavin. Akibatnya jumlah theaflavin yang terkandung di
dalam teh semakin banyak (Vuataz dan Vevey, 1968). Hasil penentuan

46
kadar theaflavin dalam teh selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 19. Gambar tersebut menunjukkan kurva perbandingan
peningkatan kadar theaflavin antara cup putih dengan cup bening.
Peningkatan yang terjadi diantara keduanya tidak terlalu jauh berbeda.
Pada cup putih terjadi peningkatan kadar theaflavin dari 2.69 %
(minggu 0) menjadi 3.64 % (minggu 4). Sedangkan cup bening
peningkatan terjadi dari 2.58 % (minggu 0) menjadi 3.83 % (minggu
4). Perbedaan antara keduanya terletak pada nilai slope, dimana pada
cup putih nilai slope lebih kecil dibandingkan dengan cup bening. Hal
ini mengindikasikan laju perubahan pada cup putih lebih lambat.

4.50
Cup putih
4.00
Cup bening
K ad ar T h eaflavin (% )

3.50
Linear (Cup putih)
3.00
Linear (Cup bening)
2.50
2.00
y = 0.2323x + 2.5979
1.50 R2 = 0.9261
1.00
0.50 y = 0.274x + 2.9313
0.00 R2 = 0.7118
0 1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 19. Kurva perubahan kadar theaflavin selama penyimpanan

Analisis sidik ragam juga dilakukan untuk mengetahui


pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar
theaflavin. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 18, tabel
Tests of Between-Subjects Effects menunjukkan nilai Sig (0.000) <
(0.05). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa lama penyimpanan dan
jenis kemasan berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar
theaflavin. Untuk mengetahui pengaruhnya lebih lanjut, dilakukan uji
lanjut Duncan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, kadar theaflavin tiap
sampel berbeda nyata. Kadar theaflavin terbesar adalah 3.83 % pada
teh cup bening minggu ke-4.

47
d. Kadar thearubigin
Thearubigin juga merupakan salah satu komponen polifenol.
Thearubigin dihasilkan dari oksidasi theaflavin dengan bantuan katekol
oksidase. Thearubigin berperan dalam memberikan warna merah
kecoklatan pada minuman teh (Vuataz dan Vevey, 1968).
Analisis thearubigin merupakan tahap lanjutan dari analisis
theaflavin. Hasil ekstrak theaflavin yang telah diperoleh, diekstrak
kembali dengan menggunakan NaHCO3. Hasil ekstrak tersebut
kemudian ditambahkan metanol kemudian diuapkan. Hasil penguapan
itulah yang merupakan ekstrak thearubigin.

30.00
Cup putih
K a d a r T h e a ru b ig in (% )

25.00 Cup bening


Linear (Cup putih)
20.00
Linear (Cup bening)
15.00
y = 1.4094x + 15.913
10.00
R2 = 0.9223
5.00
y = 1.7469x + 17.863
0.00
0 1 2 3 4 5 R2 = 0.7104

Minggu ke-

Gambar 20. Kurva perubahan kadar thearubigin selama penyimpanan

Selama penyimpanan, kadar thearubigin juga mengalami


peningkatan seperti kadar theaflavin. Hal ini disebabkan theaflavin
mengalami oksidasi menjadi thearubigin, sehingga kadar thearubigin
mengalami peningkatan. Kurva peningkatan kadar thearubigin selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20. Kurva tersebut
menunjukkan perbandingan antara cup putih dan cup bening.
Peningkatan yang terjadi diantara keduanya tidak terlalu jauh berbeda.
Pada cup putih terjadi peningkatan kadar thearubigin dari 16.47 %
(minggu 0) menjadi 22.12 % (minggu 4). Sedangkan cup bening
mengalami perningkatan dari 15.66 % (minggu 0) menjadi 23.53 %

48
(minggu 4). Perbedaan nilai slope cup putih dan cup bening juga tidak
jauh berbeda, tetapi nilai slope cup bening lebih besar. Nilai ini
mengindikasikan bahwa perubahan kadar thearubigin lebih cepat pada
cup bening.
Analisis sidik ragam dengan program SPSS 15.0 dapat dilihat
pada Lampiran 19. Tabel Tests of Between-Subjects Effects
menunjukkan nilai Sig (0.000) < (0.05). Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa lama penyimpanan dan jenis kemasan
berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar thearubigin.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, dapat diketahui bahwa kadar
thearubigin berbeda nyata setiap sampel. Kadar thearubigin terbesar
adalah 23.54 % pada teh cup bening minggu ke-5.

e. Uji Rating Hedonik


(1) Aroma
Aroma adalah odor yang keluar dari produk makanan
(Meilgaard et al., 1999). Odor dari produk terdeteksi ketika
komponen volatil memasuki bagian nasal dan diterima oleh sistem
olfaktori. Nilai kesukaan panelis untuk parameter aroma teh selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21.

3.80
3.70
S k o r h e d o n ik a ro m a

3.60
3.50
3.40
Cup putih
3.30
Cup bening
3.20
3.10
3.00
2.90
2.80
0 1 2 3 4

Minggu ke-

Gambar 21. Grafik skor hedonik untuk parameter aroma

49
Gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai
kesukaan panelis terhadap kedua perlakuan. Nilai kesukaan panelis
terhadap aroma teh cup putih cenderung tidak mengalami
perubahan. Sedangkan nilai kesukaan panelis terhadap aroma teh
cup bening mengalami penurunan.
Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan pada
Lampiran 21, pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter
aroma setiap minggu. Sedangkan pada Lampiran 24, perlakuan
kemasan cup bening berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan
panelis untuk parameter aroma (p < 0.05). Pengaruh kemasan cup
bening selama penyimpanan, mulai terlihat pada minggu 1. Pada
minggu 0 rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap parameter
aroma sebesar 3.750, sedangkan pada minggu 1 nilai kesukaan
panelis menurun menjadi 3.375. Hasil ini mengindikasikan bahwa
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma pada teh cup
putih cenderung tidak berubah jika dibandingkan dengan teh cup
bening. Skor kesukaaan terbesar adalah 3.750 pada minggu ke-0.
Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma teh
disebabkan oleh perubahan komponen polifenol dalam teh. Jika
skor hedonik aroma dihubungkan dengan hasil analisis komponen
polifenol, ternyata terdapat hubungan linier diantara keduanya.
Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 27. Nilai R2 yang paling
besar ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar thearubigin
dengan skor aroma, yaitu 0.9301. Sedangkan yang paling rendah
ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar total fenol dan skor
aroma, yaitu 0.6857. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor yang
paling mempengaruhi aroma teh adalah thearubigin.

(2) Rasa
Rasa merupakan parameter yang terpenting dalam
pemilihan produk minuman seperti minuman teh dalam kemasan.

50
Rasa pada minuman teh dipengaruhi adanya rasa manis, asam, dan
sepat. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa teh selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 22. Nilai kesukaan panelis
terhadap rasa teh cup putih cenderung tidak berubah setiap minggu.
Perubahan drastis baru terlihat pada minggu ke-4 (minggu
terakhir), dimana nilai kesukaan menurun dari 3.25 menjadi 2.96.
Nilai kesukaan panelis terhadap rasa teh cup bening cenderung
menurun setiap minggu. Pada minggu 1, nilai kesukaan sudah
menurun dari 3.33 menjadi 3.13.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa rasa teh
dengan kemasan cup putih lebih stabil dibandingkan dengan
kemasan cup bening. Hal ini disebabkan komponen polifenol pada
cup bening lebih mudah teroksidasi menjadi theaflavin.
Peningkatan kadar theaflavin menyebabkan minuman teh menjadi
lebih sepat dan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa teh.

3.40
3.30
S k o r h e d o n ik ra s a

3.20
3.10
3.00 Cup putih
2.90 Cup bening
2.80
2.70
2.60
2.50
0 1 2 3 4

Minggu ke-

Gambar 22. Grafik skor hedonik untuk parameter rasa

Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan


pada Lampiran 22, pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter
rasa karena nilai Sig (0.085) > (0.05). Sedangkan pada Lampiran
25, perlakuan kemasan cup bening berpengaruh nyata terhadap

51
nilai kesukaan panelis untuk parameter rasa (p < 0.05). Pengaruh
kemasan cup bening selama penyimpanan mulai terlihat pada
minggu 3. Pada minggu 2 rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap
parameter rasa sebesar 3.104, sedangkan pada minggu 3 nilai
kesukaan panelis menurun menjadi 2.854. Hasil di atas
mengindikasikan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh
cup putih cenderung tidak berubah jika dibandingkan teh cup
bening. Skor kesukaan terbesar adalah 3.330 pada minggu ke-0.
Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh
dipengaruhi oleh perubahan komponen polifenol. Jika skor hedonik
rasa dihubungan dengan hasil analisis komponen polifenol,
ternyata terdapat hubungan linier diantara keduanya. Hasil tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 28. Nilai R2 yang paling besar
ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar theaflavin dan skor
hedonik rasa dengan nilai R2 0.8166. Sedangkan nilai R2 paling
rendah ditunjukkan pada grafik korelasi antara total fenol dan skor
hedonik rasa dengan nilai R2 0.7455. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap rasa adalah kadar
theaflavin. Hal ini disebabkan theaflavin memberikan karakteristik
rasa sepat pada minuman teh. Semakin besar kadar theaflavin,maka
teh akan semakin sepat (Vuataz dan Vevey, 1968).

(3) Aftertaste
Parameter uji rating hedonik yang terakhir adalah
aftertaste. Gambar 23 menunjukkan nilai kesukaan panelis
terhadap aftertaste dari teh. Nilai kesukaan panelis terhadap
parameter aftertaste mengalami penurunan setiap minggu. Pada teh
dengan kemasan cup putih, nilai kesukaan panelis cenderung tidak
berubah. Sedangkan cup bening, nilai kesukaan panelis cenderung
menurun setiap minggu. Perubahan nilai kesukaan terhadap
aftertaste cukup signifikan, yaitu 3.313 (minggu 0) menjadi 2.771
(minggu 1).

52
Hasil di atas menunjukkan bahwa aftertaste teh pada cup
putih lebih stabil dibandingkan teh cup bening. Hal itu disebabkan
teh dengan kemasan cup bening lebih mudah terpapar oleh cahaya
sehingga komponen polifenol lebih mudah teroksidasi menjadi
theaflavin. Semakin tinggi kadar theaflavin dalam teh maka teh
akan semakin sepat sehingga aftertaste teh menjadi lebih pahit. Hal
ini akan mempengaruhi penilaian panelis terhadap aftertaste teh.

3.40

3.30
Sko r h ed o n ik aftertaste

3.20
3.10
3.00 Cup putih
2.90 Cup bening
2.80

2.70
2.60
2.50
0 1 2 3 4

Minggu ke-

Gambar 23. Grafik skor hedonik untuk parameter aftertaste

Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 23,


pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter aftertaste karena
nilai Sig (0.271) > (0.05). Pada uji lanjut Duncan juga terlihat
bahwa penilaian aftertaste setiap minggu tidak berbeda nyata.
Sedangkan pada Lampiran 26, perlakuan kemasan cup bening
berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter
aftertaste dengan nilai Sig. (0.01) < (0.05). Pada uji lanjut
Duncan, penilaian panelis terhadap aftertaste berbeda nyata setiap
minggu. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap aftertaste teh cup putih cenderung tidak berubah jika
dibandingkan teh cup bening. Skor kesukaan terbesar adalah 3.310
pada minggu ke-0.

53
Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aftertaste teh
juga dipengaruhi oleh perubahan komponen polifenol dalam teh.
Jika skor hedonik aftertaste dihubungan dengan hasil analisis
komponen polifenol, ternyata terdapat hubungan linier diantara
keduanya. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai R2
yang paling besar ditunjukkan pada grafik korelasi antara nilai pH
dan skor hedonik aftertaste dengan nilai R2 0.8652. Sedangkan
nilai R2 paling rendah ditunjukkan pada grafik korelasi antara total
fenol dan skor hedonik aftertaste dengan nilai R2 0.6852. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa adalah nilai pH.

54
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kandungan polifenol yang terdapat dalam teh mempunyai aktivitas
antioksidan yang sangat tinggi. Akan tetapi, komponen polifenol tersebut
mudah rusak oleh panas, oksigen, cahaya, logam dan bahan kimia lain. Oleh
karena itu, tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik komponen
polifenol yang terdapat dalam teh dan beberapa perlakuan untuk mengetahui
penyebab kerusakan komponen polifenol sehingga dapat dicegah
kerusakannya.
Hasil analisis pada pengaruh suhu pasteurisasi dan pH menunjukkan
bahwa kadar total fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah jika dibandingkan
dengan sebelum pasteurisasi. Sedangkan kadar theaflavin dan thearubigin
sesudah pasteurisasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum
pasteurisasi. Hal ini terjadi karena selama proses pasteurisasi, katekin
teroksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin. Pada pH asam, selisih kadar
total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin lebih kecil dibandingkan
pada pH netral. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
komponen polifenol pada teh pH asam lebih stabil dibandingkan pada teh pH
netral.
Hasil analisis pada pengaruh konsentrasi kesadahan air menunjukkan
bahwa nilai pH teh dan kadar total fenol yang diseduh dengan air sadah 0 ppm
lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan dengan konsentrasi kesadahan
yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope, dimana nilai slope pada
konsentrasi kesadahan 0 ppm lebih kecil dibandingkan konsentrasi kesadahan
yang lain. Semakin kecil nilai slope, maka kecepatan perubahan pH dan total
fenol juga semakin kecil. Hasil ini mengindikasikan bahwa air dengan
konsentrasi kesadahan yang lebih rendah dapat menjaga kestabilan komponen
polifenol.
Penelitian yang terakhir adalah pengaruh jenis kemasan dan lama
penyimpanan terhadap stabilitas komponen polifenol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai pH dan total fenol pada teh cup putih dan cup
bening mengalami penurunan selama penyimpanan. Sedangkan pada
pengukuran kadar theaflavin dan thearubigin, hasil menunjukkan peningkatan
kadar theaflavin dan thearubigin selama penyimpanan. Berdasarkan analisis
sidik ragam, interaksi pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH, total fenol, kadar theaflavin dan
thearubigin. Berdasarkan uji lanjut Duncan, tedapat perbedaan yang sangat
nyata setiap sampel. Nilai pH
Uji hedonik dilakukan terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste
selama penyimpanan satu bulan. Hasil menunjukkan bahwa pada cup putih,
perlakuan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga
parameter. Sedangkan pada teh cup bening, perlakuan lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata pada terhadap ketiga parameter. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kemasan cup putih lebih baik digunakan sebagai
kemasan minuman teh dibandingkan kemasan cup bening.

B. SARAN
Penelitian ini masih sangat terbatas. Masih banyak perlakuan lain yang
dapat dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap komponen polifenol
dalam teh. Pengaruh jenis kemasan yang mempunyai perbedaan barrier
oksigen dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh oksigen terhadap
oksidasi komponen polifenol. Pengaruh logam berat seperti Fe dan Mn juga
dapat dilakukan karena logam berat dapat mengkelat komponen polifenol,
sehingga dapat mempengaruhi kadar total fenol. Untuk uji in-depth-interview,
seharusnya dibuat kuesioner agar uji lebih terkontrol.

56
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Tea Processing Flowchart. www.planet-tea.com/tea_processing_


flowchart.html [8 Agustus 2008]

Anonim. 2007. Teh Hijau untuk Kemoterapi. http://rezakur.wordpress.com/2007/


12/07/teh-hijau-untuk-kemoterapi/ [30 Januari 2008]

Anonim. 2008. Polipropilen. http://id.wikipedi.org/wikipedia/Polipropilen/ [14


Juni 2008]

AOAC. 1995. Method of Analysis. Assosiation of Official Analytical Chemistry.


Washington D.C.

Arpah, M. 2006. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Departemen Ilmu dan


Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 1996. Air Minum dalam Kemasan. SNI 01-3553-
1996. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Burda, S. dan W. Oleszek. 2001. Antioxidant and Antiradical Activities of


Flavonoids. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 2774-2779.

Cadensas, E. dan L. Parker. 2002. Handbook of Antioxidants (2nd Ed.). Marcell


Dekker, Inc., New York, USA.

Chen, Z.Y., Q.Y. Zhu, D. Tsang, dan Y. Huang. 2001. Degradation of Green Tea
Catechins in Tea Drinks. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 :
477-482.

Davidek, J., J. Velisek, dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes During Food
Processing. Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York.

Eden. 1976. Tea. Longman Group Limited 3rd Edition, London.

Fellow, P.J. 2000. Food Processing Technology. CRC Press, New York.

Feng, Q., Y. Torii, K. Uchida, Y. Nakamura, Y. Hara, dan T. Osawa. 2002. Black
Tea Polyphenols, Theaflavins, Prevent Cellular DNA Damage by
Inhibiting Oxidative Stress and Suppressing Cytochrome P450 1A1 in Cell
Cultures. Journal Agricultural and Food Chemistry 50 : 213-220.

Hariyadi, P., F. Kusnandar, dan N. Wulandari. 2006. Teknologi Pengalengan


Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.

57
Heldman, S.D. dan R. P. Singh. 2001. Introduction of Food Engineering. Di
dalam : Sari, M.P. 2007. Evaluasi Pengawet dan Perlakuan Panas
Terhadap Mutu Minuman Kopi dalam Kemasan Cup di PT. Garudafood.
Skripsi. FATETA, IPB, Bogor.

Herbal, L. 2008. Teh Hijau Sebagai Antioksidan Alami. http://www.mail-


archive.com/indonesia-online@yahoogroups.com/msg00097.html [17 Juni
2008]

Holdworth, S.D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Di dalam : Sari,


M.P. 2007. Evaluasi Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu
Minuman Kopi dalam Kemasan Cup di PT. Garudafood. Skripsi.
FATETA, IPB, Bogor.

Lelani Y.R. 1995. Optimasi Kondisi Ekstraksi Teh Wangi pada Industri Teh
Botol. FATETA, IPB, Bogor.

Machmud, I. 2006. Cerita Tentang Teh di Indonesia: Peluang Terbuka Luas.


http://www.rsi.sg/indonesian/ruangbisnis/view/20060713201700/1/.html
[17 Juni 2008]

Meilgaard, M., Gail V.C., dan B.T Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd
Edition. CRC Press, New York.

Miean, K.H. dan S. Mohamed. 2001. Flavonoid (Myricetin, Quercetin,


Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants.
Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 3106-3112.

Nasution, M.Z. dan W. Tjiptadi. 1975. Pengolahan Teh. Departemen Teknologi


Hasil Pertanian, FATEMETA, IPB, Bogor.

Pambudi, J. 2004. Potensi Teh Sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya dalam
Kesehatan. http://www.ipard.com/art_perkebun/Jul04-06_jp.asp [30
Januari 2008]

Rahayu, W.P. dan M. Arpah. 2004. Pengetahuan Kemasan Plastik (Produk


Industri Pangan dan Jasaboga). Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
FATETA, IPB, Bogor.

Robertson, A. 1992. The Chemistry and Biochemistry of Black Tea Production


The Non-Volatiles. Di dalam: Wilson, K.C. dan M.N. Clifford. Tea
Cultivation to Consumption. Chapman and Hall, London.

Rohdiana, D. 2006. Menyeduh Teh dengan Baik, Benar, dan Menyehatkan.


http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/122006/07/cakrawala/lainnya
02.htm [30 Januari 2008]

58
Rohdiana, D. 2007. Teh Hitam dan Antioksidan. www.ritc.or.id/files/rohdiana_
Teh_Hitam_dan_Antioksidan.pdf [14 Juni 2008]

Sanderson, G.W., A.C. Hoefler, H.N. Graham, dan P. Coggon. Thomas J. Lipton,
Inc. 27 September 1977. Cold Water Extractable Tea Leaf and Process.
US Patent 4.051.264.

Seeram, N.P. dan M.G. Nair. 2002. Inhibition of Lipid Peroxidation and Structure
Activity-Related Studies of The Dietary Constituents Anthocyanins,
Anthocyanidins, and Catechins. Journal of Agriculture and Food
Chemistry 50 : 5308-5312.

Shahidi, F. dan M. Naczk. 2004. Phenolics in Food and Nutraceuticals. CRC Press
LLC, USA.

Sofia, D. 2002. Antioksidan dan Radikal Bebas. http://www.chem-is-try.org/?sect


=artikel&ext=81 [14 juni 2008]

Spiller, G.A. 1998. Caffeinne. CRC Press LLC, USA.

Syarief, R. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan


Gizi, FATETA, IPB, Bogor.

Trubus. 2006. Ritual Demi Katekin. http://www.trubus-online.co.id/mod.php?


mod=publisher&op= viewarticle&cid=8&artid=162 [14 juni 2008]

Tuminah, S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K. var Assamica (Mast)] Sebagai
Salah Satu Sumber Antioksidan.http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/
144_16AntioxidantTea.pdf/144_16 AntioxidantTea.html [14 Juni 2008]

Varnam, A.H. dan J.P. Sutherland. 1994. Beverages : Technology, Chemistry, and
Microbiology. Chapman and Hall, London, UK.

Vuataz, L., Vevey, dan A. Giddey. Swiss Company. 11 November 1969.


Preparation of Tea Extract From Unfermented Tea.. US Patent 3.477.854.

Vuataz, L. dan Vevey. Corporation of Switzerland. 9 Juli 1968. Fermentation of


Tea. US Patent 3.392.028.

Winarno, F.G. 1973. Air untuk Industri Pangan. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian, FATEMETA, IPB, Bogor.

____________. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT. Gramedia,


Jakarta.

59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva standar total fenol

[Asam tanat]
Ulangan Absorbansi Rata2
ppm
1 0.1031
10 2 0.1031 0.1032
3 0.1033
1 0.2469
25 2 0.2469 0.2469
3 0.2469
1 0.4824
50 2 0.4830 0.4827
3 0.4827
1 0.8982
100 2 0.8984 0.8983
3 0.8984

1.0000
0.9000
0.8000
0.7000
Absorbansi

0.6000
0.5000
0.4000
y = 0.0088x + 0.0255
0.3000
R 2 = 0.9987
0.2000
0.1000
0.0000
0 20 40 60 80 100 120

[Asam tanat] ppm

60
Lampiran 2. Laju distribusi panas

Waktu Suhu (C)


(menit) T1 T2 T3 T4 T5
5 86.0 87.0 88.0 85.5 86.8
10 88.0 89.0 90.0 88.5 88.0
15 89.8 91.0 91.5 90.0 90.0
20 91.9 91.9 92.2 90.3 91.2
25 91.2 92.0 92.8 90.8 91.8
30 91.9 92.0 93.0 91.0 92.0
35 91.9 92.3 93.1 91.2 92.0
40 92.0 92.5 93.3 91.4 92.0
45 92.0 92.5 93.3 91.5 92.0
50 92.0 92.1 93.5 91.8 92.0
55 92.0 92.0 93.1 91.8 92.0
60 92.0 92.0 93.3 91.9 92.3
65 92.0 91.0 93.0 91.0 92.0
70 92.0 92.0 93.5 92.0 92.9
75 92.3 92.1 94.0 92.3 93.0
80 92.5 92.5 94.0 92.8 93.1
85 92.8 92.5 94.1 92.9 93.1
90 92.8 92.5 94.1 92.9 93.1
95 92.5 92.5 94.0 92.2 93.0
100 92.5 92.3 94.0 92.1 92.0
105 92.0 92.0 94.0 92.0 92.9
110 92.0 92.0 94.0 92.0 92.9
115 92.0 92.0 94.0 92.0 93.0

Posisi termometer :
T2 T1
T4
T3 T5

61
Lampiran 3. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC

Waktu Suhu Waktu Suhu


(menit) (oC) (menit) (oC)
0 25 21 82
1 57 22 82
2 67 23 82
3 71 24 82
4 74 25 82
5 76 26 83
6 77 27 82
7 78 28 82
8 79 29 82
9 79 30 83
10 80 31 52
11 80 32 49
12 81 33 44
13 81 34 39
14 81 35 36
15 82 36 34
16 82 37 32
17 82 38 31
18 82 39 30
19 82 40 29
20 82

Keterangan :
Suhu awal = 25 oC
Jumlah cup = 5 cup @ 200 ml
t = 1 menit

62
Lampiran 4a. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu

Waktu 40 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 25 77.0 0.0000001778 1
1 57 134.6 0.0007079458 1 0.0003541
2 67 152.6 0.0094406088 1 0.0050743
3 71 159.8 0.0266072506 1 0.0180239
4 74 165.2 0.0578761988 1 0.0422417
5 76 168.8 0.0971627952 1 0.0775195
6 77 170.6 0.1258925412 1 0.1115277
7 78 172.4 0.1631172909 1 0.1445049
8 79 174.2 0.2113489040 1 0.1872331
9 79 174.2 0.2113489040 1 0.2113489
10 80 176.0 0.2738419634 1 0.2425954
11 80 176.0 0.2738419634 1 0.2738420
12 81 177.8 0.3548133892 1 0.3143277
13 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
14 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
15 82 179.6 0.4597269885 1 0.4072702
16 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
17 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
18 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
19 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
20 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
21 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
22 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
23 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
24 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
25 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
26 83 181.4 0.5956621435 1 0.5276946
27 82 179.6 0.4597269885 1 0.5276946
28 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
29 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
30 83 181.4 0.5956621435 1 0.5276946
31 52 125.6 0.0001938653 1 0.2979280
32 49 120.2 0.0000891251 1 0.0001415
33 44 111.2 0.0000244062 1 0.0000568
34 39 102.2 0.0000066834 1 0.0000155
35 36 96.8 0.0000030726 1 0.0000049
36 34 93.2 0.0000018302 1 0.0000025
37 32 89.6 0.0000010902 1 0.0000015
38 31 87.8 0.0000008414 1 0.0000010
39 30 86.0 0.0000006494 1 0.0000007
40 29 84.2 0.0000005012 1 0.0000006
Total Fo 10.1434509030 10.1434506

63
Lampiran 4b. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu

Waktu 30 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 25 77.0 0.0000001778 1
1 57 134.6 0.0007079458 1 0.0003541
2 67 152.6 0.0094406088 1 0.0050743
3 71 159.8 0.0266072506 1 0.0180239
4 74 165.2 0.0578761988 1 0.0422417
5 76 168.8 0.0971627952 1 0.0775195
6 77 170.6 0.1258925412 1 0.1115277
7 78 172.4 0.1631172909 1 0.1445049
8 79 174.2 0.2113489040 1 0.1872331
9 79 174.2 0.2113489040 1 0.2113489
10 80 176.0 0.2738419634 1 0.2425954
11 80 176.0 0.2738419634 1 0.2738420
12 81 177.8 0.3548133892 1 0.3143277
13 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
14 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
15 82 179.6 0.4597269885 1 0.4072702
16 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
17 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
18 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
19 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
20 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
21 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
22 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
23 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
24 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
25 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
26 83 181.4 0.5956621435 1 0.5276946
27 82 179.6 0.4597269885 1 0.5276946
28 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
29 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
30 83 181.4 0.5956621435 1 0.5276946
Total Fo 10.1431288381 9.8452977

64
Lampiran 4c. Nilai Fo suhu 85 oC pada berbagai waktu

Waktu 20 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 25 77.0 0.0000001778 1
1 57 134.6 0.0007079458 1 0.0003541
2 67 152.6 0.0094406088 1 0.0050743
3 71 159.8 0.0266072506 1 0.0180239
4 74 165.2 0.0578761988 1 0.0422417
5 76 168.8 0.0971627952 1 0.0775195
6 77 170.6 0.1258925412 1 0.1115277
7 78 172.4 0.1631172909 1 0.1445049
8 79 174.2 0.2113489040 1 0.1872331
9 79 174.2 0.2113489040 1 0.2113489
10 80 176.0 0.2738419634 1 0.2425954
11 80 176.0 0.2738419634 1 0.2738420
12 81 177.8 0.3548133892 1 0.3143277
13 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
14 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
15 82 179.6 0.4597269885 1 0.4072702
16 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
17 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
18 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
19 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
20 82 179.6 0.4597269885 1 0.4597270
Total Fo 5.2739886428 5.0441251

Waktu 15 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 25 77.0 0.0000001778 1
1 57 134.6 0.0007079458 1 0.0003541
2 67 152.6 0.0094406088 1 0.0050743
3 71 159.8 0.0266072506 1 0.0180239
4 74 165.2 0.0578761988 1 0.0422417
5 76 168.8 0.0971627952 1 0.0775195
6 77 170.6 0.1258925412 1 0.1115277
7 78 172.4 0.1631172909 1 0.1445049
8 79 174.2 0.2113489040 1 0.1872331
9 79 174.2 0.2113489040 1 0.2113489
10 80 176.0 0.2738419634 1 0.2425954
11 80 176.0 0.2738419634 1 0.2738420
12 81 177.8 0.3548133892 1 0.3143277
13 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
14 81 177.8 0.3548133892 1 0.3548134
15 82 179.6 0.4597269885 1 0.4072702
Total Fo 2.9753537001 2.7454901
Keterangan :
T ref = 85 oC = 185 oF
Nilai Z = 16 oF
Waktu ref = 0.5 menit x 5D = 2.5 menit

65
Lampiran 5. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC

Waktu Suhu Waktu Suhu


(menit) (oC) (menit) (oC)
0 26 21 92
1 60 22 92
2 73 23 92
3 78 24 93
4 82 25 92
5 84 26 93
6 86 27 92
7 88 28 93
8 88 29 92
9 89 30 93
10 90 31 77
11 91 32 69
12 91 33 56
13 92 34 50
14 91 35 45
15 92 36 43
16 92 37 37
17 92 38 36
18 92 39 34
19 92 40 33
20 92

Keterangan :
Suhu awal produk = 26 oC
Jumlah cup = 5 cup besar @ 200 ml
t = 1 menit

66
Lampiran 6a. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu

Waktu 40 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 1
1 60 140.0 0.0015399265 1 0.0007701
2 73 163.4 0.0446683592 1 0.0231041
3 78 172.4 0.1631172909 1 0.1038928
4 82 179.6 0.4597269885 1 0.3114221
5 84 183.2 0.7717915156 1 0.6157593
6 86 186.8 1.2956866975 1 1.0337391
7 88 190.4 2.1752040340 1 1.7354454
8 88 190.4 2.1752040340 1 2.1752040
9 89 192.2 2.8183829313 1 2.4967935
10 90 194.0 3.6517412725 1 3.2350621
11 91 195.8 4.7315125896 1 4.1916269
12 91 195.8 4.7315125896 1 4.7315126
13 92 197.6 6.1305579215 1 5.4310353
14 91 195.8 4.7315125896 1 5.4310353
15 92 197.6 6.1305579215 1 5.4310353
16 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
17 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
18 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
19 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
20 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
21 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
22 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
23 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
24 93 199.4 7.9432823472 1 7.0369201
25 92 197.6 6.1305579215 1 7.0369201
26 93 199.4 7.9432823472 1 7.0369201
27 92 197.6 6.1305579215 1 7.0369201
28 93 199.4 7.9432823472 1 7.0369201
29 92 197.6 6.1305579215 1 7.0369201
30 93 199.4 7.9432823472 1 7.0369201
31 77 170.6 0.1258925412 1 4.0345874
32 69 156.2 0.0158489319 1 0.0708707
33 56 132.8 0.0005463865 1 0.0081977
34 50 122.0 0.0001154782 1 0.0003309
35 45 113.0 0.0000316228 1 0.0000736
36 43 109.4 0.0000188365 1 0.0000252
37 37 98.6 0.0000039811 1 0.0000114
38 36 96.8 0.0000030726 1 0.0000035
39 34 93.2 0.0000018302 1 0.0000025
40 33 91.4 0.0000014125 1 0.0000016
Total Fo 139.3644475113 139.3644467

67
Lampiran 6b. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu

Waktu 20 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 1
1 60 140.0 0.0015399265 1 0.0007701
2 73 163.4 0.0446683592 1 0.0231041
3 78 172.4 0.1631172909 1 0.1038928
4 82 179.6 0.4597269885 1 0.3114221
5 84 183.2 0.7717915156 1 0.6157593
6 86 186.8 1.2956866975 1 1.0337391
7 88 190.4 2.1752040340 1 1.7354454
8 88 190.4 2.1752040340 1 2.1752040
9 89 192.2 2.8183829313 1 2.4967935
10 90 194.0 3.6517412725 1 3.2350621
11 91 195.8 4.7315125896 1 4.1916269
12 91 195.8 4.7315125896 1 4.7315126
13 92 197.6 6.1305579215 1 5.4310353
14 91 195.8 4.7315125896 1 5.4310353
15 92 197.6 6.1305579215 1 5.4310353
16 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
17 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
18 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
19 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
20 92 197.6 6.1305579215 1 6.1305579
Total Fo 70.6655064999 67.6002274

Waktu 10 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 1
1 60 140.0 0.0015399265 1 0.0007701
2 73 163.4 0.0446683592 1 0.0231041
3 78 172.4 0.1631172909 1 0.1038928
4 82 179.6 0.4597269885 1 0.3114221
5 84 183.2 0.7717915156 1 0.6157593
6 86 186.8 1.2956866975 1 1.0337391
7 88 190.4 2.1752040340 1 1.7354454
8 88 190.4 2.1752040340 1 2.1752040
9 89 192.2 2.8183829313 1 2.4967935
10 90 194.0 3.6517412725 1 3.2350621
Total Fo 13.5570632806 11.7311925

68
Lampiran 6c. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu

Waktu 7 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 1
1 60 140.0 0.0015399265 1 0.0007701
2 73 163.4 0.0446683592 1 0.0231041
3 78 172.4 0.1631172909 1 0.1038928
4 82 179.6 0.4597269885 1 0.3114221
5 84 183.2 0.7717915156 1 0.6157593
6 86 186.8 1.2956866975 1 1.0337391
7 88 190.4 2.1752040340 1 1.7354454
Total Fo 4.9117350427 3.8241329

Waktu 6 menit
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 1
1 60 140.0 0.0015399265 1 0.0007701
2 73 163.4 0.0446683592 1 0.0231041
3 78 172.4 0.1631172909 1 0.1038928
4 82 179.6 0.4597269885 1 0.3114221
5 84 183.2 0.7717915156 1 0.6157593
6 86 186.8 1.2956866975 1 1.0337391
Total Fo 2.7365310087 2.0886875

Keterangan :
T ref = 85 oC = 185 oF
Nilai Z = 16 oF
Waktu ref = 0.5 menit x 5D = 2.5 menit

69
Lampiran 7a. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral

Suhu 85 oC
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 25 77.0 0.0000001778 0.5
0.5 43 109.4 0.0000188365 0.5 0.0000048
1 56 132.8 0.0005463865 0.5 0.0001413
1.5 62 143.6 0.0025852348 0.5 0.0007829
2 66 150.8 0.0072861817 0.5 0.0024679
2.5 70 158.0 0.0205352503 0.5 0.0069554
3 72 161.6 0.0344746607 0.5 0.0137525
3.5 74 165.2 0.0578761988 0.5 0.0230877
4 75 167.0 0.0749894209 0.5 0.0332164
4.5 76 168.8 0.0971627952 0.5 0.0430381
5 77 170.6 0.1258925412 0.5 0.0557638
5.5 78 172.4 0.1631172909 0.5 0.0722525
6 78 172.4 0.1631172909 0.5 0.0815586
6.5 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.0936165
7 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.1056745
7.5 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.1056745
8 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1212977
8.5 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1369210
9 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1369210
9.5 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1369210
10 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1571638
10.5 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
11 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
11.5 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
12 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
12.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2036351
13 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
13.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
14 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
14.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
15 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
15.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
Total Fo 2.8318302212 3.6196546

70
Lampiran 7b. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral

Suhu 95 oC
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 27 80.6 0.0000002985 0.5
0.5 51 123.8 0.0001496236 0.5 0.0000375
1 62 143.6 0.0025852348 0.5 0.0006837
1.5 70 158.0 0.0205352503 0.5 0.0057801
2 75 167.0 0.0749894209 0.5 0.0238812
2.5 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.0715846
3 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1415406
3.5 83 181.4 0.5956621435 0.5 0.2376189
4 84 183.2 0.7717915156 0.5 0.3418634
4.5 85 185.0 1.0000000000 0.5 0.4429479
5 86 186.8 1.2956866975 0.5 0.5739217
5.5 87 188.6 1.6788040181 0.5 0.7436227
6 87 188.6 1.6788040181 0.5 0.8394020
Total Fo 7.6851705142 3.4228842

71
Lampiran 8a. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam

Suhu 85 oC
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 26 78.8 0.0000002304 0.5
0.5 37 98.6 0.0000039811 0.5 0.0000011
1 50 122.0 0.0001154782 0.5 0.0000299
1.5 57 134.6 0.0007079458 0.5 0.0002059
2 62 143.6 0.0025852348 0.5 0.0008233
2.5 66 150.8 0.0072861817 0.5 0.0024679
3 69 156.2 0.0158489319 0.5 0.0057838
3.5 71 159.8 0.0266072506 0.5 0.0106140
4 73 163.4 0.0446683592 0.5 0.0178189
4.5 75 167.0 0.0749894209 0.5 0.0299144
5 76 168.8 0.0971627952 0.5 0.0430381
5.5 77 170.6 0.1258925412 0.5 0.0557638
6 78 172.4 0.1631172909 0.5 0.0722525
6.5 78 172.4 0.1631172909 0.5 0.0815586
7 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.0936165
7.5 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.1056745
8 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1212977
8.5 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1369210
9 80 176.0 0.2738419634 0.5 0.1369210
9.5 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1571638
10 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
10.5 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
11 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
11.5 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
12 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1774067
12.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2036351
13 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
13.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
14 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
14.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
15 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
15.5 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
16 82 179.6 0.4597269885 0.5 0.2298635
Total Fo 2.6759534096 3.7715796

72
Lampiran 8b. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam

Suhu 95 oC
Waktu Suhu Suhu
LR t Fo
(menit) (oC) (oF)
0 27 80.6 0.0000002985 0.5
0.5 43 109.4 0.0000188365 0.5 0.0000048
1 56 132.8 0.0005463865 0.5 0.0001413
1.5 64 147.2 0.0043401026 0.5 0.0012216
2 70 158.0 0.0205352503 0.5 0.0062188
2.5 74 165.2 0.0578761988 0.5 0.0196029
3 77 170.6 0.1258925412 0.5 0.0459422
3.5 79 174.2 0.2113489040 0.5 0.0843104
4 81 177.8 0.3548133892 0.5 0.1415406
4.5 83 181.4 0.5956621435 0.5 0.2376189
5 84 183.2 0.7717915156 0.5 0.3418634
5.5 85 185.0 1.0000000000 0.5 0.4429479
6 86 186.8 1.2956866975 0.5 0.5739217
6.5 87 188.6 1.6788040181 0.5 0.7436227
7 87 188.6 1.6788040181 0.5 0.8394020
Total Fo 6.1173162825 3.4783591

73
Lampiran 9. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 0 ppm

Pengamatan Nilai pH Total fenol (ppm)


Hari 0 4.95 419.02
Hari 3 4.91 408.98
Hari 7 4.84 399.66

Lampiran 10. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 50
ppm

Pengamatan Nilai pH Total fenol (ppm)


Hari 0 4.87 422.42
Hari 3 4.81 417.12
Hari 7 4.76 403.90

Lampiran 11. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 100
ppm

Pengamatan Nilai pH Total fenol (ppm)


Hari 0 4.82 496.78
Hari 3 4.67 427.31
Hari 7 4.58 411.67

74
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan
kesadahan terhadap nilai pH teh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 115100.55
414.362(a) 9 46.040 .000
6
Waktu .062 2 .031 77.042 .000
Hardness .141 2 .070 176.167 .000
Waktu * Hardness .015 4 .004 9.521 .003
Error .004 9 .000
Total 414.366 18
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Waktu*Hardness
Homogeneous Subsets
pH

Duncan
N Subset
Sampel 1 2 3 4 5 1
I 2 4.5800
F 2 4.6650
H 2 4.7550
E 2 4.8050
C 2 4.8150
B 2 4.8400
G 2 4.8400
D 2 4.9200
A 2 4.9500
Sig. 1.000 1.000 1.000 .136 .168
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.

Keterangan :
A = pengamatan hari ke-0 pada hardness 0 ppm
B = pengamatan hari ke-0 pada hardness 50 ppm
C = pengamatan hari ke-0 pada hardness 100 ppm
D = pengamatan hari ke-3 pada hardness 0 ppm
E = pengamatan hari ke-3 pada hardness 50 ppm
F = pengamatan hari ke-3 pada hardness 100 ppm
G = pengamatan hari ke-7 pada hardness 0 ppm
H = pengamatan hari ke-7 pada hardness 50 ppm
I = pengamatan hari ke-7 pada hardness 100 ppm

75
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan kesadahan terhadap kadar total fenol teh
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Fenol
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 14755316.
3234365.357(a) 9 359373.929 .000
408
Waktu 108889.79
5304.143 2 2652.071 .000
2
Hardness 4569.736 2 2284.868 93813.006 .000
Waktu * Hardness 3684.878 4 921.219 37823.789 .000
Error .219 9 .024
Total 3234365.576 18
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Tests Waktu*Hardness Homogeneous Subsets


Fenol
Duncan
N Subset
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
G 2 399.7200
H 2 403.7500
D 2 409.0300
I 2 411.7050
E 2 417.1050
A 2 419.0350
B 2 422.3850
F 2 427.3300
C 2 496.9900
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .024.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.

76
Lampiran 14. Hasil analisis stability teh kemasan cup putih

Total fenol Kadar Kadar


Pengamatan Nilai pH
(ppm) Theflavin (%) Thearubigin (%)
Minggu 0 3.53 432.31 2.69 16.47
Minggu 1 3.48 425.83 2.82 17.28
Minggu 2 3.44 417.77 2.92 17.72
Minggu 3 3.22 415.80 3.25 20.06
Minggu 4 3.14 410.42 3.64 22.12

Lampiran 15. Hasil analisis stability teh kemasan cup bening

Total fenol Kadar Kadar


Pengamatan Nilai pH
(ppm) Theflavin (%) Thearubigin (%)
Minggu 0 3.63 419.85 2.58 15.66
Minggu 1 3.38 418..30 3.54 21.53
Minggu 2 3.05 410.38 3.66 22.81
Minggu 3 2.95 404.73 3.78 23.25
Minggu 4 2.98 405.34 3.83 23.53

77
Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai pH

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: pH
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 215.984(a) 10 21.598 89993.250 .000
Waktu .807 4 .202 840.490 .000
Cup .138 1 .138 574.083 .000
Waktu * Cup .133 4 .033 139.031 .000
Error .002 10 .000
Total 215.986 20
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Waktu*Cup Homogeneous Subsets


pH
Duncan
N Subset
Waktu*Cup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
H 2 2.9450
J 2 2.9750
F 2 3.0500
I 2 3.1400
G 2 3.2150
D 2 3.3800
E 2 3.4400
C 2 3.4800
A 2 3.5300
B 2 3.6250
Sig. .082 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.
78
Lampiranv 17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap total fenol
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Fenol
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 11385509.
3463472.091(a) 10 346347.209 .000
832
Waktu 970.430 4 242.607 7975.259 .000
Cup 378.798 1 378.798 12452.271 .000
Waktu * Cup 37.676 4 9.419 309.631 .000
Error .304 10 .030
Total 3463472.395 20
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Waktu*Cup Homogeneous Subsets


Fenol
Duncan
N Subset
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
H 2 404.7750
J 2 405.3400
F 2 410.2850
I 2 410.4550
G 2 415.8000
E 2 417.5000
D 2 418.3000
B 2 419.8300
C 2 425.7950
A 2 432.5000
Sig. 1.000 1.000 .353 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .030.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.
79
Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis
kemasan terhadap kadar theaflavin
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Theaflavin


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 218.040(a) 10 21.804 1146.069 .000
Waktu 2.727 4 .682 35.841 .000
Cup .861 1 .861 45.263 .000
Waktu * Cup .528 4 .132 6.934 .006
Error .190 10 .019
Total 218.230 20
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Waktu*Cup
Homogeneous Subsets
Theaflavin

Duncan
N Subset
Waktu*Cup 1 2 3 4 1
B 2 2.5850
A 2 2.6900 2.6900
C 2 2.8250 2.8250
E 2 2.9150
G 2 3.2500
D 2 3.5400 3.5400
I 2 3.6350
F 2 3.6550
H 2 3.7800
J 2 3.8300
Sig. .127 .150 .062 .082
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .019.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.

Keterangan :
A = pengamatan minggu ke -0 pada cup putih
B = pengamatan minggu ke -0 pada cup bening
C = pengamatan minggu ke -1 pada cup putih
D = pengamatan minggu ke -1 pada cup bening
E = pengamatan minggu ke -2 pada cup putih
F = pengamatan minggu ke -2 pada cup bening
G = pengamatan minggu ke -3 pada cup putih
H = pengamatan minggu ke -3 pada cup bening
I = pengamatan minggu ke -4 pada cup putih
J = pengamatan minggu ke -4 pada cup bening

80
Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis
kemasan terhadap kadar thearubigin
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Thearubigin


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 8198.262(a) 10 819.826 1078.584 .000
Waktu 106.582 4 26.646 35.056 .000
Cup 34.506 1 34.506 45.396 .000
Waktu * Cup 22.336 4 5.584 7.347 .005
Error 7.601 10 .760
Total 8205.863 20
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Waktu*Cup
Homogeneous Subsets
Thearubigin

Duncan
N Subset
Waktu*Cup 1 2 3 1
B 2 15.6600
A 2 16.4700
C 2 17.2800
E 2 17.7150
G 2 20.0600
D 2 21.5300 21.5300
I 2 22.1250
F 2 22.8100
H 2 23.2500
J 2 23.5350
Sig. .052 .123 .061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .760.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.

Keterangan :
A = pengamatan minggu ke -0 pada cup putih
B = pengamatan minggu ke -0 pada cup bening
C = pengamatan minggu ke -1 pada cup putih
D = pengamatan minggu ke -1 pada cup bening
E = pengamatan minggu ke -2 pada cup putih
F = pengamatan minggu ke -2 pada cup bening
G = pengamatan minggu ke -3 pada cup putih
H = pengamatan minggu ke -3 pada cup bening
I = pengamatan minggu ke -4 pada cup putih
J = pengamatan minggu ke -4 pada cup bening

81
Lampiran 20. Form uji hedonik teh

Nama : Nama :
Tanggal : Tanggal :
Produk : Blackcurrant Tea Produk : Blackcurrant Tea
Instruksi : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan Instruksi : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan
skor : 1= Sangat tidak suka 4= Suka skor : 1= Sangat tidak suka 4= Suka
2= Tidak suka 5= Suka sekali 2= Tidak suka 5= Suka sekali
3= Antara suka dan tidak suka 3= Antara suka dan tidak suka
Kode Aroma Rasa keseluruhan Aftertaste Kode Aroma Rasa keseluruhan Aftertaste

Ketepatan Rasa Manis = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih Ketepatan Rasa Manis = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih
Ketepatan Rasa Asam = ( ) Kurang ( ) Tepat ( ) berlebih Ketepatan Rasa Asam = ( ) Kurang ( ) Tepat ( ) berlebih
Ketepatan Rasa Sepet = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih Ketepatan Rasa Sepet = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih
Komentar : Komentar :



Terimakasih atas partisipasinya. : ) Terimakasih atas partisipasinya. : )

82
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik aroma teh cup putih

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor aroma


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1503.512(a) 28 53.697 282.494 .000
PANELIS 4.367 23 .190 .999 .475
SAMPEL 1.013 4 .253 1.332 .264
Error 17.488 92 .190
Total 1521.000 120
a R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .985)

Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik rasa teh cup putih

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor rasa


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1253.308(a) 28 44.761 175.671 .000
PANELIS 6.298 23 .274 1.075 .388
SAMPEL 2.158 4 .540 2.118 .085
Error 23.442 92 .255
Total 1276.750 120
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .976)

Sampel
Homogeneous Subsets
Skor rasa

N Subset
SAMPEL 1 2 1
Minggu 4 24 2.958
Minggu 3 24 3.250
a,b
Minggu 2 24 3.271
Duncan
Minggu 1 24 3.292
Minggu 0 24 3.333
Sig. 1.000 .609
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .255.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = .05.

83
Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik aftertaste teh cup putih

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor aftertaste


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1138.383(a) 28 40.657 160.074 .000
PANELIS 11.581 23 .504 1.983 .012
SAMPEL 1.333 4 .333 1.312 .271
Error 23.367 92 .254
Total 1161.750 120
a R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .974)

Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik aroma teh cup bening

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor aroma


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1376.217(a) 28 49.151 184.315 .000
PANELIS 7.748 23 .337 1.263 .216
SAMPEL 4.967 4 1.242 4.656 .002
Error 24.533 92 .267
Total 1400.750 120
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .977)

Sampel
Homogeneous Subsets
Skor aroma

N Subset
SAMPEL 1 2 1
Minggu 4 24 3.146
Minggu 3 24 3.292
a,b
Minggu 2 24 3.292
Duncan
Minggu 1 24 3.375
Minggu 0 24 3.750
Sig. .166 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .267.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = .05.

84
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik rasa teh cup bening

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor rasa


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1117.854(a) 28 39.923 224.017 .000
PANELIS 5.781 23 .251 1.410 .127
SAMPEL 4.904 4 1.226 6.880 .000
Error 16.396 92 .178
Total 1134.250 120
a R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)

Sampel
Homogeneous Subsets
Skor rasa

N Subset
SAMPEL 1 2 1
Minggu 4 24 2.771
Minggu 3 24 2.854
a,b
Minggu 2 24 3.104
Duncan
Minggu 1 24 3.125
Minggu 0 24 3.333
Sig. .496 .078
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .178.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = .05.

85
Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap
skor hedonik aftertaste teh cup bening

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor aftertaste


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 1085.904(a) 28 38.782 182.078 .000
PANELIS 7.592 23 .330 1.550 .074
SAMPEL 4.304 4 1.076 5.052 .001
Error 19.596 92 .213
Total 1105.500 120
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .977)

Sampel
Homogeneous Subsets
Skor aftertaste

N Subset
SAMPEL 1 2 3 1
Minggu 4 24 2.771
Minggu 3 24 2.875 2.875
a,b
Minggu 2 24 2.917 2.917
Duncan
Minggu 1 24 3.083 3.083
Minggu 0 24 3.313
Sig. .307 .144 .089
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .213.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = .05.

86
Lampiran 27. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aroma

3.80 3.80

y = 0.6951x + 1.1756 3.70


3.70
R2 = 0.8433
3.60 3.60

Skor Aroma
Skor Aroma

3.50 3.50
y = 0.0175x - 3.8394
3.40 3.40
R2 = 0.6857

3.30 3.30

3.20 3.20

3.10 3.10
2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 400.00 410.00 420.00 430.00 440.00
pH Total fenol

3.80 3.80

3.70 3.70

y = -0.372x + 4.6708 y = -0.0593x + 4.6425


3.60 3.60
R2 = 0.9278 R2 = 0.9301
Skor Aroma

Skor Aroma
3.50 3.50

3.40 3.40

3.30 3.30

3.20 3.20

3.10 3.10
2.50 2.75 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 15.00 17.50 20.00 22.50 25.00
TF (%) TR (%)

87
Lampiran 28. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter rasa

4.00 4.00

3.50 3.50

3.00 3.00

2.50 2.50
Skor Rasa

Skor Rasa
y = 0.741x + 0.7001 y = 0.0202x - 5.2871
2.00 2.00
R2 = 0.7825 R2 = 0.7455
1.50 1.50

1.00 1.00

0.50 0.50

0.00 0.00
2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 400.00 405.00 410.00 415.00 420.00 425.00 430.00 435.00
pH Total fenol

4.00 4.00

3.50 3.50

3.00 3.00

2.50 2.50
Skor Rasa

Skor Rasa
2.00 2.00
y = -0.3862x + 4.3924 y = -0.0607x + 4.3467
1.50 1.50
R2 = 0.8166 R2 = 0.7971
1.00 1.00

0.50 0.50

0.00 0.00
2.50 2.75 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 15.00 17.50 20.00 22.50 25.00
TF (%) TR (%)

88
Lampiran 29. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aftertaste

3.40 3.40

3.30 3.30
y = 0.6302x + 0.9613 y = 0.0157x - 3.4987
3.20 3.20

Skor Aftertaste
R2 = 0.8652
Skor Aftertaste

R2 = 0.6852
3.10 3.10

3.00 3.00

2.90 2.90

2.80 2.80

2.70
2.70
2.80 2.90 3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50 3.60 3.70 400.00 410.00 420.00 430.00 440.00
pH Total fenol

3.40 3.40
y = -0.3044x + 4.0227 y = -0.0487x + 4.0031
3.30 3.30
R2 = 0.7755 R2 = 0.7831
3.20 3.20
Skor Aftertaste

Skor Aftertaste
3.10 3.10

3.00 3.00

2.90 2.90

2.80 2.80

2.70 2.70
2.50 2.75 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 15.00 17.50 20.00 22.50 25.00
TF (%) TR (%)

89

Anda mungkin juga menyukai