Bioakumulasi Plumbum Sewon
Bioakumulasi Plumbum Sewon
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioakumulasi logam berat plumbum (Pb)
pada tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus Trewavas) di kolam stabilisasi instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) Sewon, Bantul, Yogyakarta. Sampel ikan nila diambil
selama tiga bulan (April-Juni 2004) sebanyak 36 ekor yang ditangkap dari kolam
stabilisasi IPAL Sewon (12 ekor dari kolam fakultatif 1, 12 ekor dari kolam fakultatif 2,
dan 12 ekor dari kolam maturasi). Analisis kandungan Pb pada air limbah, insang, dan
daging (jaringan otot) ikan nila sampel, menggunakan atomic absorption
spectrophotometry (AAS). Kualitas air limbah yang diukur adalah pH, kandungan
oksigen terlarut (DO=dissolved oxygen), alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas. Hasil
analisis terhadap 36 ekor ikan nila sampel menunjukkan telah terjadi bioakumulasi Pb
pada insang (berkisar 9,797-54,229 ppm), dan daging (5,562-13,204 ppm) ikan tersebut,
sementara itu konsentrasi Pb pada air limbah hanya berkisar antara 0,068-0,309 ppm.
Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa bioakumulasi Pb pada insang dan
daging ikan nila sampel dipengaruhi secara nyata oleh interaksi kandungan Pb air limbah
dengan variabel kualitas air lainnya. Kandungan Pb pada air limbah mempunyai
kontribusi terbesar dalam mempengaruhi bioakumulasi pada insang, dan daging ikan
sampel. Hasil analisis ragam antar stasiun pengamatan menunjukkan bahwa kandungan
Pb pada insang tidak berbeda, tetapi kandungan Pb pada daging ikan Nila sampel berbeda
nyata.
Kata kunci: Bioakumulasi, plumbum (Pb), insang, daging, ikan nila, IPAL.
Abstract
1
showed that bioaccumulation in gills and meat was significantly correlated to the
interaction between lead content of the waste water and other variables of the water
quality.The lead content in the waste water showed greatest contribution in affecting
bioaccumulation of lead in gills and meat of the fish samples. The analysis of variance
among observation stations indicated that lead content in the gills did not show any
significant differences, however these in the meat performed an opposite result.
Key words: Bioaccumulation, lead (Pb), gills, meat, nila fish, waste water processing
plant (IPAL)
PENDAHULUAN
Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Sewon, terletak di antara Dusun Diro dan
Cepit, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. IPAL Sewon dibangun mulai Januari
1994 hingga Maret 1996 atas bantuan hibah dari Jepang melalui DPU (Departemen
Pekerjaan Umum). IPAL Sewon mengolah limbah yang berasal dari seluruh Kodya
Yogyakarta dan sekitarnya (lima Kecamatan dari Kabupaten Sleman, dan tiga Kecamatan
dari Kabupaten Bantul). Limbah yang diolah adalah limbah domestik yang berasal dari
aktivitas sehari-hari (kamar mandi, WC, dapur, cuci pakaian), apotik, rumah sakit, cuci
mobil, pabrik tekstil, batik, dan keramik. Limbah domestik secara kualitatif terdiri atas
zat organik baik padat maupun cair, bahan beracun dan berbahaya (B3), garam terlarut,
minyak, lemak, faeces, urin, virus, bakteri, sabun, detergen, dan polifosfat (Kristanto,
2002).
IPAL Sewon mengolah air limbah domestik tersebut dengan sistem laguna aerasi
fakultatif dengan tiga seri kolam stabilisasi yaitu dua kolam fakultatif 1, dua kolam
fakultatif 2, dan dua kolam maturasi. Limbah yang masuk dipompa ke grif chamber
dengan archimedian screw pumps yang dilengkapi dengan bar screen untuk melindungi
pompa dari kerusakan benda-benda besar atau sampah. Air limbah selanjutnya dialirkan
ke bak pembagi, yang sebelumnya disaring dengan saringan kasar untuk menangkap
2
ranting kayu, kantong plastik, dan sampah ringan lainnya, kemudian air limbah dialirkan
ke kolam aerasi fakultatif. Kolam fakultatif terdiri atas dua jalur rangkaian secara seri dan
air limbah dengan sistem laguna aerasi fakultatif menghasilkan lumpur di dasar kolam
aerasi fakultatif. Lumpur ini dibersihkan setiap dua tahun sekali. Air limbah dari kolam
fakultatif dialirkan ke kolam maturasi, dan untuk selanjutnya air limbah hasil olahan ini
Pengolahan air limbah di IPAL Sewon diarahkan pada pengendalian air golongan C.
Air golongan C adalah kualitas air untuk usaha pertanian dan peternakan. Parameter
untuk menentukan kualitas air golonganC ini adalah parameter suhu (t0C), pH, oksigen
terlarut (DO), kandungan oksigen biologik (BOD), karbon dioksida terlarut (COD), dan
Logam Pb sangat dikenal oleh masyarakat, karena banyak digunakan sebagai bahan
baku di berbagai pabrik, juga karena Pb merupakan logam yang banyak menimbulkan
keracunan pada makhluk hidup (Palar, 1994). Pb dan berbagai senyawanya dapat berada
di badan perairan secara alamiah maupun karena aktivitas manusia. Secara alamiah Pb
masuk ke badan perairan melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan, dan
proses korosifikasi batuan akibat hempasan gelombang dan angin. Penggunaan Pb oleh
manusia antara lain sebagai bahan tambahan pada bahan bakar bensin, baterai, cat, dan
Senyawa Pb dalam perairan bisa dalam bentuk hidroksida, oksida, karbonat, atau
senyawa sulfida. Ikatan kimia tersebut, pada pH normal cencerung stabil. Senyawa Pb
3
dalam perairan ditemukan dalam bentuk ion divalen (Pb 2+) dan ion tetravalen (Pb4+). Baik
Pb dalam bentuk divalen maupun tetravalen sama-sama berbahaya, karena pada kadar
tententu dapat berubah fungsi menjadi racun bagi kehidupan perairan. Daya racun yang
ditimbulkan oleh Pb terhadap suatu jenis biota perairan tidaklah sama, tetapi kehancuran
dari satu populasi organisme pada trofik tertentu akan menyebabkan terputusnya satu
mata rantai kehidupan. Keadaan tersebut pada tingkat tertentu dapat menghancurkan satu
tatanan ekosistem perairan (Palar, 1994). Baku mutu air golongan C untuk di Indonesia
kandungan Pb maksimum sebanyak 0,03 mg/l, di Amerika Serikat 0,05 mg/l, sedangkan
Persoalan spesifik logam berat di lingkungan adalah karena terjadi akumulasi pada
tingkatan trofik lewat rantai makanan, yang bersumber dari tanah, air, dan udara yang
telah tercemar logam berat itu. Logam berat dapat berada di perairan oleh karena aktivitas
manusia baik dari buangan rumah tangga maupun industri. Salah satu di antara logam
industri tekstil, batik, dan keramik dapat menjadi sumber pencemar Pb, juga buangan
yang mengandung Pb seperti sisa penggunaan batu baterai, sisa cat, ekskresi tinja yang
akumulasi suatu bahan kimia di dalam tubuh makhluk hidup dengan mekanisme tertentu
hingga konsentrasinya lebih tinggi daripada yang ada pada sumber di luar tubuh individu
itu. Distribusi dan akumulasi logam sangat berbeda untuk setiap organisme perairan,
tergantung pada spesies, kandungan logam dalam perairan, pH, fase pertumbuhan, dan
4
kemapuan untuk pindah tempat, serta proses bioakumulasi memerlukan waktu lebih dari
Unsur logam, termasuk Pb, dapat masuk ke dalam tubuh organisme melewati tiga
cara yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi lewat permukakan kulit. Pb adalah
termasuk logam non esensial yang tidak diregulasi di dalam tubuh organisme. Logam Pb
secara terus-menerus akan terakumulasi dalam jaringan, sehingga makin lama makin
terjadi akumulasi Pb sejalan dengan kenaikan konsentrasi Pb dalam air tersebut. Logam
Pb juga sedikit sekali diekskresi oleh organisme (Connel dan Miller, 1995).
Absorbsi ion-ion logam, termasuk Pb, oleh ikan biasanya melalui insang. Pengaruh
suatu substansi di perairan terhadap ikan, berkaitan erat dengan fungsi insang baik
sebagai organ respirasi maupun osmoregulasi. Logam Pb adalah logam berat yang terlibat
dalam proses enzimatik, diserap, didistribusi ke dalam jaringan, dan akhirnya ditimbun
dalam jaringan tertentu. Ikan merupakan komponen penting dalam studi eksperimen
mengenai efek kontaminansi terhadap ekosistem akuatik. Analisis biota air sangat penting
artinya daripada analisis air itu sendiri dalam monitoring pencemaran logam berat. Ikan
adalah organisme yang paling sering untuk bioindikator pencemaran air, karena manusia
berkepentingan secara ekonomis terhadap ikan sebagai sumber makanan. Ukuran tubuh
yang memadahi dan posisinya pada puncak trofik di sistem akuatik, juga merupakan
Isu pencemaran logam berat Pb, Hg, dan Cd di perairan Teluk Jakarta menimbulkan
tinggi. USEPA (United States Environmental Agency) mendata ada 13 elemen logam
5
berat yang merupakan bahan polusi, sedangkan elemen polusi utamanya berupa arsenik,
Di kolam stabilisasi IPAL Sewon terdapat ikan nila yang digunakan sebagai
bioindikator kualitas air limbah sebelum dibuang ke sungai Bedog. Ikan tersebut oleh
masyarakat sekitar diambil untuk dikonsumsi. Ikan ini diduga tidak sehat untuk
dikonsumsi karena kemungkinan mengandung Pb, karena Pb tidak dapat diregulasi oleh
tubuh makhluk hidup termasuk ikan, sehingga akan terakumulasi secara terus-menerus di
dalam jaringan tubuhnya. Kandungan Pb dalam tubuh ikan nila ini jika dikonsumsi akan
kesehatan.
Seberapa besar akumulasi Pb dalam tubuh ikan nila di IPAL Sewon tersebut, adalah
merupakan tujuan dilakukan penelitian ini. Informasi yang diperoleh akan menjadi sangat
penting dalam rangka pengelolaan IPAL yang lebih komprehensif, juga informasi kepada
masyarakat sekitar yang sering mengkonsumsi ikan nila yang diambil dari IPAL Sewon,
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2004 di IPAL Sewon, Bantul,
Yogyakarta. Tahap orientasi sebagai uji pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret
2004. Analisis kandungan Pb dalam air limbah, insang, dan daging ikan nila sampel
Kimia Analitik FMIPA UGM, sedangkan analisis kualitas air limbah untuk parameter pH,
6
pengukuran DO dengan cara titrasi model Winkler, pengukuran alkalinitas menggunakan
indikator warna, kesadahan diukur dengan cara titrasi EDTA, dan turbiditas diukur
dengan turbidimeter.
3 2 1
4A Kolam 4B
Fakultatif 2
5A Kolam 5B
Fakultatif 2
6A Kolam 6B
Maturasi
Variabel penentu dalam penelitian ini adalah kadar Pb pada air limbah, serta
parameter fisik dan kemik kualitas air limbah, sedangkan variabel tergayutnya adalah
kandungan Pb pada insang, dan daging ikan nila yang ditangkap di perairan laguna
stabilisasi IPAL Sewon. Sampel ikan adalah ikan nila ukuran (19 x 11 cm) beratnya
berkisar 150 gram. Sampel ikan diambil sebanyak 4 ekor per bulan per stasiun
setiap kolam stabilisasi terdiri atas 2 kolam yang tertata secara seri, maka pengambilan
sampel adalah 2 ekor dari kolam seri A, dan 2 ekor dari kolam seri B.
7
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kandungan
Pb pada air limbah masing-masing stasiun pengamatan, kandungan Pb pada insang, dan
daging ikan Nila dari masing-masing stasiun pengamatan, selama bulan Apil Juni 2004.
Regresi linier ganda digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel
kualitas air limbah dengan bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila (kandungan
Pb dalam air limbah = X1, pH = X2, suhu = X3, DO = X4, alkalinitas = X5, kesadahan =
X6, dan turbiditas air limbah = X 7; sedangkan kandungan Pb pada insang dan daging ikan
Tabel 1. Kandungan Pb Air Limbah di IPAL Sewon pada Bulan April-Juni 2004
Waktu Stasiun Kandungan Pb (ppm) Rerata
Penganbilan Pengamatan 1 2 3 4
Stasiun 1 0,172 0,460 0,385 0,218 0,173
April Stasiun 2 Ttd 0,259 0,365 0,099 0.074
Stasiun 3 Ttd 0,099 0,175 Ttd 0,068
Stasiun 1 0,365 0,684 0,168 Ttd 0,309
Mei Stasiun 2 0,259 0,099 0,365 0,365 0.181
Stasiun 3 0,259 ttd 0,365 0,259 0,221
Stasiun 1 0,099 0,277 0,159 0,159 0,304
Juni Stasiun 2 0,099 ttd 0,099 0,099 0.272
Stasiun 3 0,159 0,168 0,099 0,099 0,131
PPRI No.20 Th. 1990 0,03 mg/l
Keterangan: ttd = tidak terdeteksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air untuk nilai baku mutu air golongan C
Kandungan Pb pada air limbah IPAL Sewon selama bulan April- Juni 2004 di ketiga
stasiun pengamatan ternyata melebihi kadar maksimum air golongan C berdasar PPRI
8
pada pengukuran bulan Mei, sedangkan kandungan terendah terdapat pada Stasiun 3
Rerata kandungan Pb air limbah IPAL Sewon menunjukkan Stasiun 1 tampak lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain. Hal ini sangat mungkin karena
Stasiun 1 merupakan kolam pertama penerima air limbah sehingga material organik dan
anorganik masih tinggi. Kandungan bahan organik dan anorganik dari bahan pencemar
Sistem pengolahan air limbah di IPAL Sewon menggunakan sistem laguna aerasi
fakultatif yang terdiri atas tiga kolam stabilisasi. Kolam fakultatif merupakan kolam
kombinasi bakteri aerobik, anaerobik, dan bakteri fakultatif, yang merupakan unit kolam
pengolahan pertama dan kedua. Waktu tinggal air di dalam kolam fakultatif ini selama 5-
30 hari. Zona permukaan pada kolam fakultatif adalah zona aerobik tempat bakteri
aerobik dan alga melakukan dekomposisi, zona dasar adalah zona anaerobik yaitu tempat
terakumulasinya bahan solid yang terdekomposisi oleh bakteri aerobik. Di antara kedua
zona tersebut adalah zona intermediet atau zona fakultatif yang merupakan tempat
1972). Organik padatan dan koloid dioksidasi oleh bakteri aerobik dan bakteri fakultatif
dengan menggunakan oksigen yang diproduksi oleh alga yang tumbuh di permukaan
kolam. Karbondioksida yang dihasilkan dari oksidasi bahan organik akan menjadi sumber
karbon untuk fotosintesis alga. Bakteri anaerobik memecah bahan solid pada lapisan
lumpur yang ditunjukkan dengan produksi zat organik terlarut dan gas CO2, NH3, H2S,
9
Air limbah yang sudah cukup tinggal di kolam fakultatif, akan dialirkan ke kolam
maturasi (kolam pematangan). Fungsi dari kolam maturasi adalah mengolah air limbah
secara aerobik, karena sebagian besar limbah organik telah terambil pada unit aerobik dan
fakultatif sehingga beban zat organik sudah jauh berkurang. Kolam maturasi berfungsi
menjaga baku mutu efluen akhir sebelum di buang ke sungai Bedog. Periode tinggal di
kolam maturasi ini berkisar 510 hari, karena sebagian besar bakteri Coliform dapat
bahan pencemar di Stasiun 3. Waktu tinggal air limbah di kolam aerasi fakultatif (530
aerobik dan fakultatif, sehingga kandungan bahan organik di stasiun berikutnya menjadi
berkurang. Hal semacam juga ditunjukkan rerata pengukuran kandungan Pb air limbah
semakin turun di Stasium 2 dan di Stasiun 3, walaupun berdasar hasil analisis ragam
tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan. Hasil analisis ragam tersebut dari sisi
lain bisa dinyatakan bahwa sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan kolam
stabilisasi, baru efektif dalam meningkatkan kualitas air limbah untuk parameter pH,
suhu, DO, BOD, COD, dan SS. Pengolahan air limbah sampai pada tahap sekunder
(maturasi), belum mampu menurunkan kandungan logam berat (termasuk Pb). Perlu ada
pengolahan air limbah untuk tahap tertier, yaitu dengan penambahan sulfida untuk
mengendapkan logam-logam berat ke dasar kolam atau dengan klorinasi untuk memecah
10
Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa kandungan Pb di air limbah
berkorelasi positif terhadap bioakumulasi Pb pada insang, dan daging ikan nila sampel, (r
= 38,46 dan 9,22). Maknanya bahwa kandungan Pb pada insang dan daging ikan sampel
cenderung meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi Pb pada air limbah di IPAL
Sewon. Kandungan Pb yang tiggi pada air limbah memungkinkan terjadinya up take yang
lebih besar oleh ikan, baik melalui jalur respiratorik maupun tractus digestivus.
Hasil pengukuran kandungan Pb pada insang dan daging dari 36 sampel ikan nila,
ternyata semuanya mengandung Pb (Tabel 2). Kandungan Pb pada insang berkisar antara
9,797 54,229 ppm. Hasil analisis ragam konsentrasi Pb pada insang ikan sampel tidak
berbeda nyata (p>0,05) pada ketiga stasiun pengamatan. Rerata kandungan Pb terendah
ditemukan pada Stasiun 3, dan tertinggi pada Stasiun 1. Kandungan Pb pada insang ikan
sampel cenderung meningkat sejalan dengan bulan pengamatan. Logam berat Pb dapat
masuk dan terakumulasi dalam insang pada saat ikan melakukan respirasi. Pb yang
terlarut di air terbawa masuk dan bersentuhan dengan permukaan insang. Persentuhan
tersebut memicu produksi dan sekresi mukosa yang segera melapisi permukaan
protein plasma darah turun, sehingga daya tarik kapiler darah terhadap air juga menurun.
Akibat lebih jauh Pb yang terkandung dalam air terakumulasi di dalam jaringan bawah
substansi kimia toksik menyebabkan sel-sel lamella sekunder pada insang menjadi rusak,
11
dan hal tersebut akan mempengaruhi fungsi vital respirasi dan pengaturan kadar garam
Tabel 2. Kandungan Pb pada Insang (I) dan Daging (D) Ikan Nila di IPAL Sewon pada
Bulan April- Juni 2004
Waktu Stasiun Kandungan Pb (ppm) Rerata
Penganbilan Pengamatan 1 2 3 4 (ppm)
I D I D I D I D I D
Stasiun 1 13,472 7,430 16,432 7,888 15,135 7,932 15,206 8,270 15,061 7,880
April Stasiun 2 11,172 7,875 13,526 8,638 10,976 7,981 12,900 7,969 12,143 8,116
Stasiun 3 12,984 5,562 9,797 7,952 11,557 5,720 11,058 5,885 11,349 6,279
Stasiun 1 18,321 9,097 16,819 8,704 19,866 9,020 27.071 10,981 20,519 9,444
Mei Stasiun 2 16,418 9,211 19,579 7,766 16,833 8,588 18,854 9,018 17,921 8,646
Stasiun 3 22,846 8,262 19,826 8,383 12,080 7,258 16,291 8,708 17,761 8,153
Stasiun 1 54,299 10,113 30,480 11,394 51,948 13,204 19.984 12,329 39,178 11,760
Juni Stasiun 2 27,888 10,848 20,062 12,040 30,981 10,019 27,765 10,142 26,674 10,762
Stasiun 3 31,316 11,112 28,547 6,012 31,021 8,038 34,324 9,521 31,302 8,670
Dirjen POM 2 ppm
FAO 2 ppm
Depkes RI 4 ppm
Toksik dan letal 1 mg/hari dan 10 gr/hari
Keterangan: I = insang, D = daging. Dirjen POM, FAO, dan Depkes RI, untuk ambang batas kandungan
Pb pada makanan yang diperbolehkan. Toksik dan letal adalah kandungan Pb pada makanan
yang dapat bersifat toksik dan mematikan untuk manusia (Bowen, 1972).
Kandungan Pb pada daging ikan nila sampel menunjukkan kenaikan sejalan dengan
Pb ini terjadi karena proses absorpsi melalui kutikula dan tractus digestivus. Ikan nila
adalah omnivora, sehingga memakan semua jenis makanan yang ditemuka termasuk sisa
dengan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Senyawa kompleks Pb-
organik tersebut dapat terabsorbsi ke dalam tubuh ikan nila dan selanjutnya akan
terdistribusi ke jaringan otot (daging). Logam Pb di dalam tubuh ikan akan berikatan
dalam sel, tidak dapat diregulasi, dan tidak dapat diekskresi, sehingga bersifat
bioakumulatif.
12
Parameter fisik dan kemik kualitas air limbah IPAL Sewon yang diukur adalah pH,
suhu, DO, alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas. Hasil pengukuran kualitas air limbah
Tabel 3. Kualitas Air Limbah IPAL Sewon pada Bulan April Juni 2004
Waktu Stasiun pH Suhu DO Alkali- Kesa- Turbi-
Pengambilan Pengamatan nitas dahan ditas
Stasiun 1 6,9 30 1,6 98,4 83,1 64
April Stasiun 2 7,2 30 3,1 85,6 71 62
Stasiun 3 7,4 29,3 4,6 81,2 57 32
Stasiun 1 6,9 30 2,2 102,5 82 65
Mei Stasiun 2 7,4 29 3,4 92,3 85,6 64
Stasiun 3 7,6 29,1 4,2 94,7 71,5 43
Stasiun 1 6,6 30 2,3 75,8 82,2 52
Juni Stasiun 2 7,3 29,4 3 98,7 79,1 49
Stasiun 3 7,3 28 4,3 99,4 97,2 33
Derajad keasaman (pH) air limbah berkisar antara 6,6 8, berarti telah memenuhi
baku mutu air golongan C (Suratmo, 1995). Derajad keasaman berperan penting dalam
respirasi dan sistem enzimatis tubuh ikan. Perairan dengan pH tinggi akan menurunkan
DO, sehingga aktivitas resprasi ikan akan meningkat. Hasil analisis regresi linier ganda
berkorelasi positif terhadap bioakumilasi pada daging ikan nila (r = 7,47). Maknanya
bahwa kandungan Pb pada insang cenderung menurun dengan adanya kenaikan pH air
limbah, sementara itu kenaikan pH akan meningkatkan kandungan Pb dalam daging ikan
nila. Air limbah dengan pH tinggi menyebabkan Pb dalam bentuk sulfida dan dapat
mengalami presipitasi, lebih banyak larut, sehingga akan lebih banyak terabsorbsi oleh
organisme akuatik (Mustofa, 2001). Bioakumulatif Pb dalam tubuh ikan nila bersumber
dari akumulasi Pb pada rantai makanan dari organisme-organisme pada trofik bawah,
sehingga masuknya Pb dalam tubuh ikan menjadi lebih banyak lewat tractus digestivus.
13
Pengukuran suhu air limbah di IPAL Sewon berkisar antara 28 30 0C, dan berdasar
uji regresi terhadap bioakumulasi Pb, berkorelasi negatif baik pada insang maupun
daging ikan nila (r = -9,16 dan r = -0,90). Berarti bioakumulasi Pb cenderung menurun
dengan adanya kenaikan suhu, akan tetapi hasil pengukuran suhu tersebut masih dalam
Oksigen terlarut (DO) air limbah di IPAL Sewon antara 1,6 4,6 ppm. Berdasar
koefisien regresi parsial untuk kandungan Pb pada insang dan daging ikan nila, diperoleh
r = -2,15 dan r = -2,85. Bahwa kandungan Pb tersebut cenderung menurun dengan adanya
kenaikan DO.
Pengukuran alkalinitas air limbah IPAL Sewon termasuk dalam katagori sedang
(75,6 102,5 mgCaCo3/l). Alkalinitas air dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan
kekuatan ion penentu alkalinitas (karbonat = CO32-, bikarbonat = HCO3-, dan hidroksida =
OH-). Ion-ion tersebut dapat berkaitan dengan Pb, dan berpengaruh terhadap tingkat
kelarutan Pb di perairan. Nilai koefisien regresi parsial kandungan Pb pada insang dan
daging ikan nila adalah r = - 0,34, dan r = - 0,001, berarti prediksi nilai kualitas air
limbah untuk parameter alkalinitas tidak banyak berperan dalam bioakumulasi Pb pada
Pengukuran kesadahan air limbah IPAL Sewon termasuk katagori sedang (57 97,2
mg CaCo3/l). Kesadahan ditentukan oleh jumlah kation kalsium (Ca2+), dan magnesium
(Mg2+). Hasil analisis regresi bahwa kesadahan berkorelasi negatif terhadap bioakumulasi
Pb pada insang (r = -0,14), dan daging (r = -0,07) ikan nila. Berarti kandungan Pb
tersebut cenderung menurun sejalan dengan turunnya kesadahan. Air sadah tinggi dapat
mendorong Pb menempati pada sisi aktif enzim di jaringan insang atau otot ikan nila. Air
14
yang bersifat sadah diasumsikan terjadi defisiensi Ca yang akan memacu ikan nila
Angka turbiditas air limbah IPAL Sewon berkisar antara 32 63 NTU. Hasil
analisis regresi diperoleh angka korelasi positif terhadap bioakumulasi Pb pada insang
dan daging ikan nila, dengan nilai r = 0,07, dan r = 0,01, tetapi ternyata tidak memberikan
sumbangan nyata (p<0,05). Berarti turbiditas tidak memberi sumbangan yang berarti
terhadap bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila sampel. Hal ini bisa terjadi
karena proses pengolahan air limbah mampu menurunkan turbiditas, sehingga kelarutan
Pb yang bersifat bioavailable baik pada jaringan insang maupun daging menjadi
berkurang.
A. Simpulan
1. Terjadi bioakumulasi Pb pada insang (9,797 54,299 ppm), dan pada daging
(5,562 13,204 ppm) ikan nila di IPAL Sewon. Bioakumulasi ini berkaitan
dengan kandungan Pb air limbah yang berkisar antara 0,068 0,309 ppm.
2. Bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila di IPAL Sewon, secara nyata
air limbah (pH, suhu, DO, alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas), akan tetapi
3. Kandungan Pb air limbah IPAL Sewon tidak berbeda nyata (p<0,05) utuk masing-
15
B. Saran
Berdasar hasil penelitian, ternyata ikan nila yang hidup di kolam IPAL Sewon
kandungan Pb pada insang dan daging ikan sampel). Disarankan agar IPAL Sewon
kawasan ini, agar sebaiknya tidak mengkonsumsi karena kandungan Pb yang sudah
Ikan nila yang difungsikan sebagai bioindikator kualitas air limbah di IPAL Sewon
agar layak dikonsumsi, perlu juga pengendalian kualitas kemik lainnya terutama
menyangkut kandungan logam berat, dengan cara pengolahan tertier. Pengolahan limbah
sampai tahap tertier dapat dilakukan dengan menambahkan sulfida agar logam-logam
berat mengendap ke dasar kolam, atau dengan klorinasi untuk memecah ikatan logam
yang terjadi. Bila hal ini bisa dilakukan maka kolam-kolam yang ada di IPAL Sewon
dapat dikembangkan lagi dalam fungsi ganda, yaitu selain berfungsi pengendalian
Banyak penelitian lain yang bisa dilakukan di IPAL Sewon, berkaitan dengan faktor
lain yang berperan terhadap bioakumulasi logam berat (selain Pb) terhadap jenis
organisme insitu.
DAFTAR PUSTAKA
16
Conel, D.W. & Miller, G.J. (1995). Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. (Terjemahan:
Yanti Koestoer). Jakarta: Penerbit UI Press.
Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Kusnoputranto, H. (1997). Air limbah dan ekskreta manusia. Jakarta: Dirjen Dikti.
Manahan, S.E. (1972). Environmental chemistry. 4th edition. Boston: Williard Grand
Press.
Mustofa, F.I. (2001). Bioakumulasi logam berat Cd dan Cr pada ikan Mas (Cyprinus
carpio) di karamba apung waduk Saguling, Kabupaten Bandung. Skripsi yang tidak
dipublikasi. Yogyakarta: F. Biologi UGM.
Palar, H. (1994). Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka Cipta.
----- 0 -----
17