PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya untuk mempelajari sistem pernapasan manusia terkait dengan organ penapasanya,
prosesnya, dan ganggua yang harus dihindari untuk menjaga sistem pernapasan, pada modul ini,
akan dibahas lebh lanjut mengenai sistem pernapasan manusia tentang proses, alat, dan beberapa
hal yang mempengaruhinya.
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan. Pernapasan adalah proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas
di dalam jaringan atau pernapasan dalam dan yang terjadi didalam paru-paru pernapasan
luar. Pernapasan Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
Pernapasan Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
1.2 Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa mampu untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan
2) Tujuaan Khusus
a. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi system pernafasan
b. mampu menjelaskan patofisiologi pada berbagai kasus gangguan system pernafasan
c. mampu melakukan pengkajian (pemeriksaan fisik) pada berbagai kasus gangguan system
pernafasan
d. mampu merumuskan masaalah pada berbagai kasus gangguan system pernafasan
e. mampu menetapkan perencanaan, implementasi dan evaluasi pada berbagai kasus
gangguan system pernafasan
f. mampu mendokumentasikan berbagai kasus gangguan system pernafasan
g. mampu melakukan system rujuk pada layanan kesehatan, dengan memanfaatkan
asuransi kesehatan pada masyarakat tidak mampu seperti : PMO, Gakin, Jamkesda,
Jamkesta, Jampersal dan Jamkesmas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Berdasarkan Teori
Epiglotis
a. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol ke atas di belakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang Vertebra cartilago thyroideum.
b. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju
cartilago,arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Fonasi
Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu
oleh sinus udara cranialis.
Kebutuhan darah pada laring
Laring diperdarahi oleh arteri laringeal dan dialiri oleh vena tiroid yang bekerja sama
dengan vena jugularis internal. Saraf parasimpatik yang mempersarafi laring disusun oleh
saraf laringeal superior dan laringeal rekurens, yang merupakan cabang dari sarafvagus.
Saraf simpatik yang mempersarafi laring disusun oleh ganglia servikalis. Saraf ini
mempersarafi otot laring dan serat sensoris pada membran yang melapisinya.
4. Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa
penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut
pohon trakeobronkial. tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina
menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan
kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat
jika dirangsang.
Fungsi trakea :
a. Penunjang dan menjaga kepatenan,Susunan jaringan kartilago dan elastik menjaga
kepatenan jalan napas dan mencegah obstruksi jalan napas saat kepala dan leher
digerakkan. Tidak adanya kartilago di bagian posterior trakea, memungkinkan trakea
berdilatasi dan berkontraksi saat esofagus mengalami distensi saat menelan. Kartilago
mencegah kolapsnya trakea saat tekanan internal kurang dari tekanan intratoraksik, yaitu
saat akhir ekspirasi dengan upaya.
b. Eskalator mukosiliaris, Eskalator mukosiliaris adalah keselarasan frekuensi gerakan silia
membran mukosa yang teratur yang membawa mukus dengan partikel yang melekat
padanya ke atas laring di mana partikel ini akan ditelan atau dibatukkan
c. Refleks batuk, Ujung saraf di laring, trakea, dan bronkus peka terhadap iritasi sehingga
membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di
batang otak. Respons refleks motorik terjadi saat inspirasi dalam yang diikuti oleh
penutupan glotis, yakni penutupan pita suara. Otot napas abdomen kemudian berkontraksi
dan dengan tiba-tiba udara dilepaskan di bawah tekanan, serta mengeluarkan mukus
dan/atau benda asing dari mulut
d. Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan kelanjutan dari hidung,
walaupun normalnya, udara sudah jernih saat mencapai trakea
Trakea terdiri atas tiga lapis jaringan yaitu:
a. Lapisan luar terdiri atas jaringan elastik dan fibrosa yang membungkus kartilago.
b. Lapisan tengah terdiri atas kartilago dan pita otot polos yang membungkus trakea dalam
susunan helik. Ada sebagian jaringan ikat, mengandung pembuluh darah dan limfe, serta
saraf otonom.
c. Lapisan dalam terdiri atas epitelium kolumnar penyekresi mukus
5. Percabangan Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai
12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus
alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai
memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hampir vertikal dengan trakea.
Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Jika satu pipa ET yang menjamin
jalan udara menuju ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika tidak tertahan baik pada mulut
atau hidung, maka udara tidak dapat memasuki paru kiri dan menyebabkan kolaps paru
(atelekteasis). Namun demikian arah bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan
mudahnya kateter menghisap benda asing. Cabang Bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronkus lobaris dan segmentalis. Percabngan ini terus menjadi kecil sampai akhirnya
menjadi bronkiolus terminalis(saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli).
bronkiolus,tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. hanya otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Setelah iu terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus (lobulus primer), terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, sakus alveolaris terminalis (akhir paru) yang menyerupai anggur dipisahkan oleh
septum dari alveolus di dekatnya. Dalam setiap paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas
permukaan seluas sebuah lapangan tenis. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: Pneumosit
tipe I, merupakan lapisan yang menyebar dan menutupi daerah permukan, Pneumosit tipe II,
yang bertanggung jawab pada sekresi surfaktan. Pada hakekatnya alveolus adalah suatu
gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas
membentuk tegangan permukan yang cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan
kolaps saat ekspirasi, tetapi dengan adanya lapisan yang terdiri dari zat lipoprotein (di sebut
surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
defisiensi surfaktan merupakan faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru.
termasuk sindrom gawat nafas akut (ARDS)
6. Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan
letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-
paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut :
a. Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
b. paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus
superior dan inferior
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup
luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
7. Bronkus
Dua bronkus primer terbentuk oleh trakea yang membentuk percabangan
a. Bronkus kanan, bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus
kiri sehingga cenderung sering mengalami obstruksi oleh benda asing. Panjangnya sekitar
2,5 cm. Setelah rnemasuki hilum, bronkus kanan terbagi menjadi tiga cabang, satu untuk
tiap lobus. Tiap cabang kemudian terbagi menjadi banyak cabang kecil
b. Bronkus kiri, panjangnya sekitar 5 cm dan lebih sempit daripada bronkus kanan. Setelah
sampai di hilum paru, bronkus terbagi menjadi dua cabang, satu untuk tiap lobus. Tiap
cabang kemudian terbagi menjadi saluran-saluran kecil dalam substansi paru.Bronkus
bercabang sesuai urutan perkembangannya menjadi Bronkiolus, bronkiolus terminal,
bronkiolus respiratorik, duktus alveolus, dan akhirnya, alveoli.
8. Bronkiolus dan Alveoli Pernapasan
Dalam tiap lobus, jaringan paru lebih lanjut terbagi menjadi selubung halus jaringan
ikat, yaitu lobulus. Tiap lobulus disuplai oleh udara yang berasal dari bronkiolus terminalis,
yang lebih lanjut bercabang menjadi bronkiolus respirarorik, duktus alveolus, dan banyak
alveoli (kantong-kantong udara). Terdapat 150 juta alveoli di paru-paru orang dewasa. Hal ini
memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Saat jalan napas bercabang-cabang menjadi bagian
yang lebih kecil, dinding jalan
napas menjadi semakin tipis hingga otot dan jaringan ikat lenyap, menyisakan lapisan tunggal
sel epitelium skuamosa sederhana di duktus alveolus dan alveoli. Saluran napas distal
ditunjang oleh jaringan ikat elastik yang longgar di mana terdapar makrofag, fibroblas, saraf,
pembuluh darah, dan pembuluh limfe. Alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas di paru (respirasi eksternal) berlangsung di membran yang disusun oleh
dinding alveolar dan dinding kapiler yang bergabung bersama. Membran ini disebut membran
respiratorik. Di antara sel skuamosa terdapat sel septal yang menyekresi surfaktan, suatu
cairan fosfolipid yang mencegah alveoli dari kekeringan.
Selain itu, surfaktan berfungsi mengurangi tekanan dan mencegah dinding aiveolus
mengalarni kolaps saat ekspirasi. Sekresi surfaktan ke saluran napas bawah dan alveoli
dimulai saat janin berusia 35 minggu.
2.1.2 Patofisiologi Sistem Respirasi
Beberapa kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia antara lain sebagai berikut:
1. Asma
Asma ditandai dengan kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang menyebabkan
kesukaran bernapas. Asma biasanya disebabkan oleh hipersensitivas bronkiolus (disebut
asma bronkiale) terhadap benda-benda asing di udara. penyebab penyakit ini juga dapat
terjadi dikarenakan faktor psikis dan penyakit menurun.
2. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis merupakan penyakit spesifik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosae. Bakteri ini dapat menyerang semua organ tubuh, tetapi yang paling sering
adalah paru-paru dan tulang. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang
terganggu karena adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus.
Keadaan ini menyebabkan :
a) Peningkatan kerja sebagian otot pernapasan yang berfungsi untuk pertukaran udara
paru-paru
b) Mengurangi kapasitas vital dan kapasitas pernapasan
c) Mengurangi luas permukaan membran pernapasan, yang akan meningkatkan
ketebalan membran pernapasan sehingga menimbulkan penurunan kapasitas difusi
paru-paru
3. Faringitis
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri pada waktu
menelan makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan ini disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu banyak merokok. Bakteri
yang biasa menyerang penyakit ini adalah Streptococcus pharyngitis.
4. Bronkitis
Penyakit bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara
menuju paru-paru). Penyebabnya bisa karena infeksi kuman, bakteri atau virus. Penyebab
lainnya adalah asap rokok, debu, atau polutan udara.
5. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru-paru dimana alveolus biasanya terinfeksi oleh cairan
dan eritrosit berlebihan. Infeksi disebarkan oleh bakteri dari satu alveolus ke alveolus lain
hingga dapat meluas ke seluruh lobus bahkan seluruh paru-paru. Umumnya disebabkan
oleh bakteri streptokokus (Streptococcus), Diplococcus pneumoniae, dan bakteri
Mycoplasma pneumoniae.
6. Emfisema paru paru
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah
gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume
paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang
seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan
kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-
paru ini.
7. Dipteri
Dipteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphterial yang dapat menimbulkan penyumbatan pada rongga faring (faringitis) maupun
laring (laringitis) oleh lendir yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.
8. Asfiksi
Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan yang disebabkan
terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah, ataupun jaringan tubuh. Misalnya
alveolus yang terisi air karena seseorang tenggelam. Gangguan yang lain adalah
keracunan karbon monoksida yang disebabkan karena hemoglobin lebih mengikat karbon
monoksida sehingga pengangkutan oksigen dalam darah berkurang.
9. Kanker paru paru
Penyakit ini merupakan pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali di dalam jaringan
paru-paru. Kanker ini mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru dan menjalar ke
seluruh bagian tubuh. Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus
kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% kasus pada wanita. Semakin banyak rokok
yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Tetapi tidak
menutup kemungkinan perokok pasif pun mengalami penyakit ini. Penyebab lain yang
memicu penyakit ini adalah penderita menghirup debu asbes, kromium, produk
petroleum, dan radiasi ionisasi.
2.1.3 Sistem Rujukan Pada Layanan Kesehatan
Peserta BPJS yang memiliki Kartu peserta BPJS kesehatan pergi ke Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam yang dimana peserta telah terdaftar sebagai peserta BPJS untuk
berobat sebagai tahap pemeriksaan awal. Selanjutnya peserta tersebut akan mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan yang ada pada pelayanan
kesehatan yang telah didatangi seperti obat-obatan dan konsultasi kesehatan.
Jika setelah pemeriksaan awal pasien tidak juga sembuh maka pasien akan dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat lanjut seperti Rumah sakit pemerintahan atau rumah sakit swasta yang telah
memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut. Tetapi, jika pasien
sudah dalam keadaan darurat maka tidak perlu mendapatkan rujukan pada Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam. Akan tetapi pasien peserta BPJS Kesehatan akan langsung
mendapat pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut yaitu Rumah sakit pemerintahan
atau rumah sakit swasta yang telah memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan tersebut. Di
fasilitas ini papsien peserta BPJS Kesehatan akan menunjukan kartu BPJS Kesehatan atau
surat rujukan dari Puskesmas, Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek
perorangan/bersama,, Dokter gigi keluarga dan Klinik 24 jam pada saat melakukan
pemeriksaan tahap awal. kepada petugas BPJS kesehatan Center. Selanjutnya petugas akan
menerbitkan surat Eligibilitas Peserta (SEP) sebagai dokumen yang menyatakan bahwa
peserta dirawat dengan biaya BPJS Kesehatan.
Setelah mendapatkan surat Eligibilitas Peserta (SEP), pasien akan mendapatkan pelayanan
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan di Rumah sakit pemerintahan atau rumah
sakit swasta yang telah memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik untuk pelayanan
rawat jalan ataupun rawat inap. Jika penyakit pasien dapat ditangani tanpa harus
mendapatkan perawatan inap, pasien boleh pulang atau dirujuk kembali ke pada Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam. Sedangkan untuk pasien dengan penyakit kronis, dapat masuk ke
dalam program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama tersebut.
2.1.4 Pengkajian (pemeriksaan fisik)
Perawat berperan penting dalam merawat pasien dengan masalah pernapasan dengan
mengambil riwayat penyakit khusus dan melakukan perneriksaan fisik dada. Pengkajian ini
memungkinkan perawat mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi dasar dan
memberikan kerangka kerja untuk deteksi beberapa perubahan cepat pada kondisi pasien.
Pengkajian bermakna bila dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yang dapat menunjukan
perubahan atau perbaikan status pernapasan. Karena perawat lebih sering dengan pasien,
maka seringkali perawat yang mendeteksi perubahan kondisi pasien daripada dokter yang
hanya mengunjungi pasien sekali atau dua kali sehari dan meskipun dengan hanya informasi
dari hasil foto dada akan kurang menyadari perubahan cepat status pasien.
Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang pemeriksaan dada oleh perawat adalah pengkajian paling cepat dan paling
nyata terhadap situasi. Diagnosis fisik terhadap dada meliputi empat prosedur:
inspeksi, atau melihat pada pasien
palpasi, atau merasakan pasien
perkusi, atau mengetok pasien
auskultasi, atau mendengar dada pasien dengan
stetoskop
A. Inspeksi
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa
faktor. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit
untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat
mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal.
Secara umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis
perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan
tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya
bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai
arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen.
Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk
mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara
terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas.
Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas
untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan
bekerja.
Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada
dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal
paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat
terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab
distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa
pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat
menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering
duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai
upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi
dada.
Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau
deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi
trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang
sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat
sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada
menghitungnya.
Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh,
bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan
berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat
berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau
asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per
menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif,
penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi
jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari
1 kali panjang inspirasi.
Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara
normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke
inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria
daripada wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell
adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada
atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah
pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan
penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang
lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus,
dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti
fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau
nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu
cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan
ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru
kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada
sisi kiri. Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali
masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama
inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada
normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari
biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu,
menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik
sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
B. Palpasi
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan
meminta pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien mengikuti
instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi
yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada
pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu
dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada
efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi
ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas,
vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi,
tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas
perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan
gerakan mukus padajalan napas besar.
C. Perkusi
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya
dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada
peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema
dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan
kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis
seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan
kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia,
efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga
terdengar pada perkusi di atas jantung.
D. Auskultasi
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di
atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas
dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila
pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi
napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan
penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru
obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan
napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga
tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas
pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks,
dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak)
antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari
stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
- bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
- bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
- bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan
napas utama
2.2 Berdasarkan Kasus
Konsep Medis
2.2.1 Definisi Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya.Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
tubuh manusia. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,
miskin, atau kaya) dan dimana saja.
Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang
dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di
Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.
2.2.2 Etiologi Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun.
a) Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC.
b) Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
2.2.3 Patofisiologi
Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi oleh organism di alveolar melalui droplet
nuclei yang sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel ephitelia siliari dari saluran atas
pernafasan. Bila terinplantasi M. tuberculosis melalui saluran nafas, mikroorganisme kn
membelah diri dan dicerna oleh mkrofagpulmoner, dimana pembelahan diri akan terus
berlangsung, walaupun lebih pelan. nerkosis jaringan dan klasifikasi jaringan pada daerah
yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi, menghasilkan pembentukan
radiodense area menjadi kompleks gohn. Makrofag yang beraktivitas dalam jumlah besar
akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi oleh M. Tuberkulosis yang padat seperti keju
(daerah nerkotik) sebagai bagiandari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas
tipe terunda juga berkembang melalui aktivitas dan perbanyakan limfoid T. Makrofag
membentuk granuloma yang mengandung organism
Keberhasilan dalam menghambat M. Tuberkulosis membutuhkan aktivitas dari
limfosit CD4 subset, yang dikenal sebagai sel TH-1, yang mengaktivasi makrofag melalui
sekresi internefron sekitar90% pasien yang pernah memiliki penyakit primer tidak
memiliki manifestasi klinis lain selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa kombinasi
dengan adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil radiografi sekitar 5% pasien (
biasanya anak-anak, arangtua atau penurunan sistem imun) mengalami penyakit primer
yang berkembang pada darah dan infeksi primer ( biasanya lobus paling bawah) dan lebih
sering dengan diseminasi, menyebabkan terjadinya infeksi meningitis dan biasanya juga
melibatkan lobus paru-paru paling atas sekitar 10% dari pasien mengalami reaktivitas,
terjadi penyebaran organism melalui darah biasanya penyebaran orgaisme mealui darah
menyebabkan pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit secara luas dan membentuk
granuloma yang dikenal sebagai tuberculosis malaria.
2.2.4 Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi
2.2.5 Klasifikasi
berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda
tanda lain positif )TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (
sputum BTA negatif dan tanda tanda lain meragukan
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 12bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin
( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin,
kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin
merupakan obat obat baris kedua