Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya untuk mempelajari sistem pernapasan manusia terkait dengan organ penapasanya,
prosesnya, dan ganggua yang harus dihindari untuk menjaga sistem pernapasan, pada modul ini,
akan dibahas lebh lanjut mengenai sistem pernapasan manusia tentang proses, alat, dan beberapa
hal yang mempengaruhinya.
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan. Pernapasan adalah proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas
di dalam jaringan atau pernapasan dalam dan yang terjadi didalam paru-paru pernapasan
luar. Pernapasan Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
Pernapasan Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.

Epidemiologi TBC di Indonesia


Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004,
angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk),
dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi, insidensi dan
kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang tersedia, seperti
pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif,
jumlah pasien yang mendapat pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan
insidens HIV, angka kematian dan demografi.
Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan oleh National
Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja sama dengan National
Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini mengumpulkan
data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah tangga di 30 propinsi. Studi ini akan
memberikan data terbaru yang dapat digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan
prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah TBC.
Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan
Tingkat Pelaporan 1995 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak tahun
1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC
meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA positif
meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat
angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada
55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64
tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004]
Kekebalan Obat Ganda (Multi Drug Resistance/MDR)
Meskipun saat ini data mengenai kekebalan obat ganda/MDR di Indonesia belum tersedia,
namun telah disiapkan sebuah survei untuk dilaksanakan pada akhir tahun 2005. Data mengenai
hal ini dianggap penting karena beberapa alasan:
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting.
Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit
mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika
tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki
risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Karena belum adanya jaringan laboratorium nasional dengan standar dan kualitas yang
memadai, generalisasi dan kualitas dari data yang tersedia tidak dapat ditentukan.

1.2 Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa mampu untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan

2) Tujuaan Khusus
a. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi system pernafasan
b. mampu menjelaskan patofisiologi pada berbagai kasus gangguan system pernafasan
c. mampu melakukan pengkajian (pemeriksaan fisik) pada berbagai kasus gangguan system
pernafasan
d. mampu merumuskan masaalah pada berbagai kasus gangguan system pernafasan
e. mampu menetapkan perencanaan, implementasi dan evaluasi pada berbagai kasus
gangguan system pernafasan
f. mampu mendokumentasikan berbagai kasus gangguan system pernafasan
g. mampu melakukan system rujuk pada layanan kesehatan, dengan memanfaatkan
asuransi kesehatan pada masyarakat tidak mampu seperti : PMO, Gakin, Jamkesda,
Jamkesta, Jampersal dan Jamkesmas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Berdasarkan Teori

2.1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi


Sistem respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan
parameter kesehatan manusia. Jika salah satu sistem respirasi terganggu maka secara sistem
lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan terganggunya
proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit. Proses Pernapasan terdiri dari beberapa proses penting yaitu pada sistem
pernapasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular . Sistem respirasi berperan untuk
menukar udara kepermukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam system
pernafasan dan masuk dalam pernafasan. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik
dari dalam untuk bernafas, dan secara refleks merangsang toraks dan otot-otot diafragma,
yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Sistem kardiovaskuler
menyediakan pompa, jaringan pembuluh darah yang diperlukan untuk mengangkut gas-gas
antara paru-paru dan sel tubuh. Orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak
mendapatkannya selama lebih dari empat menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak
yang tak dapat diperbaiki dan biasanya pasien meninggal. Bila oksigen di dalam darah tidak
mencukupi, warna merahnya hilang dan menjadi kebiru-biruan dan ia disebut menderita
sianosis.
A. Pengertian Pernafasan
Pernafasan juga merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
O2 dan mengeluarkan Co2 sebagai sisa dari oksidasi dari tubuh. Penghisapan udara ke dalam
tubuh disebut proses inspirasi dan menghembuskan udara keluar tubuh disebut proses
ekspirasi. Manusia membutuhkan suplay oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi
sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses
tersebut. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses
respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal
dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas
yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan dan pada
manusia disebut alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi sebagai permukaan untuk
tempat pertukaran gas.
Ada dua bagian yang mungkin dapat digambarkan dalam pernafasan yaitu : O2 hidung
trachea alveoli pembuluh kapiler alveolus ikatan O2 dengan Hb jantung seluruh
tubuh sampai ke setiap sel. Co2 membran alveoli kapiler alveoli bronchroli
bronchus trakea hidung. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen
yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 akan dikeluarkan dari darah secara
osmosis. Selanjutnya O2 masuk ke dalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis
kemudian masuk ke serambi kiri jantung ke aorta seluruh tubuh, disini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui
peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan) ke bilik kanan dan dari sini
keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,
sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan
kulit.
B. Saluran Pernafasan
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut : Rongga hidung, faring,
laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru (bronkiolus, alveolus). Saluran nafas bagian
atas adalah rongga hidung, faring dan laring dan saluran nafas bagian bawah adalah trachea,
bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area konduksi adalah sepanjang
saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara pernapasan,
membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dengan suhu tubuh hidung, faring,
trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis. Area fungsional atau respirasi adalah mulai
bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara dengan darah.
1. Hidung
Hidung adalah organ indra penciuman. Ujung saraf yang mendeteksi penciuman berada di
atap (langit-langit) hidung di area lempeng kribriformis tulang etmoid dan konka superior.
Ujung saraf ini distimulasi oleh bau di udara. Impuls saraf dihantarkan oleh saraf olfaktorius
ke otak di mana sensasi bau dipersepsikan. Ketika masuk dihidung, udara disaring,
dihangatkan, dan dilembabkan. Hal ini dilakukan oleh sel epitel yang memiliki lapisan mukus
sekresi sel goblet dan kelenjar mukosa. Lalu gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior didalam rongga hidung dan ke superior saluran pernapasan bagian bawah menuju
faring. Nares anterior adalah saluransaluran didalam lubang hidung. Saluran-saluran ini
bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum hidung. Rongga hidung dilapisi
selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farink
dan selaput.
Pada proses pernafasan secara khusus rongga hidung berfungsi antara lain : - Bekerja sebagai
saluran udara pernafasan. - Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-
bulu hidung. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa, Membunuh kuman-
kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang
terdapat dalam selaput lendir atau hidung.
Pada bagian belakang rongga hidung terdapat ruangan yang disebut nasopharing dengan
rongga hidung berhubungan dengan :
a. Sinus paranasalis, yaitu rongga-rongga pada tulang kranial, yang berhubungan dengan
rongga hidung melalui ostium (lubang). Dan terdapat beberapa sinus paranasalis, sinus
maksilaris dan sinus ethmoidalis yang dekat dengan permukaan dan sinus sphenoidalis
dan sinus ethmoidalis yang terletak lebih dalam.
b. Duktus nasolacrimalis, yang meyalurkan air mata kedalam hidung.
c. Tuba eustachius, yang berhubungan dengan ruang telinga bagian tengah Jika terjadi
influenza atau hidung buntu, maka kemungkinan adalah tertutupnya lubang-lubang
tersebut (sinus paranasalis, duktus nasolacrimalis, tuba eustachius), sehingga dapat
menimbulkan penumpukan cairan dan terjadi radang didalam sinus paranasalis dan ruang
telinga tengah akibatnya bisa terjadi sinusitis, otitis media, keluar air mata, karena duktus
nasolacrimalis buntu. Karena itu pada hidung buntu perlu diberi obat-obatan tetes hidung
untuk mengurangi kemungkinan tertutupnya lubang-lubang tersebut diatas.
2. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Bila terjadi radang disebut
pharyngitis. saluran faring rnemiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar
tengkorak hingga vertebra servikalis ke-6. Faring berada di belakang hidung, mulut, dan
laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Dari sini partikel halus akan ditelan atau di
batukkan keluar. Udara yang telah sampai kefaring telah diatur kelembapannya sehingga
hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh. Lalu mengalir ke kotak suara (Laring).
Beberapa fungsi faring :
a. Saluran nafas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam sistem pencernaan
dan pernapasan: udara masuk melalui bagian nasal dan oral, sedangkan makanan
melalui bagian oral dan laring.
b. Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung, udara dihangatkan
dan
dilembapkan saat masuk ke faring.
c. Fungsi bahasa, fungsi faring dalam bahasa adalah dengan bekerja sebagai bilik
resonansi untuk suara yang naik dari laring, faring (bersama sinus) membantu
memberikan suara yang khas pada tiap individu.
d. Fungsi Pengecap, terdapat ujung saraf olfaktorius dari indra pengecap di epitelium oral
dan bagian faringeal.
e. Fungsi Pendengaran, saluran auditori (pendengaran), memanjang dari nasofaring pada
tiap telinga tengah, memungkinkan udara masuk ke telinga tengah. Pendengaran yang
jelas bergantung pada adanya udara di tekanan atmosfer pada tiap sisi membran
timpani.
f. Fungsi Perlindungan, Jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan antibodi
dalam berespon terhadap antigen, misal mikroba. Tonsil berukuran lebih besar pada
anak dan cenderung mengalami atrofi pada orang dewasa.
Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
a. Nasofaring
Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum molle. Pada
dinding lateral, terdapat dua saluran auditori, tiap saluran mengarah ke masing-masing
bagian tengah telinga. Pada dinding posterior, terdapat tonsil faringeal (adenoid), yang
terdiri atas jaringan limfoid. Tonsil paling menonjol pada masa kanak-kanak hingga
usia 7 tahun. Selanjutnya, tonsil mengalami atrofi.
b. Orofaring Bagian oral faring terletak di belakang mulut, memanjang dari bagian
bawah palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu
dengan palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi. Antara tiap pasang
lipatan, terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil palatin. Saat menelan,
bagian nasal dan oral dipisahkan oleh palaturn molle dan uvula. Uvula (anggur kecil)
adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur kebawah dari bagian tengah
tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring
posterior.
c. LaringofaringBagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan berlanjut ke
bawah esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut
esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya.
Suplay darah pada faring kebutuhan darah pada faring disuplai oleh beberapa cabang
dari arteri wajah. Aliran balik vena menuju vena fasialis dan jugularis interna. Faring
dipersarafi oleh pleksus faringeal yang dibentuk oleh saraf vagus dan glosofaringeal
(parasimpatik) serta ganglia servikalis superior (simpatik).
3. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot yang
mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai pelindung. Laring
berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya
makanan dan cairan.
Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan makanan), infeksi (misalnya
difteri) dan tumor. pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah
saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang berbentuk
pintu masuk. Jika benda asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan
menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah.
Fungsi Laring :
a. Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi. Nada suara bergantung
pada panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat pubertas, pita suara pria mulai
bertambah panjang, sehingga nada suara pria semakin rendah. volume suara bergantung
pada besarnya tekanan pada pita suara yang digetarkan. Semakin besar tekanan udara
ekspirasi, semakin besar getaran pita suara dan semakin keras suara yang dihasilkan.
Resonansi bergantung pada bentuk mulut, posisi lidah dan bibir, otot wajah, dan udara
di paranasal.
b. Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita suara
dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir.
c. Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas, menyumbat
saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini menyebabkan makanan
tidak melalui esofagus dan saluran napas bawah.
d. Jalan masuk udara, bahwa Laring berfungsi sebagai penghubung jalan napas antara
faring dan trakea.
e. Pelembap, penyaring, dan penghangat, dimana proses ini berlanjut saat udara yang
diinspirasi berjalan melalui laring
Di bagian laring terdapat beberapa organ yaitu :
a) Epiglotis, merupakan katup tulang rawan untuk menutup larynx sewaktu orang
menelan. Bila waktu makan kita berbicara (epiglottis terbuka), makanan bisa masuk ke
larynx (keslek) dan terbatu-batuk. Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi pada saat
menelan epiglotis menutup laring. Jika masuk ke laring maka akan batuk dan dibantu
bulu-bulu getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
b) Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru-paru tak dapat disaring,
dilembabkan atau dihangatkan yang menimbulkan gangguan tubuh dan sel-sel bersilia
akan rusak adanya gas beracun dan dehidrasi.
c) Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan dikendurkan, sehingga
lebar sela sela antara pita - pita tersebut berubah-ubah sewaktu bernafas dan berbicara.
Selama pernafasan pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat keluar masuk.

Epiglotis
a. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol ke atas di belakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang Vertebra cartilago thyroideum.
b. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju
cartilago,arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Fonasi
Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu
oleh sinus udara cranialis.
Kebutuhan darah pada laring
Laring diperdarahi oleh arteri laringeal dan dialiri oleh vena tiroid yang bekerja sama
dengan vena jugularis internal. Saraf parasimpatik yang mempersarafi laring disusun oleh
saraf laringeal superior dan laringeal rekurens, yang merupakan cabang dari sarafvagus.
Saraf simpatik yang mempersarafi laring disusun oleh ganglia servikalis. Saraf ini
mempersarafi otot laring dan serat sensoris pada membran yang melapisinya.
4. Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa
penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut
pohon trakeobronkial. tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina
menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan
kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat
jika dirangsang.
Fungsi trakea :
a. Penunjang dan menjaga kepatenan,Susunan jaringan kartilago dan elastik menjaga
kepatenan jalan napas dan mencegah obstruksi jalan napas saat kepala dan leher
digerakkan. Tidak adanya kartilago di bagian posterior trakea, memungkinkan trakea
berdilatasi dan berkontraksi saat esofagus mengalami distensi saat menelan. Kartilago
mencegah kolapsnya trakea saat tekanan internal kurang dari tekanan intratoraksik, yaitu
saat akhir ekspirasi dengan upaya.
b. Eskalator mukosiliaris, Eskalator mukosiliaris adalah keselarasan frekuensi gerakan silia
membran mukosa yang teratur yang membawa mukus dengan partikel yang melekat
padanya ke atas laring di mana partikel ini akan ditelan atau dibatukkan
c. Refleks batuk, Ujung saraf di laring, trakea, dan bronkus peka terhadap iritasi sehingga
membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di
batang otak. Respons refleks motorik terjadi saat inspirasi dalam yang diikuti oleh
penutupan glotis, yakni penutupan pita suara. Otot napas abdomen kemudian berkontraksi
dan dengan tiba-tiba udara dilepaskan di bawah tekanan, serta mengeluarkan mukus
dan/atau benda asing dari mulut
d. Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan kelanjutan dari hidung,
walaupun normalnya, udara sudah jernih saat mencapai trakea
Trakea terdiri atas tiga lapis jaringan yaitu:
a. Lapisan luar terdiri atas jaringan elastik dan fibrosa yang membungkus kartilago.
b. Lapisan tengah terdiri atas kartilago dan pita otot polos yang membungkus trakea dalam
susunan helik. Ada sebagian jaringan ikat, mengandung pembuluh darah dan limfe, serta
saraf otonom.
c. Lapisan dalam terdiri atas epitelium kolumnar penyekresi mukus
5. Percabangan Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai
12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus
alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai
memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hampir vertikal dengan trakea.
Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Jika satu pipa ET yang menjamin
jalan udara menuju ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika tidak tertahan baik pada mulut
atau hidung, maka udara tidak dapat memasuki paru kiri dan menyebabkan kolaps paru
(atelekteasis). Namun demikian arah bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan
mudahnya kateter menghisap benda asing. Cabang Bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronkus lobaris dan segmentalis. Percabngan ini terus menjadi kecil sampai akhirnya
menjadi bronkiolus terminalis(saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli).
bronkiolus,tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. hanya otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Setelah iu terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus (lobulus primer), terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, sakus alveolaris terminalis (akhir paru) yang menyerupai anggur dipisahkan oleh
septum dari alveolus di dekatnya. Dalam setiap paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas
permukaan seluas sebuah lapangan tenis. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: Pneumosit
tipe I, merupakan lapisan yang menyebar dan menutupi daerah permukan, Pneumosit tipe II,
yang bertanggung jawab pada sekresi surfaktan. Pada hakekatnya alveolus adalah suatu
gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas
membentuk tegangan permukan yang cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan
kolaps saat ekspirasi, tetapi dengan adanya lapisan yang terdiri dari zat lipoprotein (di sebut
surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
defisiensi surfaktan merupakan faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru.
termasuk sindrom gawat nafas akut (ARDS)
6. Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan
letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-
paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut :
a. Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
b. paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus
superior dan inferior

Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup
luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
7. Bronkus
Dua bronkus primer terbentuk oleh trakea yang membentuk percabangan
a. Bronkus kanan, bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus
kiri sehingga cenderung sering mengalami obstruksi oleh benda asing. Panjangnya sekitar
2,5 cm. Setelah rnemasuki hilum, bronkus kanan terbagi menjadi tiga cabang, satu untuk
tiap lobus. Tiap cabang kemudian terbagi menjadi banyak cabang kecil
b. Bronkus kiri, panjangnya sekitar 5 cm dan lebih sempit daripada bronkus kanan. Setelah
sampai di hilum paru, bronkus terbagi menjadi dua cabang, satu untuk tiap lobus. Tiap
cabang kemudian terbagi menjadi saluran-saluran kecil dalam substansi paru.Bronkus
bercabang sesuai urutan perkembangannya menjadi Bronkiolus, bronkiolus terminal,
bronkiolus respiratorik, duktus alveolus, dan akhirnya, alveoli.
8. Bronkiolus dan Alveoli Pernapasan
Dalam tiap lobus, jaringan paru lebih lanjut terbagi menjadi selubung halus jaringan
ikat, yaitu lobulus. Tiap lobulus disuplai oleh udara yang berasal dari bronkiolus terminalis,
yang lebih lanjut bercabang menjadi bronkiolus respirarorik, duktus alveolus, dan banyak
alveoli (kantong-kantong udara). Terdapat 150 juta alveoli di paru-paru orang dewasa. Hal ini
memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Saat jalan napas bercabang-cabang menjadi bagian
yang lebih kecil, dinding jalan
napas menjadi semakin tipis hingga otot dan jaringan ikat lenyap, menyisakan lapisan tunggal
sel epitelium skuamosa sederhana di duktus alveolus dan alveoli. Saluran napas distal
ditunjang oleh jaringan ikat elastik yang longgar di mana terdapar makrofag, fibroblas, saraf,
pembuluh darah, dan pembuluh limfe. Alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas di paru (respirasi eksternal) berlangsung di membran yang disusun oleh
dinding alveolar dan dinding kapiler yang bergabung bersama. Membran ini disebut membran
respiratorik. Di antara sel skuamosa terdapat sel septal yang menyekresi surfaktan, suatu
cairan fosfolipid yang mencegah alveoli dari kekeringan.
Selain itu, surfaktan berfungsi mengurangi tekanan dan mencegah dinding aiveolus
mengalarni kolaps saat ekspirasi. Sekresi surfaktan ke saluran napas bawah dan alveoli
dimulai saat janin berusia 35 minggu.
2.1.2 Patofisiologi Sistem Respirasi
Beberapa kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia antara lain sebagai berikut:
1. Asma
Asma ditandai dengan kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang menyebabkan
kesukaran bernapas. Asma biasanya disebabkan oleh hipersensitivas bronkiolus (disebut
asma bronkiale) terhadap benda-benda asing di udara. penyebab penyakit ini juga dapat
terjadi dikarenakan faktor psikis dan penyakit menurun.
2. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis merupakan penyakit spesifik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosae. Bakteri ini dapat menyerang semua organ tubuh, tetapi yang paling sering
adalah paru-paru dan tulang. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang
terganggu karena adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus.
Keadaan ini menyebabkan :
a) Peningkatan kerja sebagian otot pernapasan yang berfungsi untuk pertukaran udara
paru-paru
b) Mengurangi kapasitas vital dan kapasitas pernapasan
c) Mengurangi luas permukaan membran pernapasan, yang akan meningkatkan
ketebalan membran pernapasan sehingga menimbulkan penurunan kapasitas difusi
paru-paru
3. Faringitis
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri pada waktu
menelan makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan ini disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu banyak merokok. Bakteri
yang biasa menyerang penyakit ini adalah Streptococcus pharyngitis.
4. Bronkitis
Penyakit bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara
menuju paru-paru). Penyebabnya bisa karena infeksi kuman, bakteri atau virus. Penyebab
lainnya adalah asap rokok, debu, atau polutan udara.
5. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru-paru dimana alveolus biasanya terinfeksi oleh cairan
dan eritrosit berlebihan. Infeksi disebarkan oleh bakteri dari satu alveolus ke alveolus lain
hingga dapat meluas ke seluruh lobus bahkan seluruh paru-paru. Umumnya disebabkan
oleh bakteri streptokokus (Streptococcus), Diplococcus pneumoniae, dan bakteri
Mycoplasma pneumoniae.
6. Emfisema paru paru
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah
gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume
paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang
seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan
kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-
paru ini.
7. Dipteri
Dipteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphterial yang dapat menimbulkan penyumbatan pada rongga faring (faringitis) maupun
laring (laringitis) oleh lendir yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.
8. Asfiksi
Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan yang disebabkan
terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah, ataupun jaringan tubuh. Misalnya
alveolus yang terisi air karena seseorang tenggelam. Gangguan yang lain adalah
keracunan karbon monoksida yang disebabkan karena hemoglobin lebih mengikat karbon
monoksida sehingga pengangkutan oksigen dalam darah berkurang.
9. Kanker paru paru
Penyakit ini merupakan pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali di dalam jaringan
paru-paru. Kanker ini mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru dan menjalar ke
seluruh bagian tubuh. Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus
kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% kasus pada wanita. Semakin banyak rokok
yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Tetapi tidak
menutup kemungkinan perokok pasif pun mengalami penyakit ini. Penyebab lain yang
memicu penyakit ini adalah penderita menghirup debu asbes, kromium, produk
petroleum, dan radiasi ionisasi.
2.1.3 Sistem Rujukan Pada Layanan Kesehatan

Peserta BPJS yang memiliki Kartu peserta BPJS kesehatan pergi ke Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam yang dimana peserta telah terdaftar sebagai peserta BPJS untuk
berobat sebagai tahap pemeriksaan awal. Selanjutnya peserta tersebut akan mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan yang ada pada pelayanan
kesehatan yang telah didatangi seperti obat-obatan dan konsultasi kesehatan.
Jika setelah pemeriksaan awal pasien tidak juga sembuh maka pasien akan dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat lanjut seperti Rumah sakit pemerintahan atau rumah sakit swasta yang telah
memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut. Tetapi, jika pasien
sudah dalam keadaan darurat maka tidak perlu mendapatkan rujukan pada Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam. Akan tetapi pasien peserta BPJS Kesehatan akan langsung
mendapat pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut yaitu Rumah sakit pemerintahan
atau rumah sakit swasta yang telah memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan tersebut. Di
fasilitas ini papsien peserta BPJS Kesehatan akan menunjukan kartu BPJS Kesehatan atau
surat rujukan dari Puskesmas, Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek
perorangan/bersama,, Dokter gigi keluarga dan Klinik 24 jam pada saat melakukan
pemeriksaan tahap awal. kepada petugas BPJS kesehatan Center. Selanjutnya petugas akan
menerbitkan surat Eligibilitas Peserta (SEP) sebagai dokumen yang menyatakan bahwa
peserta dirawat dengan biaya BPJS Kesehatan.
Setelah mendapatkan surat Eligibilitas Peserta (SEP), pasien akan mendapatkan pelayanan
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan di Rumah sakit pemerintahan atau rumah
sakit swasta yang telah memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik untuk pelayanan
rawat jalan ataupun rawat inap. Jika penyakit pasien dapat ditangani tanpa harus
mendapatkan perawatan inap, pasien boleh pulang atau dirujuk kembali ke pada Puskesmas,
Poliklinik milik TNI/POLRI, Dokter keluarga praktek perorangan/bersama,, Dokter gigi
keluarga dan Klinik 24 jam. Sedangkan untuk pasien dengan penyakit kronis, dapat masuk ke
dalam program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama tersebut.
2.1.4 Pengkajian (pemeriksaan fisik)

Perawat berperan penting dalam merawat pasien dengan masalah pernapasan dengan
mengambil riwayat penyakit khusus dan melakukan perneriksaan fisik dada. Pengkajian ini
memungkinkan perawat mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi dasar dan
memberikan kerangka kerja untuk deteksi beberapa perubahan cepat pada kondisi pasien.
Pengkajian bermakna bila dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yang dapat menunjukan
perubahan atau perbaikan status pernapasan. Karena perawat lebih sering dengan pasien,
maka seringkali perawat yang mendeteksi perubahan kondisi pasien daripada dokter yang
hanya mengunjungi pasien sekali atau dua kali sehari dan meskipun dengan hanya informasi
dari hasil foto dada akan kurang menyadari perubahan cepat status pasien.
Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang pemeriksaan dada oleh perawat adalah pengkajian paling cepat dan paling
nyata terhadap situasi. Diagnosis fisik terhadap dada meliputi empat prosedur:
inspeksi, atau melihat pada pasien
palpasi, atau merasakan pasien
perkusi, atau mengetok pasien
auskultasi, atau mendengar dada pasien dengan
stetoskop
A. Inspeksi
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa
faktor. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit
untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat
mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal.
Secara umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis
perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan
tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya
bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai
arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen.
Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk
mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara
terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas.
Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas
untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan
bekerja.
Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada
dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal
paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat
terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab
distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa
pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat
menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering
duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai
upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi
dada.
Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau
deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi
trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang
sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat
sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada
menghitungnya.
Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh,
bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan
berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat
berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau
asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per
menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif,
penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi
jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari
1 kali panjang inspirasi.
Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara
normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke
inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria
daripada wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell
adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada
atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah
pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan
penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang
lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus,
dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti
fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau
nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu
cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan
ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru
kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada
sisi kiri. Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali
masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama
inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada
normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari
biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu,
menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik
sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
B. Palpasi
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan
meminta pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien mengikuti
instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi
yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada
pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu
dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada
efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi
ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas,
vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi,
tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas
perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan
gerakan mukus padajalan napas besar.
C. Perkusi
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya
dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada
peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema
dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan
kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis
seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan
kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia,
efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga
terdengar pada perkusi di atas jantung.
D. Auskultasi
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di
atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas
dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila
pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi
napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan
penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru
obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan
napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga
tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas
pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks,
dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak)
antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari
stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
- bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
- bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
- bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan
napas utama
2.2 Berdasarkan Kasus

Konsep Medis
2.2.1 Definisi Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya.Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
tubuh manusia. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,
miskin, atau kaya) dan dimana saja.
Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang
dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di
Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.
2.2.2 Etiologi Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun.
a) Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC.
b) Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

2.2.3 Patofisiologi
Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi oleh organism di alveolar melalui droplet
nuclei yang sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel ephitelia siliari dari saluran atas
pernafasan. Bila terinplantasi M. tuberculosis melalui saluran nafas, mikroorganisme kn
membelah diri dan dicerna oleh mkrofagpulmoner, dimana pembelahan diri akan terus
berlangsung, walaupun lebih pelan. nerkosis jaringan dan klasifikasi jaringan pada daerah
yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi, menghasilkan pembentukan
radiodense area menjadi kompleks gohn. Makrofag yang beraktivitas dalam jumlah besar
akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi oleh M. Tuberkulosis yang padat seperti keju
(daerah nerkotik) sebagai bagiandari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas
tipe terunda juga berkembang melalui aktivitas dan perbanyakan limfoid T. Makrofag
membentuk granuloma yang mengandung organism
Keberhasilan dalam menghambat M. Tuberkulosis membutuhkan aktivitas dari
limfosit CD4 subset, yang dikenal sebagai sel TH-1, yang mengaktivasi makrofag melalui
sekresi internefron sekitar90% pasien yang pernah memiliki penyakit primer tidak
memiliki manifestasi klinis lain selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa kombinasi
dengan adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil radiografi sekitar 5% pasien (
biasanya anak-anak, arangtua atau penurunan sistem imun) mengalami penyakit primer
yang berkembang pada darah dan infeksi primer ( biasanya lobus paling bawah) dan lebih
sering dengan diseminasi, menyebabkan terjadinya infeksi meningitis dan biasanya juga
melibatkan lobus paru-paru paling atas sekitar 10% dari pasien mengalami reaktivitas,
terjadi penyebaran organism melalui darah biasanya penyebaran orgaisme mealui darah
menyebabkan pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit secara luas dan membentuk
granuloma yang dikenal sebagai tuberculosis malaria.

2.2.4 Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi

2.2.5 Klasifikasi
berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda
tanda lain positif )TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (
sputum BTA negatif dan tanda tanda lain meragukan

2.2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam dapat
bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batukdarah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat.Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,sehingga
menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarangditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat danhilang timbul secara tidak teratur.

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 12bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin
( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin,
kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin
merupakan obat obat baris kedua

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
3) Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
4) Rontgen dada (thorax photo).
5) Uji tuberkulin.
6)
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari
klien.Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau
kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:
a. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, social kultural, dan spiritual yang
bisa mempengaruhi status kesehatannya.
b. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini
bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat
suatu database yang lengkap. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi
primer.
c. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting
dan catatan kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi,
dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah
yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga,
tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan Metode
pengumpulan data meliputi berikut ini :
a) Melakukan wawancara.
b) Riwayat kesehatan/keperawatan.
c) Pemeriksaan fisik.
d) Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan
kesehatan (rekam medik).
Secara umum pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan gangguan pernafasan
dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
a) Biodata Pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan).
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik
maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui
hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat
pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
Riwayat Kesehatan
Meliputi :
Keluhan Utama
Keluhan Utama meliputi keluhan saat masuk rumah sakit dan keluhan
saat pengkajian. Keluhan utama seharusnya mengandung unsur
PQRST (Pain, Quality, Regio, Skala, dan Time)
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang perlu diketahui untuk menegakan
diagnose.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Yang sering ditanyakan disini antara lain adalah apakah pasien pernah
mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan khusus untuk
gangguan pernafasan dapat ditanyakan kebiasaan merokok pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-
paru ada tiga hal yaitu:
- Penyakit infeksi
Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke
orang lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
- Kelainan alergi
Contohnya: Asma Bronkial, Pasien Bronkitis Kronis
Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Pengkajian bio-psiko-sosial-spiritual meliputi kajian tentang
aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit
pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau
ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat
dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stres bio-psiko-sosial-spiritual
dan mencari jalan keluar.
Yang umum dikaji adalah empat belas kebutuhan menurut Virginia
Handerson, yaitu Bernafas, Makan dan Minum, Eliminasi, Gerak dan Aktifitas,
Istirahat Tidur, Kebersihan Diri,Pengaturan Suhu Tubuh, Rasa Aman, Rasa
Nyaman, Pengetahuan, Prestasi dan Produktifitas, Rekreasi, Sosialisasi dan
Komunikasi, dan Spiritual.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara Inspeksi, Palpasi< Perkusi, dan
Auskultasi.
1) Inspeks
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah:
Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus
dalam keadaan duduk.
Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah.
Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar,
lesi dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis
dan lordosis).
Catat jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler),
kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau
pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan dan
retraksi intercostae.
Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic
Airflow Limititation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).
Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior
(AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar
antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru-paru atau pleura.
Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan napas.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas,mengidentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
Palpasi toraks berguna untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan bengak. Perlu dikaji juga
kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh nyeri.Perhatikan adanya
getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).
3) Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu :
Suara perkusi normal
- Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru
dan normalnya bergaung dan bersuara rendah.
Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-
paru
- Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara
umumnya bersifat musical.
Suara perkusi abnormal
- Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang
abnormal berisi udara.
- Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat
didengar pada perkusi daerah paha, dimana seluruh
areanya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna
mencangkup mendengar suara napas normal dan suara tambahan
(abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih. Jenis suara
napas normal adalah :
Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdngar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di
antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea
atau daerah lekuk suprasternal.
Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas bronkhial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar
di daerah dada dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.
Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan (E < I).
Jenis suara napas tambahan adalah:
Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan
karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang
disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.
Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-
menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat
dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien
mengalami nyeri saat bernapas dalam.
Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
- Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat
inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat
udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau
bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
- Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter
suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat
terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang
besar. Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
Data Penunjang
Data Penunjang merupakan data tambahan yang di dapat dari hasil
pemeriksaan penunjang seperti:
- Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, oksimetri serta pemeriksaan darah lengkap.
- Tes struktur sistem pernafasan : sinar-x dada , bronkoskopi , scan paru
- Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernafasan: kultur
kerongkongan, sputum , uji kulit, torakentesis.
B. Diagnosa
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan spesifik, perawat menggunakan
keterampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat
peringkat dalam urutan kepentingannya.
Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan
ketika klien mempunyai masalah atau perubahan multiple (Carpenito, 1995).
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan
menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan
pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai
pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan
potensial dalam diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
a) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
b) Gangguan Pertukaran Gas
c) Hipertermia
d) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e) Kekurangan volume cairan
C. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Ketidakefektifan Kriteria Hasil : Pastikan kebutuhan oral /
Bersihan Jalan - Mendemonstrasikan tracheal suctioning
Napas batuk efektif dan Auskultasi suara nafas
suara nafas yang sebelum dan sesudah
bersih (mampu suctioning.
mengeluarkan Informasikan pada klien dan
sputum, mampu keluarga tentang suctioning
bernapas dengan Minta klien nafas dalam
mudah) sebelum suction dilakukan.
- Menunjukan jalan Berikan O2 dengan
napas yang paten menggunakan nasal untuk
- Mampu memfasilitasi suksion
mengidentifikasikan nasotrakeal
dan mencegah faktor Gunakan alat yang steril
yang dapat sitiap melakukan tindakan
menghambat jalan Anjurkan pasien untuk
napas istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status oksigen
pasien
Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2

2. Gangguan Kriteria Hasil : Airway Management


pertukaran gas - Mendemonstrasikan Buka jalan nafas, guanakan
peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw
dan oksigenasi yang thrust bila perlu
adekuat Posisikan pasien untuk
- Memelihara memaksimalkan ventilasi
kebersihan paru paru Identifikasi pasien perlunya
dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
tanda distress buatan
pernafasan Pasang mayo bila perlu
- Mendemonstrasikan Lakukan fisioterapi dada
batuk efektif dan jika perlu
suara nafas yang Keluarkan sekret dengan
bersih, tidak ada batuk atau suction
sianosis dan dyspneu Auskultasi suara nafas, catat
(mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan
Lakukan suction pada mayo
sputum, mampu
Berika bronkodilator bial
bernafas dengan
perlu
mudah, tidak ada
Barikan pelembab udara
pursed lips)
Atur intake untuk cairan
Tanda tanda vital dalam
mengoptimalkan
rentang normal
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti
dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
3. Hipertermia Kriteria Hasil : Fever treatment
- Suhu tubuh dalam Monitor suhu sesering
rentang normal mungkin
- Nadi dan RR dalam Monitor IWL
rentang normal Monitor warna dan suhu
Tidak ada perubahan kulit
warna kulit dan tidak Monitor tekanan darah, nadi
ada pusing, merasa dan RR
nyaman Monitor penurunan tingkat
kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2
jam
Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika
perlu
4. Ketidaseimbangan Kriteria Hasil : Nutrition Management
nutrisi kurang dari - Adanya peningkatan Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan Tubuh berat badan sesuai Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan tujuan untuk menentukan jumlah
- Berat badan ideal kalori dan nutrisi yang
sesuai dengan tinggi dibutuhkan pasien.
badan Anjurkan pasien untuk
- Mampu meningkatkan intake Fe
mengidentifikasi Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
- Tidak ada tanda tanda vitamin C
malnutrisi Berikan substansi gula
- Tidak terjadi Yakinkan diet yang
penurunan berat dimakan mengandung tinggi
badan yang berarti serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

5. Kekurangan Kriteria Hasil : Fluid management


Volume Cairan - Mempertahankan Timbang popok/pembalut
urine output sesuai jika diperlukan
dengan usia dan BB, Pertahankan catatan intake
BJ urine normal, HT dan output yang akurat
normal Monitor status hidrasi (
- Tekanan darah, nadi, kelembaban membran
suhu tubuh dalam mukosa, nadi adekuat,
batas normal tekanan darah ortostatik ),
- Tidak ada tanda tanda jika diperlukan
dehidrasi, Elastisitas Monitor hasil lAb yang
turgor kulit baik, sesuai dengan retensi cairan
membran mukosa (BUN , Hmt , osmolalitas
lembab, tidak ada urin )
rasa haus yang Monitor vital sign
berlebihan Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake
kalori harian
Kolaborasi pemberian
cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan diuretik sesuai
interuksi
Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi

Anda mungkin juga menyukai