Anda di halaman 1dari 8

Induksi Persalinan

Induksi persalinan (induction of labor) adalah tindakan artifisial digunakan untuk


menginisiasi persalinan sebelum persalinan spontan terjadi.11
Induksi persalinan adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan7
Akselerasi (Augmented of labor) persalinan adalah meningkatkan frekuensi, lama
dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
Induksi persalinan telah dilakukan di berbagai belahan dunia dan menjadi praktik
yang rutinitas pada maternitas modern.12

Tujuan dilakukannya induksi persalinan adalah agar tercapai kontraksi yang adekuat
yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 menit dengan durasi 40 detik.6
Sebelum melakukan induksi persalinan, yang harus diperhatikan adalah keadaan
serviks yang siap untuk mengalami dilatasi atau serviks yang matang. Secara
kuantitatif dapat ditentukan menggunakan skor Bishop yang dapat dilihat pada table
2. Nilai > 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka
keberhasilan induksi persalinan yang tinggi. Umumnya induksi persalinan yang
dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik (effacement) 80%,
kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil
dengan baik. Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil
dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak favourable ( Skoring Bishop
< 4 ) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Jika serviks belum matang, ada beberapa cara untuk mematangkan serviks seperti
cara mekanis dan medikamentosa/kimiawi.14
1. Cara mekanis : balon kateter, dilatator mekanis dan stripping of the membrane.
2. Kimiawi/medikamentosa:
a. Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan
aplikator khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). Pemberian prostaglandine
harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 12 jam pasca
pemberian prostaglandine E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 5% kasus yang mendapat
prostaglandine suppositoria.
b. Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 g. Pemberian secara
intravagina dengan dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang
pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat. Bila
dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang
dengan dosis 50 g. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian
dan dosis maksimum adalah 4 x 50 g ( 200 g ).
Dosis 50 g sering menyebabkan :
Tachysystole uterin
Mekonium dalam air ketuban
Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 g misoprostol peroral setara dengan
pemberian 25 g per vaginam

Cara melakukan induksi persalinan ada dua yaitu:


1. Alami
Induksi secara alami dapat dilakukan dengan cara hubungan seksual sehingga
sperma yang masuk yang mengandung prostaglandin dapat memicu kontraksi rahim

2. Obat-obatan atau tindakan lainnya:


A. Amniotomi
B. Balon kateter
C. Memberikan prostaglandin seperti E2(PGE2) atau Oksitosin
Cara melakukan induksi persalinan ada dua yaitu:
1. Alami
Induksi secara alami dapat dilakukan dengan cara hubungan seksual sehingga
sperma yang masuk yang mengandung prostaglandin dapat memicu kontraksi rahim

2. Obat-obatan atau tindakan lainnya:


A. Amniotomi
B. Balon kateter
C. Memberikan prostaglandin seperti E2(PGE2) atau Oksitosin

1. Amniotomi
Amniotomi adalah tindakan memecahkan selaput amnion untuk merangsang
kontraksi karena terjadinya penurunan kepala bayi yang menekan OUI.
Yang harus diperhatikan adalah:

3. Pada daerah yang tinggi insiden HIV, tidak dianjurkan melakukan amniotomi,
bahkan sedapat mungkin tetap dipertahankan utuh.
4. Hati-hati pada kehamilan dengan hidramnion, karena dapat
menyebabkan solutio placenta sehingga dapat terjadi perdarahan hebat dan
kematian janin, pada presentasi muka, tali pusat terkemuka dan vasa previa.

Cara Melakukan Amniotomi:

Periksa djj
Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi serviks, posisi apakan ante,
tengah atau retro flexy atau ante/retro versi, persentase effacement (pendataran
serviks) dan dilatasi (pembukaan serviks) dengan menggunakan sarung tangan
DTT
Masukan alat untuk memecahkan ketuban atau dapat juga menggunakan
kocher yang dipegang dengan tangan kiri (jika tidak kidal) dan dengan
menggunakan jari telunjuk dan tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput
ketuban.
Gerakan ujung jari tangan kiri yang memegang kocher untuk menorehkan gigi
kocher hingga merobek selaput ketuban
Cariran ketuban akan keluar secara perlahan, tetapi jangan keluarkan jari tangan
kanan yang masih berada didalam vagina dan yakini tidak teraba bagian terkecil
bayi atau tali pusat yang menumbung, sambil melihat dan mengingat warna,
kejernihan, pewarnaan meconium, serta perkiraan jumlahnya yang ditampung
dalam nierbechken / piala ginjal. Jika terdapat pewarnaan meconium (kehijauan)
suspek gawat janin.
Setelah cairan ketuban tidak keluar lagi, keluarkan jari tangan kanan dari vagina
dan lakukan DTT terhadap semua alat yang digunakan
Periksa djj saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus. Apabila terdapat
akselerasi (> 180x/menit) atau deselerasi (<100x/menit) suspek gawat janin.
Berikan oksigen dengan masker 5 liter /menit dan segera dirujuk, jika tidak,
lanjutkan pada langkah berikutnya
Catat temuan dalam dokumentasi kebidanan
Jika kelahiran tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antobiotika unutk pencegahan
infeksi : Ampicillin 2 gram IV, ulangi setiap 6 jam sampai lahir.
Jika tidak ada tanda-tanda infeksi hingga kelahiran bayi, antibiotika harus
dihentikan
Jika proses persalinan tidak terjadi dalam 1 jam setelah amniotomi, mulailah
dengan pemberikan oksitosin
Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia, infus oksitosin
dilakukan bersamaan dengan amniotomi, tetapi tindakan ini dilakukan di tempat
layanan yang ada dokter spesialis kebidanan seperti RS, RSIA, atau puskesmas
Poned.

Gambar 1. Amniotomi

Sumber : Stormont -Vail GOM bay friendly ebook13


Keberhasilan Induksi Persalinan
Keberhasilan induksi persalinan dilaporkan berhubungan dengan Bishop Score. Jika
skor Bishop 6 biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika 5,
sebaiknya serviks dimatangkan terlebih dahulu dengan prostaglandin atau balon
kateter. dibawah ini adalah tabel Skor Bishop.7

Tabel 2. Skor Bishop


Skor

Faktor 0 1 2 3

Lebih
Bukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 dari 5

Panjang Serviks
(cm)/effacement >4 3-4 1-2 <1
Rata-
Konsistensi Kenyal rata Lunak

Posisi Posterior Tengah Anterior

Turunnya kepala (cm


dari spina iskiadika) -3 -2 -1 +1, +2

Turunnya kepala
(dengan palpasi
abdominal menurut
system perlimaan) 4/5 3/5 2/5 1/5
Sumber : Mathai et al (2002)7
2. Balon Kateter
Balon kateter / Foley Catheter merupakan pilihan lain disamping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks pada induksi persalinan. Hal yang harus
diperhatikan adalah tidak boleh memasang balon kateter pada ibu dengan
perdarahan. ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, atau adanya infeksi
vagina maupun infeksi saluran kemih (ISK).7

Persiapan Alat untuk Memasang Balon Kateter

Baki steril berisi:

Sarung tangan DTT


Balon kateter ukuran 18-20 CH
Venster klem/Klem Panjang/forceps
Spuit steril yang berisi Aqua Bidestilata10 ml
Cara melakukan induksi persalinan adalah:

Kaji ulang indikasi induksi persalinan


Lakukan vulva hygiene
Masukan speculum DTT kedalam vagina, pastikan ukurannya tepat sesuai
dengan berat badan ibu
Masukan balon kateter secara perlahan-lahan kedalam serviks ibu dengan
menggunakan forceps DTT atau klem panjang atau venster klem. Pastikan ujung
balon kateter telah melewati ostium uteri internum (OUI)
Gembungkan balon kateter dengan memasukan cairan sebanyak 10 steril (aqua
bidestilata) sebanyak 10 ml
Gulung sisa kateter dan masukan ke dalam vagina, atau dapat juga diplester pada
paha ibu bagian dalam
Diamkan selama 12 jam sambil diobservasi hingga timbul kontraksi uterus atau
maksimal pemasangan 12 jam.
Kempiskan balon kateter sebelum kateter dikeluarka
Jika sudah ada pembukaan lebih besar dari balon yang dibuat, kateter akan
keluar dengan sendirinya
Lanjutkan dengan pemberian oksitosin

Gambar 2. Pemasangan Balon kateter untuk induksi persalinan

Sumber: Widjanarko (2011)

3. Oksitosin
Oksitosin adalah hormone yang diproduksi oleh hipotalamus posterior yang dapat
menyebabkan kotraksi rahim juga memancarkan ASI. Pada praktek kebidanan
oksitosin yang di gunakan adalah oksitosin sintesis untuk memicu induksi maupun
akselerasi persalinan.

Oksitosin harus digunakan secara hati-hati karena dapat menyebabkan gawat janin
dan hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat terjadi dan risiko rupture
uteri pada pemberian oksitosin meningkat pada ibu multipara. Dosis oksitosin
bervariasi dan dilarutkan dalam cairan dekstrose atau cairan garam fisiologis denga
tetesan dinaikan secara bertahap sampai his adekuat ( 2 kali dalam 10 menit). Pada
saat melakukan induski persalinan dengan oksitosin, ibu harus dipantau secara ketat
sehingga jika terjadi komplikasi pada ibu dan janin dapat diketahui secara dini.7
Cara Melakukan Induksi Persalinan

Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil serta periksa denyut
jantung janin secara berkala
Kaji ulang indikasi
Baringkan ibu hamil miring ke kiri
Catat semua hasil observadi ke dalam partograf (Tetesan infus oksitosin,
frekuensi dan durasi kontraksi, djj setiap 30 menit). Jika djj < 100 x/menit, infus
oksitosin dihentikan)
Infus oksitosin 2,5 Unid dalam 500 cc dekstrose 5% atau cairan garam fisiologis
mulai dengan 10 tetes per menit (dapat dilihat pada table berikut)
Naikan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali dalam 10 menit durasi lebih dari 40 detik) dipertahankan sampai
terjadi kelahiran

Yang harus diperhatikan ketika melakukan induksi persalinan adalah:


1. Jika tidak terjadi kontraksi yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40
detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit:
Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% atau
cairan garam fisiologis. Sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit (15
mlU/menit)
Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 3 menit sampai mencapai
kontraksi adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik) atau setelah
infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit
2. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih
tinggi:
Pada multigravida : induksi dianggap gagal dan segera dilakuka seksio sesarea
Induksi persalinan dengan 10 mlU oksitosin tidak boleh diberikan pada
multigravida dan pada bekas seksio sesarea
Pada primigravida: infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
10 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologis 30 tetes per menit
Naikan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mlU per
menit) lakukan seksio sesarea
Hal yang Harus Diperhatikan dan Dipatuhi
Materi yang diberikan adalah ilmu pengetahuan yang harus diketahui, tapi
pengetahuan belum tentu menjadi kewenangan bidan. Kewenangan bidan diatur
oleh peraturan pemerintah (Kemenkes 1464 Tahun 2010 tenang ijin dan praktik
bidan).15 Sebagai tenaga professional, sekalipun mampu harus mengetahui sejauh
mana kewenangan yang dimiliki. Melihat teknik di induksi dan augmentasi diatas,
maka wewenang bidan hanya dapat melakukan amniotomi tetapi harus diperhatikan
semua syarat yang ada harus terpenuhi. Pemberian Misoprostol (citotec, gastrula
dsb) bukan menjadi wewenang bidan dan perlu diingat penggunaan obat ini dapat
berakibat fatal karena perdarahan. Teman sejawat sebaiknya mempelajari kebijakan
yang ada sehingga pelayanan yang diberikan aman secara hukum dan tidak
merugikan pasien, keluarga dan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai