Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA DD TB PARU

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Diajukan kepada :

Pembimbing : dr. Setya Dipayana, Sp.A

Disusun oleh :

Rangga Patria Lazuardi H2A011036

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU KESEHATAN ANAK

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA DD TB PARU

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Stase Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:

Rangga Patria Lazuardi H2A011036

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik

Ilmu Kesehatan Anak,

dr. Setya Dipayana, Sp.A

2
BAB I
PENDAHULUAN
Pneuomonia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat
pneumonia (Afrika dan Asia Tenggara). Di Indonesia sendiri terjadi kematian
bayi sebesar 27,6% dan kematian balita sebesar 22,8% karena pneumonia.
Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, diantaranya:
pneumoni yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi
vitamin A, tingginya prevalens kolonisasibakteri patogen di nasofaring, dan
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru, yang sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh
karena hal lain (aspirasi). Pneuomonia oleh karena bakteri biasanya awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Bakteri yang paling sering sebagai penyebab
pneumonia di negara berkembang adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus.
Berdasarkan tempat infeksi, dikenal 2 bentuk pneumoniae, yaitu:
pneumonia masyarakat (community acquaired pneumonia) infeksi yang terjadi
di masyarakat, pneumonia RS/nosokomial (hospital acquaired pneumonia)
infeksi yang terjadi di RS.

3
BAB II
CATATAN MEDIS

1. IDENTITAS
Nama : An. AK
Usia : 2 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Wonorejo 1/1 Mijen, Semarang
No. RM : 463xxx
Bangsal : Amarilis 2
Tanggal masuk RS : 11 Juli 2017

Nama orang tua : Tn. S


Usia : 39 th
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Wonorejo 1/1 Mijen, Semarang
2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam naik turun sudah 2 minggu
tak kunjung sembuh. Demam turun biasanya pada pagi hari dan jika diberi
obat penurun demam. Demam turun tidak pernah sampai suhu normal dan
demam kembali tinggi pada sore hingga malam hari. Demam tidak sampai
menggigil. Keluhan demam juga diserta batuk. Batuk grok-grok sudah 2
minggu, terus menerus sepanjang hari, anak tidak bisa mengeluarkan
dahaknya. Batuk sudah pernah diobati dengan obat batuk, namun tidak
pernah sembuh. Orang tua pasien juga mengeluh nafsu makan anak
menurun dalam 2 minggu terakhir, berat badan tidak naik. Keluhan kejang
(-), BAB cair (-).

4
Saat di IGD pasien masih batuk, disertai muntah 1 x, muntah berisi
cairan dan makanan yang dikonsumsi, tidak ada darah dalam muntahan.
Muntah sebanyak kurang lebih 1 gelas belimbing. Dari dokter IGD
disarankan untuk rawat inap.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat demam dan batuk serupa : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat batuk lama (> 2 minggu) : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama. Selama kehamilan, ibu kontrol
rutin di bidan maupun dokter sebulan sekali. Konsumsi obat-obatan hanya
dari dokter. Tidak ada pesan khusus selama kehamilan.
Riwayat persalinan :
Anak lahir spontan, cukup bulan, di rumah sakit, BB: 3050 gr, PB: 48 cm.
Riwayat imunisasi :
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan Pentavalen, Polio 2
3 bulan Pentavalen, Polio 3
4 bulan Pentavalen, Polio 4
9 bulan Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat tumbuh kembang :
Senyum : 2 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 5 bulan
Berdiri pegangan : 7 bulan

5
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien merupakan
anak pertama. Ayah pasien bekerja sebagai buruh pabrik swasta, dan
ibunya seorang ibu rumah tangga. Kesan ekonomi cukup.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 12 Juli 2017 jam 6.00 di
bangsal Amarilis 2.
Keadaan umum : tampak lemah, kurang aktif
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : 103 x/ menit
RR : 25 x/ menit
Suhu : 37,6oC
Antropometri :
BB : 14 kg
BB/ U : 14/14 x 100% = 100% (gizi baik)
Status generalis :
Kepala : kesan mesocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : cekung (-/-), air mata (+)
Hidung : sekret (+/+) minimal, warna putih
Telinga : serumen (+/+) minimal, warna kuning kecoklatan
Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher : pembesaran KGB (+/+), ukuran 3 mm, jumlah 3 (2
di kanan, 1 di kiri), mobile, tidak nyeri bila ditekan/
digerakkan

6
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ1 > BJ2 reguler
Pulmo
Inspeksi : hemithorax dextra sinistra simetris
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : ronkhi (+/+), wheezing (-/-), hantaran (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : turgor kulit baik
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
Akral hangat ekstremitas superior inferior, edema (-), CRT < 2 dtk.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap ( 11 Juli 2017 jam 22:12 )
Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 9.72 103/uL 5.5-15.5
Eritrosit 4.49 106/uL 3.6-6.2
Hemoglobin 12.00 g/dL 10.8-12.8
Hematokrit 35.60 % 35-49
MCV 79.30 fL 70-101
MCH 26.70 Pg 23-31
MCHC 33.70 g/dL 26-34
Trombosit 361 103/uL 217-427
RDW 12.30 % 11.5-14.5
PCR 23.0 %

7
Diff Count
Eosinofil Abs 0.02 (L) 103/uL 0.045-0.44
Basofil Abs 0.01 103/uL 0-0.2
Netrofil Abs 6.48 103/uL 1.8-8
Limfosit Abs 2.10 103/uL 0.9-5.2
Monosit Abs 1.12 (H) 103/uL 0.16-1
Eosinofil 0.20 (L) % 2-4
Basofil 0.10 % 0-1
Netrofil 66.60 % 50-70
Limfosit 21.60 (L) % 25-50
Monosit 11.50 (H) % 1-6

Widal (Serum/Plasma) ( 11 Juli 2017 jam 22:12 )


Hasil Satuan Nilai Normal
S. Typhi O 1/640 Negatif
S. Typhi H 1/640 Negatif

8
X-foto thorax AP ( 12 Juli 2017 jam 15:27 )

Cor : Ukuran tak membesar


Pulmo : Corakan vaskuler kasar
Bercak kesuraman kedua parahiler dan parakardial
Diafragma : Baik
Sinus costophrenicus : Lancip
Kesan :
Cor : Normal
Pulmo : Gambaran bronkopneumonia
5. DIAGNOSIS BANDING
Demam :
1) Demam typhoid
2) TB paru

9
Batuk :
1) Bronkopneumonia
2) TB paru
6. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Demam typhoid
Bronkopneumonia dd TB paru
Diagnosis gizi : gizi baik
Diagnosis tumbuh kembang : tumbuh kembang sesuai usia
Diagnosis imunisasi : imunisasi dasar lengkap
7. INITIAL PLAN
Initial plan diagnosis :
Mantoux test, skoring TB
Initial plan terapi :
1) Infus RL, kebutuhan cairan:
BB: 14 kg
10 x 100 = 1000
4 x 50 = 200
1200 ml
Jumlah tetesan:
Kebutuhan cairan x faktor tetesan (makro)
Waktu (jam) x 60 menit
1200 x 15
24 x 60
= 12 tpm
2) Antibiotik
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr IV
Dosis Ceftriaxone : 50-75 mg/kgBB/hari
Sediaan : vial 1 gr
75 x 14 = 1050 mg/ hari

10
3) Kortikosteroid
Inj. Dexamethasone 3x1/3 ampul
Dosis Dexa : 0,08-0,3 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis
Sediaan : 5 mg/ ml
0,3 x 14 = 4,2 mg/hari
4) Mukolitik
Erdostein
Dosis Erdostein : 5 ml, 2x sehari
Sediaan : dry syrup 175 mg/ 5 ml
R/ Erdostein syr no.I
S 2 dd 1 cth
5) Antipiretik
Paracetamol
Dosis Paracetamol : 10-15 mg/ kgBB/ kali
Sediaan : syrup 125 mg/ 5 ml
15 x 14 = 210 mg/ kali
R/ Paracetamol syr 125 mg/ 5 ml no.I
S 3 dd 1 cth
8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

11
Follow up
12/7/2017 jam 6.00
S Demam naik turun 2 minggu, turun pagi hari dan tinggi kembali
saat sore sampai malam hari. Batuk grok-grok 2 minggu, batuk
terus menerus sepanjang hari, tidak sembuh dengan obat batuk.
Nafsu makan turun.
O KU: lemah, kurang aktif
Kesadaran: compos mentis
TD: tidak dilakukan
N: 103 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR: 26 x/menit, reguler
t: 37oC
Pembesaran KGB colli (+/+)
Ronkhi (+/+)
Lab 11/7/2017:
Leukosit: 9.72 Trombosit: 361
Eritrosit: 4.49 S. Typhi O: 1/640
Hb: 12 S. Typhi H: 1/640
Ht: 35.60
A Demam typhoid, bronkopneumonia dd TB paru
P IVFD RL 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Inj. Dexamethasone 3x1/3 ampul
p.o Erdostein 2x1 cth
p.o Paracetamol syr 3x1 cth
Mantoux test

12
13/7/2017 jam 6.00
S Demam turun pagi ini, batuk grok-grok masih. Nafsu makan masih
sedikit.
O KU: lemah, kurang aktif
Kesadaran: compos mentis
TD: tidak dilakukan
N: 101 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR: 25 x/menit, reguler
t: 36,3oC
Pembesaran KGB colli (+/+)
SDV (+/+), ronkhi (-/-)
A Demam typhoid, bronkopneumonia dd TB paru
P IVFD RL 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Inj. Dexamethasone 3x1/3 ampul
p.o Erdostein 2x1 cth
p.o Paracetamol syr 3x1 cth

14/7/2017 jam 6.00


S Batuk berkurang, sudah tidak demam. Nafsu makan masih sedikit
O KU: baik
Kesadaran: compos mentis
TD: tidak dilakukan
N: 103 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR: 26 x/menit, reguler
t: 36,4oC
Pembesaran KGB colli (+/+)
SDV (+/+), ronkhi (-/-)
Mantoux test (-), dalam 2x24 = 0 mm
A Demam typhoid, bronkopneumonia dd TB paru

13
P IVFD RL 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Inj. Dexamethasone 3x1/3 ampul
p.o Erdostein 2x1 cth
p.o Paracetamol syr 3x1 cth

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru; peradangan
pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak
infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus
terminal.1 Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah
suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi
tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga didefinisikan
berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang
ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran
infiltrat pada foto rontgen toraks.2 Dikenal istilah lain yang mirip yaitu
pneumonitis yang maksudnya lebih kurang sama. Banyak yang menganut
pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses infeksi
sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun tidak
sepenuhnya ditaati oleh para ahli.2
ANATOMI
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari

15
pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting
dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel
goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis
yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut
incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi
menjadi 3 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis
inferior.
2. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan
posterobasal
MEKANISME PERTAHANAN PARU3
Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif.

16
1. PEMBERSIHAN UDARA
Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus
terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung,
orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area
permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan
diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan
dilembapkan.
2. PEMBAU
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan
dengan di trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi
gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang
dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor
pembau tanpa membawanya ke paru-paru.
3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh
bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat
dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di
jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus
yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel
kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil
lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan.
4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL
- makrofag alveolar
- pertahanan imun
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit
yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel
yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia,
bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas
bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang
bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit,
dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih

17
lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga
setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung
sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke
sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau
dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran
napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam
saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel
fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam
saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan
antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses
imun dalam limfosit T dan B.
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 5
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis
Pneumonia intersitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit (hospital based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur

18
d. Berdasarkan karakteristik penyakit pneumonia
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)


Usia pasien mrupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan.
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang
bersumber dari data di negara maju :
Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang
Lahir 20 hari Bakteri : E.colli, Streptococcus Bakteri : Bkateri anaerob,
grup B, Listeria monocytogenes Streptococcus grup D,
Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae
Virus : CMV, HMV
3 minggu 3 bulan Bakteri : Clamydia Bakteri : Bordetella pertusis,
trachomatis, Streptococcus Haemophilus influenza tipe B,
pneumoniae Moraxella catharalis,
Virus : Adenovirus, Influenza, Staphylococcus aureus

19
Parainfluenza 1, 2, 3 Virus : CMV

4 bulan 5 tahun Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus


pneumoniae, Mycoplasma influenza tipe B, Moraxella
pneumoniae, Streptococcus catharalis, Staphylococcus
pneumoniae aureus, Neisseria meningitidis
Virus : Adenovirus, Rinovirus, Virus : Varicela zoster
Influenza, Parainfluenza
5 tahun - remaja Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus
pneumoniae, Mycoplasma influenza, Legionella sp.
pneumoniae

PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang
umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh
pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru
mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel
darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan
demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan
sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril
oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan
batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi
mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan
bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin lain.
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut

20
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, dimana sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang
jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan
obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler.
Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap
infeksi berat. Atelektasis, edema intersitial, dan ventilation-perfusition mismatch
menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral
pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bekteri
sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah
sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. penumoniae menempel
pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi
seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut,
debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan onstruksi
jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang
bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal
yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru
lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru.
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan
infeksi yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak
lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan
ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan
terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa
limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan

21
cepat menjadi jelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas
yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan
penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada
sati sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak
teratur.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya
tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat
dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik), gejala pulmonal, pleural,
atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia,
resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut.
Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung.
Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung,
takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu napas interkostal dan abdominal
mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada
neonatus bisa tanpa batuk.
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau
tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan
anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk menghitung
frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi
napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan),
dan harus memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks
pada anak tidak mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologinya menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura.

22
Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar
pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya
suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
Pneumonia ini sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan, misalnya melalui aspirasi mekonium,
cairan amnion, dari serviks ibu, atau berasal dari kontaminasi dengan sumber
infeksi dari RS. infeksi juga dapat terjadi karena kontaminasi dari komunitasnya.
Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi,
muntah, tidak, mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta dan
demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Keadaan ini sering sulit
dibedakan dengan keadaan sepsis dan meningitis.
Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar
Gejala klinis yang timbul pada pneumonia yang terjadi pada balita dan
anak yang lebih besar meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia,
dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal (muntah dan diare). Secara klinis
gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrwaing), napas
cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersama
konjungtivitis, otitis media faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan
pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveoler. Bila terjadi efusi
pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Gerakan
dada juga terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi

23
bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura akan
semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah
yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri ini dapat menyebar ke kuadran kanan
bawah dan menyerupai appendisitis. Abdomen mengalami distensi akibat dilatasi
lambung yang disebabkan oleh aerografi atau ileus paralitik. Hati akan teraba bila
tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung
kongestif sebagai akibat komplikasi pneumonia.
Pneumonia atipik
Mikroorganisme penyebab adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
spp, Legionnela pneumofilia, dan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab potensial infeksi
respiratori dan pneumonia pada anak, terutama pada anak usia sekolah dan
remaja. Chlamydia trachomatis sering ditemukan sebagai penyebab infeksi akut
respiratori pada bayi melalui transmisi vertikal (proses kersalinan) dan merupakan
etiologi infeksi perinatal yang penting. Legionnela pneumofilia, dan Ureaplasma
urealyticum jarang dilaporkan menyebabkan ifeksi pada anak.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis ( 15.000 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN.
Leukopenia ( < 5000/mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi
Chlamydia kadang kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan
sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan
glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang kadang terdapat
anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah
perifer lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara
pasti.

24
b) C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya
belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus
atau infeksi superfisialis daripada profunda.
c) Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji
serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik,
namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan
anibodi IgM dan IgG.
d) Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi
paru. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru.
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia.
e) Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi.

Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.


Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat sebagai
lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas,
menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

25
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung,
retraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
maka dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis
dan tatalaksana pneumonia yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
o Pneumonia sangat berat
Tidak dapat minum/makan

Kejang

Letargis

Malnutrisi
o Pneumonia berat
Bila ada sesak nafas, ada retraksi

Harus dirawat dan diberikan antibiotik


o Pneumonia
Bila tidak ada sesak nafas

Ada nafas cepat dengan laju nafas


> 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun

> 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun


Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

26
o Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumonia sangat berat
Tidak mau menetek/minum

Kejang

Letargis

Demam atau hipotermi

Bradipnea atau pernapasan ireguler


o Pneumonia harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas

Retraksi

Harus dirawat dan diberikan antibiotik


o Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis


KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi empiema torasis (komplikasi
tersering oleh pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau
infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase juga meningkat, dan gagal jantung)
juga dilaporkan cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan.

27
PENATALAKSANAAN
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan,
tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik
/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan
adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20
mg/kgBB sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri atipik.
Dosis eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1
kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari (hari pertama) dilanjutkan dengan dosis
5mg/kgBB untuk hari berikutnya.
b. Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam,
ampisilin atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang
diberikan berupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan

28
kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50
mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari.
PROGNOSIS
Dengan pemberian antiboitik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Bronkopneumoni. Diunduh dari : http://id.scribd.com

2. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari :
Sari Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6

3. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta :
1997. Hal 633.

4. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 1999. hal: 695-705.

5. Pedoman Diganosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005

6. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka
Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64.

7. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia. Bandung: 2005.

8. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

9. Definisi Pneumoni. Diunduh dari : Chapter II.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai