Anda di halaman 1dari 15

Dosen: Susda Heleni, Dra. , M.Pd.

DASAR-DASAR PENDIDIKAN MIPA


Teori Belajar Menurut Bruner

Oleh

Yosi Srinita
1205135729

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Riau

Pekanbaru

2013

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt Tuhan semesta alam karena atas izin dan kehendak-
Nya jugalah makalah sederhana ini dapat di selesaikan penulis tepat pada waktunya.

Pembuatan dan penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-
Dasar Pendidikan MIPA. Adapun masalah yang penulis bahas dalam makalah yang sederhana ini
mengenai Teori Belajar menurut Bruner.

Dalam penulisan pembuatan makalah ini penulis menemui berbagai hambatan dikarenakan
terbatasnya ilmu pengetahuan penulis mengenai hal yang berhubungan dengan penulisan makalah
ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima makasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah sederhana ini.

Penulis menyadari akan kemampuan penulis yang masih amatir. Dalam makalah sederhana
ini penulis sudah berusaha semaksimal mungkin,tetapi penulis yakin makalah sederhana yang
penulis buat masih banyak kekurangan,karena itu penulis mohon maaf.

Akhir kata, harapan penulis semoga makalah sederhana ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah sederhana ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju dimasa yang
akan datang. Terima kasih.

Pekanbaru, September 2013

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku yang merupakan akibat dari
pengalaman dan latihan. Belajar bukan sekedar mengumpulkan pengetahuan tetapi
merupakan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan
perubahan perilaku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan yang disadari. Banyak teori yang membahas tentang proses perubahan
tingkah laku tersebut.
Teori pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu
siswa didik dalam mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual.
Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan informasi yang mendeskripsikan tujuan,
pengetahuan yang diperlukan, dan unjuk kerjaan itu penting. Hal ini adalah untuk
mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada dua perubahan yang
perlu diantisipasi, yaitu perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit (piecemeal) dan
yang bersifat sistemik (systemic). Jadi teori pembelajaran itu penting sebagai suatu
dasar pengetahuan yang memandu praktek pendidikan: bagaimana memfasilitasi
belajar dalam dunia pendidikan yang senantiasa berubah, terlebih dalam cakupan yang
sistemik.
Praktek pembelajaran adalah suatu subsistem yang merupakan bagian dari sebuah
sistem. Jika dalam sebuah perjalanan, sistemnya berubah, maka subsistemmnya pasti
berubah, oleh karena masing-masing kebutuhan subsistem harus memiliki titik temu
dengan sistemnya supaya sistem tersebut dapat mendukung subsistem secara
berkelanjutan. Jadi perubahan sistemik yang terjadi pada sistem pembelajaran mesti
diikuti oleh perubahan sistemik pada subsistem teori pembelajaran. Perubahan teori
pembelajaran harus diikuti oleh perubahan paradigma pembelajaran.
Alur berpikir diatas terbangun dari sejarah perkembangan teori pembelajaran.
Sebelum para tokoh psikologi membangun dan menemukan teori belajar kognitif,
terlebih dahulu sudah terdapat beberapa teori pembelajaran yang telah muncul dan
berkembang. Namun teori pembelajaran yang ada saat itu mereka anggap masih kurang
sempurna, hingga akhirnya menginspirasikan beberapa tokoh psikologi untuk

3
menyikapi kekurangan-kekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih awal yang
dianggap masih ada beberapa celah kekurangan, yang diantaranya adalah teori
behavioristik. hal ini juga berlaku untuk teori pembelajaran kognitif itu sendiri. Seiring
berkembangnya zaman selanjutnya pasti akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari
teori kognitif ini dalam menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut sekaligus memberikan
inspirasi bagi tokoh psikologi (di era selanjutnya) untuk mengkonstruksi teori baru yang
lebih mampu untuk menjawab tuntutan zaman.
Pada abad ke-20, psikologi telah muncul sebagai sebuah bidang studi yang mandiri.
Diantaranya dimulai dengan kemunculan aliran strukturalisme dan juga fungsionalisme
yang didalamnya terdapat tokoh psikologi ternama, Dewey. Dari dialektika keduanya
muncul asosiasionisme yang digagas oleh Torndike dan Ebbinghaus. Dari aliran yang
terahir ini kemudian membuka jalan kemunculan behaviorisme. Langkah lain menuju
behaviorisme adalah temuan Pavlov tentang prinsip-prinsip pengkondisian klasik.
Perkembangan serta proses diskusi yang mendalam atas behaviorisme ini selanjutnya
mendorong lahirnya psikologi kognitif sebagai sebuah ilmu yang mandiri.
Tujuan belajar yang paling utama adalah apa yang dipelajari itu berguna
dikemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih
mudah. Hal ini dikenal sebagai transfer belajar. Apa yang kita pelajari dalam situasi
tertentu memungkinkan kita untuk memahami hal-hal lain. Transfer inilah yang menjadi
inti dalam proses belajar.
Demikian pula dengan tujuan pelajaran bukan hanya penguasaan prinsip-prinsip
yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar,
penelitian, penemuan, serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri. Menyajikan
konsep-konsep yang fundamental saja tidak dengan sendirinya menimbulkan sikap
demikian. Masih perlu penelitian dalam soal ini. Namun dianggap proses menemukan
sendiri akan menimbulkan sikap demikian.

B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, adapun masalah tersebut adalah:
1. Bagaimana teori belajar menurut Jerome Bruner ?
2. Bagaimana teori belajar matematika menurut Jerome Bruner?
3. Apa saja alat mengajar menurut Jerome Bruner?
4. Bagaimana aplikasi teori Jerome Bruner dalam pembelajaran matematika ?

4
C. Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan
bermanfaat dalam proses pembelajaran tentang belajar dan pembelajaran.
Secara terperinci, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut Jerome Bruner
2. Untuk mengetahui teori belajar matematika menurut Jerome Bruner
3. Untuk mengetahui alat mengajar menurut Jerome Bruner
4. Untuk mengetahui aplikasi teori Jerome Bruner dalam pembelajaran
matematika

D. Manfaat
Penulis menulis makalah ini yaitu agar bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini
dapat memberikan pemahaman mengenai teori belajar Bruner
1. Mempunyai landasan untuk mengajar sehingga pembelajaran menjdi efektif.
2. Memberikan pengalaman agar dapat menjadi pengajar yang baik sesuai yang
diinginkan peserta didik.
3. Agar pendidik mengetahui bagaimana karakter peserta didik.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Bruner


Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli
psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.
Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar,
dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap manusia sebagai pemproses,
pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988;118).
Dasar pemikiran teori Jerome S. Bruner memandang bahwa manusia sebagai
pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan
suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar
informasi yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam
belajar, yaitu proses perolehan informasi baru (melalui kegiatan membaca,
mendengarkan penjelasan guru dan lain-lain), proses mentransformasikan informasi
yang diterima (bagaimana memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar
sesuai dengan kebutuhan) dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Bruner berpendapat bahwa belajar merupakan faktor yang menentukan dalam
pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan
(dicovery). Metode discovery learning ini mendorong siswa untuk belajar sendiri secara
mandiri. Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah stimulus (pemberian
perangsang), problem statement (mengidentifikasi masalah), data collection (
pengumpulan data), data prosessing (pengolahan data), verifikasi, generalisasi.
Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu, bruner
memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda
dengan reception learning atau expository teaching, di mana guru menerangkan semua
informasi dan murid harus mempelajari semua bahan/ informasi itu.

6
2.2 Teori Belajar Matematika
Adapun menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan alat peraga atau media lainnya. Pendekatan dan
strategi pembelajaran hendaknya mengikuti kaidah pedagogi secara umum, yaitu
pembelajaran diawali dari kongkret ke abstrak, dari sederhana kekompleks, dari yang
mudah kesulit dengan menggunakan berbagai sumber belajar.
Menurut Bruner untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya abstrak, dibutuhkan
wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera manusia.Bruner juga
mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak
akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam
benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak
dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keaktifannya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi)
informasi yang diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang
mempelajari bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan
menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan
sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner tentang
kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan (berbeda
dengan Teori Piaget). Ada dua bagian yang penting dari teori Bruner , yaitu :
a. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar
b. Teorema-teorema Tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika
Penjelasan tentang kedua bagian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar
Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (Misalnya
mempelajari suatu konsep Matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam

7
tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran
(struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-
sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang
dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah
sebagai berikut :
a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda
kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
b. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual
(visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan
konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols
yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-
orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika,
maupun lambang-lambang abstrak lainnya. Menurut Bruner, proses belajar
akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan
tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa
cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar
dengan menggunakan modus representasi ikonik, dan selanjutnya, kegiatan
belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar
dengan menggunakan modus representasi simbolik.

2. Teorema-Teorema Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika


Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan mengajar
matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut adalah teorema
penyusunan (Construction theorem), teorema notasi (Notation theorem), teorema
kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem), teorema
pengaitan (Connectivity theorem) .

8
a) Teorema penyusunan (Construction theorem)
Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk
belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan
penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar konsep pengertian akan
menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang menujukkan representasi konsep
itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai
dengan bantuan benda-benda konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide
tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi
nyata secara tepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan karena penguatan,
akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan
pengertian itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit.
Oleh karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak
bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan benda-benda konkrit.
Contoh, untuk memahami tentang konsep kubus atau balok maka guru
memperlihatkan benda-benda dalam kehidupan sehari-hari yang berbentuk
kubus atau balok.
b) Teorema Notasi
Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi
memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah
konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa.
Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus
dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang
paling sederhana sampai yang paling sulit. Urutan penggunaan notasi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak.
c) Teorema pengkontrasan dan keanekaragaman
Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi
konkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika,
dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar
suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep
tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan
konsep tersebut disajikan dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian anak
dapat memahami dengan mudah karakteristik konsep yang diberikan tersebut.

9
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat
dilakukan dengan menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk
menyampaikan konsep bangun ruang maka pada anak diberikan beberapa
gambar dan siswa menunjukkan gambar yang termasuk bangun ruang dan yang
bukan merupakan bangun ruang.
Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu
konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja.
Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat mengenal dengan
jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam
pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan
dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang
posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang berhadapan terletak
horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang posisinya miring, dan
sebagainya).
d) Teorema pengaitan (Konektivitas)
Teorema ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep
dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi,
namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin
merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan
untuk menjelaskan konsep lainnya. Seperti pada penentuan luas sisi bangun
ruang balok maka dibutuhkan pengetahuan prasyarat siswa tentang luas persegi
panjang.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini
penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat
kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa cabang-cabang
dalam matematika itu sendiri berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama
lainnya.
Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan
untuk diterapkan satu persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam
penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan secara bersamaan dalam
proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung
pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan
karakteristik dari siswa yang belajar.

10
2.3 Alat Mengajar Menurut Jerome Bruner

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya
antara lain:

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman vicaorus (sebagai pengganti


pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak dapat
mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui
film, TV, rekaman suara dan sebagainya.

2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip
suatu gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;

3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh,


film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala;

4. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang


menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau
feedback tentang respon siswa. Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru
namun yang penting adalah bagaimana menggunakan alat-alat itu sebagai suatu
system yang terintegrasi.

2.4 Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:


1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal :
untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan
contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya
berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini apakah nama bentuk
ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-
ubin yang dapat digunakan?
3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

11
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang
dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Bruner untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya abstrak, dibutuhkan
wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera manusia.Bruner juga
mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak
akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam
benda yang sedang diperhatikannya itu.
Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu
tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Beberapa konsep dalam pembelajaran
matematika dapat diuraikan langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner, mulai
modus representasi enaktif, ikonik, dan simbolik. Seperti pada materi bangun ruang sisi
datar contohnya pemahaman konsep volum balok atau membuat jaring-jaring kubus.
Selain teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema-teorema
tentang cara belajar dan mengajar matematika yaitu:
a. Teorema konstruksi (Construction Theorem)
b. Teorema Notasi (Notation Theorem).
c. Teorema kekontrasan dan variasi (Contrast and variation theorem)
d. Teorema konektivitas (Connectivity theorem)

B. Saran
1. Pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar guru mampu secara sendiri
menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar
matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistim
penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu
disesuaikan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan.
2. Tidak hanya tingkat kedalaman konsep yang diberikan pada siswa tetapi harus
disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian
pula. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana
pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap.

13
3. Diharapkan guru yang membaca makalah ini dapat menerapkan teori belajar Bruner
dalam pengajaran matematika di sekolah

14
DAFTAR PUSTAKA
Ardhi. Diakses pada tanggal 19 april 2011. http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-
belajar-bruner/

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta : Andi

Nasution, s . 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta :
Bumi Aksara

Simanjuntak, Lisnawati. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta

Sujana, Nana. 1990. Teori-Teori belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LPFE UI

15

Anda mungkin juga menyukai