Anda di halaman 1dari 9

ALIRAN MUTAZILAH, QADARIYAH, dan JABARIYAH

Makalah Ini Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ILMU KALAM

Oleh:
Lukmanul Hakim
NIM : E73212106

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Muzayyanah Mutashim Hasan, MA

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN TAFSIR HADITS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr. wb
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah
curahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga serta para sahabat dan mereka yang
menyeru dengan seruannya serta berpedoman dengan petunjuknya.
Alhamdulillah syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala kasih sayang-
Nya,makalah yang berjudul aliran Mutazilah, Qadariah, dan Jabariyah ini telah selesai. Semua
itu tak lepas dari dukungan serta motivasi dari beberapa pihak. Maka, tak lupa kami ucapkan
terimakasih atas semua bantuan serta keikhlasannya sehingga makalah ini bisa selesai. Meskipun
masih banyak sekali kekurangan baik dari segi pembahasan maupun tulisan.
Manusia tempatnya salah dan lupa, namun sebaik-baik orang yang bersalah adalah
mereka yang mau bertobat dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Dari sanalah kami harapkan
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan kelancaran proses
pembelajaran kami dan demi kebaikan kita bersama.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membawa manfaat baik bagi diri kami sendiri
maupun kita semua serta bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin ya robbal alamin
..

Wassalamualaikum wr. wb

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... i
Daftar isi......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 2
a. Mutazilah........................................................................................................... 2
1. Sejarah kemunculan Mutazilah.................................................................... 2
2. Al-Ushul Al-Khamsah.................................................................................. 3
b. Qadariah............................................................................................................. 5
1. Sejarah kemunculan Qadariyah.................................................................... 5
2. Doktrin doktrin Qadariyah........................................................................ 5
c. Jabariyah ............................................................................................................ 6
1. Sejarah kemunculan Jabariyah...................................................................... 6
2. Doktrin doktrin Jabariyah.......................................................................... 7
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk manusia berada di dalamnya. Tuhan maha
Kuasa atas segala sesuatu. Tuhan pun mempunyai kehendak yang bersifat mutlak terhadap
hamba hambanya. Dari sifat Tuhan yang berkehendak dan berkekuasaan mutlak ini, mulailah
timbul berbagai pertanyaan pertanyaan dan persoalan persoalan sampai dimanakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah


Maka dari itu, kami merumuskan masalah tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Mutazilah, Qadariah, dan Jabbariyah ?
2. Apa saja ajaran dalam teologi Mutazilah?
3. Bagaimana doktrin doktrin Qadariyah dan Jabariyah ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami sejarah munculnya aliran Mutazilah,
Qadariah, dan Jabbariyah.
2. Untuk mengetahui dan memahami ajaran - ajaran dalam teologi Mutazilah.
3. Untuk mengetahui dan memahami doktrin doktrin Qadariyah dan Jabariyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. MUTAZILAH
1. Sejarah Kemunculan Mutazilah
Secara harfiah, mutazilah berasal dari kata Itazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti
juga menjauh atau menjauhkan diri . Secara teknis, istilah mutazilah menunjukan pada dua golongan[1].
Golongan pertama, muncul sebagai respon politik murni. Pada asalnya golongan jamaah initumbuh sebagai
kaum netral politik, khususnya daalam artian sikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan lawan lawannya, terutama dengan Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah ibn Zubair [2]. Itulah asal mula
disebut golongan Mutazilah, mereka adalah golongan netralis tanpa stigma teologis seperti Mutazilah yang tumbuh
di periode selanjutnya.
Golongan kedua, sebagai respon persoalan teologi yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murjiah akibat
adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan
Murjiah tentang pemberian status kafir pada orang yang berbuat dosa besar [3] . Di kisah ini dinyatakan
bahwasannya Washil ibn Atha mempertahankan pendiriannya tentang pelaku dosa besar di hadapan Hasan Basri
dan para murid muridnya, kemudian ia memisahkan diri. Dari kisah inilah Hasan Basri menyebut Washil ibn
Atha dan sahabat sahabatnya yang sependirian pula dengan nama Mutazilah.
Dua golongan ini sama sama mempunyai corak politik. Golongan pertama politik murni, sedangkan golongan
kedua pun juga membahas praktek praktek politik yang dilakukan Usman, Ali, Muawiyah, dan sebagainya.
Letak perbedaan antara keduanya ialah bahwa Mutazilah kedua menambahkan persoalan persoalan teologi dan
falsafat ke dalam ajaran ajaran dan pemikiran mereka[4].
2. Al Ushul Al Khamsah
Al Ushul Al Khamsah ini maksudnya adalah lima ajaran pokok atau lima ajaran dasar teologi Mutazilah.
Dan lima ajaran ini antara lain :

a. At Tauhid
At Tauhid atau pengesaan Tuhan merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mutazilah. Sebenarnya,
setiap madzhab memegang doktrin ini. Namun, bagi Mutazilah, tauhid memiliki arti yang spesifik [5]. Maksudnya
ialah bahwa Tuhan-lah satusatunya yang Maha Esa dan tak ada satu pun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu,
hanya Dia-lah yang Qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi taaddud al-qudama
(berbilangnya dzat yang tak berpermulaan).
Untuk memurnikan keesan Tuhan (tanzih), Mutazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat sifat,
penggambaran fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mutazilah
berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satu pun yang menyerupai-Nya[6].
b. Al-Adl
Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat
yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan Maha Sempurna, Dia sudah pasti adil.
Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan
dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik, dan bukan yang tidak baik[7].
Tuhan memberikan daya kepada manusia untuk dapat memikul beban beban yang diletakkan Tuhan di atas
pundaknya, menerangkan hakekat akan beban beban itu dan memberi hukuman atas perbuatan perbuatannya.
Dan kalau Tuhan memberikan siksaan, maka siksaan itu adalah untuk kepentingan dan maslahat manusia, jika tidak
demikian maka berarti Tuhan melalaikan kewajiban kewajibannya[8].
Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, antara lain berikut ini.
1. Perbuatan Manusia
Manusia menurut Mutazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan
kekuasaan Tuhan, baik secara secara langsung atau tidak. Manusia benar benar bebas untuk menentukan pilihan
perbuatannya, baik atau buruk. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk[9].
2. Berbuat baik daan terbaik
Tuhan mempunyai kewajiban untuk berbuat baik, bahkan yang terbaik untuk manusia. Tuhan tidak mungkin
berlaku jahat dan aniaya karena akan menimbulkan kesan bahwa Tuhan Penjahat dan Penganiaya. Itu adalah sebutan
yang sangat tak layak untuk Tuhan. Jika Tuhan melakukan hal demikian, itu berarti Tuhan tidak adil dan Maha
Sempurna[10].
3. Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mutazilah dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal- hal gaib, pengiriman rasul
tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukan pengiriman Rasul kepada umat manusia menjadi salah satu
kewajiban Tuhan . Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus
diketahui manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan terbaik
bagi manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa Rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup baik dan terbaik di
dunia dan dia akhirat nanti.
c. Kewajiban Menepati Janji (al-Wad) dan Ancaman (al-Waid)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mutazilah. Hal ini erat
hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk
member pahala kepada orang yang berbuat baik ; dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan
kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan.
d. Al-Manzilah bain al-manzilatain
Inilah ajaran yang mula mula menyebabkan lahirnya madzhab Mutazilah ini. Karena perbedaan pendapat
saat memberikan status kepada pelaku dosa besar.
e. Al-Amr bi Al-Maruf wa An-Nahy an Munkar
Ajaran dasar yang kelima ini adalah menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemunkaran. Hal
ini merupakan konsekuensi logis untuk orang yang mengaku beriman. Dan di bawah ini syarat yang harus dipenuhi
seorang mukmin dalam melakukan amar maruf nahi munkar menurut seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar,
1. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang maruf dan yang dilarang adalah hal yang munkar.
2. Mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang.
3. Mengethaui bahwa amr mafuf nahi munkar tidak akan membawa madarat yang lebih besar.
4. Mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya [11].
5. Mengetahui atau setidaaknya menyangka bahwa usahanya akan berhasil[12].

B. Qadariyah
1. Sejarah Kemunculan Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata yang artinya kemampuan dan kekuatan. Secara
terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh
Tuhan . Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri[13].
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang
memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun
Nasution menegaskan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada
qadar Tuhan. Dalam bahasa Inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act[14].
Padahal seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar
menetukan segala tingkah laku manusia,baik yang bagus maupun yang jahat [15]. Tapi sebutan ini sudah terlalu
melekat pada masing -0 masing diri orang orang Sunni. Mereka percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan
untuk berkehendak sesuai keinginannya sendiri.
2. Doktrin Doktrin Qadariyah
Ahmad amin berpendapat bahwa doktrin tentang qadar lebih luas, dikupas oleh kalangan Mutazilah sebab
paham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mutazilah. Akibatnya, sering sekali menamakan Qodariyah dengan
nama Mutazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mepunyai kemampuan untuk
mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Harun nasution menjelaskan bahwa pendapat Ghailan tentang doktrin Qodariyah bahwa manusia
berkuasa atas pebuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri[16]. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain, An-
Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, is
berkuasa atas segala perbuatannya[17].
Dari penjelasan penjelasan di atas, dapat disimpulakan bahwa doktrin aliran Qadariyah pada dasarnya
menyatakan bahwa segala tingkah laku yang diperbuat manusia adalah atas kehendaknya dan kemauannya sendiri,
baik itu perbuatan yang baik maupun yang buruk.maka dari itu, manusia berhak mendapatkan imbalan dari apa
apa yang telah dilakukannya. Jika ia berbuat baik maka ia berhak mendapatkan pahala, dan jika ia berbuat jelek atau
buruk mak ia pun berhak mendapatkan dosa atas tingkah lakunya tersebut. Semua itu bukan semata mata karena
takdir Tuhan, tapi berdasarkan pilihan yang telah diambilnya. Bagi mereka, sungguh tidak pantas manusia
mendapatkan dosa dan siksaan jika bukan atas keinginannya sendiri.
C. JABARIYAH
1. Sejarah Munculnya Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Al-
Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Kalau dikatakan bahwa Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk
muballaghah), itu artinya bahwa Allah Maha Memaksa[18].
Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur)
.
Menurut Harun Nasution jabariyah adalah faham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah
ditentukan oleh qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya. Di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa
jabariyah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Sebenarnya benih-benih faham jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah diantaranya:
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan, Nabi
melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-
ayat Tuhan mengenai takdir.
2. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diinterogasi pencuri itu berkata Tuhan
telah menentukan aku mencuri mendengar itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu yaitu
hukuman potong tangan dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
3. Ketika Ali bin Abi Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang itu
bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan.
Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan
ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
4. Pada pemerintahan Daulah Bani Umayah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat ke permukaan. Abdullah
bin Abbas, melalui suratnya, memberikan reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga berfaham
Jabariyah[19].
2. Doktrin Doktrin Aliran Jabariyah
Jabariyah sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Jabariyah ekstrim
Jabariyah ekstrim ini berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul
dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya [20]. Di antara pemuka golongan ini antara
lain :
1. Jahm Ibnu Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana Bani Rasib, juga seorang tabiin
berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di Khuffah, ia seorang dai yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat
sebagai sekretaris Harits bin Surais seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia
ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun 128H. Ia dibunuh karena masalah politik dan tidak ada
kaiatannya dengan agama.
Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar
keberbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk .
Pendapatnya mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak
mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep Iman yang
dimajukan kaum Murjiah.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,
mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
2. Al-Jad bin Dirham
Jad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan Bani Umayah, tetapi
setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudian Al-Jad lari ke Kufah
dan disana ia bertemu dengan Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan . Ajaran pokok Jad bin Dirham secara
umum sama dengan pikiran Jahm.
Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
a. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah.
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar.
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya[21].

b. Jabariyah moderat
Jabariyah moderat ini berpendapat bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan
jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab . Menurut faham
kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak
pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan .
Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
1.Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.
2.Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan
potensi hati (marifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
2) Adh-Dhirar
Nama lengkapnya ialah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husein An-
Najjar, yaitu manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatannya dan tidak semata mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar
mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia
tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam
mewujudkan perbuatan perbuatannya[22].
BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran qadariyah maupun jabariyah nampaknya
memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada al-Quran. Hal ini
memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam.
Namun pendapat mana yang lebih baik tidaklah bisa dinilai sekarang. Penilaian yang sesungguhnya akan
diberikan oleh Tuhan di akhirat nanti. Penilaian baik atau tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia
mungkin bisa dilakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang
berkembang dalam sejarah. Pendapat yang baik adalah apabila ia berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam
kehidupan manusia.

Anda mungkin juga menyukai