Anda di halaman 1dari 30

PEDIATRIC LIFE SUPPORT 2015

Disusun oleh:

Pembimbing:
BAB 1

PENDAHULUAN

Pembaharuan Panduan American Heart Association (AHA) tahun 2015 untuk


Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency Cardiovascular Care (ECC) pada
dukungan dasar kehidupan anak (BLS) berbeda secara substansial dari versi panduan AHA
sebelumnya. Pediatric ILCOR Task Force meninjau topik yang dibahas dalam Konsensus
Internasional 2010 mengenai Cardiopulmonary Resuscitation dan Emergency Cardiovascular
Care tahun 2010 (termasuk yang diterbitkan oleh AHA) dan merumuskan 3 pertanyaan
prioritas untuk dibahas pada pedoman 2015 secara sistematis. Rekomendasi lain yang
dipublikasikan dalam Pedoman AHA 2010 tetap menjadi rekomendasi resmi AHA.1

Selama 13 tahun, kelangsungan hidup serangan jantung di rumah sakit (IHCA) telah
membaik. Dari tahun 2001-2013, tingkat pengembalian sirkulasi spontan (ROSC) dari IHCA
meningkat secara signifikan dari 39% menjadi 77%. Selanjutnya, data menunjukkan CPR
berkepanjangan tidak sia-sia: 12% pasien menerima CPR di IHCA selama lebih dari 35 menit
bertahan hidup sampai keluar rumah sakit, dan 60% memiliki neurologis baik. Peningkatan
tingkat kelangsungan hidup IHCA dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk penekanan pada
CPR dan kemajuan dalam perawatan pasca resusitasi.2,3 Sebaliknya, kelangsungan hidup dari
serangan jantung di luar rumah sakit (OHCA) belum membaik selama 5 tahun terakhir. Data
dari 11 rumah sakit AS dan Kanada tahun 2005-2007 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup
rata-rata 3,3% untuk bayi (<1 tahun), 9,1% anak-anak (1-11 tahun), dan 8,9% remaja (12-19
tahun). Data tahun 2012 menunjukkan ketahanan hidup 8,3% di semua usia, dengan ketahanan
hidup 10,5% untuk anak-anak 1-11 tahun dan 15,8% untuk remaja 12-18 tahun.2,3

Maka pembaharuan terhadap panduan Pediatric life support 2010 perlu dilakukan
untuk peningkatan angka keberhasilan penyelamatan hidup anak, baik di rumah sakit maupun
di luar rumah sakit. Publikasi ini memperbaharui Pedoman AHA 2010 tentang BLS anak-anak
yang memiliki beberapa pertanyaan terkait CPR anak. Pediatric ILCOR Task Force meninjau
topik yang dibahas dalam Konsensus Internasional 2010 mengenai Cardiopulmonary
Resuscitation dan Emergency Cardiovascular Care tahun 2010 (termasuk yang diterbitkan
oleh AHA) dan merumuskan 3 pertanyaan prioritas untuk dibahas pada pedoman 2015 secara
sistematis.1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

2.1.1 ANATOMI SALURAN PERNAPASAN

Gambar 1 Saluran pernapasan4

Hidung

Hidung berbentuk pyramid, tersusun dari tulang, kartilago hialin dan jaringan
fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur hidung eksternal;
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sampai vestibula di dalam nostril. Kulit
mengandung vibrissae. Rongga nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet.

Faring dan Laring

Gambar 2. Faring (kiri) dan Laring (kanan)4


Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari nasofaring, orofaring,
dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba eustachius yang menghubungkannya dengan
telinga tengah. Faring merupakan saluran bersama untuk udara dan makanan. Laring adalah
tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga
berpasangan dan tiga lainnya tidak berpasangan. Tiga kartilago yang tidak berpasangan adalah
kartilago tiroid yang terlrtak di bagian proksimal kelenjar tiroid, kartilago krikoid yang
merupakan cincin anterior yang lebih dalam dan lebih tebal, epiglotis yang merupakan katup
kartilago yang melekat pada tepi anterior kartilago tiroid. Epiglotis menutup pada saat menelan
untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah. Epiglotis juga
merupakan batas antara saluran napas atas dan bawah.

Trakea

Gambar 3. Anatomi Trakea5

Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yang terletak di anterior esofagus. Trakea
tersusun dari 16 20 cincin kartilago berbentuk C yang diikat bersama jaringan fibrosa yang
melengkapi lingkaran di belakang trakea. Trakea berjalan dari bagian bawah tulang rawan
krikoid laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trakea kemudian bercabang
menjadi bronkus principallis dextra dan sinistra di tempat yang disebut carina. Carina terdiri
dari 6 10 cincin tulang rawan.
Gambar 5. Ukuran trakea dan diameter bronkus pada anak5

Bronkus, bronkiolus, dan alveolus

Gambar 6. Bronkus dan Bronkiolus4


Bronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan percabangan dari
trakea. Bronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus
primer bercabang membentuk bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin
mengecil dan menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Bronkus
kanan kemudian akan bercabang menjadi lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan inferior. Bronkiolus merupakan jalan napas
intralobular dengan diameter 5 mm, tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar di dalam
mukosanya. Bronkhiolus berakhir pada saccus alveolaris. Awal proses pertukaran gas terjadi
di bronkhiolus respiratorius.
Gambar 7. Alveolus4

Alveolus adalah kantung udara berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari
bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Alveolus terdiri dari membran alveolar dan ruang intesrstisial.

Paru-paru

Gambar 8. Anatomi Paru-paru4 (kiri) dan hubungan paru-paru dengan Thoraks


(kanan)4

Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang terletak di
rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus, bronkiolus
respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem limfatik. Paru adalah alat pernapasan utama
yang merupakan organ berbentuk kerucut dengan apex di atas dan sedikit lebih tinggi dari
klavikula di dalam dasar leher.

Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus
oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus oleh 1 fisura. Paru memiliki hilus
paru yang dibentuk oleh a. pulmonalis, v. pulmonalis, bronkus, a. Bronkialis, v. Bronkialis,
pembuluh limfe, persarafan, dan kelenjar limfe. Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari
pleura viseral yang melekat pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang
melapisi strenum, diafragma dan mediastinum. Diantara kedua pleura terdapat rongga pleura
yang berisi cairan pleura sehingga memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi
tampa gesekan.

2.1.2 ANATOMI JANTUNG

Jantung adalah sebuah organ yang terdiri dari otot. Ukurannya lebih kurang sebesar
genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung terletak di rongga
toraks (dada) sekitar garis tengah sternum atau tulang dada disebelah anterior dan vertebra
(tulang punggung) disebelah posterior. Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian
atasnya tumpul (pangkal jantung) disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing
yang disebut apeks kordis.

Gambar 9. Letak jantung

Kamar jantung terdiri dari sisi kanan dan sisi kiri jantung, masing-masing tersusun atas
dua kamar, atrium, dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut
septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Atrium adalah
menampung darah yang datang dari vena. Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel
berhubungan dengan beban kerja yang diperlukan oleh tiap kamar.

Lapisan-lapisan Jantung

- Endokardium, lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam sekali yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
- Miokardium, lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, ototjantung ini
membentuk bundalan-bundalan otot yaitu :

a. Bundalan otot atria, yang terdapat di bagian kiri/kanan dan basis kordis yang
membentuk serambi atau aurikula kordis.

b. Bundalan otot ventrikel, yang membentuk bilik jantung, dimulai dari cincin
atrioventrikuler sampai di apeks jantung.

c. Bundalan otot atrioventrikuler merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik
jantung.

- Perikardium, lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri
dari 2 lapisan yaitu lapisan pariental dan viseral yang bertemu di pangkal jantung
membentuk kantung jantung.

Katup-katup jantung

Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung. Katup
yang tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan menutup secara pasif sebagai
respon terhadap perubahan tekanan dan aliran darah. Katup terdiri dari :

Katup atrioventricular, katup antara atrium dan ventrikel.

- Katup trikuspidalis, antara atrium dekstra (kanan) dengan ventrikel dekstra (kanan)
yang terdiri dari 3 katup.
- Katup bikuspidalis, antara atrium sinistra (kiri) dengan ventrikel sinistra (kiri) yang
terdiri dari 2 katup.
Darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada waktu diastol ventrikel.

Katup semilunaris,
- Katup semilunaris arteri pulmonalis, antara ventrikel dekstra (kanan) dengan arteri
pulmonalis, tempat darah mengalir menuju ke paru-paru.
- Katup semilunaris aorta, antara ventrikel sinistra (kiri) dengan aorta tempat darah
mengalir menuju ke seluruh tubuh.
Darah mengalir dari ventrikel kiti ke aorta dan ke ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
pada waktu sistol ventrikel.
Gambar 10. Anatomi Jantung

Peredaran darah jantung

- Arteri, pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluruh
bagian dan alat tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding kuat dan tebal tetapi
sifatnya elastis dan terdiri dari 3 lapisan yaitu,
1) tunika intima/interna, lapisan yang paling dalam sekali yang berhubungan
dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel.
2) tunika media, lapisan yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastis dan
termasuk otot polos.
3) tunika external/adventisia, lapisan yang paling liuar sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur yang berguna menguatkan dinding arteri.
- Vena, pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/alat-alat tubuh masuk
kedalam jantung. Bentuk susunan dan pembuluh darah pada vena sama dengan
arteri. Katup-katup vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk
mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukuran besar diantaranya
vena cava dan pulmonalis, vena-vena ini jg mempunyai cabang-cabang yang lebih
kecil yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
- Kapiler, pembuluh darah yang sangat halus. Diameternya kira-kira 0,008 mm.
Dindingnya terdiri dari lapisan endotel. Bagian tubuh yang terdapat kapiler, rambut,
kuku dan tulang rawan

2.2 FISIOLOGI KARDIOVASKULAR

Denyut nadi merupakan suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
dipompakan keluar jantung. Denyut dapat diraba pada arteri radialis dan arteri dorsalis pedis
yang merupakan gelombang tekanan yang di alihkan dari aorta ke arteri yang merambat lebih
cepat. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, makanan,
emosi, cara hidup dan umur.
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah.
Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontriksi (sistole) dan pengendoran (diastole)
konstriksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistole atrial dan
pengendorannya disebut diastole atrial. Lama konstriksi ventrikel 0,3 detik dan tahap
pengendoran selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek. Sedangkan konstriksi ventrikel
lebih lama dan lebih kuat.
Perubahan dalam siklus jantung berupa :
1. Pada waktu sistol :
- Kontraksi isovolumetrik, kontraksi ventrikel menyebabkan katup mitral tertutup,
tekanan dalam ventrikel meningkat mencapai tekanan dalam aorta.
- Fase ejeksi : tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta, katup semilunaris
aorta terbuka, darah didorong keluar dari ventrikel ke aorta
2. Pada waktu diastol :
- Fase relaksasi isovolumentrik, tekanan di dalam ventrikel kiri lebih rendah dari pada di
dalam aorta sehingga katup semilunaris aorta tertutup dan menahan darah agar tidak
kembali ke ventrikel.
- Fase pengisian cepat, darah masuk ventrikel dari atrium karena tekanan dalam ventrikel
lebih rendah dari pada atrium, katup atrioventrikular membuka.
- Fase pengisian lambat, darah dari atrium masih mengalir sedikit ke ventrikel.
- Fase sistole atrium, memompakan sedikit lagi darah yang ada di atrium.

Sistem sirkulasi terbagi atas sirkulasi sitemik (sirkulasi besar yang mencakup seluruh
tubuh) dan sirkulasi paru (sirkulasi kecil). Sirkulasi sistemik mengandung darah kaya O2 yang
berasal dari paru, mulai mengalirkan darah dari pentrikel kiri, aorta, arteri besar, cabang-
cabang arteri, arteriol, terus masuk kapiler, kembali kevenula, vena kecil, vena besar dan vena
kava superior, dan inferior, kemudian masuk keatrium kanan.

Sirkulasi paru dimulai dengan pompaan darah dari ventrikel kanan yang menerima
darah dari atrium kanan menuju arteri pulmonalis yang terus bercabang menjadi kapiler
alveolus, kembali berkumpul menjadi venula, vena dan akhirnya masuk vena pulmonalis dan
terus ke atrium kiri.

Sistem konduksi pada jantung, terdiri atas:

Sinoatrial node (SA Node), pada dinding atrium kanan bagian superior, dekat dengan
masuknya vena cava. Implus dari sini diteruskan ke seluruh otot dinding atrium dan
merangsang potensial aksi dan dilanjutkan dengan kontraksi otot atrium.
Atrioventrikular node (AV Node), pada dinding atrium bagian posterior, berbatasan
dengan atrium kiri.

2.3 PEDIATRIC LIFE SUPPORT

2.3.1 DEFINISI

Pediatric life support (PLS) merupakan sebuah sistem menanggulangi


kegawatdaruratan pada anak. PLS terbagi menjadi bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan
hidup lanjutan (BHL). BHD adalah tindakan resusitasi yang dilakukan tanpa menggunakan alat
atau dengan alat yang terbatas berupa bag-mask ventilation, sedangkan BHL sudah
menggunakan alat dan obat-obatan resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih
optimal.1,7

CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan
upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang sedang berada dalam kondisi gawat
atau kritis untuk mengembalikan nafas dan sirkulasi spontan. CPR berkaitan dengan pemulihan
fungsi paru dan kardiovaskular dan pencegahan kerusakan neurologis. Awalnya, terdiri dari
ventilasi artifisial dan sirkulasi artifisial dengan cara apapun yang segera tersedia. Ini disebut
bantuan hidup dasar (BHD) dan dilanjutkan dengan obat-obatan di Bantuan Hidup Lanjutan
(BHL).7,8
2.3.2 TUJUAN

Pediatric life support bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi dari arteri
koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting selama fase low flow. Kompresi
jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam pemberian penanganan bantuan hidup dasar
sangat penting pada fase ini7,8.

2.3.3 PANDUAN PEDIATRIC LIFE SUPPORT 2015

Pembaharuan Panduan American Heart Association (AHA) tahun 2015 untuk


Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency Cardiovascular Care (ECC) pada
dukungan dasar kehidupan anak (BLS) berbeda secara substansial dari versi panduan AHA
sebelumnya.

Perubahan terhadap BLS pediatri sejalan dengan perubahan terhadap BLS dewasa.
Panduan 2015 menegaskan kembali urutan C-A-B sebagai urutan yang diplih untuk CPR
pediatri. Secara historis, urutan CPR yang disukai adalah A-B-C (Airway-Breathing-
Compressions). Panduan AHA 2010 merekomendasikan perubahan ke Urutan C-A-B
(Compressions-Airway-Breathing) mengurangi waktu untuk memulai penekanan dada dan
mengurangi waktu "tidak ada aliran darah". Tinjauan sistematis ILCOR 2015 membahas bukti
untuk mendukung perubahan ini. Serangan jantung anak-anak memiliki perbedaan yang
melekat bila dibandingkan dengan serangan jantung orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak,
serangan jantung asfiksia lebih sering terjadi daripada serangan jantung dari kejadian jantung
primer. Oleh karena itu, ventilasi mungkin lebih penting selama resusitasi anak-anak. Studi
dengan menggunakan manekin menunjukkan bahwa memulai CPR dengan 30 penekanan dada
diikuti oleh 2 napas yang menunda ventilasi pertama dengan 18 detik untuk satu penyelamat
dan kurang (kira-kira 9 detik atau kurang) untuk 2 tim penyelamat.8

Algoritma CPR universal untuk korban dari segala usia meminimalkan kompleksitas
CPR dan menawarkan konsistensi dalam mengajarkan CPR kepada tim penyelamat yang
merawat bayi, anak-anak, atau orang dewasa. Apakah resusitasi dimulai dengan ventilasi (A-
B-C) atau dengan penekanan dada (C-A-B) mempengaruhi kelangsungan hidup tidak
diketahui. Untuk meningkatkan tingkat keberhasilan CPR dan mengatasi perbedaan
pengetahuan dan keterampilan, penggunaan urutan C-A-B untuk bayi dan anak-anak seperti
orang dewasa memiliki berpotensi baik.1,8
Algoritma baru untuk CPR pediatri dengan satu dan beberapa penolong dalam era
ponsel. Algoritma dapat dilihat berikut ini,

Gambar 11. Algoritma Serangan Jantung pada Pasien Pediatri dengan Satu Penolong8
Gambar 12. Algoritma Serangan Jantung pada Pasien Pediatri dengan Dua/Lebih
Penolong8

Untuk mendapatkan kualitas CPR yang baik, beberapa hal harus diperhatikan, yaitu
kedalaman kompresi dada harus cukup, kecepetana kompresi dada, memberikan waktu dada
untuk recoil diantara kompresi, dan meminimalisir intervensi dalam kompresi dada.1,8

Kedalaman kompresi dada dalam panduan 2015, merupakan hal yang wajar bila
penolong memberikan kompresi dada yang akan menekan dada minimal sepertiga dari
diameter anteroposterior dada kepada pasien pediatrik (bayi [usia kurang dari 1 tahun] hingga
anak-anak usia maksimal memasuki masa pubertas). Ini setara dengan sekitar 1,5 inci (4 cm)
pada bayi hingga 2 inci (5 cm) pada anak-anak. Setelah anak-anak mencapai masa pubertas
(remaja), kedalaman kompresi dewasa yang disarankan minimal 2 inci (5 cm), namun tidak
lebih besar dari 2,4 inci (6 cm). Pada panduan 2010 dinyatakan untuk mendapatkan kompresi
dada yang efektif, penolong harus mengkompresi minimal sepertiga diameter anteroposterior
dada. Ini kira-kira setara 1,5 inci (sekitar 4 cm) pada sebagian besar bayi dan sekitar 2 inci (5
cm) pada sebagian besar anak-anak. Alasannya salah satu penelitian pada orang dewasa
menunjukkan bahwa kompresi dada yang lebih dalam daripada 2,4 inci (6 cm) akan berbahaya.
Hal ini mengakibatkan perubahan pada rekomendasi BLS untuk orang dewasa agar dapat
menyertakan batas atas pada kedalaman kompresi dada; pakar pediatri menerima saran ini
untuk remaja setelah masa pubertas. Observasi penelitian pediatrik yang ditingkatkan bertahan
hidup selama 24 jam bila kedalaman kompresi lebih dari 2 inci (51 mm). Pengukuran
kedalaman kompresi sangat sulit dilakukan di tepi tempat tidur dan penggunaan perangkat
umpan balik yang menyediakan informasi tersebut akan bermanfaat jika tersedia.8

Kecepatan Kompresi Dada pada panduan 2015 menyatakan untuk memaksimalkan


kepraktisan pelatihan CPR, jika tidak ada bukti pediatrik yang cukup, sebaiknya gunakan
kecepatan kompresi dada orang dewasa yang disarankan mulai 100 hingga 120/menit untuk
bayi dan anak-anak. Sedangkan panduan lama menyatakan kompresi dada harus dilakukan
"Tekan cepat": Tekan dengan kecepatan minimal 100 kompresi per menit.8

Panduan 2015 juga menegaskan kembali sepenuhnya bahwa kompresi dan ventiasi
diperlukan untuk BLS pediatri. CPR Konvensional (penolong memberikan napas dan kompresi
dada) harus tersedia bagi bayi dan anak-anak yang memiliki serangan jantung. Asfiksia alami
pada sebagian besar anak-anak yang mengalami serangan jantung sangat memerlukan ventilasi
sebagai bagian dari CPR yang efektif. Namun, jika penolong tidak bersedia atau tidak dapat
memberikan napas, sebaiknya penolong melakukan kompresi hanya CPR untuk bayi dan anak-
anak yang mengalami serangan jantung karena kompresi hanya CPR dapat menjadi efektif
pada pasien dengan serangan jantung primer. Pedoman 2010 menyatakan CPR yang optimal
pada bayi dan anak-anak mencakup kompresi dan ventilasi, namun kompresi terpisah akan
lebih diutamakan untuk non-CPR.8,

Sebelum dapat melakukan bantuan hidup dasar maupun lanjutan, klinisi/pemberi layanan
kesehatan harus melakukan initial assessment.
2.3.3.1 Initial Assesment

1. Segitiga penilaian pediatrik (PAT=Pediatric Assessment Triangle)

Tiga komponen PAT adalah penampilan anak, upaya napas, dan sirkulasi kulit12.

1. Penampilan anak

Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metoda tides meliputi penilaian

tonus (T=tone), interaksi (I=interactive), konsolabilitas (C=consolability), cara melihat

(L=look/gaze) dan berbicara atau menangis (S=speech/cry)

Tabel 1. Penilaian dengan metode Ticles (TICLS)12

Karakteristik Hal yang dinilai


Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan
dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara
mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan
mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan pengasuh atau pemeriksa?
Consolability Apakah dia dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitas
sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/gaze Apakah memfokuskan penglihatan pada muka? Atau
pandangan kosong?
Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau
lemah atau parau?

2. Upaya napas

Karakteristik hal yang dinilai adalah suara napas yang tidak normal, posisi tubuh yang tidak

normal, retraksi, dan cuping hidung12.

Tabel 2. Penilaian upaya nafas12

Karakteristik Hal yang dinilai


Suara napas yang tidak Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
normal
Posisi tubuh yang tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring
normal
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head
bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung

3. Sirkulasi kulit

Hal yang dinilai adalah pucat, mottling, dan sianosis12.

Tabel 3. Penilaian sirkulasi kulit12

Karakteristik Hal yang dinilai


Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena
kurangnya aliran darah ke daerah tersebut
Mottling Kulit berbercak kebiruan akibat vasokonstriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru

2. Survei Primer
"Penilaian primer" (survei primer) menggunakan pendekatan ABCDE (jalan nafas,
pernapasan, sirkulasi, kecacatan, pemaparan) dan mencakup penilaian tanda vital pasien
(termasuk saturasi oksigen dengan oksimetri nadi). Pendekatan hands-on ini terstandarisasi di
berbagai kursus, kecuali kecacatan, yang dievaluasi menggunakan skala AVPU (waspada,
merespons rangsangan verbal, merespons rangsangan yang menyakitkan, tidak responsif), dan
dengan melihat pupil dan menilai aktivitas motorik (normal dan simetris versus kejang,
posturing, flaccidity). Trauma menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS). Paparan
meliputi memaparkan dan memeriksa anak untuk tanda trauma atau penyakit lain, memberikan
perhatian khusus pada wajah, batang tubuh, dan kulit anak, saat menghindari hipotermia.9,10

Saat melakukan melalui setiap komponen penilaian primer, kelainan yang mengancam
jiwa yang diidentifikasi harus ditangani secara real time sebelum menyelesaikan sisa penilaian
primre (misalnya, kecuali pasien tersebut bersifat apneic dan pulseless atau memiliki eksternal
yang tidak terkendali, contohnya pendarahan ekstremitas). Pada pasien dengan kondisi yang
mengancam jiwa, koreksi kondisi tersebut lebih diutamakan daripada menentukan tanda vital
awal seperti tekanan darah atau oksimetri nadi. Ketika penilaian utama selesai dan masalah
yang mengancam jiwa telah ditangani, penyedia layanan kesehatan melanjutkan ke penilaian
sekunder.9,11

3. Survei Sekunder

"Penilaian sekunder" (survei sekunder) terdiri dari riwayat fokus dan pemeriksaan fisik
terperinci dengan penilaian ulang status fisiologis yang sedang berlangsung dan respon
terhadap pengobatan. Ini adalah bagian penting dari evaluasi trauma.

- "Riwayat terfokus": SAMPLE (tanda dan gejala, alergi, obat-obatan, riwayat masa lalu,
makanan terakhir atau cairan yang dikonsumsi, termasuk saat konsumsi dikonsumsi;
kejadian yang mengarah pada presentasi) sebagai mnemonik untuk membantu mengingat
komponen penting dari fokus sejarah. Pertanyaan lain yang spesifik untuk kelainan ini
dapat dilakukan.
- "Pemeriksaan terfokus" mengacu pada pemeriksaan yang berorientasi anatomi, biasanya
dilakukan dengan cara kepala ke ujung, yang dirancang untuk mendeteksi cedera atau
penyakit gaib yang tidak diidentifikasi oleh penilaian utama. Kompleksitas dan
ketelitiannya pemeriksaan terfokus didasarkan pada konteks penyakit atau cedera.
Penilaian ulang yang sering atau sedang berlangsung ditekankan sebagai komponen
pemeriksaan terfokus.
- "Penilaian ulang yang berkelanjutan" dari semua pasien sangat penting untuk
mengevaluasi respons terhadap pengobatan dan untuk melacak perkembangan fisiologis
dan masalah anatomis. Penilaian ulang ini harus diterapkan secara real time sesuai
kebutuhan berdasarkan kondisi klinis anak melalui semua tahap penilaian. Seharusnya
tidak terbatas pada bagian terakhir dari urutan penilaian. Masalah baru juga dapat
diidentifikasi pada penilaian ulang. Data dari penilaian ulang akan memandu perawatan
yang sedang berlangsung. Unsur-unsur penilaian ulang yang sedang berlangsung adalah
sebagai berikut:
o PAT;
o ABCDE dari penilaian utama dengan tanda vital berulang, termasuk oksimetri
nadi;
o penilaian temuan anatomi dan fisiologis abnormal; dan
o meninjau keefektifan intervensi pengobatan, yang kemudian dapat ditinjau
kembali ke PAT dan membentuk siklus

2.3.3.3 PENGELOLAAN JALAN NAPAS

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang.

Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik

berikut 13:

- Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas dengan

teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah

dagu karena akan menyebabkan sumbatan.

Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala,

dan secara simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan

nafas terbuka.
Gambar 13. Teknik head tilt and chin lift pada anak 14

- Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust Maneuver

untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah

angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong

maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal 13,14

Gambar 14. Teknik Jaw Thrust 14

Mengeluarkan benda asing


Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat,

jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika

sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat

sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back

blows (back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat

dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae

(seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia < 1 tahun) 6,14,16.

Gambar 15. Teknik Back Blow pada bayi dan anak 14

Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu

korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan

2 kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat

dapat dikeluarkan, sedangkan pada anak yang tidak sadar, dilakukan teknik Abdominal thrusts

dengan posisi korban terlentang lakukan 5 kali hentakan dengan menggunakan 2 tangan di

tempat seperti melakukan teknik Heimlich manuever. Setelah itu buka mulut korban, lakukan

cross finger manuever untuk melihat adanya obstruksi dan finger sweeps manuever untuk

mengeluarkan benda asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik

tersebut pada anak yang sadar, karena dapat merangsang gag reflex dan menyebabkan

muntah 13,14.
Gambar 16. Teknik Heimlich Manuver 14

Gambar 17. Teknik Chest Thrust 16 Gambar 18. Teknik Abdominal Thrust 14

2.3.3.5 Pediatrics Early Warning Score (PEWS)

Dasar pemikiran untuk menggunakan PEWS adalah adanya bukti perburukan klinis
dapat dideteksi beberapa jam sebelum terjadinya kondisi serius yang mengancam jiwa. Selain
itu, tanda-tanda klinis hampir sama pada setiap kondisi kritis, terlepas dari penyebab yang
mendasarinya. Kombinasi dengan pendekatan airway, breathing, circulation, disability,
exposure (ABCDE), biasa digunakan pada kondisi gawat-darurat, PEWS dapat membantu kita
mendeteksi dan mencegah perburukan kondisi pasien lebih lanjut.15,16

Selama beberapa dekade terakhir, sejumlah sistem skoring digunakan untuk


mengidentifikasi pasien dewasa yang berisiko mengalami penurunan kondisi kesehatan
mereka. Sebagian besar warning score dibuat berdasarkan parameter klinis seperti tekanan
darah sistolik, laju jantung, laju pernapasan, suhu, dan status neurologis, seperti skala Alert,
Voice, Pain, Unresponsive (AVPU). Beberapa modifikasi dan validasi dari Early Warning
Score (EWS) untuk orang dewasa telah dilaporkan, salah satu Modified Early Warning Score
(MEWS) adalah yang umum digunakan saat ini. Namun, sistem skoring dan yang sejenisnya
belum divalidasi untuk digunakan pada anak.15,16

Setiap sistem skoring yang berbasis klinis harus mudah digunakan dan tidak
menyebabkan interpretasi yang berbeda oleh pengguna yang berbeda. Diharapkan PEWS akan
dapat digunakan oleh semua level staf dan tidak membutuhkan kerja ekstra. Sistem skoring
difokuskan pada tiga komponen penilaian yaitu, komponen perilaku yang merupakan kriteria
pengamatan penting, karena sering kali merupakan tanda awal syok/gangguan kardiovaskular
dan pada umumnya orang tua juga dapat mengenali. Perubahan perilaku yang diamati diberi
skor sesuai seperti yang diamati sehingga anak yang tidak tertarik pada lingkungannya akan
mendapat skor tiga (letargi). Warna dan waktu pengisian kapiler dipilih untuk menilai
komponen kardiovaskular dibandingkan tekanan darah arteri. Kedua tanda-tanda tersebut
digunakan karena tidak semua staf terampil dalam menilai waktu pengisian kapiler. Komponen
pernapasan dinilai bersama dengan kebutuhan oksigen yang merupakan indikator fisiologis
penting pasien sakit kritis. Penilaian tanpa peralatan khusus, hal ini menghilangkan
ketergantungan pada ketersediaan monitor saturasi. Penilaian rerata parameter pernapasan
digunakan untuk meningkatkan sensitivitas. Pediatric Early Warning Score mempunyai skor
total antara 0-13, skor total 4 atau skor 3 pada salah satu domain PEWS, hal ini
mencerminkan nilai kritis yang membutuhkan tindakan konsultatif.16

Gambar 19. Pediatric Early Warning Score (PEWS)

Pada tahun 2007, dua puluh rumah sakit kami berkolaborasi selama satu tahun dengan
The Child Health Corporation of America (CHCA) untuk mengevaluasi sistem skoring yang
telah dimodifikasi dari PEWS yaitu Pediatric Advance Warning Score (PAWS) dan
kemampuan untuk mengidentifikasi pasien dengan kelainan jantung, pasca bedah dan medis.15
Gambar 20. Pediatric Advance Warning System15

2.3.3.6 Pediatric Advance Life Support


Berbagai masalah utama dalam ulasan dokumentasi bantuan hidup lanjutan bagi
pediatri menghasilkan perbaikan rekomendasi yang sudah ada, bukan membuat rekomendasi
baru. Informasi baru atau pembaruan yang diberikan berisi tentang resusitasi cairan dalam
penyakit demam, penggunaan atropin sebelum intubasi trakea, penggunaan amiodaron dan
lidocaine pada VF/pVT refraktori-kejut, TTM setelah resusitasi dari serangan jantung pada
bayi dan anak-anak, dan manajemen tekanan darah pasca-serangan jantung.2,8

Pada lingkungan tertentu, saat merawat pasien pediatrik yang disertai demam,
penggunaan volume isotonik crystalloid terbatas akan diarahkan pada peningkatan
pertahanan hidup. Ini sangat bertentangan dengan pemikiran tradisional bahwa
resusitasi volume agresif rutin memiliki pengaruh yang baik.
Penggunaan rutin atropin sebagai pengobatan awal untuk intubasi trakea darurat pada
selain bayi baru lahir yang secara khusus untuk mencegah aritmia, merupakan hal yang
kontroversial. Selain itu, terdapat data yang menyarankan bahwa tidak ada dosis
minimum yang diperlukan untuk atropin dalam indikasi ini.
Jika pemantauan tekanan darah arteri yang tersebar telah tersedia, maka mungkin akan
digunakan untuk menyesuaikan CPR guna mendapatkan sasaran tekanan darah pada
anak-anak yang memiliki serangan jantung.
Amiodaron atau lidocaine adalah agen anti-aritmia yang disetujui untuk VF dan PVT
refraktori kejut pada anak.
Epinefrin akan terus disarankan sebagai vasopresor serangan jantung pada pediatrik.
Untuk pasien pediatrik dengan diagnosis jantung dan HCA yang terdapat dalam
lingkungan dengan protokol oksigenasi membran ekstra-korporeal, ECPR mungkin
akan dipertimbangkan.
Demam harus dihindari bila menangani anak-anak yang pingsan dengan ROSC setelah
OHCA. Uji coba hipotermia teraupetik acak besar untuk anak-anak dengan OHCA
tidak menunjukkan hasil yang berbeda baik dalam masa hipotermia teraupetik (dengan
suhu yang dipertahankan pada 320C-34oC) atau pemeliharaan normotermia ketat
(dengan suhu yang dipertahankan 360C hingga 37,50C) diberikan.
Beberapa variabel klinis dalam dan pasca-serangan jantung telah diperiksa untuk
signifikansi prognostik. Tidak ada identifikasi variabel tunggal yang cukup andal untuk
memprediksi hasil. Oleh karena itu, perawat harus mempertimbangkan beberapa faktor
saat mencoba memprediksi hasil selama terjadi serangan jantung dan dalam lingkungan
pasca-ROSC.
Setelah ROSC, cairan infus dan infus vasoaktif harus digunakan untuk menjaga tekanan
darah sistolik di atas seperlima persen dari usia.
Setelah ROSC, normoksemia harus menjadi sasarannya. Bila peralatan yang diperlukan
tersedia, pemberian oksigen harus ditiadakan untuk menargetkan saturasi
oksihemoglobin sebesar 94% hingga 99%. Hipoksemia harus benar-benar dihindari.
Idealnya, oksigen harus dititrasi ke nilai yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu.
Demikian juga, setelah ROSC, Paco pada anak harus ditargetkan pada tingkat yang
tepat untuk setiap kondisi pasien. Paparan untuk hiperkapnia parah atau hipokapnia
harus dihindari.

Gambar 21. Rantai Kelangsungan Hidup di Rumah Sakit8


Gambar 21. Rantai Kelangsungan Hidup di Luar Rumah Sakit8

2.3.3.7 Perawatan Pasca Resusitasi


Pada pembaruan pedoman 2015, terdapat beberapa perubahan yaitu8,

Angiografi koroner darurat disarankan untuk semua pasien dengan elevasi ST dan
untuk pasien yang tidak stabil secara hemodinamik maupun fisik tanpa elevasi ST yang
diduga memiliki lesi kardiovaskular.
Rekomendasi manajemen suhu ditargetkan (TTM) telah diperbarui dengan bukti baru
yang menunjukkan bahwa kisaran suhu dapat diterima untuk ditargetkan dalam periode
pasca-serangan jantung.
Setelah TTM selesai, demam dapat terjadi. Meskipun terdapat data observasi yang
bertentangan tentang bahaya demam setelah TTM, namun pencegahan demam
dianggap tidak berbahaya dan oleh karena itu wajar diterapkan.
Identifikasi dan perbaikan hipotensi direkomendasikan dalam periode pasca-serangan
jantung langsung.
Prognostikasi kini direkomendasikan tidak lebih cepat dari 72 jam setelah penyelesaian
TTM; bagi pasien yang tidak memiliki TTM, prognostikasi tidak direkomendasikan
lebih cepat dari 72 jam setelah ROSC.
Semua pasien yang mengarah ke kondisi kematian otak atau kematian sirkulasi setelah
serangan jantung pertama akan dipertimbangkan sebagai calon donor organ.
BAB III

KESIMPULAN

Pembaharuan Panduan American Heart Association (AHA) tahun 2015 untuk


Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Emergency Cardiovascular Care (ECC) pada
dukungan dasar kehidupan anak (BLS) berbeda secara substansial dari versi panduan AHA
sebelumnya. Pediatric ILCOR Task Force meninjau topik yang dibahas dalam Konsensus
Internasional 2010 mengenai Cardiopulmonary Resuscitation dan Emergency Cardiovascular
Care tahun 2010 (termasuk yang diterbitkan oleh AHA) dan merumuskan 3 pertanyaan
prioritas untuk dibahas pada pedoman 2015 secara sistematis. Rekomendasi lain yang
dipublikasikan dalam Pedoman AHA 2010 tetap menjadi rekomendasi resmi AHA. Ringkasan
komponen CPR berkualitas tinggi untuk penyedia bantuan hidup dasar terlampir.

Sebelum dapat melakukan bantuan hidup dasar maupun lanjutan, klinisi/pemberi layanan
kesehatan harus melakukan initial assessment. Perubahan pada bantuan hidup dasar 2015
sejalan dengan perubahan terhadap BLS dewasa. Perubahan yang terjadi adalah menegaskan
kembali urutan C-A-B sebagai urutan yang dipilih untuk CPR pediatrik, algoritma baru untuk
CPR HCP pediatri dengan satu dan beberapa penolong dalam era ponsel, menentukan batas
atas 6 cm untuk kedalaman kompresi dada pada anak remaja, menunjukkan bahwa BLS dewasa
merekomendasikan kecepatan kompresi dada sebesar 100 hingga 120/min, menegaskan
kembali sepenuhnya bahwa kompresi dan ventilasi diperlukan untuk BLS pediatri.

Berbagai masalah utama dalam ulasan dokumentasi bantuan hidup lanjutan bagi
pediatri menghasilkan perbaikan rekomendasi yang sudah ada, bukan membuat rekomendasi
baru. Informasi baru atau pembaruan yang diberikan berisi tentang resusitasi cairan dalam
penyakit demam, penggunaan atropin sebelum intubasi trakea, penggunaan amiodaron dan
lidocaine pada VF/pVT refraktori-kejut, TTM setelah resusitasi dari serangan jantung pada
bayi dan anak-anak, dan manajemen tekanan darah pasca-serangan jantung.
Daftar Pustaka

1. Atkins DL, Berger S, Duff JP, Gonzales JC, Hunt EA, Joyner BL, Meaney PA, Niles
DE, Samson RA, Schexnayder SM. Part 11: Pediatric Basic Life Support and
Cardiopulmonary Resuscitation Quality. Circulation. 2015 Nov 3;132(18 suppl
2):S519-25.
2. De Caen AR, Berg MD, Chameides L, Gooden CK, Hickey RW, Scott HF, Sutton RM,
Tijssen JA, Topjian A, Van Der Jagt W, Schexnayder SM. Part 12: pediatric advanced
life support. Circulation. 2015 Nov 3;132(18 suppl 2):S526-42.
3. Kleinman, ME et al. Pediatric Advanced Life Support : 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation 2010; 122: 875-908
4. Van De Graaff KM. Human anatomy. New York, NY, USA: McGraw-Hill; 2002 Jan.
5. Putz R, Pabst R. Sobotta-Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, Upper Limb, Thorax,
Abdomen, Pelvis, Lower Limb; Two-volume set. 2006.
6. Beachey W. Respiratory care anatomy and physiology: foundations for clinical
practice. Elsevier Health Sciences; 2017 Mar 22.
7. Lerman J, Cot CJ, Steward DJ. Manual of pediatric anesthesia. Springer International
Publishing; 2016 Nov 23.
8. American Heart Association. Fokus Utama Pembaharuan Pedoman AHA 2015 untuk
CPR dan ECC. 2015.
9. Fuchs S, Terry M, Adelgais K, Bokholdt M, Brice J, Brown KM, Cooper A, Fallat ME,
Remick KE, Widmeier K, Simon W. Definitions and assessment approaches for
emergency medical services for children. Pediatrics. 2016 Nov 11:e20161073.
10. Hoffmann F, Schmalhofer M, Lehner M, Zimatschek S, Grote V, Reiter K. Comparison
of the AVPU Scale and the Pediatric GCS in Prehospital Setting. Prehospital
Emergency Care. 2016 Jul 3;20(4):493-8.
11. Fenix JB, Gillespie CW, Levin A, Dean N. Comparison of Pediatric Early Warning
Score to physician opinion for deteriorating patients. Hospital pediatrics. 2015 Sep
1;5(9):474-9.
12. Horeczko T, Enriquez B, McGrath NE, Gausche-Hill M, Lewis RJ. The Pediatric
Assessment Triangle: accuracy of its application by nurses in the triage of children.
Journal of Emergency Nursing. 2013 Mar 31;39(2):182-9.
13. De Caen AR, Maconochie IK, Aickin R, Atkins DL, Biarent D, Guerguerian AM,
Kleinman ME, Kloeck DA, Meaney PA, Nadkarni VM, Ng KC. Part 6: Pediatric Basic
Life Support and Pediatric Advanced Life Support. Pediatrics. 2015 Nov
1;136(Supplement 2):S88-119.
14. Harless J, Ramaiah R, Bhananker SM. Pediatric airway management. International
journal of critical illness and injury science. 2014 Jan;4(1):65.
15. Bell D, Mac A, Ochoa Y, Gordon M, Gregurich MA, Taylor T dkk. The Texas
Childrens Hospital Pediatric advanced warning score as a predictor of clinical
deterioration in hospitalized infants and children: a modification of the PEWS tool. J
Pediatr Nurs 2013;28:e2-9.
16. Dewi R. Pediatric Early Warning Score: Bagaimana langkah kita selanjutnya?. Sari
Pediatri. 2016 Nov 30;18(1):68-73.
Lampiran

Ringkasan komponen CPR berkualitas tinggi untuk penyedia bantuan hidup dasar

Anda mungkin juga menyukai