Anda di halaman 1dari 27

0

LAPORAN KASUS

Infark Miokard Akut


Syok Kardiogenik

DisusunOleh :

Vitrosa Yosepta Sera, S.Ked


FAB 116 022

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017
1

BAB I
PENDAHULUAN

Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah utama yang


membawa oksigen dan nutrisi untuk otot-otot jantung. Apabila terjadi gangguan
aliran darah pada pembuluh darah ini, misalnya berupa sumbatan atau oklusi
akibat endapan lemak pada dinding pembuluh darah, maka dapat menyebabkan
kematian jaringan atau nekrosis pada otot-otot jantung tersebut. Gangguan ini
dikenal dengan Infark Miokard Akut (IMA) atau lebih dikenal di masyarakat
dengan serangan jantung.1
IMA adalah suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak yang
umumnya terjadi pada laki-laki berusia 35-55 tahun. IMA biasanya disebabkan
oleh trombus arteri koroner, proses mula-mula berawal dari rupturnya plak yang
kemudian diikuti oleh pembentuk trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya
IMA tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. 1
Berdasarkan data WHO (2004), IMA merupakan penyebab kematian
utama di dunia. Sekitar 7,2 juta (12,2%) kematian disebabkan oleh IMA. Di
Amerika Serikat (2002), IMA salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian. Angka kesakitan mencapai 600 kasus per 100.000 orang dan 500.000-
700.000 orang meninggal dunia karena IMA. Sedangkan di Indonesia (2002),
IMA juga merupakan penyebab kematian utama dengan angka kematian 220.000
(14%).2
Oleh karena itu, pengobatan pada kasus IMA harus dilakukan dengan
cepat dan tepat untuk menghindari kerusakan miokard lebih lanjut. Pengobatan
yang diberikan akan memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner
sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard yang lebih luas. Meskipun
penderita tidak meninggal akibat serangan IMA, apabila kerusakannya luas maka
penderita akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal jantung. Pada laporan kasus ini
akan membahas mengenai seorang penderita yang didiagnosis dengan STEMI
disertai syok kardiogenik dan pengobatan yang diberikan pada perawatan IGD.3
2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Tn. D/41 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 70/palpasi mmHg
Denyut Nadi : 57 kali/menit
Frekuensi Napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,40C
Spo2 : 84%
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam emergency sign
label Merah karena didapatkan adanya gejala gangguan
perfusi yaitu tekanan darah 70/palpasi mmHg dan denyut
nadi 57x/menit.
Airway
Bersihkan jalan nafas, hindari sumbatan jalan nafas. Pada pasien ini tidak
ditemukan sumbatan jalan nafas.
Breathing
Nilai frekuensi pernafasan, tipe pernafasan, dan pola pernafasan. Pasien bernafas
spontan, 26 kali/menit, pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan. Pada pasien ini
diberikan oksigen karena pasien mengeluh nyeri dada kiri.
Circulation
Nilai frekuensi nadi, capilary refill time, tekanan darah. Denyut nadi 57 kali/menit,
reguler, dan tidak kuat angkat. CRT > 2 detik. Tekanan darah 70/palpasi mmHg.
Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap
rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Pada pasien ini tidak ada ditemukan
kelainan neurologis. GCS (E4M6V5), pupil isokor +/+, refleks cahaya +/+
3

Tatalaksana awal :
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah baringkan pasien pada bed pasien head
up 300, pemberian oksigenasi Non Rebreating Mask 10 lpm, dan pemasangan
kateter IV line NaCl 0,9 % 16 tpm, PO = CPG 4 tab dan Aspilet 3 Tab, Serta
dilakukan EKG.

2.2. Secondary Survey


2.2.1. Identitas
Nama : Tn.D
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kapuas No. 14
Tgl Pemeriksaan : 02 November 2017 pukul 09.00 WIB

2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri dada sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri sejak 30 menit SMRS,
nyeri dada dirasa seperti tertindih beban berat dan tembus sampai ke belakang.
nyeri dada tidak menjalar ke lengan kiri maupun ke leher. Nyeri dirasa timbul
tiba-tiba saat sedang menyetir mobil. Pasien juga mengeluh badan terasa dingin,
merasa cemas, sesak napas, dan lemas. Pasien juga merasa mual tetapi tidak
muntah. Sakit kepala disangkal, nyeri ulu hati disangkal, berdebar-debar disangkal,
dan demam disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien sebelumnya makan makanan berlemak dan memiliki kebiasaan makan
makanan dengan kolesterol tinggi seperti goreng-gorengan. merokok (+) saat
muda, dan berhenti merokok 5 tahun dan riwayat minum alkohol disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan serupa (-) stroke (-), diabetes mellitus (-). Riwayat hipertensi (-) Obat
rutin yang dikonsumsi (-)
4

Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluhan serupa (-), stroke (-), hipertensi (-) dari Ibu pasien, diabetes mellitus (-).
2.2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign : Tekanan Darah : 70/Palpasi mmHg
Denyut Nadi : 57 kali/menit (regule, tidak kuat
angkat)
Frekuensi Napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,40C

Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+, pupil isokor
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Retraksi
-/- suprasternal dan intercostal.
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas ICS II linea parasternal dextra dan sinistra
Batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), reguler, murmur (-),
gallop (-)
5

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas
Akral dingin, CRT > 2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-/-)

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
- Leukosit : 9.370/ul
- Trombosit : 279.000/ul
- Hb : 17,2 g/dl
- Hematokrit : 53,2%
b) Kimia Klinik
- Gula darah sewaktu : 111 mg/dl
- Creatinin : 1,64 mg/dl
- Ureum : 39 mg/dl

Pemeriksaan EKG

Gambar 2.1 EKG saat datang pertamakali di IGD

2.2.5. Diagnosa
- STEMI + Syok kardiogenik
6

2.2.6. Penatalaksanaan (09.00)


- Loading NaCl 0,9% 300cc
- Pasang DC
Evaluasi 1 : (10.00)
- TD = 70/40
- Produksi Urin = -
- Nyeri dada (+)
Tatalaksana :
- Loading NaCl 0,9% 300cc
Evaluasi 2 : (11.00)
- TD = 90/60
- Produksi Urin = 50 cc
- Nyeri dada (+) berkurang
Tatalaksana :
- NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Lovenox 2 x 0,4cc
- Sp Dopamin 3 meq/kgBB/menit4,3cc/jam
- Inj. Ranitidin 2x50mg
PO :
- CPG 1x1
- Aspilet 1x1
- Atorvastatin 0-0-40mg
- Sucralfat syr 3xCI

2.2.7. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia
7

BAB III
PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan nyeri dada yang telah berlangsung 30 menit


dan dirasakan tiba-tiba pada saat sedang mengendarai mobil. Nyeri dada dirasakan
seperti tertindih beben berat dan tembus sampai kebelakang. Gejala penyerta
berupa keringat dingin, cemas, lemas, sesak napas, dan mual.
Berdasarkan teori, nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal
pada pasien IMA. Nyeri dada tersebut dapat berlangsung lebih dari 20-30 menit.
Sifat nyeri dada angina lainnya berupa:
1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit,seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau jika diberikan obat nitrat.
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sesak napas, keringat dingin, cemas
dan lemas.4
Pada pasien nyeri dada dirasakan tiba-tiba saat megendarai mobil sejak 2
jam SMRS. Pada keadaan aktivitas yang berlebih akan meningkatkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh, sehingga jantung akan meningkatkan denyut jantung untuk
meningkatkan cardiac output.
Pada pasien juga memiliki faktor resiko seperti jenis kelamin laki-laki,
usia 41 tahun, riwayat makan makanan kolesterol tinggi dan merokok, keadaan ini
memungkinkan akan membuat plak dari aterosklerosis terutama pada pembuluh
darah koroner. Sehingga pada keadaan aliran darah yang tinggi atau pada saat
denyut jantung yang cepat dalam memenuhi oksigen untuk tubuh, maka dapat
menyebabkan rupturnya plak sehingga terjadinya trombosis dan oklusi arteri
koroner. Akibat keadaan ini makaberakibat kurangnya pasokan darah ke miokard
sehingga menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Keadaan ini
8

menimbulkan respon nyeri di daerah dada dan perut yang di pengaruhi oleh saraf
intercostales (T1-12), nervus simpatikus, dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri
jantung biasanya dirasakan dari T1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral
aferen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di
daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di
bagian perifer.4
Pada saat keadaan cemas, maka akan terjadi peningkatan aktivitas saraf
simpatis dalam tubuh yang juga akan meningkatkan kenaikan sekresi epinefrin
dari kelenjar adrenalin. Keadaan ini akan menyebabkan keringat dingin. Akibat
dari peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka akan menyebabkan penekanan
kerja saraf parasimpatis sehingga menyebabkan rasa mual.Sesak napas bisa
disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas juga dapat menimbulkan hiperventilasi. Pada infark
yang tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel
kiri yang bermakna.Lemas dirasakan akibat penurunan aliran darah ke otot-otot
rangka.4

Patofisiologi
Sebagian besar IMA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
9

(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas


miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien IMA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan
di atas. Mereka mengalami IMA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal
dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria,
tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau
restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik,
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.1,5
10

Gambar 3.1. Patofisiologi IMA

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan dari


leukosit yaitu 17.700/ul. Leukositosis pada IMA terjadi akibat respon stres akut
karena kematian jaringan (nekrosis) pada miokard.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, IMA dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevationmyocardial infarction)
11

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST


segmentelevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marker jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-
normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak
stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai
dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah
Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi
peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST
Non Elevasi (NonST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina
Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal
adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).1
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
ataumenunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6
jam dan setiap terjadi angina berulang.1
Penegakkan diagnosis IMA berdasarkan 2 dari 3 gejala utama, yaitu:
1. Riwayat nyeri dada yang khas
12

a. Nyeri dada bagian dada depan ( bawah sternum) dengan/ tanpa


penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher/seperti sakit gigi,
penderita tidak bisa menunjukan rasa nyeri dengan satu jari tetapi
dengan tangan.
b. Kualitas nyeri sepertt ditekan, rasa berat/panas terbakar.
c. Durasi >20 menit
d. Kadang disertai mual, keringat dingin, berdebar/sesak
e. Nyeri tidak hiilang dengan istirahat/ nitrogliserin sublingual
2. Adanya perubahan EKG
a. Gelombang Q (signifikan infark) / Q patologis
b. Segmen ST elevasi
c. Gelombang T meninggi / menurun
3. Kenaikan enzim otot jantung
a. CKMB merupakan enzim yang spesifik sebagai penanda terjadinya
kerusakan otot jantung , enzim ini meningkat 6 10 jam setelah nyeri
dada dan kembali normal dalam 48 72 jam.
b. Pemeriksaan Aspartate Amino Transferase (AST) pasien datang
setelahh hari ke 3 nyeri dada/LDH (laktat dehydrogenase meningkat
setelah hari ke 4 & normal pada hari ke 10.6,7

Pada pasien didapatkan nyeri dada yang khas berupa rasa tertindih beban
berat dan tembus sampai ke punggung belakang. Nyeri dada dirasakan sejak 30
menit SMRS dan disertai keringat dingin, mual, lemas, dan sesak napas. Nyeri
tidak hilang atau berkurang dengan beristirahat. Selain itu, pada pemeriksaan
EKG juga didapatkan ST elevasi lead II, III, dan aVF dapat disimpulkan bahwa
ini termasuk jenis Inferior miokard infark. Pemeriksaan enzim jantung pada
pasien ini tidak dilakukan karena kurangnya kelengkapan dalam prasarana
laboratorium.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien memiliki 2 dari 3 kriteria untuk menegakkan diagnosis ST elevasi miokard
infark.
13

Tabel 3.1. Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG

Syok Kardiogenik1
Syok Kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan
tekanan rerata arteri (MAP) <65 mmHg, peningkatan LVEDP ( >18 mmHg), dan
penurunan curah jantung (CO <3,2 L/menit). Syok kardiogenik dapat disebabkan
oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti
ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan rupturdinding
ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan
miokard lainnya.
A. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis didapatkan :
- Gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat
- Penurunan diuresis
- Dapat disertai keringat dingin
- Nadi lemah
Berdasarkan pemeriksaan Fisik Didapatkan :
- Terdapat tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas
dingin, takikardi, nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria)
- Terdapat tanda-tanda peningkatan preload seperti
- JVP meningkat atau terdapat ronki basah di basal
- Profil hemodinamik basah dingin (wetand cold)
14

B. Tatalaksana
Fase Akut di UGD atau ICVCU
a. Bedrest total
b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest
c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin
d. Oksigen support (NRM atau CPAP, intubasi jika terjadi gagal napas)
e. Pemasangan IVFD
f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradiaritmia atasi segera
dengan pemberian preparat anti-arimia atau pemasangan pacu
jantung, over drive atau kardioversi
g. Monitoring invasive atau non invasif untuk mengetahui status
preload, SVR dan curah jantung (CO).
h. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge 1-4 cc/kgBB/10
menit hingga dipastikan preload cukup.
i. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP masih <70 mmHg
maka diberikan preparat inotropiknon vasodilator (dobutamin) atau
inodilator (milrinon). Pemasangan IABP harus direkomendasikan
pada pasien syok dengan sindrom koroner akut.
j. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan preparat
vasopressor seperti noradrenalin atau adrenalin atau dopamine.
k. Dopamindosis rendah dapat diberikan pada kondisi oliguria.
l. Pada syok kardiogenik yang refrakter pertimbangkan pemasangan
IABP, ECMO atau LVAD sebagai bridging terapi definitif.
m. Terapi definitif seperti PCI, operasi penggantian katup, BMV (pada
MS), urgent CABG harus segera dilakukan, atau transplantasi
jantung bila memungkinkan.
n. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang CVCU.

Penatalaksanaan awal pasien di IGD yaitu pemberian O2 NRM 10


liter/menit, dilakukan EKG dan pemeriksaan tanda Vital, pemberian CPG 4x1
tablet, Aspilet 3x1 tabletdan pemasanga infus. Diberikan resusitasi cairan infus
kristaloid 300cc, Evaluasi setelah 1 jam: nyeri dada (+) tetap, keringat dingin (+),
sesak napas (+), TD: 70/40 mmHg, Urin : (-). Dilakukan resusitasi cairan infus
15

kristaloid 300 cc, , Evaluasi setelah 2 jam: nyeri dada (+) berkurang, keringat
dingin (+) berkurang, sesak napas (+) berkurang, TD: 90/60 mmHg, Urin : 50cc.
Konsul bagian jantung dan pro rawat di ICCU.
Penatalaksanaan tambahan di ICCU yaitu IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit,
Inj. Lovenox 2 x 0,4cc, Sp Dopamin 3 meq/kgBB/menit4,3cc/jam, Inj.
Ranitidin 2x50mg, PO : CPG 1x1, Aspilet 1x1, Artavastatin 0-0-40mg, Sucralfat
syr 3xCI.
Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar
strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi
yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerjan kemungkina IMA atau IMA
atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau marker jantung. Terapi awal yang dimaksu adalah Morfin, Oksigen,
Nitrat, Aspirin, dan Clopidogrel (disingkat MONACO), yang tidak harus
diberikan semua ata bersamaan.1
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang
lebih cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI
yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang
dianjurkan adalah clopidogrel).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
16

yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat.Jikanyeri dada


tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiaplima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

Penyekat Beta (Beta blocker).


Keuntungan utama terapi penyekatbeta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkanturunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikanpada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signifikan,asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada
kebanyakan kasus,preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat
beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutamajika terdapat
hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapatindikasi kontra. Penyekat
beta oral hendaknya diberikandalam 24 jam pertama. Penyekat beta juga
diindikasikanuntuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak
adaindikasi kontra. Pemberian penyekat beta pada pasien denganriwayat
pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetapdilanjutkan
kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip III.1

Tabel 3.2. Jenis dan Dosis Penyekat Beta Untuk Terapi IMA
17

Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi venayang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.1
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari
episode angina.
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjutsebaiknya
mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian,
setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau
hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat
intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan
mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor
(ACE-I).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan.
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat
untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.1

Tabel 3.3. Jenis dan Dosis Nitrat Untuk Terapi IMA


18

Calcium channel blockers (CCBs)


Nifedipin dan amplodipin mempunyaiefek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan
diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan
sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi
koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan
CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang
dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina. `
1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien
yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan
indikasi kontra terhadap penyekat beta.
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
terapi penyekat beta.
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik.
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta. 1

Tabel 3.4. Jenis dan Dosis Penghambat Kanal Kalsium Untuk Terapi IMA

Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.
19

2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin


dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko
perdarahan berlebih.
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama
DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau
ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko
seperti infeksi H. pylori, usia 65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid.
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis.
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa
memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien
yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mgsetiap hari.
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang
dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor.
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa
risiko perdarahan yang meningkat.
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang
perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali
bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi.
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman.
20

11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX- 2


selektif dan NSAID non-selektif ).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan
jenis stent.1

Tabel 3.5. Jenis dan Dosis Antiplatelet Untuk Terapi IMA

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa


Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat
reseptorglikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko
kejadianiskemik dan perdarahan. Penggunaan penghambat reseptorglikoprotein
IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkanDAPT dengan
risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yangterlihat) apabila risiko
perdarahan rendah. Agen ini tidak disarankandiberikan secara rutin sebelum
angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara
konservatif.1

Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapiantiplatelet secepat
mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yangmendapatkan
terapi antiplatelet.
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan daniskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko
yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan.
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP.
21

5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin
berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan.1

Tabel 3.6. Jenis dan Dosis Antikoagulan Untuk Terapi IMA

Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan


1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkanrisiko
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat.
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapatindikasi
dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkindan dipilih targen
INR terendah yang masih efektif..
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutamapada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5lebih terpilih.1

Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin


Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangiremodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-
miokardyang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa
gagaljantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan
22

karakteristiktersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang
telahterbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya
efekantiaterogenik.1
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang,kecuali ada
indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikelkiri 40% dan pasien
dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakitginjal kronik (PGK).
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selainseperti
di atas. Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telahdirekomendasikan
berdasarkan penelitian yang ada.
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infarkmikoard yang
intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksiejeksi ventrikel kiri 40%,
dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung. 1

Tabel 3.7. Jenis dan Dosis ACE Inhibitor Untuk Terapi IMA

Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkanmodifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A
reductase (statin)harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yangtelah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi
kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah
sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL.
Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai. 1

Terapi fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada
tempat-tempatyang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu
yangdisarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam
23

sejakawitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer
tidakbisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak
kontakmedis pertama. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jamsejak awitan
gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah,fibrinolisis perlu
dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertamadengan inflasi balon
lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulaipada ruang gawat darurat.Agen
yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebihdisarankan
dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase).
Aspirin oral atau intravena harus diberikan. Clopidogrel diindikasikan diberikan
sebagai tambahan untuk aspirin.Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-
pasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila
dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari. Antikoagulan yang
digunakan dapat berupa:
1. Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak
terfraksi).
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan
infus selama 3 hari.
3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena
secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian. 1

Langkah-langkah pemberian fibrinolisis pada pasien STEMI


Langkah 1: Nilai waktu dan risiko
a. Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam
dengan tanda dan gejala iskemik)
b. Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra fibrinolisis
c. Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat kesehatan yang
mampu melakukan IKP (<120 menit)
Langkah 2:Tentukan pilihan yang lebih baik antara fibrinolisis atau strategi
invasif untuk kasus tersebut. Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat
dilakukan tanpa penundaan, tidak ada preferensi untuk satu strategi tertentu.
24

Tabel 3.8. Indikasi Kontra Terapi Fibrinolitik

Tabel 3.9. Regimen Fibrinolitik Untuk Terapi IMA


25

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tn. D,41 tahun datang dengan keluhan nyeri dada. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis STEMI +
syok kardiogenik. IMA adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang
berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian
(infark) miokard. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak
ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,
vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Pada pasien ini
terdapat faktor resiko terjadinya IMA, yaitu faktor jenis kelamin, usia, kebiasaan
merokok, dan makan makanan kolesterol tinggi.
26

Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi 3. Jakarta: 2016.
2. Brown, CT. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Hal 589-599.
3. Alwi, I. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1616.
4. Harun, S. 2000. Infark Miokard Akut. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I edisi 3. Jakarta: FKUI. Hal: 1090-1108.
5. Zafari, AM. Myocardial Infarction. Available on:
http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview. Diakses pada
tanggal 04 Oktober 2016 pukul 17.35. Amerika. 2016.
6. Isselbacher, JK. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 13 Volume 3. Jakarta : EGC.
7. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai