Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

OBJEK DAKWAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Dakwah

Dosen Pembimbing: M. Fajrul Munawir

Nama Kelompok :

Dzurrotun Afifah Fauziah (13230004)

Zainuddin (13230048)

Muhammad Arif Sholhan (13230078)

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR

Atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, kami sangat bersyukur atas segala nikmat
yang tiada terbatas sehingga makalah ini bisa selesai meski melalui jalan berliku karena susah
untuk berkumpul.
Berikut ini kami sebagai penyusun akan mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul "Objek Dakwah", yang menurut kami dapat memberikan banyak manfaat dalam
melakukan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Karena apa? Dengan memperhatikan suatu
masyarakat sebagai objek dakwah, maka strategi dakwah akan bisa dilakukan dengan efisien
dan lebih mendalam.
Melalui kata pengantar ini penyusun lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih, dan
semoga Tuhan memberkahi.

Yogyakarta, 22 September 2014

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang sengaja
dikutip dalam makalah ini bahwa dakwah adalah penyiaran agama dan Pengembangannya di
kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.
Pengertian itu akan kita perjelas lagi dengan pengertian yang lebih rinci dan mendalam.
Dari istilah penyiaran agama, memiliki kandungan arti yang universal, yaitu
kegiatan menyebarkan, memberitahukan, dan menyeru kepada khalayak umum. Karena di
dalamnya ada kata agama, tentu yang disampaikan itu berupa ajaran-ajaran dan nilai- nilai
dalam agama. Adapun tujuan dari penyiaran ini semata- mata hanya memberi tahu informasi
mengenai sebuah agama. Kalau ajakan tentu belum masuk dalam pengertian ini.
Selanjutnya, Pengembangannya di kalangan masyarakat itu memiliki maksud dan
tujuan yang lebih dalam lagi dibandingkan dengan penyiaran agama yang hanya memberi
tahu semata. Kalau sudah mengkaji pengembangan, biasanya informasi yang disampaikan itu
sudah sampai dan diketahui masyarakat. Tinggal melanjutkan atau mengembangkan
informasi itu menjadi bentuk seruan untuk memeluk. Masyarakat mulai diajak untuk
mengikuti informasi (ajaran dan nilai agama) yang sudah diketahui itu.
Kemudian dari ajakan itu, yang pasti masyarakat mulai bertanya-tanya: kenapa saya
harus ikut? Apa yang terkandung di dalamnya? Bagaimana kalau saya ikut? Dll. Dari
pertanyaan-pertanyaan itu muncullah rasa ingin tahu yang kita sebut dengan istilah
mempelajari informasi yang di dapat itu sehingga masyarakat benar-benar tahu tanpa dari
seruan orang lain lagi.
Nah, setelah menjajaki proses mempelajari itu, barulah timbul kesadaran bahwa apa
yang didapatkan mulai dari informasi awal, seruan untuk memeluk hingga mempelajari
ajaran dan nilai agama itu, masyarakat akan mengawali dengan mengamalkannya. Itulah inti
dari pengertian dakwah yang sesungguhnya dari sudut pandang kita, sebagai penyusun
makalah.

Karena dakwah termasuk aktivitas penyiaran agama, seruan untuk memeluk,


mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama dengan hikmah dan pelajaran yang baik, maka
memperhatikan objek dakwah (madu) adalah tuntunan utama. Pastinya semua orang tidak
mau kan, kalau dia berdakwah tapi memperoleh penentangan yang sekiranya dapat
mempengaruhi nyawanya. Apalagi di zaman sekarang ini, tentu faktor madu sangat penting
diperhatikan sebelum memulai kegiatan dakwah. Dan di dalam makalah ini, kita akan
membahasnya mengenai objek dakwah atau dalam bahasa Arabnya di sebut Madu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud objek dakwah?
2. Siapa yang dimaksud objek dakwah?
3. Apa tujuan mengetahui objek dakwah
C. Tujuan
1. Mengetahui objek dakwah sebagai strategi keberhasilan dakwah
2. Mengetahui klasifikasi Madu dalam Al-Quran.
3. Agar menuai keefektifan dalam berdakwah
BAB II

PEMBAHASAN
a. Pengertian objek dakwah

Dalam istilah lain, objek dakwah bisa disebut Madu, yaitu manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama Islam atau tidak; atau dengan kata lain, manusia
secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan
mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang yang telah
beragama Islam, dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ikhsan.

b. Objek dakwah

Secara umum Al-Quran menjelaskan ada tiga tipe madu, yaitu: mukmin, kafir, dan
munafik. Dari ketiga klasifikasi besar ini, madu kemudian dikelompokkan lagi dalam
berbagai macam pengelompokan, misalnya, orang mukmin dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim
linafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir
harbi. Madu atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena
itu, menggolongkan madu sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek
profesi, ekonomi, dan seterusnya.

Muhammad Abduh membagi madu menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis,
dan cepat dapat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis
dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu
membahasnya secara mendalam.

Adapun sasaran dakwah (objek dakwah/madu) diterangkan dalam Al-Quran surat


At-tahrim ayat 6:




Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Dalam ayat ini menunjukkan bahwa sasaran yang utama dalam berdakwah itu dimulai
dari diri sendiri. Karena tidak mungkin kita menggemparkan dakwah pada orang lain
sebelum diri sendiri tidak bisa melakukan yang terbaik. Maka, sebelum berdakwah hendaklah
memperbaiki diri sendiri dulu. Kalau tidak seperti itu, bagaimana mungkin orang bisa
menerima seruan/ajakan kita? Yang pasti orang itu akan melihat siapa kita? Bagaimana
kehidupan sehari- hari kita? Dalam melakukan dakwah itu harus memiliki keteladanan. Tidak
mungkin kita berdakwah dengan melarang mencuri pada orang lain, sementara diri sendirinya
seorang pencuri. Tidak masuk akal kan? Jadi, harus dimulai dari diri sendiri.

Setelah diri sendiri, baru dimulai ke ruang lingkup yang lebih luas, yaitu keluarga atau
kerabat. Kalau kita lihat kesuksesan dakwah Nabi Muhammad saw., beliau melakukannya
dari keluarganya. Hal ini menunjukkan betapa berhati- hatinya dalam melakukan dakwah.
Kalau kita sebagai penyusun menganalogikan, jika ada seorang dai, ustadz, atau siapa pun
yang berdakwah langsung pada khalayak luas, tanpa melalui tahap tadi itu, dijamin
dakwahnya akan kering kerontang. Isi dakwahnya hanya ada di bibir dan orang tidak akan
mengikutinya.
Selain itu, tuntunan berdakwah bertujuan agar memberi manfaat bagi orang lain, yaitu
untuk menyelamatkan manusia. Ayat di atas sangat mempertegas sampai wilayah deskripsi
mengenai neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Adapun penjaganya adalah
malaikat yang kasar dan tunduk kepada Allah swt.

Surat An- nisa ayat 136 menjadi penerus dari surat sebelumnya mengenai sasaran
dakwah, sebagaimana bunyinya seperti ini:






Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.

Ayat di atas memiliki kandungan pengingat kepada orang yang beriman agar tetap
pada pendiriannya. Jangan pernah goyah dengan ajaran dan nilai-nilai agama yang telah lama
dipelajari dan diamalkannya. Tetap dengan berpegang teguh pada iman, Islam, dan ikhsan.
Hal ini menunjukkan bahwa sasaran dakwah yang selanjutnya adalah orang beriman.

Sasaran dakwah yang selanjutnya, terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 64:





Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan)
yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah
dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka
Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)".
Kenapa seruan ayat ini merujuk pada ahli Kitab? Apa yang istimewa dari seorang ahli
kitab? Pemahaman kita sebagai penyusun makalah, menunjukkan bahwa ahli kitab itu adalah
orang yang keluar dari ajaran mereka. Ada pengubahan-pengubahan dalam kitab-kitab seperti
Zabur, Taurat, dan Injil sesuai kepentingan. Seandainya mereka tidak mengubah, tentu
ajaran-ajaran mereka tetap sejalan dengan yang ada dalam Al-Quran. Karena Al-Quran itu
merupakan penyempurna dari kitab-kitab yang sebelumnya. Dari pemahaman kita ini, bahwa
ahli kitablah yang memunculkan agama-agama lain. Maka dari itu, ayat ini langsung
menyudutkan pada mereka.

Itulah sasaran dakwah yang terkandung dalam Al-Quran. Namun dalam konteks
kekinian, kita menambahkan lagi bahwa sasaran dakwah tidak hanya berhenti d i wilayah itu.
Pengkategorian masyarakat juga sangat penting, baik dalam bahasan ekonomi, politik,
agama, dan sosial budaya. Berikut kategorinya:
1. Masyarakat kota dan desa
2. Anak, remaja, dewasa, dan masa tua
3. Kaya dan miskin
4. Masyarakat awam dan berpendidikan
5. Muslim dan non-muslim dll.
c. Tujuan

Membahas mengenai tujuan, berarti membuka wawasan cita-cita. Dengan mengetahui


objek dakwah, tentunya memperjelas arah dakwah yang ingin dicapai. Biasanya pengetahuan
mengenai objek dakwah akan berkaitan langsung dengan metode dan materi dakwah yang
akan disampaikan. Maka dari itu, pembelajaran objek dakwah ini sangat penting.

Tujuan-tujuan itu salah satunya, agar dakwah yang disampaikan efektif. Tidak ada
kesulitan dalam menentukan materi dakwah yang ingin disampaikan. Serta agar masyarakat
sebagai sasaran dakwah bisa memahami informasi mengenai ajaran dan nilai agama, seruan
untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama sendiri.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam sebuah pengertian bahwa objek dakwah itu adalah manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama Islam atau tidak; atau dengan kata lain, manusia
secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan
mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang yang telah
beragama Islam, dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ikhsan.1

Tiga ayat Al-Quran yang kita sebutkan di atas mempertegas bahwa sasaran
dakwah/objek dakwah itu dimulai dari diri sendiri, keluarga/kerabat, orang beriman, dan ahli
kitab. Namun kemudian ditambah dengan pengkategorian masyarakat yang bertujuan agar
dakwah tersampaikan secara efektif. Agar senantiasa bisa dipahami dan diterima oleh
masyarakat. Sehingga nantinya mendapatkan tujuan dakwah, yaitu bagi yang beragama Islam
untuk memperdalam lagi kualitas ajarannya. Sementara bagi non- muslim, agar memeluk
Islam yang memberi rahmat pada seluruh alam.
Maka dari pembahasan di atas, kita menyimpulkan bahwa dakwah itu tidak serta
merta hanya persoalan materi dan metodenya, tetapi objek sasarannya juga tepat. Karena
dengan mengetahui sasarannya terlebih dahulu, maka yang namanya materi dan metode
dakwah itu akan gampang direncanakan. Karena jika tidak memperhatikan sasaran itu,
banyak bahaya dan kendala yang menghadang dalam melaksanakan dakwah yang diartikan
sebagai penyiar agama, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran dan
nilai- nilai agama.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim

Munir, Manajemen Dakwah, Jakarta, Rahmat Semesta, 2012

Muhammad Abu Fath Al-Bayanun, Nasihat Untuk Para DaI, Cet 1, Surakarta: Indiva
Pustaka, 2008

Saputra Wahidin, Retorika Monologika: Kiat Dan Tips Praktis Menjadi Muballig, Bogor:
Titian Nusa Press, 2010

Bachtiar Wardi, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997

Anda mungkin juga menyukai