Anda di halaman 1dari 7

PERBANDINGAN POLA CAPITAL STRUCTURE DI PEMDA, DI BUMN, DI LSM,

(BIDANG SENI SEMACAM TAMAN ISMAIL MARZUKI), SWASTA

Jenis-Jenis Organisasi dan Karakteristiknya

Untuk mengetahui perbedaan struktur modal dari antara berbagai jenis organisasi, perlu
terlebih dahulu diidentifikasi jenis-jenis organisasi yang ada beserta karakteristiknya. Secara
umum, dikenal dua jenis organisasi, yaitu organisasi publik dan organisasi swasta. Perbedaan
mendasar antara keduanya terletak pada tujuan organisasi, sumber pembiayaan, serta pola
pertanggungjawaban.

Dilihat dari tujuannya, organisasi publik berbeda dengan organisasi swasta dalam hal tujuan
memperoleh laba. Pada sektor swasta terdapat tujuan untuk memaksimumkan laba (profit motive),
sedangkan pada sektor publik adalah penyediaan pelayanan publik. Tetapi meskipun tujuan utama
sektor publik adalah pemberian pelayanan publik, tidak berarti organisasi sektor publik sama sekali
tidak memiliki tujuan yang bersifat finansial. Organisasi sektor publik juga memiliki tujuan
finansial, akan tetapi hal tersebut berbeda baik secara filosofis, konseptual, dan operasionalnya
dengan tujuan profitabilitas sektor swasta.

Adapun terkait sumber pembiayaan, sektor publik berbeda dengan sektor swasta dalam hal
bentuk, jenis dan tingkat risiko. Pada sektor publik sumber pendanaan berasal dari pajak dan
retribusi, tarif atas layanan, laba perusahaan milik negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar
negeri dan obligasi pemerintah, dan pendapatan lain-lain yang sah dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang ditetapkan. Sedangkan untuk sektor swasta sumber pembiayaan
dipisahkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Sumber pembiayaan internal terdiri atas
bagian laba yang diinvestasikan kembali ke perusahaan (retained earnings) dan modal pemilik.
Sumber pembiayaan eksternal misalnya utang bank, penerbitan obligasi, dan penerbitan saham
baru untuk mendapatkan dana dari publik.

Manajemen pada sektor swasta bertanggungjawab kepada pemilik perusahaan (pemegang


saham) dan kreditor atas dana yang diberikan. Pada sektor publik manajemen bertanggung jawab
kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka
pemberian pelayanan publik berasal dari masyarakat (public funds). Pola pertanggungjawaban di
sektor publik bersifat vertikal dan horisontal. Pertanggungjawaban vertikal (vertical
accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada ototritas yang lebih
tinggi, misalnya pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada pemerintah pusat.
Pertanggungjawaban horisontal(horisontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas.

2. Pengertian Struktur Modal

Struktur modal adalah komposisi ekuitas dan pinjaman dalam pembiayaan proyek.
Komposisi ekuitas dan pembiayaan proyek akan menghasilkan biaya modal rata-rata yang
berbeda apabila komposisinya berbeda. Untuk itu, pembahasan tentang struktru modal mnenjadi
penting karena tidak saja menyangkut biaya modal yang harus dibayar kembali oleh investor,
tetapi menjadi barometer keuntungan. Pembahasan mengenai teori struktur modal ini banyak
dilakukan oleh Modiglani dan Miller dalam kaitan rencana titik optmila dari komposisi ekuitas
dan pinjaman yang akan menghasilkan keuntungan kamsimal. Keuntungan maksimal disini
diasumsikan pada tingkat IRR konstan, Yusgiantoro (2004: 145)

Copeland dan Weston (1996) mengungkapkan keputusan untuk memilih sumber


pembiayaan merupakan keputusan bidang keuangan yang paling penting bagi perusahaan.
Sumber pembiayaanatau sumber pedanaan suatu perusahaan dapat dilihat di sisi pasiva dari
neraca perusahaan sedangkan penggunaan dana dapat di lihat pada sisi aktiva dari neraca
perusahaan. Aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan penggunaan bersih dari dana
sedangkan hutang dan modal sendiri mencerminkan sumber dananya, (Husnan, 2001) dalam
Yuniati (2011).

Karakteristik Struktur Modal dalam Berbagai Jenis Organisasi.

1. Pemerintah Daerah
Salah satu implikasi dari kebijakan desentralisasi pemerintahan di Indonesia adanya
kewajiban bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan transfer pendapatan ke Pemerintah
Daerah. Secara nasional, sebagai hasil desentralisasi, tingkat ketergantungan yang tinggi
oleh pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat dalam bentuk pajak dan
hibah, masih medominasi struktur pendapatan pemerintah daerah. John Petersen and
Darius Tirtosuharto (2012) mengungkapkan bahwa 83% total pendapatan daerah masih
mengandalkan sumber APBN.
Namun, transfer antar pemerintah ini sangat bervariasi antar unit subnasional,
beberapa di antaranya memiliki sumber pendapatan asli yang signifikan. Lokalitas
memiliki perbedaan besar dalam selera akan pajak dan kemampuan untuk memungut
berbagai jenis pajak. Sebuah gesekan gesekan telah menjadi praktik oleh beberapa
daerah untuk memungut berbagai pajak "gangguan 'yang menghambat perdagangan
dalam negeri dan yang memiliki dampak buruk. Di antara banyak reformasi yang
dilembagakan adalah satu untuk mengendalikan kekuatan pemerintah daerah untuk
memungut pajak tersebut.
Anggaran Subnasional Indonesia, 2007-2009 (Rp juta)

Sumber: John Petersen and Darius Tirtosuharto(2012)

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, pemerintah subnasional diberi


kekuasaan untuk meminjam dari beberapa sumber. Menurut Undang-undang No 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD
dapat didanai dari penerimaan pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang
APBD. Penerimaan pembiayaan Daerah bersumber dari:
1. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya;
2. Pencairan dana cadangan;
3. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan;
4. Pinjaman Daerah; dan
5. Penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Namun demikian, terdapat parameter yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal
pembatasan jenis dan penggunaan hutang. John Petersen and Darius Tirtosuharto(2012)
menyimpulkan bahwa dalam praktiknya, pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah
hampir secara eksklusif melalui program pinjaman pemerintah dan, hanya kadang-kadang,
melalui bank daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah atau sumber-sumber swasta lainnya.
Adapun terkait penerbitan obligasi sebagai alternatif pembiayaan OJK mengakui
bahwa penerbitan obligasi daerah belum banyak diminati oleh Pemerintah Daerah.
Penerbitan obligasi daerah masih belum dimanfaatkan oleh pemerintah daerah karena
prosesnya yang sulit, mulai dari izin DPRD, Kementerian Keuangan, dan pertimbangan
Kementerian Dalam Negeri baru kemudian ke OJK. Selain itu, Pemda dapat
menerbitkan obligasi daerah hanya untuk membiayai kegiatan investasi sektor publik
yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Landasan
hukum terkait obligasi daerah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005
tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006
Tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi
Daerah Menteri Keuangan.
Blane Lewis and David Woodward (2010), melakukan pinjaman adalah metode yang umum
dilakukan untuk pembiayaan belanja modal publik sub-nasional. Di seluruh dunia, pemerintah
daerah meminjam dari bank dan lembaga keuangan lainnya atau menerbitkan obligasi untuk
mengakuisisi aset non-keuangan dari berbagai jenis (seperti aset tetap dan lahan) untuk
digunakan dalam memberikan layanan publik dan mendorong pembangunan ekonomi.
Tabel Perbandingan Obligasi Subnasional
1. BUMN
Zhengwei (2013) berusaha meneliti struktur modal yang optimal untuk kasus
BUMN versus perusahaan swasta. Berdasarkan data panel perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di China dari tahun 1998 sampai 2007, jurnal ini tidak hanya
membandingkan struktur modal statis dari perusahaan-perusahaan milik negara dan
perusahaan milik swasta, namun juga membandingkan dinamika struktur permodalan
milik negara dengan milik pribadi perusahaan yang terdaftar.
Dari perspektif sistem pembiayaan, selama era transisi ekonomi, perusahaan
swasta di China menghadapi gesekan pembiayaan lebih karena adanya masalah
kepemilikan, baik dalam pembiayaan hutang maupun pembiayaan ekuitas. Namun,
kekuatan pasar, pemantauan dari luar, dan rencana kompensasi semua memberi
insentif kepada manajemen perusahaan swasta untuk beroperasi di bawah dan
bermigrasi ke struktur modal yang optimal untuk memaksimalkan keuntungan
pemegang saham. Berdasarkan berbagai insentif dari manajer perusahaan swasta dan
perusahaan milik negara dan situasi yang berbeda di mana mereka melakukan kegiatan
pendanaan, kami berharap, ceteris paribus, bahwa struktur modal perusahaan swasta
dan perusahaan negara berbeda. Namun, dampak kepemilikan perusahaan terhadap
struktur modal perusahaan ambigu dari perspektif teoritis. Dari studi empiris
Zhengwei (2013), ditemukan bahwa perusahaan milik negara memiliki pengaruh yang
lebih rendah. Penjelasannya adalah para manajer perusahaan swasta membangun
struktur modal yang kondusif untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham.
Zhengwei (2013) menyelidiki perbedaan dinamika struktur modal antara kedua
kelompok perusahaan ini. Hasil studi lebih lanjut menunjukkan bahwa selama
penyesuaian struktur modal, perusahaan swasta menyesuaikan diri lebih cepat dengan
struktur modal yang optimal daripada perusahaan milik negara.

Untuk mengetahui pola struktur modal BUMN dalam negeri, penulis


menggunakan referensi jurnal Manopo (2013). Dalam penelitiannya, Manopo (2013)
menungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal BUMN
berbentuk perbankan meliputi pertumbuhan penjualan, stabilitas penjualan, serta
ukuran perusahaan. Dalam penelitiannya, struktur modal diukur dengan debt to
equity ratio (DER). DER=Total Hutang/Total Ekuitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal pada . Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
penjualan dan laba yang tinggi kecenderungan penggunaan hutang sebagai sumber
dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
tingkat penjualannya rendah.
Menguatkan hasil penelitian Yuniaty (2011), semakin stabil tingkat penjualan
yang berarti keuntungannya pun semakin stabil, maka besar kemungkinan perusahaan
mampu memenuhi kewajiban tetapnya. Dengan demikian semakin tinggi
pertumbuhan penjualan, perusahaan akan lebih aman dalam menggunakan hutang
sehingga semakin tinggi struktur modalnya.

Perusahaan besar dapat dengan mudah untuk mengakses pasar modal. Kemudahan
untuk mengakses pasar modal berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan
kemampuan untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan. Semakin besar suatu
perusahaan maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga akan semakin besar.

2. LSM
3. SWASTA
4.

Anda mungkin juga menyukai