PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada bab ini kami akan menguraikan ide-ide utama yang
dipandang paling berpengaruh dalam cultural studies, antara lain
Marxisme, Kultralisme, Strukturalisme, Pascastrukturalisme, psikoanalisis
dan Subjektivitas.
Era strukturalisme ini muncul setelah era eksistensialisme yang
marak pada perang dunia II. Strukturalisme dianggap menghancurkan
posisi manusia sebagai peran utama dalam memandang dan membentuk
dunia. Beberapa tokoh struktualisme yang terkemuka yaitu Levi Straus,
Jacques Lacan, Louis Altusser, dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kulturalisme dan Strukturalisme dalam Cultural Studies?
2. Bagaimana Pascastrukturalisme (dan Pascamodernisme) dalam
Cultural Studies?
3. Bagaimana Psikonalisis dan Subjektivitas dalam Cultural Stdies?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Kulturalisme dan Strukturalisme dalam Cultural
Studies.
2. Untuk mengetahui Pascastrukturalisme (dan Pascamodernisme) dalam
Cultural Studies.
1
3. Untuk mengetahui Psikonalisis dan Subjektivitas dalam Cultural
Studies
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Struktualisme memperluas jangkauannya dari kata-kata sampai pada
bahasa tanda kulturan secara umum sehingga hubungan-hubungan antar manusia,
objek-objek material dan citra-citra kesemuannya dianalisis melalui struktur tanda.
Ciri khas struktualisme levi starus adalah pendekatannya terhadap makan. Dia
menyatakan bahwa yang jadi soal dalam hal makanan bukanlah makanan yang
enak dimakan. Namun, mana yang enak untuk dipikirkan. Artinya, makanan
adalah penanda dari makna-makna simbolis.
1
Chris Baher, Cultural Studies, Perum Sidorejo : Kreasi Wacana, hlm. 19
4
Sumber filosofis primer pascastrukturalisme adalah derrida (1976) dan
Foucault (1984d) karena mereka berangkat dari penekanan yang berbeda,
pascastrukturalisme tidak dapat dipandang sebagai karya yang utuh.
1. Derrida : Instabilitas Bahasa
Antiesensialisme
5
melandasinya. Berdasarkan pemahaman ini akan ditemukan suatu kebenaran tetap
dan esensial, misalnya berupa feminitas atau identitas kulit hitam. Namun, bagi
pascastrukturalisme tidak mungkin ada kebenaran, subjek atau identitas yang
terdapat diluar bahsa, sebuah bahasa yang tidak memiliki acuan tetap dan dengan
demikian tidak mampu mewakili kebenaran atau identitas yang tetap. Dalam hal
ini, feminitas atau identitas kulit hitam bukan merupakan suatu hal yang universal
dan tetap melainkan hanyalah deskripsi-deskripsi dalam bahasa yang melalui
konvensi sosial berubah menjadi apa yang dihitung atau dianggap sebagai
kebenaran, artinya stabilisasi temporer terhadap makna.
Pascamodernisme
6
pencampuradukan yang tidak diharapkan antara mereka, namun keduanya
memang memiliki pendekatan yang sama terhadap epistimologi, yaitu penolakan
atas kebenaran sebagai objek abadi yang tetap. Penegasan Derrida tentang
ensitabilitas makna dan kesadarn Foucault akan karakter kebenaran yang tidak
menentu secara historis menggema dalam pandangan. Lyiotard (1984) menolak
ide narasi atau kisah agung yang yang dapat memberikan kepada kita pengetahuan
spesifik tentang arah, makna, dan tujuan moral perkembangan manusia, di antara
yang dimaksud Lyotard disni adalah teologi Marxisme, kepastian dalam ilmu dan
moralitas Kristen.
7
Pascastrukturalisme dan pascamodernisme adalah pendekatan
antiesensialis yang menekankan peran konstitutif bahasa yang tidak stabil. Mereka
menyatakan bahwa subjektivitas merupakan efek bahasa atau diskursus dan
bahwa subjek mengalami perpecahan kita dapat mengemukakan berbagai posisi
subjek yang ditawarkan kepada kita dalam diskursus ini. Namun, alih-alih
bersandar pada penjelasan yang menekankan penamaan oleh diskurs eksternal,
beberapa penulis menelaah psikonalisis, khususnya pembacaan pascastrukalisme
alis Lacan terhadap Freud, untuk menemukan cara memikirkan pembentukan
subjek internal.
Menurut Freud (1977), diri terdiri atas ego, atau pikiran rasional sadar,
superego, atau kesadaran sosial, dan ketidak sadaran, yang menjadi sumber dari
penyimpangan beroperasinya pikiran simbolis yang berfungsi dengan logika yang
berlainan dengan rasio.
Dalam teori Freudian, libido atau dorongan seks tidak memiliki tujuan
atau objek yang pasti dan telah ada sebelumnya. Namun, melalui fantasi, segala
objek, termasuk orang atau bagian tubuh, bisa saja menjadi target hasrat.
Akibatnya, sejumlah objek dan praktik seksual yang hampir tak terbatas ada
dalam ranah seksualitas manusia. Namun, karya freud bertujuan
8
mendokumentasikan dan menjelaskan regulasi dan represi atas aneka bentuk sifat
buruk ini melalui pelepasan (atau kegagalan pelepasan) Oedipus complex lewat
hubungan heteroseksual yang normal antar jenis kelamin.
2. Feminisme
9
Etnisitas adalah konsep kultural yang terpusat pada norma, nilai,
kepercayaan, symbol, cultural dan praktik yang menandai proses pembentukan
batas kultural. Ada dua perhatian utama yang muncul di dalam dan melalui teori
pasca-kolonial (Williams dancrisman, 1993) yaitu dominasi-subordinasi dan
hibriditas-keolisasi (creolization: kawin campur bahasa). Pertanyaan tentang
dominasi dan subordinasi kebanyakan mengemuka secara langsung melalui
control militer colonial dan subordinasi terstruktur terhadap kelompok rasial.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kulturalisme memfokuskan perhatiannya kepada produksi tanda
oleh aktor manusia dalam suatu konteks historis, struktualisme
memandang kebudayaan sebagai struktur dalam bahasa yang ada diluar
kehendak aktor dan menguasai mereka. Maka dari itu kulturalisme
menekankan dalam sejarah, pendekatan kulturalisme lebih bersifat
sinkronis, menganalisis struktur relasi dalam satu kilatan momen tertentu.
Istilah pascastrukturalisme berarti setelah strukturalisme dia
mengandung pengertian kritik maupun penyerapan. Pascastrukturalisme
menyerap berbagai aspek linguistik struktural sambil menjadikannya
sebagai kritik yang dianggap mampu melampaui strukturalisme.
Singkatnya, pascastrukturalisme menolak ide tentang sruktur stabil yang
melandasi makna melalui pasangan bener tetap (hitam-putih, baik-buruk).
11
Psikoanalisis merupakan pemikiran yang kontroversial. Bagi para
pendukungnya (chodorow, 1978, 1989; Mitchel, 1974) kekuatannya
terletak pada penolakan atas hakikat subjek dan seksualitas yang besifat
tetap.
12