Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diagnosis komunitas adalah upaya- upaya sistematis yang meliputi pemecahan


masalah kesehatan keluarga sebagai unit primer dalam komunitas. Masyarakat sebagai
tempat untuk menegakkan diagnosis komunitas. Langkah yang dilakukan dalam
diagnosis komunitas meliputi pendekatan problem solving, analisis situasi,
menganalisis data sekunder, pengumpulan data primer, pengumpulan data sekunder,
identifikasi masalah, penetapan prioritas masalah dan penyebab masalah, pemilihan
alternatif pemecahan masalah, penyusunan program kerja, pelaksanaan dan pengawasan
intervensi dan monitoring serta evaluasi hasil intervensi.1

Anemia ditandai dengan berkurangnya kadar hemoglobin darah.2 Nilai normal


dapat bervariasi antara kurang dari 13,5 g/dl pada laki-laki dewasa, kurang dari 11,5
g/dl pada wanita dewasa dan kurang dari 11,0 g/dl pada anak berusia 3 bulan hingga
pubertas.2 Anemia gizi yang disebabkan oleh defisiensi zat besi merupakan kasus yang
paling sering ditemukan pada negara berkembang.3 Anemia gizi sering terjadi pada anak
dan perempuan usia produktif. Anemia defisiensi besi rentan terjadi pada remaja putri
karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa pertumbuhan. Kehilangan darah
pada saat menstruasi juga meningkatkan risiko anemia.3

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2011 diperkirakan


secara kasar 43% anak-anak, 38% wanita hamil, 29% wanita tidak hamil dan 29%
wanita usia produktif yang mengalami anemia.4 Menurunkan angka anemia dianggap
sangat penting untuk kesehatan wanita dan anak dan target The Second Global Nutrition
di tahun 2025 adalah menurunkan angka kejadian anemia 50% pada wanita usia
produktif.4

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%


dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-laki dan
5
23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 12-59
tahun sebanyak 28,1%, berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan pada kelompok umur
15-24 tahun sebesar 18,4%.5

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 1


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Kasus anemia menurut profil Puskesmas Sindang Jaya pada bulan Januari
November 2016 terdapat 69 kasus, yang terdiri dari 63 kasus baru dan 6 kasus lama.
Terdapat 7 kasus baru pada wanita berusia 10-19 tahun dan 22 kasus baru pada wanita
berusia 20-44 tahun. Data penjaringan dari Puskesmas Sindang Jaya didapatkan bahwa
SMK Almanah di daerah Sukaharja memiliki angka anemia yang tinggi dengan total
anak yang dijaring adalah 91 anak dan terdapat 45 anak menderita anemia dibandingkan
dengan SMK Raudiatul Fikrah hanya terdapat 37 kasus anemia pada anak.6 Berdasarkan
data tersebut penulis tertarik untuk menurunkan angka kejadian anemia di wilayah kerja
Puskesmas Sindang Jaya, Kecamatan Sindang Jaya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Menurunkan angka kejadian anemia pada remaja putri di wilayah kerja
Puskesmas Sindang Jaya.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya lokasi yang memiliki angka kejadian anemia pada remaja
putri yang tinggi di Desa Sukaharja.
2. Diketahuinya faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian anemia
pada remaja putri di Desa Sukaharja.
3. Diketahuinya alternatif untuk pemecahan masalah yang dapat dilakukan
dalam jangka pendek dan memiliki daya ungkit yang diharapkan dapat
menunjang jangka panjang.
4. Diketahuinya hasil intervensi yang dilakukan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 2


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis Komunitas

Diagnosis komunitas merupakan upaya sistematis meliputi pemecahan masalah


kesehatan keluarga sebagai unit primer komunitas.1 Masyarakat sebagai tempat
menegakkan diagnosis komunitas.1 Langkah-langkah diangnosis komunitas meliputi
pendekatan problem solving, analisis situasi, menganalisis data sekunder, pengumpulan
data sekunder, pengumpulan data primer, identifikasi masalah, penetapan prioritas
masalah dan penyebab masalah, pemilihan alternatif, pemecahan masalah dan
penyusunan.1

Pada diagnosis komunitas terdapat persamaan dengan diagnosis perorangan dan


keluarga tetapi jumlah datanya jauh lebih banyak dan memerlukan analisis yang lebih
panjang serta biasanya membutuhkan pemrosesan mekanis.1 Data yang bisa kita
samakan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penelitian laboratorium
mencakup data demografi seperti angka-angka penting lainnya dan data survei.1 Data
survei harus meliputi masalah-masalah kesehatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan
serta keefektifannya, informasi sosio-kultural dan data ekologis atau lingkungan.1

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penyusunan diagnosis komunitas


:1

1. Demografi
2. Sebab-sebab kesakitan / morbiditas dan kematian / mortalitas (berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin)
3. Pemanfaatan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan ibu dan
anak (KIA)
4. Pola gizi, pemberian makanan serta penyapihan anak, dan pertumbuhan anak
prasekolah serta anak sekolah
5. Keadaan komunitas, kebudayaan dan stratifikasi sosio-ekonomi
6. Pola-pola kepemimpinan dan komunikasi dalam komunitas

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
7. Kesehatan mental bersama-sama penilaian sebab-sebab umum terjadinya
stress
8. Lingkungan, khususnya penyediaan air, pemukiman, dan vektor-vektor
penyakit
9. Pengetahuan, sikap dan perbuatan penduduk berkenaan dengan kegiatan-
kegiatan yang ada hubungannya dengan kesehatan
10. Epidemiologi terinci dari setiap kondisi endemik
11. Pelayanan dan sumber-sumber yang tersedia bagi perkembangan khususnya
perkembangan non-medis seperti pertanian, peternakan dan pelayanan sosial
12. Derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kesehatannya sendiri,
termasuk penggunaan para dukun atau pengobatan tradisional
13. Sebab-sebab kegagalan program kesehatan pada masa lalu dan kesulitan
yang mungkin terjadi

Gideon (1977) menguraikan lima tahap dalam diagnosis komunitas :1

1. peninjauan kepustakaan (library reconnaissance)


2. peninjauan lapangan (field reconnaissance)
3. survei
4. berupaya untuk memahami perilaku komunitas, dan akhirnya
5. diagnosis

2.2 Anemia

Anemia adalah keadaan dengan kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah

merah yang lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau

beberapa unsur makanan esensial yang dapat memengaruhi timbulnya defisiensi

tersebut.7

Anemia adalah sebagai suatu kondisi karena tidak mencukupinya cadangan zat

besi sehingga berkurangnya penyaluran zat besi ke jaringan tubuh. Tingkat kekurangan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 4


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
zat besi yang lebih parah dihubungkan dengan anemia yang secara klinis ditentukan

dengan turunnya kadar hemoglobin sampai kurang dari 11,5 g/dl.8

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit

yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah dan hemoglobin, meningkatnya

kerusakan eritrosit atau hemolisis, atau kehilangan darah yang berlebihan. Defisiensi Fe

berperan besar dalam kejadian anemia.9

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya

mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.10

Zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah protein,

berbagai vitamin dan mineral. Vitamin tersebut antara lain asam folat, vitamin C,

sedangkan mineral ialah Fe. Yang paling menonjol dan berperan menimbulkan

hambatan pembentukan darah adalah asam folat, vitamin C, Fe dan juga protein.11

Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi

dan anak, serta wanita hamil. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi

besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu

sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi,

berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal

tersebut berlangsung lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.12

Menurut Indah Indriawati (2001), Anemia merupakan salah satu masalah gizi di

Indonesia yang harus ditanggulangi secara serius, terutama anemia defesiensi besi.

Penyebab anemia defesiensi besi ialah karena jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak

sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu berbagai faktor juga dapat

mempengaruhi terjadinya anemia defesiensi besi, antara lain kebiasaan makan, pola

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
haid, pengetahuan tentang anemia status gizi. Akibat dari anemia defisiensi besi atau zat

besi adalah produktivitas darah rendah, perkembangan mental dan kecerdasan

terhambat, menurunnya kekebalan terhadap infeksi, morbiditas, dan lain-lain.

2.2.1 Etiologi

Defisiensi Besi Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi,

yaitu kehilangan darah secara kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemorrhoid,

infestasi parasit, dan proses keganasan; asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan

tidak adekuat; dan peningkatan kebutuhan fisiologis akan zat besi untuk pembentukan

sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas,

masa kehamilan, dan menyusui.

Pada pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses

perdarahan akibat penyakit (atau trauma), atau akibat pengobatan suatu penyakit.

Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah

yang keluar selama haid sangat banyak (banyak wanita yang tidak sadar kalau darah

haidnya terlalu banyak) akan terjadi anemia defisiensi besi. Sepanjang usia reproduktif,

wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa haid. Beberapa penelitian

telah membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode haid berkisar

antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg/bulan,

atau kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari. Selain dari peristiwa haid, kehilangan zat

besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit, seperti cacing tambang (ankilostoma

dan nekator), schistosoma, dan mungkin pula Trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut

lazim terjadi di negara tropis (kebanyakan negara tropis terklasifikasi sebagai negara

belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk.7

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 6


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Hanya sekitar 25 persen wanita usia subur memenuhi kebutuhan Fe sesuai

Angka Kecukupan Gizi (25 mikrogram/hari). Secara rata-rata, wanita mengonsumsi 6,5

mikrogram Fe perhari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi

dari konsumsi makanan sumber Fe seperti daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain

tetapi juga dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh

perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan

kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi, dan faktor diet yang mempercepat

dan menghambat penyerapan Fe. Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk

memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah.8

Kekurangan zat besi terjadi dalam tiga tahap yaitu tahap pertama terjadi bila

simpanan besi berkurang yang terlihat pada penurunan feritin dalam plasma hingga

12ug/L. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan absorpsi besi yang terlihat dari

peningkatan kemampuan mengikat besi total (Total Iron Binding Capacity). Pada tahap

ini belum terlihat perubahan fungsional tubuh. Tahap kedua terlihat dengan habisnya

simpanan besi, menurunnya transferin hingga kurang dari 16% dan meningkatnya

protoporfirin yaitu bentuk pendahulu darah. Pada tahap ini nilai hemoglobin di dalam

darah masih berada pada 95% nilai normal. Hal ini dapat mengganggu metabolisme

energi, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan bekerja. Pada tahap ketiga

terjadi anemia gizi besi, dimana kadar hemoglobin total turun di bawah nilai normal.13

Latham (1979) mengatakan bahwa ada 4 penyebab terjadinya anemia gizi besi

yaitu: Zat di tubuh kurang karena makanan yang dikomsumsi kurang mengandung zat

besi, atau adanya gangguan penyerapan sehingga absorpsi zat besi rendah. Beberapa

hasil penelitian mengungkapkan bahwa yang menjadi penyebab anemia gizi besi adalah

karena tidak cukupnya zat-zat terutama yang diserap dalam makanan sehari-hari guna

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 7


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
pembentukan sel darah merah, maka terjadi keseimbangan negatif antara pemasukan

dan pengeluaran besi dalam tubuh. Selain itu zat-zat penyerta yang meningkatkan daya

serap, seperti protein dan vitamin C juga tidak cukup. Kebutuhan meningkat misalnya

remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Anemia

kekurangan zat besi akan timbul bila kehilangan zat besi atau kebutuhan yang begitu

meningkat tidak diimbangi dengan konsumsi makanan yang cukup dan penyerapan zat

besi dari makanan yang maksimal. Dengan demikian zat besi dari makanan tidak cukup

untuk mempertahankan kadar Hb, kehilangan zat besi oleh karena pendarahan atau

sebab lain termasuk investasi cacing tambang serta ketidakseimbangan antara

kebutuhan (untuk pertumbuhan, kehilangan darah, dan lain-lain), dan ketidakcukupan

suplai zat besi dari diet. Jumlah zat besi yang dibutuhkan setiap hari untuk

mempertahankan kadar haemoglobin, kadar simpanan zat besi yang cukup dan untuk

keperluan pertumbuhan yang normal. Meskipun zat besi yang hilang setiap hari relatif

kecil namun harus digantikan. Jumlah yang hilang melalui urine, keringat, dan

desquamasi (hilang melalui permukaan kulit, rambut dan kuku) sangat bervariasi dari

0,2-0,5 mg/hari. Hilang melalui faeses sejumlah 0,7 mg/hari, sehingga total kehilangan

antara 0,9-1.2 mg/hari. Jumlah tersebut diatas adalah kehilangan yang harus digantikan

untuk seorang pria. Sedangkan untuk seorang wanita harus menggantikan pula

kehilangan karena menstruasi. Jumlah kehilangan karena menstruasi sangat bervariasi di

antara para wanita tetapi cukup konsisten dari bulan ke bulan pada wanita yang sama

yaitu rata-rata kehilangan sejumlah 0,5-1,0 mg/hari. Oleh karena itu seorang wanita

harus mengabsorpsi 1,4 sampai 2,2 mg/hari untuk menggantikan kehilangan tersebut.

Kebutuhan wanita hampir dua kali lipat dari pada kebutuhan pria.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 8


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
2.2.2. Patofisiologi Anemia

Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi

(Feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya

kapasitas pengikatan zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan

zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang

diubah menjadi darah dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum.

Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Hb.14

Gejala anemia defisiensi besi dibagi menjadi dua, yaitu tanda dan gejala anemia

defisiensi besi tidak khas serta tanda dan gejala anemia defisiensi besi yang khas. Tanda

dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas hampir sama dengan anemia pada

umumnya yaitu: cepat lelah atau kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen

dalam jaringan otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu; nyeri kepala dan

pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan oksigen, karena daya angkut

hemoglobin berkurang; kesulitan bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala,

dimana tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi

pernapasan lebih dipercepat; palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti

dengan peningkatan denyut nadi; dan pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran

mukosa mulut dan konjungtiva.15

Gejala anemia zat besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti pucat,

mudah lelah, berdebar, takikardia dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada

telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. Hasil penelitian Zucker (1997) yang

dikutip Arisman (2010) menyatatakan bahwa kepucatan pada kuku dan telapak tangan

lebih sensitif dan spesifik jika dibandingkan dengan konjungtiva palpebra untuk

mendeteksi gejala anemia.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing,

kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan bekerja,

menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Di samping itu

kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun.13

2.2.3 Penanggulangan Anemia Defisiensi Zat Besi

Menurut Miller (2008) pencegahan dan penanggulangan masalah anemia zat

besi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah pemberian makanan

suplemen makanan mikronutrien, mendukung inisiatif dalam memberantas parasit,

mempromosikan kebersihan dasar dan memperbaiki pola makan.

Penatalaksanaan pada penderita anemia besi dapat dilakukan dengan cara

pemberian preparat tablet zat besi dalam bentuk fero dan preparat parenteral. Preparat

parenreral diberikan jika penderita tidak bisa mentoleransi preparat oral. Sedangkan

untuk pencegahan terjadinya anemia besi pada remaja putri yaitu dengan peningkatan

pengetahuan masyarakat yang tepat seperti tentang bahaya akibat anemia, modifikasi

makanan, pengawasan penyakit infeksi dengan cara peningkatan cakupan air bersih,

pelenyapan sumber infeksi, perbaikan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan

dan fortifikasi makanan.7

Pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan antara

lain dengan cara berikut:

1. Meningkatkan Konsumsi Zat Besi dari Makanan

Mengkonsumsi pangan hewani, seperti daging, ikan, hati, atau telur dalam jumlah

yang cukup sebenarnya dapat mencegah anemia defisiensi besi. Namun bagi

masyarakat kita, harga pangan hewani tergolong cukup tinggi sehingga sulit

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 10


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
dijangkau. Untuk itu, diperlukan alternatif lain untuk mencegah anemia defisiensi

besi. Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2006), terhadap remaja putri di

Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus didapatkan bahwa ada hubungan tingkat

konsumsi protein dengan kejadian anemia.

2. Suplementasi Zat Besi

Pemberian suplemen zat besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status

hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Sampai sekarang cara ini masih

merupakan satu-satunya cara yang cocok dilakukan pada ibu hamil dan kelompok

yang berisiko tinggi lainnya, seperti anak balita, anak sekolah, dan pekerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Hayatinur (2001), pada siswi SMUN 2 Kuningan

didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi Fe dengan kejadian

anemia. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Adriani (2002), Farida

(2006) yang menunjukkan bahwa ada hubungan konsumsi zat besi dengan kadar

haemoglobin atau anemia.

3. Fortifikasi Zat besi

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi kedalam bahan pangan untuk

meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi

diantaranya dapat diterapkan pada populasi yang besar dan biayanya relatif murah.

4. Penanggulangan Penyakit Infeksi dan Parasit

Penyakit infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia defisiensi besi.

Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan dapat

meningkatkan status besi dalam tubuh.

5. Screening

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 11


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati

dalam mengurangi morbiditas anemia. CDC menyarankan agar remaja putri dan

wanita dewasa yang tidak hamil harus di screening tiap 5-10 tahun melalui uji

kesehatan meskipun tidak ada resiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake

Fe dan sebagainya. Penderita anemia harus mengonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan

meningkatkan asupan makanan sumber Fe.

2.2.4 Bahan Makanan Sumber Zat Besi

Sumber zat besi dari bahan makanan yang bernilai biologis tinggi

(bioavailability) adalah yang berasal dari bahan makanan hewani seperti daging sapi,

daging ayam telur dan ikan. Sumber lainnya yang juga mengandung zat besi yang

berkualitas adalah kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah.sayuran

hijau mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan zat besi, karena itu

untuk tetap mendapatkan sumber zat besi yang berkualitas dari makanan maka perlu

diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari yang terdiri atas campuran sumber zat besi

dari hewan dan tumbuhan serta sumber lain yang dapat membantu absorpsi.13

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 12


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal

dari daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber

makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian

besar penduduk di negara yang belum (sedang) berkembang tidak mampu atau belum

mampu menghadirkan makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan

mengonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan

teh secara bersamaan sewaktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap defisiensi gizi.

Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat

gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut

penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam

olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi.7

Menurut Soemantri (2001), pada wanita, zat besi yang dikeluarkan dari tubuh

lebih banyak dari laki-laki. Setiap bulan wanita mengalami menstruasi secara teratur,

setiap periode menstruasi dikeluarkan zat besi rata-rata sebanyak 28 mg/ periode. Oleh

karena menstruasi terjadi satu kali dalam satu bulan, maka rata-rata zat besi yang

dikeluarkan adalah 1 mg/ hari. Dengan demikian wanita mengeluarkan zat besi dari

tubuhnya hampir dua kali lebih banyak dari pada laki-laki dewasa. Sekitar usia 13 tahun

adalah awal dari masa remaja dari segi hematologi. Pada masa ini terjadi perubahan

sistem kelenjar gonado pituitari hipotalamik yang semula belum masak menjadi masak

sehingga terjadilah perbedaan hormonal antara laki- laki dan wanita. Pada laki-laki

produksi testosteron lebih meningkat, diduga hormon ini berperan terhadap eritropoesis.

Faktor lain yang turut memacu eritropoesis adalah eritropoetin yang meningkat pada

masa remaja, pada wanita dewasa kadarnya 50% lebih rendah. Pada remaja puteri

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 13


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
terutama yang telah mengalami menstruasi membutuhkan zat besi relatif lebih tinggi,

selain itu mereka juga sedang dalam masa tumbuh kembang yang cepat serta adanya

pengaruh hormonal.16

Tabel 2.1. Nilai Fe Berbagai Bahan Makanan

Bahan Makanan Nilai Fe (mg) Bahan Makanan Nilai Fe (gr)

Tempe 10,0 Biskuit 2,7

Kacang Kedelai 8,0 Jagung kuning 2,4

Kacang Hijau 6,7 Roti putih 1,5

Kacang Merah 5,0 Beras merah 1,2

Kelapa 2,0 Kentang 0,7

Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2

Hati sapi 6,6 Bayam 3,9

Daging sapi 2,8 Sawi 2,9

Telur bebek 2,8 Daun Katuk 2,7

Telur Ayam 2,7 Kangkung 2,5

Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0

Daging ayam 1,5 Pisang ambon 0,5

Gula kelapa 2,8 Keju 1,5

2.2.5 Pola Makan

Pola makan (dietary pattern) adalah cara yang ditempuh seseorang atau

sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi

terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.11

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 14


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Secara umum pola makan memiliki 3 komponen penting yaitu jenis, frekuensi

dan jumlah. Jenis yang ada dimasyarakat meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk

nabati sayur dan buah. Sedangkan frekuensi yang sangat tergantung pada kelompok

umur tetapi secara keseluruhan frekuensi yang berlaku adalah 3 kali makan menu utama

dan 2 kali makan makanan selingan.17

Secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh

seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan

frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka

hidup.

Batissini (2005) mengatakan bahwa pola makan adalah segala sesuatu mengenai

frekuensi konsumsi makanan, kebiasaan makan, konsumsi minuman, ukuran porsi, dan

kualitas makanan sehari-hari.

Pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi pengaruhpengaruh fisiologi,

psikologi, budaya dan sosial.18 Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok

manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan

dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan

negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective

yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau

kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap

makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk,

menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih

makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya.19

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 15


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Pola makan mengandung aspek budaya, etnik, agama, sosial dan ekonomi.

Karena itu unsur kenikmatan, kesantaian, nilai-nilai tabu, dan sebagainya juga terkait

dalam keseimbangan pola makan.20 Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan

kesibukan para mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola

konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama

sekali tidak makan siang.

Mahasiswa dengan aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya

menjadi tampak jelas. Di kota besar sering kita lihat kelompok-kelompok mahasiswa

bersama-sama makan di rumah makan yang menyajikan makanan siap saji/fastfood

yang berasal dari negara-negara barat. Fastfood tersebut, pada umumnya mengandung

kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam

jumlah banyak dapat mengakibatkan kegemukan dengan segala dampaknya.21

Keadaan gizi terutama ditentukan oleh tersedianya zat-zat makanan pada sel-sel

tubuh dalam jumlah yang cukup, dalam komposisi zat-zat makanan diperlukan oleh

tubuh untuk pertumbuhan, berkembang dan berfungsi normal. Oleh karena itu, keadaan

gizi ditentukan oleh dua hal, yaitu asupan zat-zat makanan yang berasal dari makanan

yang diperlukan tubuh dan peran faktor yang menentukan besarnya kebutuhan,

penyerapan dan penggunaan zat-zat makanan tertentu. Hal yang terakhir ini ditentukan

oleh pola konsumsi makanan dan aktivitas sehari-hari. Pada dasarnya, pola konsumsi

makanan merupakan hasil budaya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor

mahasiswa itu sendiri, seperti kebiasaan makan, ekonomi mahasiswa dan pengetahuan

gizi.

Kebiasaan makan mahasiswa sangat penting diperhatikan karena menunjukkan

adanya hubungan antara makanan dan kesehatan. Kesukaan yang berlebihan terhadap

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 16


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
suatu jenis makanan yang akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan akan

menyebabkan tubuh tidak memperoleh semua zat-zat makanan yang diperlukan.

Kehidupan modern yang serba cepat, tersedianya fasilitas pelayanan makanan baik

berupa warung, cafetaria, atau tempat-tempat penjualan makanan yang dapat

dihidangkan dan dimakan secara praktis dan cepat.

Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat

pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas kerja,

serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan

sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan mempertahankan

status gizi dan kesehatan yang optimal.13

Pola Makan terdiri dari:

1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan kuantitatif.

Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari

mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis

makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal

makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

2. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan

serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.

Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan rasa

bosan, sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan sehat memerlukan

keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 17


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat

baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan makanan adalah guna

memperoleh intake yang baik dan bervariasi.

Asupan makanan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status gizi

seseorang. Untuk menilai status gizi dapat dilakukan penilaian konsumsi makanan di

masyarakat. Beberapa cara untuk mendapatkan data konsumsi masyarakat adalah

sebagai berikut:

1. Food recall 24 jam

Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman

yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu (terhitung mulai saat terakhir subjek

mengonsumsi pangan). Untuk ini pewawancara menggunakan suatu alat bantu yang

dikenal sebagai formulir ingatan 24 jam, keberhasilan metode ingatan 24 jam ini

tergantung pada daya ingat subjek, kemampuan responden memberikan perkiraan

ukuran/porsi yang akurat, tingkat motivasi responden, dan keuletan dan kesabaran

pewawancara.

2. Food Frequency Questionnaire (FFQ)

FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam

mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan

dilihat dalam satu hari atau minggu, atau bulan, atau dalam satu tahun.22

Pola makan disuatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa

faktor ataupun kondisi setempat yang dapat dibagi dalam tiga bagian :

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Dalam

kelompok ini termasuk geografi, iklim kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi

jenis tanaman dan jumlah produksinya disuatu daerah.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio ekonomi dan

adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam konsumsi pangan

penduduk. Jumlah penduduk adalah kunci utama yang menentukan tinggi rendahnya

jumlah konsumsi bahan pangan disuatu daerah.

3. Demikian juga dalam hal keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi

pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan

yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi berkurang.

Hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan-

bahan tertentu.23

Hasil penelitian yang dilakukan Retnaningsih menunjukkan mahasiswa yang

berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan

makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa memiliki

kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dewasa, sedangkan

mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki peluang lebih rendah untuk

melakukan kebiasaan makan malam, tetapi memiliki peluang yang lebih tinggi untuk

melakukan kebiasaan makan camilan. Penelitian Przystawski et al. (2011) juga

menyatakan bahwa remaja putri sangat menyukai makanan camilan dan

mengonsumsinya setiap hari disamping mengonsumsi makanan utama. Ibu yang tidak

bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk melakukan kebiasaan

makan malam daripada mahasiswa dengan ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan

terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu di rumah sehingga

dapat lebih memperhatikan dan menyiapkan makanan untuk keluarganya.

Kelompok acuan teman juga mempengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam

melakukan sarapan. Kebiasaan sarapan mahasiswa kemungkinan dapat dipengaruhi oleh

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 19


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
ketersediaan waktu di pagi hari sebelum memulai aktivitas. Menurut hasil penelitian

Retnoningsih (2010), sebagian besar mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan sarapan

memiliki alasan karena tidak memiki cukup waktu sehingga tidak sempat untuk

sarapan.

2.2.5.1.Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan seseorang pada dasarnya tidak dapat dibentuk dengan sendirinya.

Menurut Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007), berbagai macam faktor yang

mempengaruhi pola makan seseorang adalah sebagai berikut:

1. Budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk

mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan

dikosumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi

kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya cukup

menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis

mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-

orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-

orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai

ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir

Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai

makanan goreng-gorengan.

2. Agama/Kepercayaan

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang

melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi. Agama / kepercayaan juga

mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan

Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang

makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang

pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alcohol.

3. Status Sosial Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi pangan

adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan akan

meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang

lebih baik,sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya

beli pangan baik secara kulaitas maupun kuantitas.

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status

sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang

miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang

mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang

mahal arganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan,

misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan

kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal Preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan

makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa

kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kari, begitu pula

dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak

perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 21


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka

mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering

dihidangkan acar.

5. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena

berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan

sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan

rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk

makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa

kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau

gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak

jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.

Hasil penelitian Nasution (2001) yang mengatakan terdapat hubungan antara

pola konsumsi makanan dengan sikap pemenuhan gizi. Pada penelitian Amran (2003)

didapat bahwa uang bulanan mahasiswa memiliki hubungan yang bermakna dengan

pola makan. Penelitian yang dilakukan Mahaffey at all (2009) didapat bahwa

perempuan Asia dengan pendapatan yang lebih tinggi memakan lebih banyak ikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Radhitya (2009) diperoleh hasil

bahwa yang paling berpengaruh terhadap pola makan adalah biaya yang dikeluarkan

untuk makanan. hasil penelitian Ginting tahun 2002 pada mahasiswa USU didapatkan

bahwa ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi makan pada mahasiswa.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 22


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
2.2.6. Pengetahuan Mahasiswi tentang Gizi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya untuk tahu, sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia.24

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,

sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak

menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam

makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat.24

Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam

hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan

tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat

gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan

makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi

optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari hari

dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal

tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh

cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh

mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih

terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga

menimbulkan efek yang membahayakan.13

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 23


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga apabila

seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi kebutuhan energi

tubuhnya dengan perilaku makannya karena pengetahuan gizi sangat bermanfaat dalam

menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya. Dengan adanya pengetahuan gizi

pada seseorang, maka kita dapat menyesuaikan tingkat kebutuhan zat gizi yang sesuai

dengan banyak kalori yang kita perlukan setiap harinya dalam melakukan aktivitas dan

produktivitas kita sehari-hari sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal.

Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pengalaman, media masa, pengaruh

kebudayaan, pendidikan baik formal atau informal.25 Tingkat pengetahuan gizi

seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan

bahan makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu

yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah disuatu daerah akan menentukan

tingginya angka kurang gizi secara nasional.25

Semakin tinggi gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan

makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan

berperilaku memilih makanan yang menarik panca indra dan tidak mengadakan

pemilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin tinggi

pengetahuannya, lebih banyak mempergunakan mempertimbangkan rasional dan

pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut.11

Pengetahuan gizi yang tidak memadai, menyebabkan kurangnya pengertian

tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi

gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan

produktifitas. Peningkatan pengetahuan gizi bisa dilakukan dengan program pendidikan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 24


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
gizi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan

pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kebiasaan makannya.20

Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, disamping pendidikan yang

pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media masa juga

mempengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi adalah

kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi

dalam kehidupan sehari-hari.25

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan

pada tiga kenyataan yaitu:

1. Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.25

Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan sikap

dan perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh

pula pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah disuatu

daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara nasional.25 Tingkat

pengetahuan seseorang akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang

dikonsumsinya. Adapun permasalahan mengenai pengetahuan gizi pada seseorang

adalah sebagai berikut :

1. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

Dalam kehidupan sehari-hari terlihat keluarga yang berpenghasilan cukup akan

tetapi makanan yang disajikan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 25


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi

juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini

menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh

merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga.26

2. Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan.

Kebudayaan akan mempengaruhi orang dalam memilih makanan dan kebudayaan

suatu daerah akan menimbulkan adanya kebiasaan dalam memilih makanan.

Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan,

dijumpai banyak pantangan, dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah

yang berlainan. Bila pola pantangan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang

hidupnya, kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti jika

pantangan itu berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu selama satu tahap dalam

siklus hidupnya. Kalau pantangan itu hanya dilakukan oleh sebagian penduduk

tertentu, kemungkinan lebih besar kekurangan gizi akan timbul.26

3. Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.

Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara berhubungan dengan

konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu,

dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian dari perilaku yang berakar

diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa tahun

makanan anak-anak tergantung pada orang lain.26

Dari kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan.

Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut

sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan

akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.26

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 26


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
2.2.7. Kerangka Teori

Pengaruh sosial ekonomi: Karakteristik remaja:

1. Jumlah anggota 1. Umur


keluang, disesuaikan 2. Pengetahuan tentang anemia
dengan pendapatan defisiensi besi
orang tua
2. Kemampuan'' daya
beli makanan bergizi 1. Remaja termasuk dalam usia
banyak mengandung reproduksi yang sesuai
zat besi kodratnya akan mengalami
pertumbuhan tubuh dan
menstruasi
2. Pengetahuan yang kurang
akan menurunkan kesadaran
Kecukupan akan zat gizi, besi dalam memperhatikan
masing-masing anggota memilih jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi
keluarga

Diet yang tidak Anemia Defisiensi Besi


terkontrol untuk Penyakit Kronis
menurunkan BB (Hb 11 mg/dl, feritin

Asupan zat gizi kurang Hambatan absorbsi zat gizi


tidak cukup

Meningkatnya kebutuhan Kehilangan, darah yang


tubuh terhadap zat besi menetap

Gambar 2.1. Keragka Teori

Sumber : Dikembangkan dari Husaini 1989, Hoffbrand, Pettit dan Moss (2005),
Reksodiputro (2006), Wijanarko 2001(dalam Ernawati, 2003)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 27


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
BAB 3
IDENTIFIKASI MASALAH

3.1 Analisa Situasi

3.1.1 Data Epidemiologis

Di wilayah kerja Puskesmas Sindang Jaya yang terdiri dari 7 desa, selama
tahun 2016 terdapat 69 orang yang mengalami Anemia defisiensi zat besi. Dari seluruh
jumlah kasus Anemia defisiensi zat besi, 63 diantaranya merupakan kasus baru, 38
diantara kasus baru merupakan perempuan, 22 diantara kasus baru perempuan terdapat
pada rentang usia 20-44 tahun, 7 diantara kasus baru perempuan terdapat pada rentang
usia 10-19 tahun dan tersebar di 7 desa tersebut. Data yang terbanyak terdapat di Desa
Sindang Panon yakni 13 orang dengan Anemia defisiensi zat besi.

Puskesmas Sindang Jaya melakukan penjaringan di 2 SMK yaitu SMK Al-


Manah dan SMK Raudiatul Fikrah. Data hasil penjaringan terdapat 82 siswa dari 140
siswa mengalami Anemia defisiensi zat besi. Dari seluruh jumlah kasus Anemia
defisiensi zat besi di ke-2 SMK tersebut 45 siswa berasal dari SMK Al-Manah, 27
diantaranya merupakan perempuan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 28


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
30

25

20

15

10

0
Suka Harja Sindang Sindang Sindang Sindang Wanakerta Badak Anom
Asih Jaya Panon Sono

Gambar 3.1 Grafik Kasus Anemia defisiensi zat besi Berdasarkan Tempat Tinggal
PKM Sindang Jaya Tahun 2016

70

60

50

40

30

20

10

0
SMK Raudiatul Fikrah SMK Al-Manah

Gambar 3.2 Grafik Kasus Anemia defisiensi zat besi Berdasarkan penjaringan
SMK di Kecamatan Sindang Jaya Tahun 2016

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 29


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017
3.1.2 Hasil Survey Basic Six Puskesmas

Anemia defisiensi zat besi termasuk dalam program basic six puskesmas, yaitu
Upaya Pencegahan penyakit dan Perbaikan gizi masyarakat.

3.2 Pemilihan Scope Tempat

Pemilihan wilayah kerja Puskesmas Sindang Jaya di desa Suka Harja khususnya
di SMK Al-Manah didasarkan pada data penjaringan tahun 2016 dimana tercatat
sebanyak 45 siswa dari 91 siswa yang dilakukan penjaringan mempunyai kadar Hb
dibawah normal, 27 diantaranya adalah perempuan. Jumlah kasus Anemia defisiensi
besi di Desa Suka Harja sendiri tercatat sebanyak 8 kasus. Jumlah ini adalah jumlah
kasus Anemia defisiensi besi yang urutan ke-4 terbanyak dibandingkan dengan Desa
lainnya di Kecamatan Sindang jaya yang berkunjung ke Puskesmas Sindang Jaya.
Sehingga kami memilih SMK Al-Manah yang berada di Desa Suka Harja sebagai
tempat sasaran diagnosis komunitas.

3.3 Identifikasi Masalah dengan Paradigma BLUM

3.4. Penentuan Prioritas Masalah

Dalam menentukan prioritas masalah, digunakan cara non-scoring Delphi


dengan mengumpulkan pendapat dari kepala puskesmas dan dokter di Puskesmas
Sindang Jaya.

1. dr. Radianti Bulan M. Tobing (Kepala Puskesmas)

2. dr. Prastya Hastuti (Dokter Puskesmas)

3. dr. Iis (Dokter Puskesmas)

4. drg. Juwita (Dokter Puskesmas)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Page 30


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 14 November 2016 07 Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai