0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
22 tayangan2 halaman
Faktor penyebab terjadinya pelacuran antara lain kurangnya pendidikan, nafsu seks abnormal, aspirasi materi yang tinggi tetapi malas bekerja, serta disintegrasi keluarga. Penanganannya meliputi penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang sesuai, penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi, serta kebijakan berdasarkan syariat Islam.
Faktor penyebab terjadinya pelacuran antara lain kurangnya pendidikan, nafsu seks abnormal, aspirasi materi yang tinggi tetapi malas bekerja, serta disintegrasi keluarga. Penanganannya meliputi penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang sesuai, penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi, serta kebijakan berdasarkan syariat Islam.
Faktor penyebab terjadinya pelacuran antara lain kurangnya pendidikan, nafsu seks abnormal, aspirasi materi yang tinggi tetapi malas bekerja, serta disintegrasi keluarga. Penanganannya meliputi penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang sesuai, penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi, serta kebijakan berdasarkan syariat Islam.
1. Kurangnya pengertian penduduk, pendidikan, dan buta huruf sehingga
menghalalkan pelacuran untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan
mendapatkan kemewahan dengan jalan singkat. 2. Adanya nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, keroyalan seks, histeris dan hiperseks sehingga merasa tidak puas dengan relasi seks dengan satu pria/suami. 3. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan imferior. Jadi ada adjusment yang negatif terutama terjadi pada masa puber dan adolesen. 4. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak- anak puber pada masalah seks yang kemudian tercebur ke dalam dunia pelacuran oleh bujukan bandit-bandit seks. 5. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan sehingga ketagihan atau terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas. 6. Gadis-gadis dari daerah dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka sehingga terkondisionir mentalnya dengan tindakan-tindakan asusila. 7. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang mempraktikkan relasi seks. 8. Aspirasi materi yang tinggi daripada wanita dan kesenangan, ketamakan terhadap pakaian-pakaian yang indah dan perhiasan mewah, ingin hidup bermewah-mewah tetapi malas bekerja. 9. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu kawin lagi atau hidup bersama dengan partner lain, sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak lalu menghibur diri dengan tetjun ke dunia pelacuran. 10. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan narkotika dan minuman dengan kadar alkohol tinggi, banyak yang menjadi pelacur untuk membeli obat-obat tersebut dan lain-lain. Penanganan terhadap tindakan pelacuran
1. Penyediaan lapangan kerja. Penyediaan lapangan pekerjaan berarti adanya kemudahan
masyarakat untuk pekerjaan yang layak dan mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarga yang ada dalam tanggungannya. Negara memberi kemudahan permodalan bagi yang membutuhkan dan tanpa bunga. Iklim usaha kondusif juga diperlukan. Lain halnya dengan saat ini dimana lapangan kerja terbatas dan pemenuhan kebutuhan diri dan keluarga menjadi masalah besar di tengah masyarakat. Perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya. 2. Pendidikan/edukasi yang sejalan. Pendidikan juga menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak. Alasan PSK yang kembali ke tempat prostitusi setelah mendapat pembinaan ketrampilan karena lebih sulit mendapat uang dari hasil menjahit dibanding melacur tidak akan terjadi bila ada penanaman kuat tentang standar benar dan salah. 3. Jalur sosial. Pembinaan masyarakat untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Bila keluarga harmonis maka tidak banyak laki-laki yang membutuhkan untuk mencari kesenangan ke tempat pelacuran atau ingin mendapat kasih sayang dengan mengencani PSK. 4. Penegakan hukum/sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi/zina. Tidak hanya mucikari atau germonya. PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas. Terlebih dalam Islam Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. 5. Jalur politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Tidak boleh dibiarkan bisnis berjalan berdasar hukum permintaan dan penawaran belaka tanpa pijakan benar dan salah sesuai syariat.