Anda di halaman 1dari 14

TUGAS EKONOMI KESEHATAN

Jurnal Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi


Kesehatan Nasional

Oleh:
Adri Oktarizan
NIM: 1713201068

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES FORT DE KOCK BUKITTINGGI
T.A 2017/2018
Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan
Nasional
H Thabrany1 - Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2016

Pendahuluan
Pada tahun 1968, ketika asuransi kesehatan untuk pegawai negeri secara formal
pertama kali diluncurkan, Menteri Kesehatan Siwabessy waktu itu sudah menancapkan
cita-cita terselenggaranya sebuah asuransi kesehatan nasional (AKN) di Indonesia. Pada
saat ini, 36 tahun kemudian, cita-cita Menteri yang visioner tersebut belum terwujud.
Namun demikian, ada secercah sinar yang mulai tampak di ufuk timur Indonesia yaitu
bahwa sebuah RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah disampaikan Presiden
Megawati kepada Dewan Perwakilan Rakyat bulan Januari yang lalu. Dalam RUU SJSN
tersebut penekanan pada perluasan cakupan asuransi kesehatan tampak cukup menonjol.
Meskipun secara eksplisit kita tidak bisa menemukan kata ‘asuransi kesehatan nasional’
dalam RUU tersebut, tampak jelas bahwa ada nuansa perluasan jaminan kesehatan yang
nantinya ditujukan pada penyediaan jaminan kesehatan bagi semua penduduk. Sumber
pendanaan utama dari penjaminan kesehatan tersebut adalah melalui mekanisme asuransi
sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fondasi menuju asuransi kesehatan
nasional sudah mulai digambar dan dibahas oleh banyak pihak. Fondasi itu sendiri, belum
mulai dibangun karena RUU tersebut belum disetujui menjadi UU. Kita berharap RUU
tersebut dapat segera disetujui menjadi UU tanpa banyak perubahan dalam skema
jaminan kesehatan.
Mengapa begitu lama cita-cita mewujudkan asuransi kesehatan nasional tidak
terlaksana? Harus kita pahami bahwa untuk terselenggaranya sebuah sistem asuransi
kesehatan nasional, banyak faktor yang harus dipersiapkan atau diperlukan sebagai
prasyarat. Salah satu prasyarat penting adalah kemampuan keuangan negara, pemerintah
dan rakyatnya, yang harus cukup memadai untuk membiayai kesehatan. Yang kedua
adalah kesediaan fasilitas kesehatan yang cukup memadai jumlah dan kualitasnya. Yang
tidak kalah pentinyanya adalah tersedianya tenaga atau sumber daya manusia yang

1Ketua PAMJAKI dan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Suplai SDM AKN 1 H Thabrany


memahami dan berdedikasi dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan nasional.
Tergantung dari model atau sistem asuransi kesehatan yang akan dipilih, jumlah tenaga
yang dibutuhkan bervariasi cukup luas. Semakin liberal sebuah sistem asuransi kesehatan
semakin banyak jenis dan jumlah tenaga yang dibutuhkan. Salah satu kendala yang besar
peranannya atas lambatnya pencapaian asuransi kesehatan nasional di Indonesia adalah
ketiadaan atau kekurangan jumlah dan kualitas tenaga manusianya.
Makalah ini akan membahas suplai sumber daya manusia (SDM) yang
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang asuransi kesehatan yang ada saat ini dan
diperlukan berdasarkan skenario yang diambil dari RUU SJSN. Makalah ini tidak
membahas SDM yang ada pada PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, Perusahaan asuransi
dan Bapel JPKM yang sedang beroperasi. Tidak diragukan lagi bahwa di perusahaan-
perusahaan tersebut tersedia SDM yang memiliki kompetensi atau pengetahun tentang
asuransi kesehatan secara umum maupun yang hanya memiliki pengetahuan tentang
asuransi kesehatan yang diselenggarakan di perusahaan tersebut. Di perusahaan-
perusahaan tersebut juga tersedia SDM yang memiliki atau telah mendapatkan
pendidikan khusus asuransi kesehatan atau pendidikan umum asuransi yang diperolehnya
di dalam maupun di luar negeri. Selain di perusahaan asuransi, tenaga di sektor
pemerintahan (baik di Departemen Kesehatan maupun di Departemen Keuangan) juga
telah tersedia dengan berbagai tingkatan pengetahuan dan pemahaman.

Kebutuhan SDM dalam AKN


Sebuah sistem asuransi kesehatan, apakah itu asuransi sosial maupun komersial,
dapat berjalan dengan baik apabila persyaratan tertentu terpenuhi. Kedua jenis asuransi
membutuhkan pengumpulan iuran, terkumpulnya iuran yang jumlahnya harus mencukupi
untuk membiayai manfaat/benefit, pembelanjaan dana yang terkumpul, pertanggung-
jawaban yang memenuhi syarat, dan pengembangan sistem agar tetap berfungsi baik
sepanjang masa. Namun demikian, untuk tiap tugas kebutuhan pemahaman, pengetahuan,
dan keterampilan SDM berbeda antara asuransi kesehatan sosial dan komersial. Sebagai
contoh, dalam rangka pengumpulan iuran atau premi, asuransi sosial lebih bertumpu pada
kemampuan menegakkan peraturan dan mengecek kebenaran tingkat upah. Sedangkan
pada asuransi komerisal, untuk tugas pengumpulan iuran atau premi dibutuhkan tenaga
yang mampu menghitung besarnya premi yang dibutuhkan dan tenaga yang mampu

Suplai SDM AKN 2 H Thabrany


menjual harga premi yang telah ditetapkan kepada target pasar yang sesuai. Kedua sistem
sama-sama membutuhkan tenaga yang memiliki pemahaman, pengetahuan, dan
keterampilan khusus dalam tugasnya.
Di masa lalu sebuah sistem asuransi kesehatan sosial, yang biasanya menjadi
tulang punggung sebuah sistem AKN, barangkali kurang menekankan pada aspek
pengetahuan dan keterampilan SDM tertentu. Sebab, pada masa lalu pengelolaan asuransi
kesehatan sosial pada umumnya didominasi oleh aparat pemerintah atau sangat melekat
pada birokrasi pemerintah. Penyelenggaraanya lebih mengandalkan pada kemampuan
administrasi, apalagi keterlibatan pemerintah dalam pendanaan sering cukup besar.
Pengelolaan risiko atau kemampuan keuangan jangka panjang kurang mendapat
perhatian. Demikian juga analisis ekonomi yang menyangkut tingkat kewajaran biaya
pelayanan kesehatan, tingkat solvabilitas dan likuiditas kurang mendapat perhatian.
Namun demikian, dengan semakin banyaknya kebutuhan dan deman terhadap pelayanan
kesehatan, semakin panjangnya usia harapan hidup, dan semakin canggihnya teknologi
kedokteran, maka paradigma pengelolaan AKN kita telah bergeser kepada pengelolaan
korporat.
Atas dasar asumsi bahwa AKN di Indonesia akan dikelola sesuai dengan kaedah
manajemen korporat, dengan tetap memelihara tujuan asuransi sosial yang benefit
maximizer yang berbeda dengan tujuan korporat yang tradisional yaitu profit maximizer,
saya mencoba menganalisis kebutuhan dan suplai SDM AKN. Analisis ini tidak
mencakup kebutuhan dan suplai SDM asuransi kesehatan komersial yang dimungkinkan
tetap berkembang sebagai produk suplemen atau tambahan. Demikian juga asumsi yang
digunakan adalah untuk memenuhi kebutuhan SDM dalam rangka memberikan jaminan
manfaat asuransi kesehatan yang sifatnya mendasar yaitu pemenuhan kebutuhan
pembiayaan pelayanan kesehatan kuratif individual. Sebagai contoh, manfaat berbentuk
penggantian penghasilan yang hilang pada waktu sakit (disability income) dan perawatan
jangka panjang (long-term care) tidak dijamin SJSN dan karenanya masih terbuka untuk
sektor swasta. Kebutuhan SDM untuk itu tidak dikaji disini.
Secara kasar, jenis tenaga yang dibutukan tercantum pada tabel-1. Kebutuhan
tenaga tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kebutuhan tenaga internal
di dalam badan penyelenggara AKN dan kebutuhan tenaga eksternal atau di luar badan

Suplai SDM AKN 3 H Thabrany


penyelenggara. Masing-masing jenis tenaga mempunyai rasio yang berbeda. Sebagai
contoh, tenaga aktuaris mungkin hanya dibutuhkan satu orang untuk setiap 1 juta peserta
sedangkan tenaga untuk telaah utilisasi atau verifikasi klaim dibutuhkan dengan rasio
satu tenaga untuk setiap 50.000 peserta. Tenaga dokter keluarga dibutuhkan satu dokter
untuk setiap 3.000 – 4.000 peserta. Dengan asumsi skenario yang telah dialami berbagai
badan penyelenggara di dunia, dapat diperhitungkan estimasi kebutuhan SDM tersebut.
Tabel-1
Jenis-jenis SDM yang dibutuhkan untuk AKN

Bidang Kebutuhan Internal Kebutuhan Eksternal


Pengorganisasian pool, Pemasaran sosial Pengawasan, oleh tenaga
mobilisasi peserta dan iuran Pengawasan, bersama pengawas Departemen
Departemen terkait Pendaftaran dan validasi
Keuangan dan Aktuaria upah oleh pemberi kerja
Penerima iuran di bank
Pengorganisasian peserta Sistem informasi Pendaftaran dan mutasi
Nomor jaminan sosial karyawan
Pendaftaran dan mutasi Penunjang pengorganisasi
peserta peserta: kartu elektronik,
Komunikasi, sinkronisasi, cetakan, suplayer dsb
dan validasi peserta dengan
pemberi kerja dan fasilitas
kesehatan
Pelayanan peserta: Q&A,
keluhan, dsb
Pemberian manfaat Kredensialing fasilitas Dokter dan Dokter gigi
(manajemen pelayanan) Legal spesialist: kontrak & keluarga
perselisihan Tenaga ahli di rumah sakit
Telaah utilisasi dan Penunjang: lab, farmasi, dll
Varifikasi klaim Spesialis
Kasir/pembayar Pengawas Depkes/Dinkes
Komunikasi: online transfer Analis biaya/tingkat
Jaga mutu pembayaran
Analisis biaya/ekonomi
Manajemen umum/lainnya Pengawas internal program Pengawas
Pengawas internal keuangan independen/sukarela
SDM dan penggajian
Logistik/pengadaan
Investasi dan manajemen
aset
Akuntansi dan pelaporan
Riset daan Pengembangan
Suplai SDM AKN 4 H Thabrany
Sistem Suplai SDM Saat ini
Suplai SDM dalam bidang asuransi kesehatan pada saat ini dipenuhi dari berbagai
sumber pendidikan formal maunpun informal. Yang dimaksudkan pendidikan formal
adalah pendidikan tinggi oleh universitas, institut, ataupun sekolah tinggi yang
memperoduksi tenaga bergelar akademik strata satu, dua, ataupun tiga. Di luar
pendidikan formal, terdapat program pendidikan profesi seperti yang dilakukan oleh
PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia)
dan HIAA (Health Insurance Association of America) atau NAHU (National Association
of Health Underwriter) di Amerika. Dalam bidang pendidikan profesi yang non-spesifik
asuransi kesehatan, dengan beberapa topik asuransi atau pelayanan kesehatan, organisasi
profesi semerti AMAI (Asosiasi Manajemen Asuransi Indonesia) dan PAI (Perhimpunan
Akutuaris Indonesia) juga menyelenggarakan pendidikan asuransi kesehatan.
Pendidikan formal asuransi kesehatan diberikan di Universitas Indonesia,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, mulai dari tingkat Diploma III, S1, S2 (berbentuk
ekonomi dan asuransi kesehatan), maupun S3 (dalam bentuk program studi ilmu
kesehatan masyarakat). Beberapa fakultas kesehatan masyarakat lain, seperti di UNDIP,
URINDO, UNAIR, dan UNHAS juga menawarkan program pendidikan yang sama, baik
program dirancang khusus ataupun digabung dengan program lain seperti administrasi
dan kebijakan kesehatan. Sedangkan Fakultas Kedokteran yang menawarkan program
asuransi kesehatan hanyalah UGM di Yogyakarta. Kemampuan memproduksi tenaga
terdidik ini masih sangat terbatas. Di UI misalnya, setiap tahun hanya sekitar 50-60 orang
lulusan D3 Askes, 35-40 orang lulusan S1 Askes, dan 20 orang S2 ekonomi dan asuransi
kesehatan. Di UGM hanya diproduksi tenaga S2 ekonomi dan asuransi kesehatan yang
jumlahnya tidak banyak berbeda dengan yang diluluskan UI. Di luar dua perguruan tinggi
ini, jumlah lulusan yang lebih mengkhususkan asuransi kesehatan masih sangat sedikit.
Sementara itu, beberapa program pendidikan ilmu ekonomi atau ilmu kesehatan yang
memproduksi tenaga yang mempelajari asuransi kesehatan boleh dibilang hampir tidak
ada. Jika ada mahasiswa yang mengambil skripsi atau tesis, kemampuan dan pemahaman
Suplai SDM AKN 5 H Thabrany
mereka tentang asuransi kesehatan biasanya masih sangat terbatas, karena tidak ada
kurikulum khusus atau mata pelajaran khusus yang ditawarkan di perguruan tinggi
tersebut.
Sesungguhnya keterbatasan mesin produksi tenaga ahli asuransi kesehatan pada
tigkat perguruan tinggi bukan merupakan fenomena khas Indonesia. Di negara lain
bahkan keadaanya lebih parah karena program khusus yang ada di Indonesia tidak
tersedia di negara lain. Subyek asuransi kesehatan dinilai sebagai sub-materi dari asuransi
atau dari kesehatan. Kalaupun ada mahasiswa yang mendalami asuransi kesehatan di
tingkat perguruan tinggi, biasanya hal itu dilakukan dengan inisitif mahasiswa. Dengan
demikian sering terjadi dimana seorang mahasiswa yang mendalami ilmu administrasi
bisnis dengan mendalami asuransi kesehatan biasanya mempunyai pengetahun yang
kurang mendalam dalam bidang kesehatannya. Sebaliknya, mahasiswa yang mengambil
ilmu kesehatan biasanya tidak memiliki body of knowledge asuransi sehingga
pembahasan asuransi kesehatan menjadi superfisial dan bias dari sisi pandangnya sendiri.
Banyak diantara program pendidikan formal yang meluluskan tenaga bergelar S1, S2,
ataupun S3 di luar negeri banyak membahas asuransi kesehatan dari segi kebijakan, teori
risiko, teori ekonomi, dan dampak terhadap status kesehatan. Banyak hasil studi maupun
kajian dalam bidang asuransi kesehatan pada akhirnya memproduksi tenaga peneliti yang
kurang praktis di lapangan.
Untuk menutupi kebutuhan praktis, yang justeru lebih banyak, maka organisasi
profesi atau organisasi bisnis seperti PAMJAKI dan HIAA menyelenggarakan pendidikan
profesi. Pendidikan profesi berbeda dengan pendidikan formal akademik karena
pendidikan profesi di bidang asuransi tidak mengenal penjenjangan dan persyaratan
pengetahuan dasar khusus. Pada pendidikan profesi, penguasaan atau kompetensilah yang
menjadi tujuan utama. Oleh karenanya pada pendidikan profesi, tidak ada syarat tingkat
pendidikan atau disiplin ilmu khusus yang harus dimiliki seseorang. Persiapan
pendidikanpun tidak mempunyai pola yang tertentu, karena pada pendidikan profesi yang
diukur adalah outputnya. Proses belajar di universitas dengan kuliah, diskusi, dan
penugasan digantikan dengan proses otodidak atau tutorial yang tidak memerlukan
prosedur formal. Pendidikan profesi lebih menekankan pada ujian yang

Suplai SDM AKN 6 H Thabrany


berisi pengetahuan teori dan praktis dengan bahan bacaan yang terbatas atau disiapkan
khusus untuk ujian tersebut.
Di Indonesia ujian profesi mulai ditawarkan oleh PAMJAKI mulai akhir tahun
2001. Usia yang masih sangat muda ini telah menghasilkan lulusan yang cukup berarti.
Kini setiap semester lebih dari 300 orang mengambil ujian pendidikan asuransi kesehatan
yang diselenggarakan PAMJAKI. Pada tanggal 2 Maret kemarin, PAMJAKI baru saja
mewisuda 6 orang Ahli Asuransi Kesehatan (AAK) dan 24 orang Ajun AAK. Dalam
usianya yang baru seumur jagung, PAMJAKI telah menghasilkan 10 orang AAK dan 63
orang A3K. Jika diperhatikan kemampuan PAMJAKI untuk mensuplai SDM asuransi
kesehatan yang ada sekarang, maka kebutuhan SDM tersebut masih sangat jauh dari
memadai. Keuntungan dari ujian profesi adalah jumlah peserta dapat ditingkatkan dengan
cepat (produksi masal) tanpa harus mengurangi mutu pendidikan. Selain ujian profesi
yang ditawarkan PAMJAKI, mereka yang berminat mendalami asuransi kesehatan juga
dapat mengikuti ujian HIAA atau ujian profesi asuransi lain yang ditawarkan AMAI dan
PAI.
Di luar pendidikan formal dan pendidikan profesi, kebutuhan SDM asuransi
kesehatan masih dapat dipenuhi dengan pendidikan dan atau pelatihan internal badan atau
outsourcing keluar. Pendidikan dan pelatihan rutin, sebagai penyegaran dan updating
dalam berbagai bidang manajemen yang terus bekembang akan terus dibutuhkan.

Proyeksi Kebutuhan SDM AKN


Tidak dapat diragukan bahwa jika AKN disetujui dan dapat diselenggarakan
segera setelah diundangkan, yang diasumsikan dimulai pada tahun 2005 mendatang,
maka kebutuhan tenaga yang memahami asuransi kesehatan akan semakin meningkat. Di
bawah ini disajikan simulasi beberapa kebutuhan tenaga yang diperhitungkan
berdasarkan kenaikan jumlah peserta dan rasio tenaga dibandingkan dengan jumlah
peserta. Tenaga telaah utilisasi, termasuk verifikasi klaim, dan tenaga ekonomi dan
akuntansi, termasuk tenaga ahli analisis ekonomi dan biaya merupakan dua tenaga
internal yang banyak dibutuhkan di dalam BP. Pada awalnya tenaga yang dibutuhkan
untuk telaah utilisasi dan verifikasi klaim diperkirakan mencapai 500 orang. Tenaga jenis

Suplai SDM AKN 7 H Thabrany


ini dapat diambil dari tenaga yang kini ada di PT Askes, Jamsostek atau tenaga lain
misalnya dokter dan perawat. Namun demikian tenaga tersebut perlu mendapatkan
pelatihan khusus. Suplai yang ada sekarang untuk tenaga yang telah dilatih khusus untuk
ini sangat tidak memadai. Oleh karenanya perlu dilakukan pelatihan-pelatihan khusus.
Selain itu, tenaga ekonomi dan akuntansi, termasuk ahli dalam bidang analisis biaya yang
bisa menghitung dengan baik biaya-biaya yang wajar yang dapat dibayarkan oleh BP
dibutuhkan sekitar separuh dari tenaga utilisasi dan manajemen klaim. Suplai tenaga
inipun masih sangat terbatas. Jika tahun depan dibutuhkan 225 orang, maka suplai yang
ada sekarang yang telah mendapatkan pelatihan khusus tidak lebih dari 75 orang.
Memang kekurangan tenaga ini tidak dirasakan dengan jelas, akan tetapi kualitas
manajemen dan tingkat efisiensi yang bisa dicapai BP tidak akan optimal.
Jumlah tenaga yang relatif tidak begitu banyak dibutuhkan karena sifatnya yang
analitis dan manajerial misalnya tenaga aktuaris dan ahli asuransi kesehatan. Dengan
memperhitungkan bahwa untuk setiap satu juta peserta dibutuhkan satu aktuaris dan
setiap setengah juta peserta dibutuhkan tenaga A2K, maka suplai yang ada sekarang
masih dibawah kebutuhannya. Dalam 10-15 tahun kedepan, dibutuhkan sekitar 150 orang
tenaga ahli dalam bidang aktuaria dan tenaga ahli dalam bidang manajemen informatika.
Pada saat yang sama dibutuhkan lebih dari 300 orang yang berpengetahuan setingkat
dengan A2K yang dihasilkan PAMJAKI. Mengapa demikian? Jumlah peserta akan
membengkak menjadi lebih dari lima kali lipat dari yang ada sekarang.
Jumlah tenaga yang jauh lebih banyak adalah tenaga di luar BP yang juga harus
diperhitungkan dan disiapkan. Asuransi kesehatan akan menurunkan elastisitas deman
terhadap pelayanan kesehatan dan karenanya akan meningkatkan deman terhadap
pelayanan kesehatan. Oleh karenanya akan dibutuhkan lebih banyak dokter keluarga
(DrK) dan dokter spesialis (DrS). Jumlah kebutuhan dokter tersebut akan meningkat
dengan pesat, hanya untuk melayani peserta saja. Jumlah dokter keluarga yang
dibutuhkan pada kurun waktu 10-15 tahun ke depan dapat mencapai angka diatas 40.000
orang. Yang menjadi masalah besar dalam bidang ini adalah apakah produsen dapat
memenuhi suplai sebanyak itu? Pada saat ini jumlah dokter keluarga yang memiliki
kualifikasi khusus dan memahami berbagai kebijakan dan aspek administratif asuransi
kesehatan masih sangat terbatas. Jumlahnya kurang dari 1.000 orang. Pertanyaannya

Suplai SDM AKN 8 H Thabrany


adalah dengan rancang-banguan AKN seperti sekarang, maka dibutuhkan sekitar 40 kali
dari yang ada sekarang untuk bisa melayani peserta dengan baik. Bagaimana kita
memproduksi dan mempersiapkan tenaga tersebut, agar tidak terjadi guncangan dalam
penyelenggaraan AKN di masa datang. Jumlah perawat yang khusus menangani peserta
dapat mencapai lebih dari 150.000 orang. Siapkah kita?

3500
3000 Telaah Util

2500 Ekon&Ak

2000
1500
1000
500
0
2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

350
300 Info/Akt
250 A2K
200
150
100
50
0
2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

45,000
40,000
35,000 DrK
30,000 DrS
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Suplai SDM AKN 9 H Thabrany


Kesimpulan
Jurnal Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi
Kesehatan Nasional

Indonesia telah jauh ketinggalan dari negara tetangga seperti Filipina dan Muangtai
dalam cakupan asuransi kesehatannya. Upaya mewujudkan AKN terganjal pada masalah
ekonomi, fasilitas kesehatan, dan tenaga yang memadai.
Titik terang mulai tampak dalam kebijakan mempercepat terwujudnya jaminan
kesehatan untuk semua penduduk. Namun demikian, titik terang tersebut dapat menjadi gelap
atau membutakan kita jika tidak diantisipasi kebutuhan dan suplai tenaga yang dibutuhkan.
Tenaga yang dibutuhkan secara internal tampaknya tidak bisa dipenuhi dari pendidikan formal
maupun pendidikan profesi apabila percepatan produksi berjalan seperti sekarang. Kebutuhan
tenaga eksternal badan penyelenggara, khususnya tenaga di fasilitas kesehatan, akan jauh lebih
ketinggalan dari produksi yang ada sekarang, apabila kinerja produsen tenaga tersebut juga
masih seperti sekarang. Dibutuhkan upaya percepatan suplai atau produksi tenaga yang
memahami berbagai aspek asuransi kesehatan agar UU SJSN dapat diselenggarakan dengan baik
dan memuaskan pihak-pihak terkait.

Anda mungkin juga menyukai