Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton
Beton didapat dari pencampuran bahan bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan
secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan
reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat
halus dan kasar disebut sebagai bahan susun kasar campuran dan merupakan
komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan beton merupakan fungsi
dari banyak faktor, di antaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan
susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperature, dan
kondisi perawatan pengerasannya (Dipohusodo, 1993).
Menurut Septiawan, dkk (2016) beton memiliki beberapa kelebihan
sebagai berikut.
1. Harga relatif murah karena meggunakan bahan bahan dasar dari bahan
local.
2. Beton memiliki kuat tekan tinggi.
3. Tahan pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan.
4. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak sesuai dengan kebutuhan
konstruksi.
5. Beton tahan aus dan kebakaran sehingga biaya perawatan termasuk rendah.
Selain memiliki kelebihan, beton juga memiliki beberapa kekurangan
sebagai berikut.
1. Kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak.
2. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika
basah.
3. Sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki
air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
4. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
5. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi karena beton
bersifat getas (tidak daktail atau mudah rapuh).
2.2 Semen Portland
Semen Portland diperlukan untuk mengikat agregat agregat menjadi
suatu massa yang keras dan mengisi rongga rongga udara diantara butiran
agregat. Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak (sisa pembakaran batu kapur dan tanah lempung). Semen ini
terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama sama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium
sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lainnya (SNI 1520492004).
Semen portland dapat dibagi menjadi beberapa tipe menurut SNI 15
20492004, yaitu
1. Tipe I, penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan persyaratan
khusus seperti yang disyaratkan pada jenis jenis lain.
2. Tipe II, dalam penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas
hidrasi sedang.
3. Tipe III, dalam penggunaanya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Tipe IV, dalam penggunaanya memerlukan panas hidrasi rendah.
5. Tipe V, dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

2.3 Agregat Halus


Agregat halus menurut SNI 0328342002 adalah pasir alam sebagai
hasil desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industry
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5.0 mm. Agregat halus yang
digunakan dalam pencampuran beton memiliki syarat syarat yang harus
dipenuhi sebagai berikut.
1. Kadar lumpur atau bagian butir yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.
200) dalam % berat maksimum:
a. Untuk beton yang mengalami abrasi, 3%
b. Untuk beton jenis lainnya, 5%
2. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan maksimumnya
0.5%
3. Kandungan arang dan lignit
4. Bebas dari zat organic yang merugikan beton
5. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali.
6. Sifat kekal
7. Susunan besar butir (grading)

2.4 Agregat Kasar


Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil pelapukan dari batu atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu. Menurut Nawy
(1998), agregat kasar harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa
beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogeny, dan rapat. Ukuran
butir dari agregat kasar antara 5 mm 40 mm (SNI 03-2847-2002). Syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh agregat kasar menurut spesifikasi bahan bangunan
sebagai berikut.
1. Butir keras dan tidak berpori serta bersifat kekal.
2. Jumlah butir pipih dan panjang dapat dipakai jika kurang dari 20% berat
keseluruhan.
3. Tidak mengandung zat-zat alkali.
4. Kandungan lumpur 1%, lebih dari itu maka harus dicuci.
5. Ukuran butir beraneka ragam.

2.5 Air
Air menurut SNI 03-2847-2002 diperlukan pada pembuatan beton untuk
memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan
dalam pengerjaan beton. Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan
beton. Air yang dapat digunakan untuk beton sebaiknya memenuhi syarat berikut.
1. Air tawar yang dapat diminum.
2. Air harus bersih dan tidak mengandung minyak; asam alkali, garam, bahan
bahan organis atau bahan bahan yang dapat merusak beton dan atau baja
tulangan.
3. Air yang bereaksi netral pada lakmus.
4. Tidak mengandung khlorida (Cl).
2.6 Bahan Tambahan (Admixture)
Bahan tambahan adalah bahan bahan yang ditambahkan ke dalam
campuran beton pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Bahan
tambahan diperlukan untuk mengubah sifat beton yang diinginkan. Berdasarkan
ASTM C494-81, jenis jenis bahan tambahan kimia adalah sebagai berikut:

1. Type A. Water-reducing Admixture, adalah bahan tambahan yang bersifat


mengurangi jumlah air pencampuran beton untuk menghasilkan beton pada
konsistensi tertentu.
2. Type B. Retarding Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi
menghambat pengikatan beton. Banyak dipakai pada saat pengangkutan
readymix dari pabrik kelokasi proyek untuk menunda pengerasan beton.
3. Type C. Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Banyak
digunakan pada perbaikan konstruksi beton maupun pada bangunan
konstruksi.
4. Type D. Water Reducing dan Retarding Admixture, adalah bahan tambahan
yang berfungsi ganda mengurangi jumlah air pencampuran yang dibutuhkan
untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan menghambat
pengikatan beton.
5. Type E. Water Reducing dan Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan
berfungsi ganda mengurangi jumlah air pencampuran yang dibutuhkan untuk
menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat
pengikatan beton.
6. Type F. Water Reducing , High Range Admixture, adalah bahan tambahan
yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu lebih dari
12%.
7. Type G. Water Reducing High Range dan Retarding Admixture, adalah bahan
tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu, lebih dari
12 % atau lebih dan juga menghambat pengikatan beton.
2.7 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perencanaan campuran beton ini dimaksudkan sebagai acuan dan
pegangan untuk melakukan pembuatan beton. Tujuan metode ini adalah untuk
memperoleh mutu beton sesuai dengan rencana tanpa menggunakan bahan
tambah. Perencanaan campuran mutu beton dilaksanakan dengan menggunakan
SNI 03-2847-2002 sebagai pegangan serta acuan persyaratan umum dan
persyaratan teknis.

2.7.1 Persyaratan Perencanaan Campuran Beton


Berdasarkan panduan dari SNI 03-2847-2000, persyaratan dalam
pencampuran beton dibagi atas persyaratan umum, teknis dan pemilihan proporsi
campuran, yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Umum
Persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah proposi campuran beton harus
menghasilkan beton yang memenuhi persyaratan kekentalan yang memungkinkan
pengerjaan beton (penuangan, pemadatan, dan perataan) dengan mudah dapat
mengisiacuan dan menutup permukaan secara serba sama (homogen), keawetan,
kuat tekan, dan ekonomis. Selain itu, beton yang dibuat harus menggunakan
bahan agregat normal tanpa bahan tambah
Bahan-bahan yang digunakan dalam perencanaan harus mengikuti
persyaratan bila pada bagian pekerjaan konstruksi yang berbeda akan digunakan
bahan yang berbeda, maka setiap proporsi campuran yang akan digunakan harus
direncanakan secara terpisah dan bahan untuk campuran coba harus mewakili
bahan yang akan digunakan dalam pekerjaan yang diusulkan. Dalam perencanaan
campuran beton harus dipenuhi persyaratan perhitungan perencanaan campuran
beton harus didasarkan pada data sifat-sifat bahan yang akan dipergunakan dalam
produksi beton dan susunan campuran beton yang diperoleh dari perencanaan ini
harus dibuktikan melalui campuran coba yang menunjukan bahwa proporsi
tersebut dapat memenuhi kekuatan beton yang disyaratkan.

b. Teknis
Secara teknis, harus mengikuti tata urutan pencampuran beton dan perlu
diperhatikan bahan campuran yang terdiri dari air, semen, dan agregat. Air harus
memenuhi ketentuan yang berlaku, semen harus memenuhi SNI-15-2049-1994
tentang Semen Portland, dan agregat harus memenuhi SNI-03-1750-1990 tentang
Mutu dan Cara Uji Agregat Beton. Terakhir, dilakukan perhitungan proporsi
campuran yang terdiri kuat tekan rata-rata yang ditargetkan, dan lain-lain.

c. Pemilihan proporsi campuran


Pemilihan proporsi campuran beton harus dilaksanakan sebagai berikut:
1) rencana campuran beton ditentukan berdasarkan hubungan antara kuat
tekan dan faktor air semen;
2) untuk beton dengan nilai fc lebij dari 20 MPa lebih dari 20 MPa proporsi
campuran coba serta pelaksanaan produksinya harus didasarkan pada
perbandingan berat bahan;
3) untuk beton dengan nilai fc hingga 20 MPa pelaksanaan produksinya
boleh menggunakan perbandingan volume. Perbandingan volume bahan
ini harus didasarkan pada perencanaan proporsi campuran dalam berat
yang dikonversikan ke dalam volume melalui berat isi rata-rata antara
gembur dan padat dari masing-masing bahan.

2.7.2 Deviasi Standar


Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, nilai deviasi standar dapat diperoleh
jika fasilitas produksi beton mempunyai catatan hasil uji. Data hasil uji yang
akan dijadikan sebagai data acuan untuk perhitungan deviasi standarharus:

a. Mewakili jenis material, prosedur pengendalian mutu dan kondisi yang


serupa dengan yang diharapkan, dan perubahan-perubahan pada material
ataupun proporsi campuran dalam data pengujian tidak perlu dibuat lebih
ketat dari yang digunakan pada pekerjaan yang akan dilakukan.
b. Mewakili beton yang diperlukan untuk memenuhi kekuatan yang
disyaratkan atau kuat tekan fc pada kisaran 7 MPa dari yang ditentukan
untuk pekerjaan yang akan dilakukan.
c. Terdiri dari sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian berurutan atau dua
kelompok pengujian berurutan yang jumlahnya sekurang-kurangnya 30
contoh pengujian.
Jika fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji, tetapi
mempunyai catatan uji dari pengujian sebanyak 15 contoh sampai 29 contoh
secara berurutan, maka deviasi standar ditentukan sebagai hasil perkalian
antara nilai deviasi standar yang dihitung dan faktor modifikasi pada Tabel
2.1. Agar dapat diterima, maka catatan hasil pengujian yang digunakan harus
memenuhi persyaratan (a) dan (b), dan hanya mewakili catatan tunggal dari
pengujian-pengujian yang berurutan dalam periode waktu tidak kurang dari 45
harikalender.Nilai deviasi standar yang digunakan pada perencanaan kuat tekan
rata-rata (fcr) harus sesuai dengan persyaratan deviasi standar di atas.
Tabel 2.1. Faktor modifikasi untuk deviasi standar jika jumlah pengujian
kurang dari 30 contoh
Faktor modifikasi untuk deviasi
Jumlah Pengujian
standar

Kurang dari 15 contoh Gunakan Persamaan 2.1

15 contoh 1,16

20 contoh 1,08

25 contoh 1,03

30 contoh atau lebih 1,00

(sumber: SNI 03-2847-2002)

Bila fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji


lapangan untuk perhitungan deviasi standar yang memenuhi ketentuan pada
persyaratan standar deviasi di atas, maka kuat rata-rata perlu fcr harus
ditetapkan berdasarkan Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kuat tekan rata-rata perlu jika data tidak tersedia untuk menetapkan
deviasi standar
Persyaratan kuat tekan, fc Kuat tekan rata-rata perlu, fcr

MPa MPa

Kurang dari 21 fc + 7,0

21 sampai dengan 35 fc + 8,5

Lebih dari 35 fc + 10,0

(sumber: SNI 03-2847-2002)

2.8 Uji Beton Segar


Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,
dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan
kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal
ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan
jelek. Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu,
kemudahan pengerjaan, segregasi, dan bleeding. Pada dasarnya pengujian beton
segar dilakukan untuk melihat konsistensi campuran sebagai dasar untuk
kemudahan pekerjaan. Pengujian beton segar yang dilakukan adalah pengujian
slump (Afifa, 2008).
Penguiian slump dilakukan untuk mengetahui workability pada beton
normal. Percobaan ini menggunakan corong baja yang berbentuk kerucut
berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah
berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm.
Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat
tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu:
1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat
disebut slump sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan
mengukur penurunan dari puncak kerucut.
Gambar 2.1 Slump sebenarnya

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau tergelincir
ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua cara,
yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari
puncak kerucut.

Gambar 2.2 Slump Geser

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump


collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

Gambar 2.3 Slump runtuh


2.9 Uji Beton Keras
Sifat-sifat beton yang mengeras mempunyai arti yang penting selama
masa pemakaiannya. Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton
di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik
ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku
yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan
klorida, penyusutan rendah, serta keawetan jangka panjang. Percobaan untuk uji
beton keras diantaranya adalah uji kuat tekan beton.
Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras.
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan
luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin
tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton
yang dihasilkan. Pengukuran kuat tekan berdasarkan SNI 0319741990, dihitung
dengan persamaan (3.1) dan untuk standar deviasi sebagai berikut..
Standar deviasi dihitung berdasarkan persamaan,
( )2
= (2.1)
1

dengan,
S = Deviasi Standar (kg/2 )
= Kekuatan masing masing benda uji (kg/2 )
= Kekuatan beton rata rata (kg/2 )
N = Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan
Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat
tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah
pengecoran. (Dipohusodo, 1993). Bentuk kurva kuat tekan beton dengan waktu
untuk mutu beton tertentu tampak seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.4. Hubungan antara Kuat Tekan dan Umur Beton
(Sumber: Dipohusodo, 1993)
Umumnya, pada 7 hari kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur 14
hari 85% - 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari. Pada umur 28 hari, beton
sudah mencapai kekuatan tekan beton sesuai yang direncanakan. Bila kurang dari
28 hari, masih ada faktor koreksi sehingga belum mencapai kekuatan untuk
menahan berat sendiri maupun beban rencana. Setelah 28 hari, mutu beton
meningkat tetapi nilainya tidak terlalu signifikan (Adiyono, 2009).

Anda mungkin juga menyukai