Anda di halaman 1dari 10

Topik: Abses Subkutan Pelvis Sinistra

Tanggal: 15 Agustus 2016 Presenter: dr. Akhmad Ikhsan Prafita Putra


Nama Pasien: Tn. TM No. RM: 16-4212
Tanggal Presentasi: Pendamping : dr. Herlin Ratnawati, MPH
Tempat Presentasi: RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Laki-laki, 60 tahun, nyeri perut kiri bawah yang dirasa sejak lima hari
sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien abses subkutan pelvis
sinistra
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
diskusi
Data Pasien Nama: Tn. TM No CM : 16-4212
DPJP dr. Marsuji, Sp.B.
Nama RS: RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Telp : (0342) 809740
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran klinis
Diagnosis: Abses Subkutan Pelvis Sinistra
Gambaran klinis:
Pasien datang ke IGD RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar tanggal 13 Agustus
2016 dengan keluhan adanya benjolan di selangkangan kiri sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan tersebut terasa sangat nyeri dan panas. Benjolan
tersebut pada awalnya kecil sebesar satu ruas ibu jari tangan tetapi berangsur-angsur
membesar. Tidak ada perubahan ukuran dengan perubahan posisi.
Pasien merasanya nyeri sepanjang hari dan hanya menghilang jika pasien
tertidur. Keluhan disertai dengan lemah, penurunan nafsu makan, dan rasa tidak
enak badan. Pasien menyangkal mengalami demam, mual, muntah, gangguan buang
air besar, dan gangguan berkemih.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama disangkal
Riwayat hernia ingunalis sinistra 3 tahun yang lalu, operasi
Riwayat batu saluran kemih 3 tahun yang lalu, ESWL
Riwayat trauma spinal 4 tahun yang lalu, konservatif
Riwayat dyspepsia
Riwayat hipertensi tidak terkontrol, tekanan darah tertinggi 160 mmHg
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit hipertensi disangkal
Riwayat keluarga dengan kencing manis disangkal
Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat Penyakit Paparan Pekerjaan
Tidak bekerja setelah mengalami trauma spinal 4 tahun yang lalu. Pasien
hanya bisa berbaring di tempat tidur.
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum: tampak sakit sedang
- Kesadaran: compos mentis
- Vital signs
- Tekanan darah: 160/80 mmHg
- Nadi: 88 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- Frekuensi napas: 16 kali/menit
- Suhu tubuh: 36.3 C aksilla
- Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
- Mulut: faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-/-), detritus (+/+), kripte
(+/+) tidak melebar
- Leher: deviasi trakea (-), pembesaran limfa nodi servikalis (-)
- Thoraks:
- Inspeksi: pengembangan simetris, retraksi (-)
- Palpasi: nyeri (-), fremitus normal, batas jantung meningkat 2 jari LMCS
- Perkusi: sonor di seluruh lapang thorak, kesan tidak ada pelebaran batas
jantung
- Auskultasi: Paru: vesikuler (+/+), ST (-/-), Jantung: S1-2 reguler, ST (-/-/-/-)
- Abdomen:
- Inspeksi: tampak datar, tampak adanya massa dan perubahan warna kulit di
regio ingunal sinistra.
- Auskultasi: peristalik usus normal
- Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
- Palpasi: soefl, hepar teraba 2 jari BACD tepi tajam permukaan licin, lien
tidak teraba, nyeri tekan (+) regio inguinal sinistra lokasi massa.
- Nyeri ketok CVA (+) sinistra
- Ekstremitas:
- Motorik: paraparese inferior, disuse atrofi ekstremitas inferior
- Edema (+) pitting ekstremitas inferior
- Perabaan akral hangat
- Status Lokalis:
Regio Inguinal Sinistra
- Inspeksi: tampak massa, permukaan kulit sedikit kemerahan, stoma (-),
tampak adanya bekas operasi hernia.
- Palpasi: teraba massa soliter, berukuran 8-10 cm, konsistensi kistik,
permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (+), tidak mobile, fluktuasi
(+), perabahan lebih hangat dari kulit sekitar.
- Auskultasi: peristaltik (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 13 Agustus 2016
Hemoglobin : 8.9 g/dL ()
Leukosit : 17.100 /uL ()
Hematokrit : 28.7 % ()
Eritrosit : 4.36 x 106 /uL ()
Trombosit : 363.000 /uL (N)
MCV/MCH/MCHC: 65.8/20.4/31.0 (//)
Serum Creatinin : 1.0 mg/dL
Ureum : 73 mg/dL ()
GDA : 141 mg/dL
Elektrolit
Natrium : 149.89 mmol/L
Kalium : 4.15 mmol/L
Klorida : 131.44 mmol/L ()
Kalsium Total : 8.83 mmol/L
Laboratorium 14 Agustus 2016
Serum creatinin : 1.0 mg/dL
BUN : 38 mg/dL ()
Elektrolit
Natrium : 139.68 mmol/L
Kalium : 4.04 mmol/L
Klorida : 112.34 mmol/L
Kalsium total : 9.52 mmol/L
Bilirubin total : 0.68 mg/dL
Bilirubin direk : 0.18 mg/dL
ALP : 360 u/L
SGOT : 21 u/L
SGPT : 11 u/L
Gamma GT : 52 u/L ()

USG abdomen
- Parenchymal kidney disease dengan hidronefrosis ren sinistra disertai batu
berukuran 1.3 cm
- Cystitis dengan batu berukuran 1.32 cm
- Abses subkutan di region pelvis sinistra
- Organ abdomen lain saat ini tidak tampak kelainan
DIAGNOSIS
Primer:
- Abses subkutan pelvis sinistra
Sekunder:
- Anemia mikrositik hipokromik derajat ringan
- Hipertensi
- Nefrolitiasis, parenchymal kidney disease, dan hifronefrosis ren sinistra
- Vesikulitiasis dengan sistitis
- Paraparese inferior e.c. trauma spinal

PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg (prn)
- Transfusi PRC 2 kolf
- Insisi abses dengan anestesi lokal
- Observasi keluhan dan tanda vital
- Diet TKTP
- Perawatan luka
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, 2nd Ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology, 5th Ed. USA. McGraw-Hill Education, LLC, 2013
3. Adhikari S & Blaivas M. Sonography First for Subcutaneous Abscess and Cellulitis
Evaluation. Journal of Ultrasound in Medicine, 2012, 31: 1059-12
4. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Everett ED, Goldstein EJ, et al. Practice
Guidelines for the Diagnosis and Management of Skin and Soft-Tissue
Infections. Clinical Infections Disease, 2005, 41: 1373-406
5. Wilbur, MB. Skin Abscess. The New England Journal of Medicine, 374(9): 882-4
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis abses subkutan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Penatalaksaan abses subkutan.
3. Edukasi mengenai penatalaksaan abses subkutan, tindakan operasi, dan
perawatan paska operasi.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subyektif
Anamnesis didapatkan data bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki berusia
60 tahun yang mengeluh adanya benjolan di selangkangan kiri. Timbulnya benjolan
ini bersifat progresif karena awalnya hanya sebesar satu ruas ibu jari dan selama
lima hari sudah seukuran 8-10 cm (berdasarkan pemeriksaan fisik). Dari hasil
anamnesis ini belum bisa menyingkirkan adanya diagnosis banding berupa hernia
abdominalis iatrogenik, kista pilonidal, dan abses inguinalis.
Keluhan penyerta yang timbul adalah berupa nyeri dan panas di area luka. Hal
ini merupakan tanda adanya inflamasi berupa dolor, kalor, tumor, rubor, dan
fungsiolesa. Keluhan penyerta ini memperkuat keluhan utama berupa tumor yang
diikuti dengan dolor dan kalor sehingga kemungkinan besar keluhan pasien timbul
akibat adanya infeksi.
Keluhan penyerta lain berupa lemah, tidak enak badan, dan penurunan nafsu
makan. Keluhan penyerta ini merupakan keluhan yang sering timbul pada pasien.
Keluhan lemah, tidak enak badan, dan penurunan nafsu makan lebih berkaitan
dengan faktor prikologi pasien terkait dengan penyakit yang dideritanya. Terlebih
lagi adanya faktor komorbid lain.
Pasien menyangkal mengalami demam, mual, muntah, gangguan buang air
besar, dan gangguan berkemih. Demam menjadi salah satu ciri adanya infeksi.
Tidak menutup kemungkinan tetap adanya infeksi namun melihat usia pasien yang
sudah tua, respon termoreseptor pusat lebih lambat. Mual, muntah, dan gangguan
buang air besar melandasi adanya gangguan dari sistem gastrointerstinal. Ketiadaan
keluhan tersebut dapat menyingkirkan adanya gangguan obstruksi atau disfungsi
gastrointestinal. Gangguan sistem berkemih tidak dikeluhkan pasien.
Riwayat penyakit dahulu menjadi pendukung perjalanan penyakit yang diderita
sekarang. Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal. Riwayat hernia
inguinalis sinistra yang telah di herniorafi menjadi faktor risiko timbulnya hernia
abdominalis iatrogenik. Nyeri abdomen yang timbul dapat juga ditimbulkan oleh
adanya batu saluran kemih atau dyspepsia yang pernah diderita pasien. Riwayat
trauma spinal pada pasien 4 tahun yang lalu menjadikan pasien lebih rentan
terhadap timbulnya infeksi karena mengganggu mobilitas pasien akibat paraparese
yang dideritanya. Riwayat hipertensi tidak terkontrol dimungkinkan akan
mempersulit tatalaksana pembedahan abses.

2. Obyektif
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan USG
abdomen, diagnosis keluhan pasien ditegakkan berdasarkan:
a. Gejala klinis berupa timbulnya tanda-tanda inflamasi pada bagian tubuh yang
dikeluhkan.
b. Pemeriksaan tanda vital pasien ditemukan adanya tekanan darah 160/80 mmHg
yang termasuk dalam kategori hipertensi derajat II berdasarkan JNC VII
c. Pemeriksaan fisik lokalis region pelvis sinistra ditemukan adanya massa soliter,
berukuran 8-10 cm, konsistensi kistik. permukaan rata, batas tidak tegas,
nyeri tekan (+), tidak mobile, fluktuasi (+), perabahan lebih hangat dari kulit
sekitar.
d. Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 8.9 g/dL dengan nilai
MCV, MCH, dan MCHC turun sehingga pasien menderita anemia mikrositik
hipokromik derajat ringan. Kondisi anemia didukung oleh adanya konjungtiva
yang pucat (anemis).
e. Hasil USG abdomen membantu menegakkan diagnosis abses subkutan di regio
pelvis sinistra. USG pasien juga memaparkan adanya parenchymal kidney
disease, hidronefrosis, dan nefrolitiasis pada ginjal sinistra, serta adanya
vesikolitiasis disertai sistitis. Adanya gangguan pada ginjal didukung dengan
adanya nyeri ketok CVA sinistra.
f. Pemeriksaan ekstremitas inferior didapatkan adanya kelemahan bilateral tipe
flasid disertai dengan atrofi yang menandakan adanya lower motor neuron
disease akibat trauma spinal yang dialami pasien sebelumnya.

3. Assesment
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi
jaringan. Abses kutaneus merupakan akumulasi pus dalam dermis atau subkutis. Abses
ini terasa nyeri, kistik, berbenjol seperti nodul fluktiatif, dan sering disertai
pembengkakan atau kemerahan pada area sekitar abses. Gejala klinis yang dialami
pasien berupa nyeri dan panas pada area abses disebabkan karena adanya proses
inflamasi akibat infeksi. Infeksi abses kutaneus biasanya disebakan oleh polimikroba
baik flora normal pada area jejas atau dari jaringan lainnya. Kondisi infeksi dan
inflamasi ini mendasari pemberian antibiotik spektrum luas dan antiinflamasi.
Antibiotik digunakan untuk mengeradikasi bakteri penyebab infeksi. Namun,
terapi definitif abses kutaneus adalah insisi evakuasi pus atau kapsul. Luka operasi
dapat ditutup menggunakan kasa atau dijahit. Kasa dapat diganti setiap hari apabila
carian luka produktif sehingga meningkatkan risiko kolonisasi bakteri. Antibiotik dan
antinyeri paska operasi tetap diberikan. Pemberian antibiotik dipertimbangkan selama
7-14 hari paska operasi. Pemberian obat harus dievaluasi adanya alergi dan perbaikan
klinis pasien.
Adanya komorbid seperti paraparese inferior, anemia, atau infeksi pada tempat
lain berpengaruh terhadap penyembuhan paska operasi. Keluarga pasien harus
memperhatikan dengan baik terapi, diet, dan mobilisasi pasien (alih baring) paska
operasi. Mobilisasi dapat dilakukan 4 kali dalam 12 jam untuk mencegah dekubitus.
Diet pasien ini adalah diet TKTPRG karena adanya hipertensi.

4. Plan
Diagnosis
Primer:
- Abses subkutan pelvis sinistra
Sekunder:
- Anemia mikrositik hipokromik derajat ringan
- Hipertensi
- Nefrolitiasis, parenchymal kidney disease, dan hifronefrosis ren sinistra
- Vesikulitiasis dengan sistitis
- Paraparese inferior e.c. trauma spinal
Pengobatan
a. Pengguanaan antibiotik spektrum luas dapat digunakan untuk mengeradikasi
bakteri penyebab infeksi hingga terdapat hasil kultur dan sensitifitas antibiotik.
Antibiotik yang digunakan pada pasien ini menggunakan antibiotik spektrum
luas yaitu: Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g dan Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
b. Penggunaan antinyeri diperlukan untuk mengontrol nyeri akibat inflamasi.
Antinyeri yang diberikan pada pasien ini adalah: Inj. Ketorolac 3 x 30 mg dan
Kaltrofen 100 mg suppositoria (prn)
c. Pemberian cairan rumatan berupa kristaloid: IVFD RL 20 tpm
d. Pemberian profilaksis hiperasiditas gaster akibat pemberian Ketorolac
menggunakan Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
e. Perawatan luka setiap hari apabila carian luka produktif
f. Observasi keluhan dan tanda vital
g. Transfusi dipertimbangan pada pasien anemia yang akan menjalani operasi.
Transfusi disesuaikan dengan kebutuhan.
Pendidikan
a. Konsumsi antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah resistensi bakteri.
b. Kesembuhan pasien paska operasi membutuhkan partisipasi anggota keluarga.
Kelurga diminta untuk mengganti posisi (alih baring) pasien setiap 3 jam untuk
mencegah dekubitus.
c. Diet yang diberikan adalah diet TKTPRG untuk mempercepat penyembuhan
luka dan mengontrol tekanan darah.
d. Luka tidak diperbolehkan terkena air selama belum menutup sempurna. Kontrol
rutin paska operasi dilakukan setiap 3 hari untuk mengevaluasi luka dan
mengganti kassa.
e. Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga jika terdapat faktor komorbid dan
penyakit lain yang membutuhkan penanganan dari dokter spesialis yang lain
Konsultasi
a. Konsultasi dengan bagian urologi, bagian saraf, bagian rehabilitasi medik, dan
bagian penyakit dalam terkait dengan faktor komorbid dan penyakit lain yang
membutuhkan tindakan diluar bagian bedah.

Kota Blitar, Agustus 2016


RSUD Mardi Waluyo
Mengetahui

Pendamping Internship, Dokter Penanggung Jawab Pasien,

dr. Herlin Ratnawati, MPH dr. Marsuji, Sp.B.

Anda mungkin juga menyukai