PENDAHULUAN
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu
bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker
nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga,
kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring
rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya
dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kanker nasofarig adalah suatu masa dalam nasofaring dan seringkali tenang
sampai masa ini mencapai ukuran yang cukup mengganggu struktur sekitarnya.
(Boies, 1997: 323 ).
2.3 Etiologi
1. Kerentanan Genetik
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan
Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
2.4 Patofisiologi
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan
proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker
pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
2.5 Klasifikasi
Menurut Histopatologi :
1. Well differentiated epidermoid carcinoma.
a. Keratinizing
b. Non Keratinizing.
2. Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
a. Transitional
b. Lymphoepithelioma.
3. Adenocystic carcinoma
Menurut bentuk dan cara tumbuh
1. Ulseratif
2. Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
3. Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari
jaringan sekitar (creeping tumor)
1. Tipe WHO 1
a. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
b. Deferensiasi baik sampai sedang.
c. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
2. Tipe WHO 2
a. Karsinoma non keratinisasi (KNK).
b. Paling banyak pariasinya.
c. Menyerupai karsinoma transisional
3. Tipe WHO 3
a. Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
b. Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell
Carsinoma, varian sel spindel.
c. Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
Klasifikasi TNM
Lokasi :
1. Fossa Rosenmulleri.
2. Sekitar tuba Eustachius.
3. Dinding belakang nasofaring.
4. Atap nasofaring.
1. Gejala nasofaring
2.8 Penatalaksanaan
1. Radioterapi :
2. Kemoterapi :
3. Operasi :
CA NASOFARING
3.1 Pengkajian
1. Wawancara
b. Neurosensori
c. Nyeri / kenyamanan
d. Pernapasan
e. Makanan /cairan
3. Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan
retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
selama 3 x 24 jam tingkat
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
kenyamanan klien komprehensif termasuk lokasi,
meningkat, dan dibuktikan karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan level nyeri: klien kualitas dan faktor presipitasi.
dapat melaporkan nyeri Rasional : Nyeri merupakan
pada petugas,
frekuensi pengalaman subyektif dan harus
nyeri, ekspresi wajah, dan dijelaskan oleh pasien,
menyatakan kenyamanan mengidentifikasi nyeri untuk
fisik dan psikologis, TD memilih intervensi yang tepat.
120/80 mmHg, N: 60-100
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 2. Anjurkan untuk beristirahat dalam
Control nyeri dibuktikan ruangan yang tenang.
dengan klien melaporkan Rasional : Menurunkan stimulasi
gejala nyeri dan control yang berlebihan yang dapat
nyeri. mengurangi sakit kepala.
3.Berikan kompres dingin pada
bagian yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan
vasodilatasi.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring +
Post Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi
tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
E. EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien,
mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana
tujuan telah tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.