Anda di halaman 1dari 29

Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14

STIE Putra Perdana Indonesia

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS


KOMUNIKASI ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRASI-
PARTSIPATIF TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI (STUDI DI
LINGKUNGAN KAWASAN INDUSTRI CIKUPA KABUPATEN TANGERANG)

Oleh : Dede Nuary Sukmayudha., S.E., M.M

Dosen Tetap

STIE PUTRA PERDANA INDONESIA

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang pengaruh budaya organisasi dan gaya


kepemimpinan demokratis terhadap efektivitas komunikasi di Kawasan Industri
Cikupa Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
dengan jenis penelitian eksplanatif-survei.Sedangkan teknik sampling yang
digunakan adalah non-probability sampling dengan jenis sampling jenuh, yaitu
berjumlah 36 orang.Uji instrumen yang dilakukan adalah 1) Uji Validitas dengan
nilai Corrected Item-Total Correlation> 0.200. 2) Uji Reliabilitas dengan nilai
Cronbachs Alpha> 0,60. 3) Uji Normalitas dengan nilai p (Asymp.Sig.)> 0.05.
Kemudian dilakukan uji asumsi, antara lain 1) Uji Multikolinieritas dengan
melihat korelasi antara variabel independen dengan nilai r (Pearson
Correlation)< 0,5. 2) Uji Autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson hitung yang
terletak diantara nilai dU (Upper Bound) dan 4-dU. 3) Uji Heteroskedastisitas
dengan melihat grafik Scatterplot dimana titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Terakhir, dilakukan uji hipotesis yang
menghasilkan 1) Nilai R Square sebesar 0,314. 2) Nilai Uji t budaya organisasi
terhadap efektivitas komunikasi sebesar 0,232 > 0,05. 3) Nilai Uji t gaya
kepemimpinan demokratis terhadap efektivitas komunikasi sebesar 0,008 <
0,05. 4) Nilai Uji F budaya organisasi dan gaya kepemimpinan demokratis
terhadap efektivitas komunikasi sebesar 0,002 < 0,05. Dengan demikian,
disimpulkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan demokratis
secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap efektivitas komunikasi.
Kata Kunci : Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan Demokrasi Partsipatif,
Efektivitas Komunikai

Latar Belakang
Proses komunikasi merupakan suatu kebutuhan dinamis.Komunikasi
menjawab kebutuhan adaptasi manusia dengan lingkungannya. Beradaptasi bukan

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 264


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

berarti menyetujui atau mengikuti semua tindakan orang lain, melainkan mencoba
memahami alasan di baliknya tanpa kita sendiri tertekan oleh situasi. (Mulyana,
2005: 10)
Laswell (dalam Onong Uchjana Effendy, 2013: 10) mendefinisikan komunikasi
sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu. Selanjutnya, menurut Deddy Mulyana (2013:
117), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan
harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Dalam proses
komunikasi, terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah
latar belakang budaya individu yang terlibat sebagai komunikator dan komunikan.

Interaksi yang terjalin dalam berkomunikasi dengan latar belakang budaya


yang berbeda, dapat menimbulkan berbagai persoalan, karena interpretasi yang
dapat berbeda. Karena itu aspek budaya menjadi dominan dalam menentukan
proses komunikasi yang berjalan. Budaya organisasi oleh Edy Sutrisno (2013: 2),
didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku,
disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku
dan pemecahan masalah-masalah organisasinya.

Budaya organisasi mengandung ambigu, di satu sisi budaya organisasidapat


membawa dampak yang postif bagi kelangsungan dan masa depan organisasi,
namun juga sebaliknya jika tidak dapat dikelola dengan baik dapat berimplikasi
negatif bagi organisasi.

Kawasan industri Cikupa, Kabupaten Tangerang merupakan sentra kegiatan


industri nasional yang didiami lebih dari 130 perusahaan, dengan jumlah tenaga
kerja lebih 100.000 karyawan. Dengan jumlah tersebut, maka dari sisi budaya
organisasi akan terjadi situasi kompleksitas yang tinggi. Penelitian ini dilaksanakan
di Kawasan Industri Cikupa Tangerang dengan pertimbangan bahwa dinamika
tenaga kerja dengan berbagai permasalahannya berlangsung pada kawasan ini.

Perumusan Masalah

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 265


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh budaya organisasi yang terbentuk terhadap efektivitas
komunikasi di lingkungan Kawasan industri Cikupa Tangerang?
2. Apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan db emokratis terhadap efektifitas
komunikasi di lingkungan Kawasan industry Cikupa Tangerang?
3. Apakah ada pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan demokratis
terhadap efektifitas komunikasi di lingkungan Kawasan industry Cikupa
Tangerang?

Tinjauan Teoritis
Budaya Organisasi
Pengertian Budaya Organisasi
Andrew Pettigrew (dalam Sobirin, 2009: 125) sebagai orang pertama yang
secara formal menggunakan istilah budaya organisasi, memberikan pengertian
budaya organisasi sebagai The system of such publicly and collectively accepted
meanings operating for given group at a given timeyang berarti budaya organisasi
adalah sistem makna yang diterima secara terbuka dan kolektif, yang berlaku untuk
waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu. Sistem makna yang dimaksud
adalah istilah, bentuk, kategori atau citra yang bisa dengan sendirinya menjelaskan
situasi diri sekelompok orang kepada kelompok orang tersebut. Dalam hal ini sistem
makna diharapkan bisa memberi gambaran tentang jati diri (budaya) sebuah
organisasi kepada orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut dan orang-
orang yang berada di luar organisasi melalui proses pemaknaan terhadap semua
aspek kehidupan organisasi.
Sama halnya dengan pendapat Ogbonna dan Harris (dalam Sobirin, 2009:
129) yang menyebutkan bahwa budaya organisasi sebagai the collective sum of
beliefs, values, meaning and assumptions that are shared by a social group and that
help to shape the ways in which they respond to each other and to their external
environmentyang berarti budaya adalah keyakinan, tata nilai, makna dan asumsi-
asumsi yang secara kolektif dibagikan oleh sebuah kelompok sosial guna membantu
mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka dalam

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 266


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

merespon lingkungan. Artinya, budaya terdiri dari elemen idealistik dan


perilaku.Namun budaya tidak dapat dipahami hanya dari aspek asumsi dasar atau
dari sisi perilaku manusia, tetapi keduanya harus dipahami sebagai unsur
pembentuk budaya. Selanjutnya Sutrisno (2013: 2-3) menjelaskan bahwa budaya
organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-
norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota
organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-
masalah organisasi (perusahaan). Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan
sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu
organisasi untuk melakukan aktivitas kerja.Secara tidak sadar tiap-tiap orang di
dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya.

Lebih lanjut Gibson (dalam Sutrisno, 2013: 28) mengatakan: apalagi bila ia
sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat bekerja, ia
berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, yang baik dan
buruk, yang benar dan yang salah; dan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan di dalam organisasi tempat bekerja itu. Jadi, budaya organisasi dapat
mempengaruhi cara orang bertingkah laku, cara menggambarkan pekerjaannya,
cara bekerja dengan koleganya, dan cara memandang masa depannya dengan
wawasan yang luas yang ditentukan oleh norma, nilai, dan kepercayaan.

Karakteristik Budaya Organisasi


Jika terdapat kesamaan visi, nilai-nilai dan keyakinan di antara anggota organisasi
dan semakin mendasar, kokoh dan dipegang teguh semua itu oleh para anggota
organisasi, menunjukkan kuatnya budaya (strong culture).Semua terjadi karena
budaya tersebut disampaikan secara jelas, disosialisasikan dan diwariskan sehingga
semakin luas dianut oleh banyak anggota organisasi.Begitu sebaliknya,
keberagaman pandangan terhadap visi keyaninan dan nilai-nilai organisasi
menunjukkan lemahnya budaya (weak culture).Hal tersebut terjadi karena budaya
haya dipahami oleh sekelompok kecil orang sehingga tidak mendasari kegiatan
organisasi. (Sobirin, 2009: 131)
Menurut Robins (1993, dalam Sutrisno, 2013: 26), terdapat sepuluh
karakteristik kunci yang merupakan inti dari budaya organisasi, yaitu, (1) Member

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 267


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan


dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing, (2)
Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan
dibandingkan kerja individual, (3) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan
manajemen yang diambil untuk mempertimbangkan keputusan tersebut terhadap
anggota organisasi, (4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam
organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara bersama-sama, (5) Control, yaitu
seberapa banyak aturan, peraturan, dan pengawasan langsung yang digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan, (6) Risk tolerance, yaitu
besarnya dorongan terhadap karyawan untuk lebih agresif, inovatif, dan berani
mengambil resiko, (7) Reward criteria, yaitu seberapa besar imbalan dialokasikan
sesuai dengan kinerja karyawan, dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas,
favoritism, atau faktor bukan kinerja lainnya, (8) Conflict tolerance, yaitu seberapa
besar karyawan di dorong untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik, (9)
Means-ends orientation, yaitu seberapa besar manajemen lebih menekankan pada
penyebab atau hasil dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mengembangkan hasil, (10) Open-sistem focus,yaitu seberapa besar pengawasan
organisasi dan respons yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.

Manfaat dan Fungsi Budaya Organisasi


Susanto (1997, dalam Sutrisno, 2013: 27), mengemukakan bahwa budaya
suatu perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing suatu
perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Budaya organisasi juga
dapat dijadikan sebagai rantai pengikat untuk menyamakan persepsi atau arah
pandang anggota organisasi terhadap suatu permasalahan sehingga akan menjadi
satu kekuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Masih dalam buku yang sama (Sutrisno, 2013: 27-28), Robins (1993)
mengemukakan beberapa manfaat budaya organisasi, yaitu, (1) membatasi peran
yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain. Setiap
organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya
yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi, (2) menimbulkan
rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi
yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan cirri

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 268


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

khas organisasi, (3) mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan


kepentingan individu, (4) menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-
komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan
membuat kondisi organisasi relatif stabil.

Keempat manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat


membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya di
dalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu
ditanamkan sejak dini pada setiap individu organisasi.Sedangkan dari sisi fungsi,
Robins (2001) (dalam Sutrisno, 2013: 10) membagi budaya organisasi menjadi
empat, antara lain, (1) budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti
bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara suatu organisasi
dengan yang lain, (2) budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi, (3) budaya organisasi mempermudah timbul
pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri
individual, (4) budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Anderson dan Kryprianou (1994) mengemukakan bahwa budaya organisasi


yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan, keterbukaan komunikasi,
kepemimpinan yang mendapat masukan, dan didukung oleh bawahan, pemecahan
masalah oleh kelompok, kemandirian kerja, dan pertukaran informasi. Sedangkan
Pastin (1986) mengemukakan budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-
kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan sesuatu, tanpa perlu dipertanyakan
lagi. Karena berakar dalam tradisi, budaya mencerminkan apa yang dilakukan, dan
bukan apa yang akan berlaku.

Dengan demikian, fungsi budaya kerja adalah sebagai perekat sosial dalam
mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa
ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para
karyawan.Hal ini dapat berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku karyawan.
(Sutrisno, 2013: 11)

Dimensi-dimensi Budaya Organisasi

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 269


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Hofstede (dalam Sobirin, 2009: 183- 186) membuktikan bahwa budaya


organisasi dapat didekati dengan pendekatan kuantitatif sehingga dapat dipahami
pula dimensi-dimensinya, yaitu, (1) Process Oriented vs. Result Oriented, perhatian
organisasi lebih ditujukan pada proses aktivitas yang berjalan selama ini dan sejauh
mana orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut patuh terhadap ketentuan-
ketentuan atau kebijakan yang telah digariskan organisasi. Akibatnya, orang-orang
yang bekerja di dalam organisasi cenderung menghindari resiko, tidak antusias
dalam pekerjaannya dan menganggap kehidupan sehari-hari organisasi hanyalah
sebuah rutinitas belaka. Kreativitas dan inovasi sulit dikembangkan kecuali mereka
ditunjukkan bahwa organisasi lain telah melakukannya.Result oriented menunjukkan
perhatian organisasi lebih kepada hasil kegiatan ketimbang prosesnya sehingga
seringkali organisasi tidak memperdulikan bagaimana proses dilakukan tetapi yang
penting hasilnya cepat didapat. Perubahan juga menjadi hal yang lumrah dilakukan
sehingga sebagian besar orang merasa terbiasa dengan situasi baru yang tidak
mereka alami sebelumnya.Mereka juga berusaha secara maksimal dan
menganggap setiap hari pasti ada tantangan baru. (2) employeeoriented vs. job
oriented. Employee orientedmenggambarkan lingkungan internal organisasi yang
dipenuhi oleh para pekerja yang menginginkan agar pihak organisasi terlebih dahulu
memperhatikan kepentingan-kepentingan mereka sebelum berorientasi pada
pekerjaan yang harus mereka lakukan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
kepentingan para pekerja bukan hanya yang bersangkutan dengan keterlibatan
mereka dalam pekerjaan, tetapi semua aspek kehidupan karyawan jika organisasi
menghendaki kinerja mereka membaik (tingkat kesejahteraan).Job oriented
beranggapan bahwa para karyawan harus mendahulukan pekerjaan sebelum
menuntut dipenuhinya kepentingan-kepentingan mereka. Dengan demikian,
karyawan beranggapan bahwa organisasi hanya peduli terhadap apa yang
dikerjakan, bukan kepada nasib karyawan dan mereka seolah-olah mendapat
tekanan untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Karyawan juga tidak dilibatkan
dalam pengambilan keputusan organisasi meski keputusan-keputusan tersebut
menyangkut kepentingan karyawan.3) Parochial vs. Professional. Parochial
menjelaskan bahwa tingkat kebergantungan karyawan pada atasan dan organisasi
cenderung sangat tinggi.Karyawan merasa bahwa dirinya adalah bagian integral dari

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 270


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

organisasi dan hubungan terjalin dengan kuat.Akibatnya, baik di dalam maupun di


luar organisasi, perilaku mereka hampir tidak ada bedanya karena telah dipengaruhi
oleh norma-norma yang berlaku dalam organisasi.Dalam professional, karyawan
merasa bahwa kehidupan pribadi adalah urusan mereka sendiri sedangkan alasan
sebuah organisasi merekrut mereka adalah semata-mata karena kompetensi dalam
melakukan pekerjaan bukan karena latar belakang keluarga atau alasan yang lain.
Karyawan merasa diperlakukan secara rasional dan apabila organisasi dianggap
tidak lagi memenuhi kebutuhannya, mereka akan dengan sukarela memilih
organisasi lain yang dikira mampu memenuhi kebutuhan tersebut. (4) Open System
vs. Close System. Open system menjelaskan bahwa organisasi cenderung tidak
menutup diri dari perubahan-perubahan baik yang terjadi pada lingkungan internal
maupun eksternal organisasi. Demikian juga orang-orangnya lebih terbuka dan
responsif terhadap usulan perubahan organisasi; lebih terbuka pada pendatang baru
dan orang luar.Closed system menjelaskan organisasi sebagai sebuah mesin
(machine organization) yang bekerja mengikuti pola yang sudah ada tanpa banyak
melakukan perubahan.Oleh karena itu, organisasi sulit dalam beradaptasi dengan
perubahan lingkungan dan karyawan menjadi tertutup sehingga hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat merasa cocok dengan kondisi organisasi yang ada. (5)
Loose Control vs. Tight Control. Dalam loose control, organisasi seolah-olah tidak
memiliki alat kendali dan tata aturan formal yang memungkinkan organisasi tersebut
bisa mengendalikan orang-orang yang bekerja di dalamnya.Semuanya dikendalikan
dengan aturan yang serba longgar.Sedangkan tight control cenderung menerapkan
aturan-aturan yang ketat dan bahkan dalam batas tertentu cenderung kaku.Dalam
hal ini, aturan adalah raja dimana semua aktivitas baik sebelum, selama maupun
sesudah dikerjakan harus berdasar pada ketentuan yang telah dibuat
sebelumnya.Penyimpangan terhadap aturan sangat tidak dapat ditolerir. (6)
Pragmatic vs. Normative. Organisasi yang menerapkan pragmatic,berorientasi
kepada konsumen.Bagi organisasi ini, konsumen adalah segalanya.Aturan dan
prosedur bisa saja dilanggar jika dianggap menghambat pencapaian hasil dan
pemenuhan kebutuhan konsumen.Dengan demikian, organisasi menganggap nilai
manfaat lebih besar dibandingkan kerugiannya maka sebuah tindakan dianggap
benar.Berbeda dengan pragmatic, organisasi dengan normative culture

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 271


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

menganggap bahwa tugas yang diemban organisasi terhadap dunia luar merupakan
bentuk implementasi dari peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar.Norma dan
aturan merupakan sebuah perangkat yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang
yang terlibat di dalam kehidupan organisasi.Dengan demikian, organisasi seolah-
olah mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga aturan-aturan tersebut.
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Menurut Syamsul Arifin (2012: 1), terdapat banyak definisi pemimpin, antara
lain, (1) seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan (khususnya disatu
bidang), sehingga mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau beberapa tujuan,
(2) seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan
mengatur, mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol usaha/upaya orang lain,
atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (pengertian luas). Seorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan
akseptensi (penerimaan) secara sukarela oleh pengikutnya (pengertian sempit)
(oleh Henry Pratt Fairchild), (3) pusat proses kelompok, kepribadian yang berakibat,
seni menciptakan kesepakatan, kemampuan mempengaruhi, bentuk bujukan,
hubungan kekuasaan, hasil interaksi, pemisahan peranan, awal struktur, dan lain-
lain. (Glenn, 1992 menyimpulkan ada 350 definisi)

Masih dalam buku yang sama, Arifin (2012: 3-4) mendefinisikan kepemimpinan dari
berbagai sumber, antara lain, (1) kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka
mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Odway Tead), (2) seni
untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang
(Howard H. Hoyt), (3) merupakan penterjemah atau penampilan dari
khalayak/kelompok (the crowd exponent), (4) wakil atau utusan dari khalayak ramai
(the crowd representative), (5) kepemimpinan institusional/kelembagaan,
kepemimpinan yang dominan, dan kepemimpinan persuasive (F. C. Barlet), (6)
kepemimpinan konservatif, kepemimpinan radikal, kepemimpinan ilmiah (A. B.
Wolfe), (7) kepemimpinan bentuk dominasi didasari kemampuan pribadi, yang
sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 272


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

akseptansi/ penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat
bagi situasi khusus (informal).

Arah Komunikasi dalam Kepemimpinan


Adapun arah dalam komunikasi yang digunakan oleh para pemimpin dalam

menjalankan suatu organisasi, menurut Arifin (2012: 138-139) adalah, (1)

Komunikasi ke atas, terjadi apabila pesan yang dikirimkan dari tingkat hierarki yang

lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu dari bawahan kepada

atasan.Komunikasi ini sangat penting untuk mempertahankan dan bagi

pertumbuhan organisasi, (2) komunikasi ke bawah, terjadi apabila pesan yang

dikirimkan dari tingkat hierarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah, yaitu

dari atasan kepada bawahan.Komunikasi ini menjadikan bawahan tidak berkembang

dan hanya menunggu perintah atasan, (3) komunikasi vertikal, merupakan

komunikasi yang mengalir dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke

atas.Hubungan tersebut bersifat timbal balik antara atasan dengan bawahan, (4)

komunikasi horizontal, merupakan komunikasi yang berlangsung di antara para

karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.

Kepemimpinan Demokratis

Arifin (2012: 89), tipe kepemimpinan dalam suatu organisasi atau kelompok
masyarakat dapat digolongkan dalam enam tipe. Tipe pemimpin tersebut antara lain
tipe otokratis, tipe militeristis, tipe paternalistis, tipe kharismatis, tipe laissez faire,
dan tipe demokratis.
Tipe pemimpin demokratis disebut juga tipe partisipatif, dimana pemimpin
kerap memberikan semangat kepada bawahannya. Mengatakan mereka adalah
bagian dari sistem dan ikut pula dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 273


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

bawahan menjadi tipe yang suka menerima kepercayaan dan tanggung jawab besar
dengan sikap koorperatif- memiliki semangat kerja kelompok dan moral kerja yang
tinggi pula.Dalam keadaan seperti ini, biasanya bawahan menaruh rasa hormat
tinggi kepada pemimpinnya. (Supriyanto, 2007: 25)

Robbins dan Coulter (2002: 460) mendefinisikan gaya kepemimpinan


demokratis sebagai pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam
pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi
karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin
dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih
karyawan. Setiap kali ada permasalahan, pemimpin dengan tipe ini selalu
menikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Selain itu, pemimpin juga
memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab bawahannya.

Selanjutnya, Robbins dan Coulter merumuskan dimensi gaya kepemimpinan


demokratis, antara lain, (1) mendorong Partisipasi, (2) keputusan dibuat bersama,
(3) terbuka terhadap masukan. Selanjutnya dikatakan bahwa seorang pemimpin
yang demokratis memiliki ciri-ciri dalam kepemimpinannya sebagai berikut, (1)
dalam proses penggerakan bawahan melalui kritik tolak dari pendapat bahwa
manusia adalah makhluk yang termulia, (2) selalu berusaha menyelaraskan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentinan dan tujuan pribadi dari para
bawahannya, (3) senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari
bawahannya, (4) selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam
usaha mencapai tujuan,(4) dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibandingkan
dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi tetap
berani untuk berbuat kesalahan yang lain, (5) selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses dari pada dia sendiri, (6) berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin, (7) pada kenyataannya tipe
kepemimpinan demokratis banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam
berbagai organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Maka,
pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 274


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan atau dari atasan. (Arifin,
2012: 94).

Efektivitas Komunikasi
Pengertian Efektivitas Komunikasi
Menurut Suranto AW (2007: 9) komunikasi dikatakan efektif apabila dalam
suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat
diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehendaki oleh
komunikator, dengan demikian, dalam komunikasi itu komunikator berhasil
menyampaikan pesan yang dimaksudkannya, sedang komunikan berhasil menerima
dan memahaminya Selanjutnya, efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan
yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa komunikasi
yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon atau
umpan balik dari penerimanya. Seperti contohnya; adanya tindakan, hubungan yang
makin baik dan pengaruh pada sikap.Hal ini senada dengan pendapat Everet
Rogers dan Lawrence Kincaid (dalam Liliweri, 2007: 228), bahwa komunikasi yang
efektif terjadi jika muncul matual understanding atau komunikasi yang saling
memahami. Yang dimaksudkan saling memahami adalah keadaan di mana
seseorang dapat memperkirakan bagaimana orang lain memberi makna atas pesan
yang dikirim dan menyandi balik pesan yang diterima.

Indikator Efektivitas Komunikasi


Menurut Suranto AW (2005: 104-105), ada beberapa indikator komunikasi efektif,
antara lain, (1) pemahaman: kemampuan memahami pesan secara cermat
sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Dalam hal ini komunikasi dikatakan
efektif apabila mampu memahami secara tepat. Sedangkan dikatakan efektif apabila
berhasil menyampaikan pesan dengan cermat, (2) kesenangan: apabila proses
komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung
dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak. Dengan adanya suasana
semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik karena tujuan berkomunikasi
tidaklah sekedar transaksi pesan, akan tetapi dimaksudkan pula untuk saling
interaksi secara menyenangkan guna memupuk hubungan insane, (3) pengaruh
pada sikap: apabila seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 275


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

sikapnya berubah sesuai dengan makna pesan itu, maka komunikasi yang terjadi
adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang maka komunikasi
tersebut tidaklah efektif. Dalam berbagai situasi kita berusaha untuk mempengaruhi
sikap orang lain agar orang tersebut bersikap positif sesuai keinginan kita.
Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa sikap merupakan reaksi yang masih
tertutup dan tidak dapat dilihat langsung. (4) hubungan yang semakin baik: bahwa
dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan atau
membina hubungan baik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Seringkali jika
orang telah memiliki persepsi yang sama, ada kemiripan karakter, cocok, dengan
sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik, (5) tindakan: jika kedua belah pihak
setelah berkomunikasi melakukan tindakan sesuai dengan pesan yang
dikomunikasikan. Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa sikap belum tentu
terwujud dalam bentuk tindakan, sebab untuk mewujudkan tindakan perlu faktor lain,
yaitu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana sebagai mediator agar sikap dapat
meningkat menjadi tindakan.
Komunikasi efektif mnemiliki ciri-ciri efektivitas menurut Devito (dalam Sugiyo,
2005: 4-6) antara lain, (1) keterbukaan (openness), (2) Empati (Empathy), (3)
dukungan (Supportiveness), (4) rasa positif (Positiveness), (5) kesetaraan
(Equality).

Kerangka Berpikir

Berikut merupakan gambaran mengenai bagaimana pengaruh Budaya


Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Efektivitas Komunikasi:

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 276


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Budaya Organisasi (X1)

1. Process Oriented vs.


Result Oriented
2. Employee Oriented
vs. Job Oriented
3. Parochial vs. Efektivitas Komunikasi (Y)
Professional
4. Open System vs.
1. Pemahaman
Close System
2. Kesenangan
5. Loose Control vs.
3. Pengaruh pada Sikap
Tight Control
4. Perkembangan
6. Pragmatic vs.
Hubungan
Normative
5. Tindakan

Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X2)

Hipotesis
1. Mendorong Partisipasi
Karyawan
2. Keputusan Dibuat H1 : Ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Bersama
3. Terbuka Terhadap Efektivitas Komunikasi.
Masukan
H2 : Ada pengaruh Gaya Kepemimpinan
Demokratis terhadap Efektivitas Komunikasi.

H3 : Ada pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Demokratis


Terhadap Efektivitas Komunikasi.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode

kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011: 14), metode penelitian kuantitatif dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme.

Dalam positivisme, realitas/gejala/fenomena dipandang sebagai sesuatu yang dapat

diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan adanya hubungan sebab

akibat, dimana semua objek penelitian bersifat objektif atau bebas nilai.(Bungin,

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 277


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

2013: 40). Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada

umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan data yang digunakan merupakan data

yang dapat diukur, yaitu berupa angka-angka.Sugiyono (2011: 68) juga menjelaskan

bahwa terdapat beberapa bentuk paradigma atau model penelitian kuantitatif, salah

satunya adalah paradigma ganda dengan dua variabel. Paradigma ini

menggambarkan mengenai adanya dua variabel independen dan satu variabel

dependen, dimana akan dicari seberapa besar pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen tersebut.

Populasi dan Sampel

Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam prosedur pengambilan sampel,

yaitu sampel harus representatif (mewakili), dan besarnya sampel harus memadai.

Sampel yang representatif yaitu apabila ciri-ciri sampel berkaitan dengan tujuan

penelitian dan harus sama dengan ciri-ciri populasinya. Bailey (1982) (dalam Ruslan,

2013: 149) mengatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data

dengan statistik, jumlah sampel terkecil adalah 30 subjek/objek.Teknik sampling

adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam suatu penelitian.Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan

jenis sampling dilakukan acak. Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan

dana penelitian, serta penelitian ini masih merupakan penelitian awal maka peneliti

hanya menggunakan batas minimum penetapan sampel, dimana pada penelitian ini

digunakan sebanyak 36 responden penelitian.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 278


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Operasionalisasi Konsep
Berikut merupakan operasional konsep dari penelitian Pengaruh Budaya
Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Efektivitas Komunikasi:

Variabel Dimensi Indikator

Organisasi lebih mengutamakan


Budaya Process Oriented
proses dari aktivitas yang berjalan,
vs
Organisasi dibandingkan dengan hasil yang
Result Oriented
diperoleh.
Employee Organisasi selalu mengutamakan
Oriented kepentingan karyawan sebelum
vs berorientasi kepada pekerjaan
Job Oriented yang akan mereka dilakukan.
Organisasi membangun hubungan
Parochial
yang kuat dengan karyawan,
vs
bukan sekedar hubungan
Professional
profesional.
Open System Organisasi membuka diri pada
vs setiap perubahan, tidak selalu
Close System mengikuti pola yang ada.
Loose Control Organisasi memiliki aturan yang
vs longgar, bukan aturan yang
Tight Control bersifat kaku.
Prosedur organisasi dapat
Pragmatic berubah demi pemenuhan
Vs kepentingan konsumen, bukan
Normative prosedur yang ketat dan tidak
boleh dilanggar.
Gaya
Mendorong Pemimpin membagi tanggung
Kepemimpinan Partisipasi jawab yang berkaitan dengan
Demokratis Karyawan kegiatan organisasi.
Pemimpin membuat keputusan
Keputusan Dibuat yang berkaitan dengan organisasi,
Bersama bersama dengan para anggota
secara musyawarah.
Terbuka Pemimpin memberikan
Terhadap kesempatan yang bebas pada

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 279


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Masukan anggota dalam menyampaikan


saran, kritik, dan pendapat.
Efektivitas Komunikator menyampaikan
Pemahaman
Komunikasi pesan dengan cermat.
Komunikan mampu memahami
pesan secara tepat sesuai maksud
komunikator.
Proses komunikasi berlangsung
dengan menyenangkan sehingga
Kesenangan membuat komunikan menjadi
tertarik untuk berkomunikasi
kembali.
Perubahan sikap positif pada
Pengaruh
komunikan setelah menerima
Terhadap Sikap
pesan dari komunikator.
Proses komunikasi membuat
Perkembangan
hubungan antara komunikator dan
Hubungan
komunikan menjadi semakin erat.
Ketersediaan sarana dan
Tindakan prasarana yang menunjang
komunikan dalam melakukan
pesan komunikator.

Hasil Penelitian

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berikut merupakan distribusi data demografi responden yang diperoleh dari


kuesioner guna menjelaskan karakteristik responden:

Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Frekuensi Persentase
No. Jenis Kelamin
(responden) (%)
1 Laki-Laki 17 47.2
2 Perempuan 19 52.8
Total 36 100.0
Sumber: Hasil kuesioner yang diolah dengan SPSS

Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 280


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Periode Kerja Frekuensi Persentase


No.
Responden (responden) (%)
1 < 1 Tahun 14 38.9
2 1 2 Tahun 12 33.3
3 > 2 Tahun 10 27.8
Total 36 100.0
Sumber: Hasil kuesioner yang diolah dengan SPSS

Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas

Uji validitas Variabel Budaya Organisasi

Corrected
Pernyataan Item-Total Keterangan
Correlation
Perusahaan tempat saya bekerja sangat
mengutamakan proses dari suatu aktivitas
0.305 Valid
atau pekerjaan, dibandingkan dengan hasil
akhir yang diperoleh.
Perusahaan tempat saya bekerja
mengutamakan kebutuhan karyawan
0.682 Valid
terlebih dahulu dibandingkan dengan
pekerjaan yang harus dilakukan.
Hubungan saya dengan perusahaan sangat
0.467 Valid
kuat, bukan sekedar hubungan profesional.
Perusahaan tempat saya bekerja sangat
terbuka terhadap perubahan, tidak selalu 0.497 Valid
bekerja mengikuti pola yang ada.
Perusahaan tempat saya bekerja memiliki
peraturan yang longgar, bukan peraturan 0.573 Valid
kaku.
Peraturan dalam perusahaan tempat saya
bekerja dapat berubah demi pencapaian
0.511 Valid
hasil dan pemenuhan kebutuhan konsumen,
bukan peraturan yang harus dijunjung tinggi.

Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan Demokratis

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 281


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Corrected
Pernyataan Item-Total Keterangan
Correlation
Pemimpin selalu membagi pekerjaan sesuai
0.505 Valid
dengan bidang pekerjaan masing-masing.
Dalam menghadapi masalah, pemimpin dan
karyawan bersama-sama mencari alternatif
0.601 Valid
solusi guna mendapatkan keputusan yang
saling menguntungkan.
Pemimpin selalu dengan senang hati
menerima saran, kritik dan pendapat yang 0.543 Valid
diberikan oleh karyawan.

Hasil Uji Validitas Variabel Efektivitas Komunikasi

Corrected
Pernyataan Item-Total Keterangan
Correlation
Setiap karyawan mampu menyampaikan
pesannya dengan baik saat 0.523 Valid
berkomunikasi.
Saya mampu memahami pesan
komunikasi yang disampaikan oleh 0.688 Valid
karyawan lain dengan tepat.
Saya selalu tertarik untuk berkomunikasi
dengan karyawan lainnya karena hal 0.429 Valid
tersebut sangat menyenangkan.
Pesan komunikasi yang saya terima selalu
memberikan dampak positif terhadap sikap 0.414 Valid
saya.
Komunikasi membuat hubungan saya
dengan karyawan lainnya menjadi terbina 0.412 Valid
dengan baik.
Saya mampu mengimplementasikan pesan
komunikasi karena adanya saluran 0.599 Valid
pelaksanaannya.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 282


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Uji Reliabilitas

Cronbachs
Variabel N Keterangan
Alpha
Budaya Organisasi (X1) 6 0.762 Reliabel
Gaya Kepemimpinan
3 0.722 Reliabel
Demokratis (X2)
Efektivitas Komunikasi (Y) 6 0.748 Reliabel

Hasil Uji Multikolinieritas

Efektivitas Budaya Gaya


Komunikasi Organisasi Kepemimpinan
(Y) (X1) Demokratis
(X2)
EK 1.000 .388 .532
Pearson
BO .388 1.000 .432
Correlation
GKD .532 .432 1.000
EK . .010 .000
Sig. (1-
BO .010 . .004
tailed)
GKD .000 .004 .
EK 36 36 36
N BO 36 36 36
GKD 36 36 36

Uji Hipotesis

Pengujian Hipotesis Pertama (X1 Terhadap Y)


Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Efektivitas
Komunikasi (Y) di Kawasan industri Cikupa Tangerang.

Ha : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Efektivitas Komunikasi


(Y) di Kawasan industri Cikupa Tangerang.

Hasil Koefisien Korelasi (R) Variabel X1

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 283


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Square Estimate
1 .388 .151 .126 2.58245

Hasil Uji Test of Significant (Uji t) Variabel X1

Standardize
Unstandardized
Model d
Coefficients T Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant
18.103 2.451 7.387 .000
1 )
BO .268 .109 .388 2.456 .019

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi Var
X1 dengan X2 adalah sebesar 0.388; koefisien diterminasi 15.1%;analisis regresi Y
= 18,103 + 0,268 X1dan uji T 0,019 < 0,05. Dengan demikian, hipotesis pertama
yang menyatakan terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap efektivitas
komunikasi dapat dibuktikan.

Pengujian Hipotesis Kedua (X2 Terhadap Y)

Ho : Tidak terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis (X2) terhadap


Efektivitas Komunikasi (Y) di Kawasan industri Cikupa Tangerang

Ha : Terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis (X2) terhadap Efektivitas


Komunikasi (Y) di Kawasan industri Cikupa Tangerang

Hasil Koefisien Korelasi (R) Variabel X2

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate
1 .532 .283 .262 2.37297

Hasil Uji Test of Significant (Uji t) Variabel X2

Model Unstandardized Standardize T Sig.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 284


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Coefficients d
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant
10.116 3.819 2.649 .012
1 )
GKD 1.052 .287 .532 3.662 .001

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi Var
X1 dengan X2 adalah sebesar sebesar 0,532; koefisien diterminasi sebesar
28,3%;analisis regresi Y = 10,116 + 1,052X2dan uji Tdengan melihat nilai t sebesar
3,662 dan signifikan (Sig.) sebesar 0,001. Artinya Sig. hitung < 0,05 yaitu 0,001 <
0,05. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan terdapat pengaruh gaya
kepemimpinan demokratis terhadap efektivitas komunikasi dapat dibuktikan.

Pengujian Hipotesis ketiga

Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan


Demokratis secara bersama-sama terhadap Efektivitas Komunikasi di Kawasan
Industri Cikupa, Tangerang.

Ha : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Demokratis


terhadap Efektivitas Komunikasi di Kawasan Industri Cikupa, Tangerang.

Hasil Koefisien Korelasi (R)

Model R R Adjusted R Std. Error of Durbin-


Square Square the Estimate Watson
1 .560 .314 .272 2.35627 1.761

Hasil Uji Fisher (Uji F)

Sum of Mean
Model Df F Sig.
Squares Square
Regression 83.756 2 41.878 7.543 .002
1
Residual 183.216 33 5.552
Total 266.972 35

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 285


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Dari hasil pengujian di atas dapat diketahui bahwa koefisien korelasi Var X 1
dan X2 dengan Var Y sebesar 0.560; koefisien diterminasi 0.314 (31%), persamaan
regresi berganda Y = 9,344 + 0,135 X1 + 0,886 X2dan Uji F sebesar 7,543 dan nilai
signifikan (Sig.) sebesar 0,002. Artinya nilai Sig.< 0,05 yaitu 0,002 < 0,05. Dengan
demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan demokratis secara bersama-sama terhadap efektivitas
komunikasi dapat dibuktikan.

Pembahasan

Dengan melihat hasil uji F di atas, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima. Artinya bahwa budaya organisasi (X1) dan gaya kepemimpinan
demokratis (X2) secara bersama dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi (Y) di
kalangan karyawan industri Cikupa Tangerang. Walaupun dalam uji t hipotesis
ketiga menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu budaya organisasi (X1) secara
individual masih memiliki pengaruh yang lebih rendah dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan demokratis. Hal ini menjelaskan bahwa apabila budaya organisasi
dipasangkan dengan gaya kepemimpinan demokratis, memiliki nilai pengaruh yang
berbeda terhadap efektivitas komunikasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa tidak semua organisasi


memiliki budaya organisasi karena disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah adanya angka turn over yang cukup tinggi. Yang dimaksud dengan turn over
karyawan adalah pergantian atau pertukaran karyawan antar anak perusahaan
dalam periode tertentu. Hal ini yang terjadi pada kawasan industri Cikupa
Tangerang. Perusahaan mengalami kesulitan dalam membentuk budaya organisasi
karena mobilitas pertukaran karyawan yang cukup tinggi, hal semakin jelas dapat
terlihat karena banyak penggunaan tenaga outsourcing di lingkungan industri.
Penjelasan ini didukung dengan hasil distribusi frekuensi yang menunjukkan lama
bekerja karyawan kurang dari satu tahun sebesar 60%, lama bekerja satu hingga
dua tahun sebesar 20%, dan lama bekerja karyawan lebih dari dua tahun sebesar
20%.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 286


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Berbeda dengan budaya organisasi, faktor gaya kepemimpinan demokratis


menunjukkan hasil yang lebih tinggi. Dengan berdasarkan pada hasil tabel distribusi
frekuensi dalam pengujian gaya kepemimpinan demokratis, diketahui bahwa para
manajer dalam menjalankan kepemimpinannya dengan memberikan kepercayaan
kepada para karyawannya untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang
diberikan, selalu membuat keputusan bersama-sama dengan karyawan secara
musyawarah, serta sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang datang dari
karyawan guna pengembangan diri maupun perusahaan.

Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas A. Kayser dan
Arlyn J. Melcher (2010). Hasilnya adalah Harold P. Scott sebagai direktur di Dunhill
Container Coorporationmenerapkan gaya demokratis yang bercirikan:adanya
pendelegasian pekerjaan secara merata dan dalam praktiknya melibatkan orang-
orang yang berminat serta berkompetensi; pencapaian tujuan dengan cara
mendorong interaksi yang tinggi dari bawahannya; adanya pengakuan dan
penghargaan atas prestasi yang telah dicapai setiap anggota devisi; peraturan
bersifat terbuka demi pencapaian hasil yang lebih baik; dan ia merupakan orang
yang antusias, sangat berkomitmen, serta memiliki standar yang baik.

Disamping itu, Syamsul Arifin (2012: 94) dalam buku Leadership Ilmu dan
Seni Kepemimpinan, menyatakan bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan
demokratis banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai organisasi,
yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Maka, pemimpin di bidang
pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan
atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan atau dari atasan.

Dengan begitu, proses komunikasi antar anggota perusahaan dapat


berlangsung secara dua arah sehingga tujuan perusahaan menjadi sangat dengan
mudah tercapai.Penyebabnya adalah pemimpin yang mampu secara terbuka
menerima opini bawahannya dan memberikan kepercayaan kepada bawahannya
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan caranya sendiri namun tetap dilakukan
secara bertanggung jawab, maka hasilnya adalah terciptanya suasana komunikasi
yang menyenangkan.Kemudian, melihat pada hasil koefisien determinasi (R2),
diketahui bahwa pengaruh budaya organisasi (X1) dan gaya kepemimpinan

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 287


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

demokratis (X2) terhadap efektivitas komunikasi (Y) adalah sebesar 31,4%. Sisanya
yaitu sebesar 68,6% merupakan faktor lain yang turut mempengaruhi namun tidak
digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan bahwa faktor
pembentuk efektivitas komunikasi terdiri dari banyak faktor, sehingga dalam
penelitian ini yaitu menggunakan unsur budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
demokratis hanya memberikan persentase 31,4%.

Mengingat pada pendapat dari John Fiske (2012: 1) yang mendefinisikan


komunikasi sebagai salah satu dari aktivitas manusia yang dikenali oleh semua
orang namun sangat sedikit yang dapat mendefinisikannya secara memuaskan.
Maka, salah satu faktor pembentuk efektivitas komunikasi yang perlu dikaji terlebih
dahulu adalah latar belakang pihak-pihak yang berkomunikasi.Artinya bahwa pihak-
pihak yang berkomunikasi perlu memiliki kesamaan makna dalam mengartikan
pesan komunikasi.Oleh karenanya, kepekaan seseorang dalam situasi dan kondisi
yang ada, telah banyak menimbulkan kegagalan organisasi karena dikatikan dengan
komunikasi yang buruk. (Suranto AW, 2005: 105)

Dengan demikian, faktor budaya organisasi dan gaya kepemimpinan demokratis


dalam penelitian di kawasan industri Cikupa Tangerang hanya mampu
menghasilkan pengaruh sebesar 31,4%. Sisanya adalah berbagai faktor lain yang
masih memerlukan kajian lebih lanjut.

Simpulan

Sesuai dengan hasil dari uji statistik dan analisis yang telah disajikan pada
bab IV, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji hipotesis budaya organisasi (X1) terhadap efektivitas


komunikasi (Y), Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa terdapat pengaruh
budaya organisasi terhadap efektivitas komunikasi di Kawasan Industri Cikupa
Tangerangdengan interval korelasi 0,388 dan koefisien determinasi sebesar
15,1%.

2. Berdasarkan hasil uji hipotesis gaya kepemimpinan demokratis (X2) terhadap


efektivitas komunikasi (Y), Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa terdapat

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 288


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap efektivitas komunikasi di


Kawasan Industri Cikupa Tangerangdengan interval korelasi 0,532 dan koefisien
determinasi sebesar 28,3%.

3. Berdasarkan hasil uji hipotesis budaya organisasi (X1) dan gaya kepemimpinan
demokratis (X2) terhadap efektivitas komunikasi (Y), Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya bahwa terdapat pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
demokratis terhadap efektivitas komunikasi di kawasan industri Cikupa
Tangerangdengan interval korelasi 0,560 dan koefisien determinasi sebesar
31,4%.

Saran

Melihat hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka disarankan bagi para
peneliti berikutnya adalah sebagai berikut:

1. Adanya penambahan jumlah variabel independen terhadap variabel dependen


yang sama, yaitu efektivitas komunikasi. Hal ini didasari kepada ilmu dasar
komunikasi itu sendiri, yaitu bahwa menciptakan komunikasi yang efektif perlu
memperhatikan beberapa faktor, termasuk didalamnya unsur budaya dan
masalah kepemimpinan. Seperti pada hasil penelitian ini, bahwa pengaruh
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan demokratis hanya memberikan
pengaruh 31,4%, sedangkan sisanya 68,6% adalah pengaruh dari faktor lainnya.
Maka perlu diteliti mengenai faktor lain tersebut.

2. Adanya penambahan jumlah sampel sehingga hasil penelitian dapat


digeneralisasikan dan mendapatkan kesimpulan yang lebih baik, dimana sampel
dapat dipilih berdasarkan kriteria tertentu, bukan sensus.

3. Penelitian ini dikembangkan kembali dengan menggunakan metode ganda, yaitu


kuantitatif dan kualitatif. Maka, diharapkan akan menghasilkan pembahasan
penelitian yang lebih mendalam dan lebih luas mengenai variabel yang diujikan.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 289


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, Dadan dan Winny Kresnowiati. (2008). Komunikasi Antar Budaya:
Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Jala Permata

Arifin, Syamsul. (2012). Leadership: Ilmu dan Seni Kepemimpinan. Jakarta: Mitra
Wacana Media

(2007). Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran. Yogyakarta:


UNY

Bungin, Burhan. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,


Ekonomi, Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group

Effendy, Onong Uchjana. (2007). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditya Bakti

(2013). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Fiske, John. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Kayser, Thomas A. dan Arlyn J. Melcher. (2010). Democratic Leadership In A


Changing Enviroment: Behavioral And Organizational Consequences. ABI:
INFORM Research

Martono, Nanang. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Morissan, dan Andy Corry Wardhany.(2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Ghalia


Indonesia

Mulyana, Deddy. (2005). Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya

(2010). Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nisfiannoor, Muhammad. (2013). Pendekatan Statistika Modern: Aplikasi dengan


Software SPSS dan EViews. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti

Robbins, Stephen P dan Mary Coulter.(2002). Management, 7th Edition. New


Jersey: Prentice Hall, Inc.

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 290


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

Satyawati, Ni Made Ria dan I Wayan Suartana.(2014). Pengaruh Gaya


Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja yang
Berdampak pada Kinerja Keuangan (E-Journal Akuntansi Universitas
Udayana), vol 6.1, 16 halaman. Tersedia:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/7776/5864, diakses
pada 20 Oktober 2014

Sobirin, Achmad. (2009). Budaya Organisasi: Pengertian, Makna dan


Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPI

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Supriyanto.(2007). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT INDEKS

Xiaochi, Zhang. (2012). Intercultural HRM (Human Resource Management)


Study on Culture Clash from Chinese Enterprises Investment in Brazil.
Australia: Australian Journal of Bussiness and Management Research

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 291


Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi April 14
STIE Putra Perdana Indonesia

InoVasi Volume 9: April 2014 Page 292

Anda mungkin juga menyukai