Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan
anormali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu
dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm
yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.
Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini
seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan
skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal
sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari
penis.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan
sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun.
Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi. Oleh karena itu bayi dengan hipospadia
tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan
melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-
laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran
kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan pembedahan
dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra ke glans. Prepusium
digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru lahir dengan epispadia tidak
boleh di sirkumsisi. Pada epispadia, meatus uretra tidak meluas ke ujung penis karena
2

tidak adanya dinding dorsal uretra. Pada kedua keadaan tersebut, derajat rekonstruksi
uretra yang dibutuhkan bergantung pada letak lubang uretra di batang penis. Rekonstruksi
uretra dapat dilakukan dengan menggunakan selubung kulit yang ditanam, flap kulit, atau
tandar bebas. Selama penyembuhan pengeluaran urine biasanya dialihkan.

1. 2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hipospadia/epispadia?
2. Apakah klasifikasi dari hipospadia/epispadia?
3. Apakah etiologi dari hipospadia/epispadia?
4. Apakah patofisiologi hipospadia/epispadia?
5. Apakah manifestasi klinis hipospadia/epispadia?
6. Apakah macam-macam pemeriksaan diagnostik dari hipospadia/epispadia?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien hipospadia/epispadia?
8. Apakah komplikasi dari hipospadia/epispadia?
9. Apakah prognosis dari hipospadia/epispadia?
10. Bagaimana WOC dari hipospadia/epispadia?
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari hipospadia/epispadia?

1. 3 Tujuan
1. 3. 1 Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan keperawatan perkemihan diharapkan mahasiswa
mampu mengetahui mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipospadia/epispadia

1. 3. 2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari hipospadia/epispadia
2. Menjelaskan klasifikasi dari hipospadia/epispadia
3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus dari hipospadia/epispadia
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari hipospadia/epispadia.
5. Menjelaskan patofisiologi hipospadia/epispadia
3

6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada hipospadia/epispadia


7. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan hipospadia/epispadia
8. Menjelaskan prognosis dari hipospadia/epispadia
9. Menjelaskan komplikasi dari hipospadia/epispadia
10. Menjelaskan WOC dari hipospadia/epispadia
11. Menjelaskan asuhan keperawatan dari hipospadia/epispadia
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
A. Hipospadia
Hipospadia adalah suatu keadaan abnormal dari perkembangan uretra anterior
dimana meatus uretra eksterna terletak di bagian ventral dan letaknya lebih proksimal
dari letak yang normal dan disertai adanya firosis pada bagian distal MUE yang
menyebabkan bengkoknya penis (chordae).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis
pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis.
Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan
anomaly penis yang paling sering. Hipospadia adalah congenital anomali yang mana
uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum (Suriadi, 2001).
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis
bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadi bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk
hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang
penis atau pada pangkal penis,dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum.
Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang
yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi (Muslihatum, 2010).
Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung
penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
atau dibawah skrotum.
5

B. Epispadia
Epispadia adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis.
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Epispadia merupakan kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra
bagian atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
dialami oleh laki-laki. Ditandai dengan adanya lubang uretra disuatu tempat pada
permukaan dorsum penis (Kamus Saku Kedokteran DORLAN, 2011).

2.2 Klasifikasi
A. Hipospadia
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum
yaitu sebahai berikut:
1. Tipe sederhana adalah tipe grandula, meatus terletak pada pangkal glans penis.
Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik
2. Tipe penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu
B. Epispadia
Epispadia dibagi ke dalam tiga bentuk tergantung pada posisi meatus kemih, yaitu
1. Balanica atau epispadias kelenjar
Malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari
meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias jarang dan lebih mudah
diperbaiki.
2. Epispadia penis
Derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel
antara kelenjar dan simfisis pubis.
3. Penopubica epispadias
Varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan
seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek.
6

2.3 Etiologi
Menurut Basuki (2011), etiologi hipospadia dan epispadia yaitu :
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak
terjadi.
2. Faktor Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Embriologi
Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian ventral
lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna. Diferensiasi uretra bergantung pada
hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain hipospadia dapat
disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone menjadi DHT yang
tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen (Heffner, 2005).

2.4 Patofisiologi
A. Hipospadia
Hipospadia merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa
embrio selama perkembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Hipospadia di mana
lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum, ini dapat berkaitan dengan
chordee kongenital. Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada
tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus urinarius di
7

tandai pada glans penis sebagai celah buntu. Penyebab dari Hipospadia belum diketahui
secara jelas dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal.
Pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu
ke VII terjadi agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila
genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul Hipospadia.
Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan
entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian
kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada
permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut
genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana bagian
lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke 7,
genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial
dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi klitoris (Mary, 2005).
Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai
dalam 15 minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan
ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh
melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi
bila penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra
terbuka tidak pada ujung penis. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee,
menyebabkan lengkungan (kurvatura) pada penis. Pada orang dewasa, chordee tersebut
akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (hipospadia penoskrota atau perineal),
menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran
urine dan sering terjadi kriptorkidisme.

B. Epispadia
Epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
Pada anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke
arah perut (chordee dorsal). Pada anak laki-laki normal, meatus terletak di ujung penis,
namun anak laki-laki dengan epispadia, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal
ke ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan. Epispadia digambarkan seolah-
8

olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit dilucuti di bagian atas penis.
Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada penis. Hal ini dapat
diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis (penis) atau dekat
tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal itu memprediksi sejauh
mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus
(dasar atas penis), semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan
kencing.
Dalam kebanyakan kasus epispadia penopubic, tulang panggul tidak tumbuh
bersama-sama di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak dapat menutup
sepenuhnya dan hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan
epispadi penopubic dan sekitar dua pertiga dari mereka dengan epispadias penis
memiliki inkontinensia urin stres (misalnya dengan batuk atau aktivitas yang berat).
Pada akhirnya, mereka mungkin membutuhkan bedah rekonstruksi pada leher kandung
kemih. Hampir semua anak laki-laki dengan epispadias glanular memiliki leher
kandung kemih yang baik. Mereka dapat menahan kencing dan melatih BAK normal.
Namun, kelainan penis (membungkuk ke atas dan pembukaan abnormal) masih
memerlukan operasi perbaikan.
Epispadia jauh lebih jarang pada anak perempuan, dengan hanya satu dari
565.000. Mereka yang terpengaruh memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan dengan
berbagai derajat. Hal ini menyebabkan klitoris tidak menyatu selama perkembangan,
sehingga menjadi dua bagian klitoris. Selanjutnya, leher kandung kemih hampir selalu
terpengaruh. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadias selalu inkontinensia urin
stres (misalnya dengan batuk atau melakukan aktivitas yang berat). Untungnya, dalam
banyak kasus, perawatan bedah dini dapat menyelesaikan masalah ini.

2.5 Manifestasi Klinis


A. Hipospadia
1. Jika berkemih, anak harus duduk.
2. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
3. Penis tampak seperti berbalut karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Penis melengkung ke bawah
9

5. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar
penis
6. Semprotan air seni yang keluar abnormal

B. Epispadia
1. Lubang uretra terdapat di punggung penis
2. Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik pada hipospadia lebih sering dilakukan dan jelas terlihat
pada pemeriksaan fisik. Tidak ada tes rutin lainnya. Pemeriksan fisik pada bayi baru lahir
atau bayi. Pemeriksaan yang menyeluruh serta pemeriksaan kromosom perlu dilakukan
karena keainan lain dapat menyertai hipospadia dan epispadia (Corwin, 2009). Hanya sedikit
penderita hipospadia berat yang mungkin mengalami abnormalitas pada genitalia.
Bagaimanapun, tes kromosom CT scan pada genitalia dapat mempercepat penemuan dan
mencegah komplikasi jika sindrom lain sering dirasakan. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan adalah USG pelvis, MRI, Sistogram mikturasi, kultur urin, sistografi, dan BNO-
IVP. Pemeriksaan BNO-IVP dilakukan karena biasanya pada hipospadia diisertai dengan
kelainan kongenital ginjal.

2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Beberapa abnormalitas hipospadia sangat sedikit sehingga tidak banyak hal yang
dilakukan. Kebanyakan penangan dari hipospadia adalah dengan pembedahan.
Pembedahan ini dilakukan dengan membuat lubang kencing pada ujung penis dan
melakukan sirkumsisi pada saat itu juga. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah
hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan eatus uretra di tempat
yang normal atau dekat dengan normal sehingga arah aliran urin ke depan dan dapat
melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan sejak dini dan sebelum
operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh sirkumsisi karena kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan nanti. Penanganan yang tepat dapat dilihat pada aliran urin,
10

yaitu anak dapat berkemih saat berdiri. Selain itu, penanganan yang tepat jika anak bebas
dari nyeri ketika penis ereksi. Berikut adalah tahap pembedahan yang dilakukan pada
hipospadia:
1. Tahap 1
Pembedahan tahap pertama mencakup pembuangan jaringan ikat (chordee
release), pembuatan lubang kencing pada ujung kepala penis sesuai dengan bentuk
anatomi yang baik dan membuat saluran kencing baru (tunneling) di dalam kepala
penis yang dindingnya dibentuk dari kulit tudung (preputium) kepala penis. Operasi
tahap pertama ini menentukan hasil akhir operasi hipospadia secara keseluruhan;
operasi tahap pertama yang baik akan menghasilkan bentuk estetik penis yang
anatomis penis lurus dan lubang kencing tepat di ujung kepala penis dan bebas dai
risiko striktura.
2. Tahap 2
Pembedahan tahap kedua dilakukan setelah proses penyembuhan pembedahan
tahap pertama tuntas, paling dini 6 bulan setelah pembedahan pertama. Pembedahan
tahap kedua membentuk saluran kencing baru (urethroplasty) di batang penis yang
menghubungkan lubang kencing abnormal, saluran kencing di dalam kepala penis, dan
lubang kencing baru di ujung penis. Jika teknik pembedahan dilakukan dengan baik
maka risiko komplikasi kebocoran saluran kencing dapat diminimalkan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga
sirkumsisi dapat di hindari; kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan.
2. Beri kesempatan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya tentang masalah
struktural anak.
3. Persiapkan orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang diinginkan.
Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kemampuan anak
berdiri selama berkemih, untuk memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara
keadekuatan seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun dengan
satu atau dua tahap perbaikan.
11

4. Jelaskan hasil bedah kosmetik yang diharapkan; orang tua dan anak dapat merasa
sangat kecewa dengan kecacatan fisik ini.
5. Pantau asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak minum,
pertahankan kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan infeksi jika anak
dikateterisasi.
6. Persiapkan orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu, sementara meatus
baru dibuat.
7. Ajarkan orang tua bagaimana merawat kateter menetap, jika perlu (Muscari, 2005).

2.8 Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia antara lain :
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah, maka
penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam jenis
kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad & K. St.
Pamoentjak, 2005)
3. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran saat berhubungan, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
5. Infertility karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah masuk kedalam
vagina saat copulas, cairan semen yang disemprotkan melalui saluran uretra pada tempat
abnormal.
6. Resiko hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko terjadinya
hernia inguinal.
7. Gangguan psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang berbeda
dengan teman-temannya. (Suriadi, 2001)
Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan yang besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya
dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomis
12

3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas
4. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang
dapat diterima adalah 5-10%
5. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana
tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan di
ventral penis walaupun sangat jarangDivertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke
luar dari saluran atau alat berongga) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005), terjadi
pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang
mengakibatkan dilatasi yang dilanjut.

2.9 Prognosis
Prognosis hispospadia dan epispadia tergantung pada berat ringannya kasus
dan keberhasilan pembedahan. Kesuksesan bedah rekontruksi untuk kasus sedang dan berat
terus meningkat. Perawatan post operasi juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi prognosisnya (Arif, 2000).
Prognosis lebih baik jika perbaikan hipospadia sebelum usia sekolah ( 2 tahun)
(Emil, 2008). Terdapat predisposisi genetic non-Mandeli pada hipospadia. Jika salah satu
saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut
adalah 12%. Jika bapak dan anak laki-lakuinya menderita, maka resiko untuk anak lak-laki
berikutnya adalah 25%.
13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian
Anamnesis
1. Kaji identitas pasien
Identitas pasien, terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, tanggal masuk rumah
sakit, data obyektif/data subyektif, dan informasi lain yang penting tentang pasien.Secara
keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan dan terjadi pada anak laki-laki.
2. Kaji riwayat masa lalu
Pada masa kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 terjadi hambatan penutupan uretra
penis yang mengakibatkan orifium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis
antara skrotum dan glands penis.
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
Penggunaan dietilbestrol (DES) antara minggu kedelapan dan enam belas kehamilan
sebagai pengobatan untuk mencegah terjadinya abortus spontan menjadi resiko terjadinya
hipospadia pada anak.
4. Kaji keluhan utama
Keluhan yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia antara lain:anak tidak bisa
mengarahkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih dengan posisi berdiri (terjadi
pada anak dengan hipospadia penoskrotalatau perineal), meatus uretra terbuka lebar.
5. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage.
6. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
14

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, pada kebanyakan
penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang tampak jelas pada saat ereksi,
preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi menumpuk dibagian
punggung penis,testis tidak turun ke kantong skrotum. Letak meatus uretra berada
sebelah ventral penis dan sebelah proximal ujung penis.
2. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal,
karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal.
3. Perhatikan kekuatan dan kelancaran aliran urin
4. Pada hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau menyebar dan
mengalir kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia penoskrotal atau
perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia glanduler atau koronal anak
mampu untuk berkemih dengan berdiri, dengan sedikit mengangkat penis ke atas.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Uretroscopy dan cystoscopy
Pemeriksaan uretroscopy dan cystoscopy dilakukan untuk memastikan organ-organ
seks interna terbentuk secara normal.
2. Excretory urography
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
congenital pada ginjal dan ureter.
3. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah
pemeriksaan radiologis urografi (IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran
saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya
baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan ginjal,mengingat hipospadi sering
disertai dengan kelainan pada ginjal.
15

D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-op
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pancaran urin yang
merembes
b. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Post op
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pascabedah
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)

E. Intervensi Keperawatan
1. Pre op

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Resiko kerusakan Tujuan : Setelah dilakukan
- Kaji kulit anak untuk
integritas kulit tindakan keperawatan selama 3 x melihat bukti iritasi dan
berhubungan dengan 24 jam pasien tidak kerusakan seperti kemerahan,
pancaran urin yang memperlihatkan tanda atau edema, dan abrasi setiap 4 8
merembes gejala kerusakan kulit jam.
Kriteria Hasil : - Lakukan perawatan kulit
- Pasien tidak menunjukkan yang tepat, termasuk mandi
adanya kemerahan, iritasi dan harian dengan menggunakan
kelemahan otot. sabun pelembab, masase,
- Pasien menunjukkan pengubahan posisi dan
integritas kulit yang baik, yang penggantian linen serta
dibuktikan dengan tidak adanya pakaian kotor.
lecet, warna kulit normal. - Anjurkan untuk segera
- Pasien dapat mengganti celana bila basah
mendemonstrasikan aktivitas
- Jelaskan mengenai
perawatan kulit rutin yang efektif pentingnya menjaga
kebersihan area perineal dan
16

ajarkan cara membersihkannya


- Anjurkan anak untuk
membersihkan area perineal
dengan air hangat setelah BAB
dan dikeringkan dengan
handuk
- Ajarkan pada klien dan
keluarga mengeni tanda-tanda
klinis kerusakan integritas kulit
Kecemasan orang tua Tujuan : Setelah dilakukan
- Jelaskan pada anak dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3 x orang tua tentang prosedur
prosedur pembedahan 24 jam kecemasan orang tua bedah dan perawatan pasca
menjadi berkurang. operasi yang diharapkan.
Kriteria Hasil : - Evaluasi tingkat
- Orang tua mengalami pemahaman keluarga tentang
penurunan rasa cemas yang penyakit
ditandai oleh ungkapan
- Akui masalah pasien dan
pemahaman tentang prosedur dorong mengekspresikan
bedah masalah dan berikan
kesempatan untuk bertanya
dan jawab dengan jujur
- Libatkan pasien dan
keluarga dalam perencanaan
keperawatan dan berikan
kenyamanan fisik pasien.
Post Op
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan
- Kaji lebar luka, letak luka
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3 -x Kaji faktor yang dapat
pertahanan tubuh primer 24 jam diharapkan tidak terjadi menyebabkan infeksi
17

tidak adekuat (integritas infeksi - Bersihkan lingkungan


kulit tidak utuh/insisi Kriteria Hasil : dengan benar
bedah) - Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Ganti balut setiap hari
seperti (rubor, tumor, kalor,
- Kolaborasi untuk
dolor, fungiolesa) pemberian antibiotik dan anti
pendarahan
Nyeri berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan
- Kaji nyeri dengan
dengan kerusakan tindakan keperawatan selama 3 x pendekatan PQRST
jaringan pascabedah 24 jam terdapat penurunan
- Monitoring tanda tanda
respon nyeri vital pasien
Kriteria Hasil : - Lakukan manajemen
- Pasien menyatakan nyeri keperawatan :
penurunan rasa nyeri, skala nyeri
- Atur posisi fisiologis
0 -1 ( 0 4 ) - Istirahatkan pasien
- Didapatkan TTV dalam batas
- Manajemen lingkungan :
normal berikan lingkungan tenang
- Memperihatkan peningkatan dan batasi pengunjung
rasa nyaman ditandai dengan
- Ajarkan teknik relaksasi
ekpresi wajah rileks / tenang / pernapasan dalam
tidak menangis pada anak anak- Ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri
- Lakukan manajemen
sentuhan
- Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesic
18

D. Evaluasi

1. Pre-op

a. Tidak terdapat gejala kerusakan kulit


b. Rasa cemas menurun yang ditandai dengan pengungkapan perasaan mereka
tentang adanya kecacatan pada genetalia anak

2. Post-op

a. Nyeri berkurang
b. Pasien tidak mengalami infeksi
19

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Doengoes, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:EGC.

Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smiths General Urology edisi 17. a LANGE medical book
Hidayat, Aziz, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar keperawatan pediatric edisi 3. Jakarta: EGC
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Suriadi dan Yuliani,Rita.(2001).Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. Jakarta : PT Fajar
Interpretama.

Anda mungkin juga menyukai