Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERJANJIAN KERJA PERUSAHAAN KONSTRUKSI

DENGAN PEKERJA ATAU BURUH

Disusun Oleh : Kelompok II

1. Lalu Achmad Nauval


2. Jaswandi
3. Irwan Juliadi
4. Hamzan Wadi
5. M Sofyan Hadi
6. Jaka Mandala
7. Muhammad Zian Malkin

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

TA 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmatnya, sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin
sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang Perjanjian Kerja Perusahaan Konstruksi
Dengan Pekerja atau Buruh .

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Aapek Hukum Dalam
Pembangunan. Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan, motivasi, bimbingan, arahan dan saran yang telah diberikan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Mataram, Desember 2017

Penulis

2
Daftar Isi
Kata Pengantar....2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perjanjian..5
2.2 Pengertian Perjanjian Kerja7
2.3 Jenis-jenis Perjanjian Kerja7
2.4 Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja...8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.10
3.2 Saran...10
Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pengusaha
dengan pekerja/buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
perjanjian kerja yang diatur pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan (selanjutnya disebut dengan UU ketenagakerjaan) dan keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP/100/MEN/VI/2004.

Hukum positif yang berlaku di Indonesia terdapat dua macam perjanjian kerja yaitu
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian kerja.?


2. Apa ketentuan Hukum perjanjian kerja.?
3. Apa saja yang menjadi unsur-unsur dalam suatu perjanjian kerja.?
4. Bagaimana kewajiban pihak-pihak dalam dalam suatu perjanjian kerja.?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya, menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah subjek
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum dalam pembangunan. Dalam ketentuan
pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa perjanjian/persetujuan yang dibuat secara
sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Ketentuan dalam undang-
undang merupakan pelengkap dari perjanjian tersebut

Adapun syarat sah suatu perjanjian sesuai pasal 1320 KUH Perdata adalah :

1. Sepakat para pihak. (Dalam kesepakatan tidak boleh ada paksaan atau penipuan) ;
2. Para pihak cakap melakukan perbuatan huku. (Artinya sudah dewasa yaitu sudah berumur 21
tahun atau sudah kawin sesuai pasal 330 KUH Perdata) ;
3. Suatu hal tertentu ;
4. Suatu sebab yang halal. (Tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai pasal 1337).

Untuk kegiatan pembangunan, yang banyak dilaksanakan oleh pemerintah, selain oleh
swasta, perjanjian dimaksud seperti disebutkan diatas, bisa terdiri dari perjanjian perencanaan
konstruksi, perjanjian pelaksanaan konstruksi, perjanjian pengawasan konstruksi dan perjanjian
kerja, perjanjian pengadaan barang dan sewa-menyewa dan lain-lain.

2.2 Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh


yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Hubungan antara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja/buruh disebut dengan hubungan


kerja yaitu hubungan yang didasarkan atas perjanjian kerja dan mempunyai unsur pekerjaan,
upah dan perintah.

5
Perjanjian kerja diatur dalam hukum ketenaga kerjaan yaitu UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenaga kerjaan dan peraturan pelaksanaannya.

Perjanjian kerja sesuai pasal 52 UU 13/2003, dibuat atas dasar :

1. Kesepakatan kedua belah pihak ;


2. Kemampuan dan kecakapan melakukan perbuatan hukum ;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ;
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan
dan peraturan perundang-undangan.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak bila tidak memenuhi syarat 1 dan 2 maka
perjanjiannya dapat dibatalkan. Apabila syarat 3 dan 4 yang tidak dipenuhi, maka akibatnya
perjanjian menjadi batal demi hukum.

Kebijakan dasar dalam Hukum Ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pihak yang lemah,
dalam hal ini adalah pekerja atau buruh dari kesewenang-wenangan majikan atau pengusaha yang
dapat timbul dalam hubungan kerja dengan tujuan memberikan perlindungan hukum dan
mewujudkan keadilan sosial.5

Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja menjadi tiga macam, yaitu :

1. Perlindungan ekonomis,yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari
baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena
sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial.

2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan,
yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan prikehidupannya
sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga atau
yang biasa disebut kesehatan kerja.

3. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat
kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut
dengan keselamatan kerja.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa


perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak buruh dan menjamin
kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha.

6
2.3 Jenis-jenis perjanjian kerja

Perjanjian kerja terdiri dari perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).

A. PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)

PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) didasarkan atas jangka waktu, paling lama dua
tahun untuk selesainya suatu pekerjaan. PKWT atas dasar jangka waktu hanya dapat
diperpanjang satu kali untuk waktu palling lama satu tahun. Bentuknya harus tertulis dalam
bahasa Indonesia. PKWT tidak boleh mensyarartkan masa percobaan. Pihak yang mengakhiri
hubungan kerja sebelum berakhirnya PKWT, diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya PKWT, PKWT tidak boleh untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.

Dalam PKWT terdapat jenis-jenis pekerjaan diantaranya :

a. Pekerjaan yang selesai sekali/sementara (PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau
sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 Tahun)
b. Pekerjaan musiman (Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang
pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca)
c. yang terkait dengan produk baru (pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan)
d. Pekerjaan lepas (pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja
harian atau lepas)

B. PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tetap)

PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tetap) dapat berbentuk lisan dan tertulis. Dalam
hal PKWTT secara lisan, maka pihak pemberi kerja wajib membuat surat pengangkatan bagi
pekerja yang bersangkutan. Untuk perjanjian kerja laut, perjanjian kerja untuk antar Negara atau
antar daerah (akan dan akad) harus dalam bentuk tertulis dan sesuai dengan peraturan perUU
yang berlaku.

PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama tiga bulan dengan upah
minimal sesuai UMP yang berlaku. Isi perjanjian kerja baik secara kualitas maupun kuantitas,
tidak boleh lebih rendah dari ketentuan peraturan perUU yang berlaku.

7
2.4 Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja

Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya merupakan suatu
kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain adalah sebuah kewajiban.

A. Kewajiban-kewajiban pihak pekerja/Buruh

Dalam KUH Perdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam pasal
1603, 1203 a, 1603 b, dan 1603 c KUH Perdata yang pada intinya dari kewajiban-kewajiban
pihak pekerja, yaitu:
- Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari
seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin majikan
dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat
pribadi sifatnya karena berkaitan dengan masalah keterampilan atau keahlian.
- Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan / pengusaha, aturan perusahaan
sehingga menjadi lebih jelas.
- Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang
merugikan perusahaan baik karena kesengajaan / kelalaian maka sesuai dengan prinsip
hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan perbuatan melanggar hukum
dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura datum)

B. Kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha

Berikut adalah kewajiban-kewajiban pengusaha, dalam hukum ketenagakerjaan :

- Kewajiban membayar upah.


Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai akibat langsung pelaksanaan
perjanjian oleh pekerja. Pembayaran upah ahrus dilakukan tepat waktu. Pembayaran upah
diatur pula jika si pekerja berhalangan karena alasan tertentu misalnya alasan sakit,
menjalankan cuti, melakukan tugas negara dan lain sebagainya.
- Kewajiban untuk memberikan istirahat/cuti.
Pihak majikan atau pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat kepada pekerja.
Seperti istirahat antara jam kerja selama 4 jam terus menerus dan waktu tersebut tidak
termasuk jam kerja. Selain itu pengusaha juga berkewajiban untuk meberikan cuti tahunan
kepada pekerja secara teratur. Hak atas cuti ini penting, tujuannya untuk menghilangkan
kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan gairah kerja
akan tetap stabil. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak
atas cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 tahun pada suatu
perusahaan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No 13 Tahun 2003).
- Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan

8
Majikan wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah
majikan (Pasal 1602x KUHPerdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan,
kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang tidak bertempat tinggal dirumah
majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin
melalui perlindungan Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja (Jamsostek).
- Kewajiban memberikan surat keterangan
Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa
majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi
tanda tangan. Dalam surat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja)
surat keterngan itu juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya
dari pihak pekerja surat keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai bekal pekerja
dalam mencari pekerjaan baru, sehingga ia diperlakukan sesuai dengan pengalaman kerjanya
- Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria dan pekerja wanita

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam hukum perjajian kerja tidak boleh ada paksaan pada kedua belah pihak baik
pengusaha maupun pekerja yang dipekerjaan disuatu perusahaan karena sudah ada aturan
yang berlaku.
Dalam Unsur-Unsur Perjanjian Kerja harus jelas apa aja yang termasuk dalam unsurnya
yaitu:
a) Adanya unsur pekerjaan.
b) Adanya unsur perintah
c) Unsur upah
Dalam suatu perjanjian kerja kedua belah pihak yakni pekerja/buruh & pengusaha
mempunyai kewajiban masing-masing.

3.2. Saran

Sebaiknya apabila melakukan suatu perjanjian kerja harus memenuhi syarat sah suatu
perjanjian dalam KUH Perdata, karna itu merupakan pokok utama dalam suatu perjanjian. Selain
syarat sah suatu perjanjian kerja juga harus memenuhi unsur pekerjaan, upah dan perintah supaya
perjanjian kerja itu berjalan sesuai undang-undang yang mengatur.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, Muhammad. 1980. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni.


Djumadi, S.H., M. Hum.2004.Perjanjian Kerja.Banjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada,
Husni Lalu, S.H., Hum.2000.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Mataram: PT.
Rajagrafindo Persada
Subekti R.1995. Aneka perjanjian. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Subekti R. 2004.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Jakarta: PT Pradnya Paramita

11

Anda mungkin juga menyukai