Wiro Fixed Proposal Kti Fajar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 55

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR ASAM URAT SERUM


TERHADAP KEJADIAN ACUTE CORONARY SYNDROME
(ACS)

Disusun oleh
FAJAR RIFKI PRASETYA
20130310025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KADAR ASAM URAT SERUM


TERHADAP KEJADIAN ACUTE CORONARY SYNDROME
(ACS)

Disusun oleh:
FAJAR RIFKI PRASETYA
20130310025

Telah disetujui pada tanggal:


27 April 2016

Dosen Pembimbing

dr. Prasetio Kirmawanto, Sp.PD., M.Sc


NIK : 173 140

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Allhamdullilahhirobilalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti mengiringi setiap langkah
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah dengan
judul Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum terhadap Kejadian Acute
Coronary Syndrome (ACS)

Penulis meyakini bahwa proposal karya tulis ilmiah ini tidak akan dapat

tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. dr. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Prasetio Kirmawanto, Sp.PD., M.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang telah

meluangkan waktu dan membagikan ilmunya untuk memberikan bimbingan

serta petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal sampai akhir

penulisan proposal karya tulis ilmiah ini.

3. Para dosen serta staf karyawan yang telah memberikan bekal ilmu selama

penulis belajar di Prodi Pendidikan Dokter, FKIK Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

4. Kedua orang tua dan adik-adik saya yang senantiasa mendoakan dan

mendukung.

iii
iv

5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga amal baik

mereka mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penyusunan

proposal karya tulis ilmiah ini, kritik dan saran sangat penulis harapkan guna hasil

yang lebih baik. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini mendapat ridho dari

Allah SWT dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 27 April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 8
A. Dasar Teori ..................................................................................................... 8
1. Acute Coronary Syndrome .......................................................................... 8
2.Asam Urat .................................................................................................. 18
B. Kerangka Teori ........................................................................................... 24
C. Kerangka Konsep ........................................................................................ 25
D. Hipotesis ...................................................................................................... 25
BAB III ................................................................................................................. 25
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 26
A. Desain Penelitian .......................................................................................... 26
B. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................... 26
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 29
D. Variabel Penelitian ....................................................................................... 29
E. Definisi Operasional ..................................................................................... 29
F. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 30
G. Jalannya Penelitian ....................................................................................... 30
H. Analisis Data ................................................................................................ 31

ii
I. Etika Penelitian .............................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

iii
iv
INTISARI

Latar Belakang : Pada tahun 2013 prevalensi obesitas sentral di Indonesia adalah
26.6%. Pada zaman yang serba modern ini, kejadian obesitas pun semakin sering
kita temui. Gaya hidup pun semakin berubah dengan adanya fasilitas yang
canggih sehingga orang-orang rentan untuk terkena obesitas karena kurangnya
olahraga. Obesitas sendiri dapat menimbulkan berbagai macam kelainan dalam
tubuh salah satunya peningkatan kadar asam urat. Peningkatan kadar asam urat ini
juga dapat menimbulkan berbagai macam gangguan seperti penyakit ginjal,
peradangan tulang, kencing batu, dan stroke.
Metode : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara kadar asam urat normal tinggi dengan nilai lingkar perut pada
obesitas sentral. Subyek penelitian ini terdiri dari 64 orang koresponden yang
merupakan peserta bakti sosial yang diadakan di Apotek Godean. Subyek
penelitian dibagi menjadi 2 kelompok dimana 32 orang masuk dalam kelompok
dengan kadar asam urat normal tinggi dan 32 orang masuk dalam kelompok
kontrol yang memiliki kadar asam urat normal. Penelitian dilakukan di Apotek
Godean pada bulan Juni 2015. Pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan
kadar asam urat dan pengukuran nilai lingkar perut secara langsung pada subyek
penelitian.

Hasil : Analisis data hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi kategorikal
Spearmen menghasilkan nilai p = 0,031 (p<0,05) dan koefisien korelasi 0,270 .

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar asam urat normal
tinggi dengan nilai lingkar perut pada obesitas sentral.

Kata Kunci : Asam Urat, Asam Urat Normal Tinggi, Obesitas Sentral, Lingkar
Perut.

v
ABSTRACT

Background: In 2013, the prevalence of central obesity in Indonesia was 26.6%.


At this modern era, the incidence of obesity is increasing. Lifestyles are even more
changing with advanced facilities so that people can easily get obese due to lack
of exercise. Obesity can cause various disorders in the body such us increase uric
acid levels. Increased levels of uric acid can also cause various disorders such as
kidney disease, bone inflammation, bladder stones, and stroke.

Methods: The purpose of this study was to determine if there is a relationship


between high-normal uric acid and central obesity. The subjects of this study
consisted of 64 correspondents who were participants of social a event held in
Apotek Godean. The subjects were divided into two groups in which 32 people in
the group with high-normal uric acid levels and 32 people in the control group
who had normal uric acid levels. The study was conducted in Apotek Godean in
June 2015. Data was collected by checking uric acid levels and measuring
abdominal circumference directly.

Results: Analysis of survey data using Spearmen correlation categorical test


showed a result of this study is p = 0.031 (p <0.05) and correlation coeffecient is
0.270.

Conclusion: There is significant relationship between high-normal uric acid and


central obesity (abdomen circumference size).

Keywords: Uric Acid, High-Normal Uric Acid, Central Obesity, Abdomen


Circumference.

vi
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Acute coronary syndrome (ACS) saat ini merupakan salah satu

masalah kesehatan utama di dunia. Sejak tahun 1990 prevalensi ACS terus

meningkat, pada tahun 2004 American Heart Association (AHA)

memperkirakan prevalensi ACS di Amerika Serikat mencapai 13.200.000

jiwa. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, ACS

menjadi penyebab kematian terbanyak dengan mencapai jumlah 7 juta jiwa

kematian setiap tahunnya di seluruh dunia, hal ini terutama terjadi di negara

berkembang (WHO, 2013).

Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

tahun 2007, prevalensi ACS mencapai 9,3% dan menempati peringkat ke-3

sebagai penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi (Depkes

RI, 2008).

Acute coronary syndrome (ACS) paling sering menyebabkan

kematian. Manifestasi klinis ACS antara lain dapat berupa unstable angina

pectoris (UAP), non-ST elevation myocardial infarction (N-STEMI) serta ST

elevation myocardial infarction (STEMI). Acute coronary syndrome

merupakan kasus gawat yang harus didiagnosis segera, disertai manajemen

yang benar untuk menghindari morbiditas dan mortalitas. Dikarenakan angka

mortalitas ACS yang tinggi, beberapa modalitas yang berbeda telah digunakan

1
2

untuk meningkatkan efektivitas identifikasi penyakit ini lebih cepat (McCaig,

et al., 2001).

Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya ACS.

Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial dengan mekanisme yang

saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya

kerusakan pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty

streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous plaque (lesi jaringan ikat) dan

proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan

suatu proses inflamasi kronis dimana inflamasi memainkan peranan penting

dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari awal perkembangan plak

sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis (Hansson,

2005).

Pada kondisi iskemia pada jantung dan visceral menyebabkan

peningkatan pembentukan adenosin, yang dapat berfungsi sebagai mekanisme

pengaturan penting untuk memulihkan aliran darah dan membatasi daerah

iskemik tersebut. Adenosin disintesis secara lokal oleh otot polos pembuluh

darah dalam jaringan jantung dan terdegradasi secara cepat oleh endotelium

menjadi asam urat, yang mengalami aliran keluar secara cepat ke lumen

pembuluh darah oleh karena pH intra seluler yang rendah dan potensial

membran yang negatif (Fredholm, et al., 1986).


3

Aktivitas xanthine-oxidase dan sintesis asam urat meningkat secara in

vivo pada kondisi iskemik dan oleh karena itu peningkatan serum asam urat

dapat bertindak sebagai penanda iskemia jaringan (Castelli, et al., 1995).

Keberadaan asam urat sebagai petanda penyakit kardiovaskular, sudah

diketahui sejak tahun 1897 oleh dr. Davis. Oleh karena belum adanya studi

epidemiologi yang baik maka kadar asam urat ini diabaikan sampai tahun

1960- an. Sejak itu banyak studi epidemiologi yang menghubungkan kadar

asam urat yang tinggi terhadap beberapa keadaan kardiovaskular seperti

hipertensi, sindrom metabolik, acute coronary syndrome, penyakit

serebrovaskular, demensia vaskular, preeklamsia dan penyakit ginjal (Feig, et

al., 2008).

Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. Xantin adalah

prekursor langsung dari asam urat yang diubah menjadi asam urat oleh reaksi

enzimatis yang melibatkan xanthine-oxidase (Gertler, 1951) dan peningkatan

kadar asam urat dihubungkan dengan adanya disfungsi endotel (Diaz, 1997),

anti proliferatif, stress oksidatif yang tinggi, pembentukan radikal bebas

(Anker,1997) dan pembentukan trombus (Kim, 2010), yang kesemuanya itu

mengakibatkan proses aterosklerosis. Disfungsi endotel dianggap sebagai

mekanisme utama dimana hiperurisemia dapat meningkatkan kejadian

aterosklerosis. Pasien dengan kadar asam urat yang persisten tinggi pada darah

memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk penanda disfungsi endotel,

albuminuria dan endotel plasma. Meskipun dengan adanya bukti tersebut,

kadar asam urat belum diakui sebagai faktor risiko oleh komunitas profesional
4

dan pengobatan pada pasien hiperurisemia asimptomatik untuk menurunkan

risiko penyakit jantung vaskular tidak dianjurkan (Ter Arkh, 2011).

Allah berfirman dalam surah Yunus ayat 57 :

''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu

dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada

dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS:Yunus 57).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa aterosklerosis merupakan

dasar penyebab utama dari acute coronary syndrome, dan proses aterosklerosis

dihubungkan dengan adanya disfungsi endotel, anti proliferatif, stress oksidatif

yang tinggi, pembentukan radikal bebas dan pembentukan trombus yang semua

itu berhubungan dengan kenaikan kadar asam urat. Oleh karena itu, penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kenaikan

kadar asam urat serum terhadap kejadian acute coronary syndrome.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar asam urat serum terhadap

kejadian acute coronary syndrome?


5

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum terhadap

kejadian acute coronary syndrome.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai acute coronary

sindrome dan mengaplikasikan pembelajaran blok metodologi penelitian.

2. Ilmu Kedokteran

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan

memperkuat pertimbangan dokter dalam melaksanakan diagnosis dan

memberikan terapi pada pasien dengan acute coronary syndrome.

3. Bagi institusi kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan agar pelaksanaan

pelayanan kesehatan dapat lebih komprehensif.

E. Keaslian Penelitian

1. Mohammed zafar et al, (2014) melakukan penelitian dengan judul

Association of hyperuricemia with acute coronary syndrome.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian case control study. Penelitian

ini dilakukan pada 367 pasien, 193 pasien yang terdiagnosa acute

coronary syndrome (ACS) dan 174 tidak terdiagnosa acute coronary

syndrome sebagai kontrol. Penelitian ini dilaksanakan dari 1 Januari

sampai 31 Agustus 2014 di Department of Cardiology, Sheikh Zayed


6

Medical College. Penelitian ini menemukan kadar asam urat serum yang

tinggi pada 37,3% sampel dari kelompok ACS dan 24% sampel dari

kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan desain case control study.

Perbedaan dengan penelitian penulis adalah desain yang di gunakan cross

sectional.

2. Li Chen et al, (2012) melakukan penelitian dengan judul Serum uric

acid in patients with acute ST-elevation myocardial infarction.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian retrospektif cross sectional.

Penelitian ini dilakukan pada 502 pasien dengan STEMI yang dipelajari

dari Januari 2005 sampai Desember 2010 di Department of Cardiology,

China-Japan Friendship Hospital. Yang di pelajari diantaranya tingkat

lipid serum, data ekokardiografi di rumah sakit dengan kejadian

gangguan kardiovaskular yang tinggi. Hasil dari penelitian ini adalah

kadar serum asam urat berkorelasi positif dengan kadar serum

triglyceride tetapi tidak signifikan terhadap tingkat keparahan penyakit

arteri koroner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

penulis lakukan adalah populasinya tidak hanya STEMI tetapi seluruh

spectrum ACS dan penggunaan uji statistik yang berbeda.

3. Spahic E et al, (2015) melakukan penelitian dengan judul Positive

correlation between uric acid and C-reactive protein serum level in

healthy individuals and patients with acute coronary syndrome.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional study.

Penelitian ini dilakukan pada 116 pasien dengan usia 44-83 tahun yang
7

dibagi menjadi dua grup: 80 pasien ACS yang di dalamnya terdapat 40

menderita acute myocardial infarction (AMI) dan 40 menderita unstable

angina pectoris (UAP) dan 36 lainnya merupakan kelompok kontrol

yang sehat, sedangkan penderita ACS tersebut dirawat di klinik

kardiologi, Clinical Center Sarajevo pada periode Oktober-Desember

2012. Hasil dari penelitian ini adalah kadar serum C-Reaktif protein dan

asam urat lebih tinggi pada pasien dengan ACS dibandingkan dengan

kelompok kontrol, selain itu terdapat korelasi positif antara CRP serum

dengan asam urat pada pasien acute myocardial infarction (AMI) dan

negatif pada pasien UAP. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

yang akan penulis lakukan adalah penggunaan metodologi yang berbeda

dan penggunaan uji statistik yang berbeda.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Acute Coronary Syndrome

a. Definisi
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu istilah

atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum

penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Kelainan dasarnya

adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya plaque

aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan trombus

yang nantinya dapat menyebabkan iskemik sampai infark miokard

(Achar, et al., 2005).

Bagian dari spektrum acute coronary syndrome (ACS)

adalah unstable angina pectoris (UAP), ST elevation myocardial

infarction (NSTEMI) dan non ST elevation myocardial infarction

(NSTEMI) (Alwi, 2009).

UAP dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi

klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui

petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I,

troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;

sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka

diagnosis adalah UAP (Hamm, et al., 2004). Pada UAP dan

NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi

8
9

total/oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi

plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.

(Wright, et al., 2011). Sedangkan pada STEMI terjadi oklusi

koroner total yang bersifat akut sehingga diperlukan tindakan

reperfusi segera, komplit dan menetap dengan angioplasti primer

atau terapi fibrinolitik (Levine, et al., 2011).

b. Faktor Resiko
Faktor risiko seseorang untuk menderita ACS ditentukan

melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko. Faktor risiko ACS

dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor yang tidak dapat

dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko

yang dapat dimodifikasi antara lain seperti: merokok, hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes mellitus, stress, diet tinggi lemak, dan

kurangnya aktivitas fisik. Faktor-faktor risiko ini masih dapat

diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses

aterogenik Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

antara lain seperti: usia, jenis kelamin, suku/ras, dan riwayat

penyakit (Bender, et al., 2011).

c. Patofisiologi
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya

ACS. Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial dengan

mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya

ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan endotel,


10

pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak),

pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak

aterosklerotik yang tidak stabil. Inflamasi memainkan peranan

penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari

perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat

menyebabkan trombosis. Aterosklerosis dianggap sebagai suatu

penyakit inflamasi sebab sel yang berperan seperti makrofag yang

berasal dari monosit dan limfosit merupakan hasil proses inflamasi

(Hansson, 2005).

Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika

terjadi kerusakan (akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai

intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel arteri,

sehingga menimbulkan disfungsi endotel. Kerusakan pada endotel

akan memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan

mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel ini disebabkan

oleh faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi, DM,

obesitas, merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya

homosistein dan kelainan hemostatik (Packard, et al., 2008).

Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang

saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi

lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang

selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase

selanjutnya terjadi rekrutmen elemen elemen inflamasi seperti


11

monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit akan

mengalami adhesi pada endotel, penempelan endotel ini

diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel

endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1),

Vascular Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin.

Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri

lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan

dengan endotel kemudian monosit bermigrasi ke lapisan lebih

dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah

memasuki dinding arteri ini akan teraktivasi menjadi makrofag dan

mengikat LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger.

Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau "foam cell" dan

selanjutnya akan menjadi fattystreaks. Aktivasi ini menghasilkan

sitokin dan growth factor yang akan merangsang proliferasi dan

migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan

penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan

kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk

fibrous cap (Packard, et al., 2008).

Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada

tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan

plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri,

akibatnya terjadi penurunan aliran darah. Trombosis sering terjadi

setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet


12

dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi

perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang

menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada

saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau

infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat

juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat

menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat

tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan acute coronary

syndrome. (Packard, et al., 2008).

Ruptur plak memegang peranan penting untuk terjadinya

acute coronary syndrome. Resiko terjadinya ruptur plak tergantung

dari kerentanan atau ketidakstabilan plak. Ciri-ciri plak yang tidak

stabil antara lain gumpalan lipid (lipid core) besar menempati >

40% volume plak, fibrous cap tipis yang mengandung sedikit

kolagen dan sel otot polos serta aktivitas dan jumlah sel makrofag,

limfosit T dan sel mast yang meningkat. Trombosis akut yang

terjadi pada plak yang mengalami ruptur memegang peran penting

dalam kejadian acute coronary syndrome. Setelah plak mengalami

ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi

dan aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan

trombus (Ismail, 2001., Therax, et al., 1998).

Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau

suboklusi pembuluh koroner dengan manifestasi klinis angina


13

pektoris tidak stabil atau sindroma koroner lainnya. Bukti

angiografi menunjukkan pembentukan trombus koroner pada >

90% pasien STEMI, dan sekitar 35-75% pada pasien UAP dan

NSTEMI (Antman, et al., 2004).

Pada UAP terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis

yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien.

Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang

berlangsung antara 10-20 menit. Pada NSTEMI kerusakan plak

lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten

dan berlangsung lebih dari 1 jam. Pada sekitar 25% pasien

NSTEMI terjadi oklusi trombus yang berlangsung > 1 jam, tetapi

distal dari penyumbatan terjadi kolateral. Pada STEMI disrupsi

plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan

terbentuknya trombus yang menetap yang menyebabkan perfusi

miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung > 1 jam dan

menyebabkan nekrosis miokard transmural (Ismail, 2001).

Lipid core mengandung bahan-bahan yang bersifat sangat

trombogenik karena mengandung banyak tissue factor yang

diproduksi oleh makrofag. Tissue factor adalah suatu protein

prokoagulan yang akan mengaktifkan kaskade pembekuan

ekstrinsik sehingga paling kuat sifat trombogeniknya. Faktor

jaringan akan membentuk komplek dengan faktor Va dan akan


14

mengaktifkan faktor IX dan faktor X yang selanjutnya terjadi mata

rantai pembentukan trombus. (Rauch et al, 2001).

Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan

pada patogenesis acute coronary syndrome. Ini terjadi sebagai

respon terhadap disrupsi plak khususnya trombus yang kaya

platelet dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus

vaskuler dengan melepaskan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida

(NO) yang dikenal dengan Endothelium Derived Relaxing Factor

(EDRF), prostasiklin dan faktor kontraksi seperti endothelin-1,

thromboxan A2, prostaglandin H2. Trombus kaya platelet yang

mengalami disrupsi, terjadi platelet dependent vasoconstriction

yang diperantarai serotonin dan thromboksan A2 sehingga

menginduksi vasokonstriksi pada daerah ruptur plak atau

mikrosirkulasi (Therax, et al., 1998).

d. Diagnosis Acute Coronary Syndrome


Diagnosis adanya suatu ACS harus ditegakkan secara cepat

dan tepat dan didasarkan pada tiga criteria, yaitu: gejala klinis

nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elekrokardiogram), dan

evaluasi biokimia dari enzim jantung. Kriteria World Health

Organization (WHO) diagnosis acute myocardial infarction dapat

ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus

dipenuhi, yaitu (1) Riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang

berkepanjangan (lebih dari 30 menit), (2) Perubahan EKG, berupa


15

gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelaombang Q

patologis, (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit kali 1,5

kali nilai batas atas normal), terutama CKMB dan troponin T/I

mulai meningkat pada 3 jam dari permulaan sakit dada IMA dan

menetap 7-10 hari setelah IMA. Troponin T/I mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel

miokard dan prognosis. (Nawawi, et al., 2005).

1) Riwayat atau Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala radikal pasien

ACS. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina

dan mampu membedakan nyeri dada angina dan mampu

membedakan nyeri dada lainnya kerena gejala ini merupakan

petanda awal dalam pengelolaan pasien ACS. (Depkes, 2006).

Sifat nyeri pengelolaan pasien ACS (Atman, et al, 2007):

- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih

benda benda berat, seperti ditusuk-tusuk, rasa diperas, dan

dipelintir.

- Penjalaran : ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,

punggung/interkapula, dan dapat juga ke lengan kanan.

- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.


16

- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan

sesudah makan.

- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat

dingin, dan lemas.

- Hati-hati pada pasien diabetes melitus, kerap pasien tidak

mengeluh nyeri dada akibat neuropati diabetik.

2) Elektrokardiografi

Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA

dengan ditemukannya elevasi segmen ST dan adanya gelombang

Q. Namun demikian, elevasi segmen ST dapat juga ditemukan di

perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan aneurisma

ventrikel kiri. EKG merupakan langkah diagnosis awal yang

membedakan kedua kelompok acute coronary sindrom yang

mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi elevasi segmen

ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi untuk

reperfusi segera. (Thygesen, et al, 2007).

Pedoman American College of Cardiology / American

Heart Association (ACC/AHA) menggunakan terminologi infark

miokard dengan peningkatan segmen ST dan tanpa peningkatan

segmen ST, menggantikan terminologi infark miokard gelombang

Q yang kurang bermanfaat dalam perencanaan pelaksanaan segera.

(Bertrand, et al, 2002).


17

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan

prognosis.Rekaman yang di lakukan saat sedang nyeri dada sangat

bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah: (Majid, 2007).

- STEMI ST elevasi 2mm minimal pada 2 sandapan

prekardial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan

ekstremitas, LBBB baru atau diduga baru: ada evolusi EKG.

- NSTEMI Normal, ST depresi 0,05 mV, T inverted simetris:

ada evolusi EKG

- UAP Normal atau transient.

3) Penanda Biokimia Jantung

Kerusakan miokardium dikenali keberadaannya antara lain

dengan menggunakan tes enzim jantung, seperti: creatinine-kinase

(CK), creatinine kinase MB (CKMB) dan laktat dehidrogenase

(LDH). Kadar serum CK dan CKMB merupakan indikator penting

dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda

tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat

awal (< 6 jam) setelah onset serangan. Resiko yang lebih buruk

pada pasien tanpa elevasi segmen ST lebih besar pada pasien

dengan peningkatan nilai CKMB. Peningkatan kadar CKMB

sangat berkaitan erat dengan kematian pasien dengan ACS tanpa

elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan peningkatan

kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal


18

CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan

adanya resiko terjadinya perubahan penderita. Troponin khusus

jantung merupakan petanda biokimia primer untuk ACS. Sudah

diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam dan harus

diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. (Anderson, 2007).

2. Asam Urat
a. Definisi

Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang

dihasilkan dari metabolisme/pemecahan purin. Asam urat

sebenarnya merupakan antioksidan dari manusia dan hewan, tetapi

bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami

pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai

peran sebagai antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam

darah, namun bila kadarnya berlebih asam urat akan berperan

sebagai prooksidan (francis, 2000).

Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan

darah dan urin. Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan

kadar asam urat dalam darah. Batasan hiperurisemia untuk pria dan

wanita tidak sama. Seorang pria dikatakan menderita hiperurisemia

bila kadar asam urat serumnya lebih dari 7,0 mg/dl. Sedangkan

hiperurisemia pada wanita terjadi bila kadar asam urat serum di

atas 6,0 mg/dl (Berry, et al, 2004).


19

b. Struktur dan Sifat Kimia

Asam urat merupakan asam lemah dengan pKa 5,8. Asam

urat cenderung berada di cairan plasma ekstraselular. Sehingga

membentuk ion urat pada pH 7,4, ion urat mudah disaring dari

plasma. Kadar urat di darah tergantung usia dan jenis kelamin.

Kadar asam urat akan meningkat dengan bertambahnya usia

dangangguan fungsi ginjal (Francis, 2000).

c. Metabolisme Asam Urat

Purin berasal dari metabolisme makanan dan asam nukleat

endogen, dan terdegradasi menjadi asam urat pada manusia,

melalui kerja dari enzim xanthine oxidase. Asam urat adalah asam

lemah dengan pH 5,8 di distribusikan ke seluruh kompartemen

cairan ekstra selular sebagai natrium urat dan dibersihkan dari

Plasma melalui filtrasi glomerulus. Sekitar 90% dari asam urat

direabsorpsi dari tubulus ginjal proksimal sedangkan sekresi aktif

dalam tubulus distal melalui mekanisme ATP-ase yang

berkontribusi terhadap clearence secara keseluruhan (Waring, et

al., 2000).

Konsentrasi asam urat serum pada populasi memiliki

distribusi normal, dengan kisaran antara 120-420 umol/l. Untuk

individu, konsentrasi urat ditentukan oleh kombinasi dari tingkat

metabolisme purin (baik eksogen dan endogen) dan efisiensi


20

clearence ginjal. Metabolisme purin ini dipengaruhi oleh diet dan

faktor genetik yang mengatur pergantian sel (Steele, 1999).

Asam urat bersifat larut dalam media cair dan paparan

terus-menerus terhadap kadar serum yang tinggi merupakan

predisposisi deposisi kristal urat dalam jaringan lunak (Emmerson,

1996).

d. Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia)

Beberapa hal di bawah ini menyebabkan peningkatan kadar

asam urat dalam tubuh :

1) Nutrisi.

Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang

menyusun asam nukleat atau asam inti dari sel dan termasuk

dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.

Makanan dengan kadar purin tinggi (150 180 mg/100 gram)

antara lain jeroan, daging baik daging sapi, babi, kambing atau

makanan dari hasil laut (sea food), kacang-kacangan, bayam,

jamur, kembang kol, sarden, kerang, minuman beralkohol

(Stefanus, 2016).

2) Ekskresi asam urat berkurang karena fungsi ginjal terganggu

misalnya kegagalan fungsi glomerulus atau adanya obstruksi

sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Kondisi ini

disebut hiperurisemia, dan dapat membentuk kristal asam


21

urat/batu ginjal yang akan membentuk sumbatan pada ureter

(Mandell, 2008).

3) Penyakit tertentu seperti gout, Lesch-Nyhan syndrome,

endogenous nucleic acid metabolism, kanker, kadar abnormal

eritrosit dalam darah karena destruksi sel darah merah,

polisitemia, anemia pernisiosa, leukemia, gangguan genetik

metabolisme purin, gangguan metabolik asam urat bawaan

(peningkatan sintesis asam urat endogen), alkoholisme yang

meningkatkan laktikasidemia, hipertrigliseridemia, gangguan

pada fungsi ginjal dan obesitas, asidosis ketotik, asidosis laktat,

ketoasidosis, laktosidosis, dan psoriasis (Murray, et al.,.2006).

e. Hubungan Asam Urat dengan Acute Coronary Syndrome

Adenosin disintesis dan dirilis oleh miosit jantung dan

pembuluh darah, dan berikatan dengan reseptor adenosin tertentu

menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi

arteriol. Adenosin memberikan kontribusi kecil untuk tonus

pembuluh darah yang normal, karena antagonis kompetitif pada

reseptor adenosin oleh methylxanthine seperti teofilin, mengurangi

respon aliran darah ke tempat iskemia pada pembuluh darah

(Costa, et al., 1999).

Kondisi iskemia pada jantung dan visceral menyebabkan

peningkatan pembentukan adenosin, yang dapat berfungsi sebagai

mekanisme pengaturan penting untuk memulihkan aliran darah dan


22

membatasi daerah iskemia tersebut. Adenosine disintesis secara

lokal oleh otot polos pembuluh darah dalam jaringan jantung dan

terdegradasi secara cepat oleh endothelium menjadi asam urat,

yang mengalami aliran keluar secara cepat ke lumen pembuluh

darah oleh karena pH intra seluler yang rendah dan potensial

membran yang negatif (Fredholm, et al., 1986).

Aktivitas xanthine oxidase dan sintesis asam urat

meningkat secara in vivo pada kondisi iskemik dan oleh karena itu

peningkatan asam urat serum dapat bertindak sebagai penanda

iskemia jaringan (Castelli, et al., 1995).

Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan asam

urat dengan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan

disfungsi endotel, meningkatkan proses klasifikasi plak

intrakoroner, meningkatkan terjadinya proses aterosklerosis

melalui oksidasi sel adiposit, dan menyebabkan gagal jantung

melalui hipertrofi otot ventrikel (Krishnan, et al., 2008).

Hiperurisemia mencetuskan untuk terjadinya plak intra

koroner melalui peningkatan aktivitas inflamasi mencetuskan

kondisi protrombotik. Hiperurisemia ditemukan pada penderita

infark miokard akut dan menjadi acuan sebagai prognosa penderita

yang mengalami infark miokard akut (Kojima et al, 2005).


23

Tingkat serum asam urat yang tinggi mempromosikan

oksidasi LDL-C dan peroksidasi lipid. Hal ini juga meningkatkan

pembentukan radikal oksigen di dalam reaksi peradangan. Selain

itu, tingginya tingkat serum asam urat juga meningkatkan agregasi

platelet dan pembentukan kristal asam urat. Pengendapan asam

urat pada dinding arteri bisa merusak tunika intima arteri,

mempromosikan trombosis koroner (Chen, et al., 2012).


24

B. Kerangka Teori
Faktor Risiko

Fungsi ekskresi Konsumsi makanan Penyakit yang


ginjal terganggu tinggi purin menyebabkan kadar
asam urat tinggi

Hiperurisemia
Oksidasi LDL-C Kristal asam urat

Agregasi platelet Peroksidasi lipid


Radikal oksigen
dalam reaksi
peradangan

Merusak tunika
intima arteri

Atherosklerosis

Iskemik Jaringan
UAP

Acute coronary STEMI


sindrome

N-STEMI
C. Kerangka Konsep

merokok, hipertensi, hiperlipidemia,


Hiperurisemia
diabetes mellitus, stress, diet tinggi
lemak, kurangnya aktivitas fisik

Acute coronary
sindrome

D. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis pada penelitian ini

adalalah :

H0: Tidak terdapat hubungan antara kadar asam urat serum

terhadap kejadian Acute Coronary Syndrome (ACS).

H1: Terdapat hubungan antara kadar asam urat serum

terhadap kejadian Acute Coronary Syndrome (ACS).

25
26

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini menggunakan penelitian analitik

observasional dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah

jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data

variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat dan tidak

ada tindak lanjut (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan

dalam suatu penelitian, yang mempunyai karakteristik tertentu sesuai

dengan tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2014).

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah pasien

acute coronary syndrome di RS PKU Muhammadiyah 1 Yogyakarta

dan di RSUD Kota Yogyakarta.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan, maka penentuan sampel

yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu yang


27

ditetapkan, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya

sampel tersebut digunakan (Hidayat, 2007). Pada penelitian ini sampel

yang digunakan adalah pasien acute coronary syndrome di RS PKU

Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan di RSUD Kota Yogyakarta yang

termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan jenis

peneliatian analisa korelatif, maka menurut dahlan, rumus besar

sampel yang digunakan adalah:

2
( + )
=[ ] +3
1+
0,5 1

2
(1,64 + 1,28)
=[ ] +3
1 + 0,374
0,5 1 0,374

2
(2,92)
=[ ] +3
1,374
0,5 0,626

2,92 2
=[ ] +3
0,39

= [7,4]2 + 3

= 56 + 3

= 59

Keterangan :

N = Jumlah sampel

Z = Derivat baku (kesalahan 5% = 1,64)


28

Z = Derivat baku (kesalahan 15% = 1,28)

r = Korelasi

Jadi, besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah 59 sampel.

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang sudah terdiagnosis acute coronary syndrome di

RS PKU 1 Muhammadiyah Yogyakarta dan di RSUD Kota

Yogyakarta.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien dengan penyakit gout.

2) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

3) Pasien dengan kanker

4) Pasien dengan leukemia

5) Pasien dengan polisitemia

6) Pasien alkoholisme yang meningkatkan laktikasidemia,

hipertrigliseridemia, obesitas, asidosis ketotik, asidosis laktat,

ketoasidosis, laktosidosis, dan psoriasis

c. Cara Pengambilan Sampel

Sampel diambil dari data rekam medis pasien yang sudah

terdiagnosis acute coronary syndrome oleh dokter di RS PKU 1

Muhammadiyah Yogyakarta dan di RSUD Kota Yogyakarta yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.


29

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

RS PKU 1 Muhammadiyah Yogyakarta dan di RSUD Kota

Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2016 April 2017.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu kadar asam urat.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu pasien acute coronary syndrome (UAP,

NSTEMI, STEMI).

E. Definisi Operasional

1. Kadar asam urat

Kadar asam urat merupakan hasil pengukuran kadar asam urat

serum terbaru yang sudah tertulis di hasil laboratorium rekam medis

pasien acute coronary sindrome di RS PKU 1 Muhammadiyah

Yogyakarta dan di RSUD Kota Yogyakarta. Seorang pria dikatakan

menderita hiperurisemia bila kadar asam urat serumnya lebih dari

7,0 mg/dl. Sedangkan hiperurisemia pada wanita terjadi bila kadar

asam urat serum di atas 6,0 mg/dl. Pada penelitian ini kadar asam

urat dibagi menjadi tinggi, sedang, rendah.


30

2. Acute coronary syndrome

Acute coronary syndrome adalah pasien yang sudah

terdiagnosa oleh dokter bahwa pasien tersebut menderita acute

coronary syndrome di RS PKU 1 Muhammadiyah Yogyakarta dan di

RSUD Kota Yogyakarta. Acute coronary syndrome pada penelitian

ini dibagi menjadi unstable angina pectoris (UAP), non-ST elevation

myocardial infarction (N-STEMI) serta ST elevation myocardial

infarction (STEMI).

F. Instrumen Penelitian

Rekam medis pasien acute coronary syndrome di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dan di RSUD Kota Yogyakarta.

G. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian mencakup kegiatan perumusan

masalah, penyusunan proposal, penyusunan instrumen penelitian,

pengurusan ethical clearance untuk melaksanakan penelitian.

2. Tahap Penelitian

Penelitian ini dimulai dari mencari calon responden yang

sesuai dengan kriteria inklusi pada data rekam medis pasien acute

coronary syndrome di PKU 1 Muhammadiyah Yogyakarta dan di

RSUD Kota Yogyakarta, dilanjutkan dengan memastikan bahwa

data rekam medis yang didapat tidak termasuk dalam kriteria

eksklusi.
31

3. Tahap Analis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan

program pengolah data SPSS v.16.

H. Analisis Data

Pengolahan data penelitian dilakukan menggunakan program

SPSS for Windows. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

setiap variabel yang di teliti.

2. Uji Bivariat

Pengujian penelitian ini menggunakan uji korelasi gamma karena

variabel yang digunakan yakni asam urat berupa variabel kategorik dan

variabel acute coronary syndrome juga berupa kategorik. Uji ini juga bisa

untuk menguji kuatnya hubungan antar masing masing kategori variabel.

I. Etika Penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat (2007) terdapat 5 macam, antara

lain; informed consent, anonimity, confidentiality, do not harm, dan fair

treatment.

1. Informed consent, yaitu peneliti memberikan lembar permohonan

menjadi responden dan persetujuan menjadi responden pada calon

responden.
32

2. Anonimity, maksudnya nama responden hanya diketahui oleh peneliti.

pada publikasi juga tidak dicantumkan nama responden melainkan

menggunakan kode angka.

3. Confidentiality, yaitu data atau informasi yang didapat selama penelitian

akan dijaga kerahasiaannya dan hanya peneliti yang dapat melihat data

tersebut.
33

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian tentang hubungan antara kadar asam urat

serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

di RS PKU 1 Muhammadiyah Yogyakarta dan di RSUD Kota Yogyakarta.

2. Gambaran Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai

dengan bulan April 2017. Pada penelitian ini di dapatkan subyek penelitian

sebanyak 75 orang yang di lihat dari rekam medis yang tersedia di RS PKU

1 Muhammadiyah Yogyakarta dan RSUD Kota Yogyakarta yang terdiri dari

53 orang subyek laki-laki dan 22 orang subyek perempuan. Pemilihan

subyek penelitian dilakukan dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi

yang sudah di tetapkan oleh peneliti pada penelitian ini.

3. Karakteristik Subyek
Penelitian ini melibatkan subyek penelitian sebanyak 93 orang

pasien yang memiliki data yang sesuai dengan penelitian ini. Subyek

penelitian ini dinyatakan masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi.


34

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik Subyek Berdasarkan Jenis


Kelamin

Karakteristik subyek Jumlah Persen

Laki-laki 53 70,7%

Perempuan 22 29,3%

Total 75 100%

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin

subyek adalah laki-laki sebanyak 53 subyek (70,9%) sedangkan pada

subyek berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 subyek (29,3%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik subyek berdasarkan


kadar asam urat

Asam urat Jumlah Persen

Normal 66 88%

Tidak normal 9 12%

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa subyek yang memiliki

kadar asam urat normal sebanyak 66 subyek (88%), sedangkan subyek

yang memiliki kadar asam urat tidak normal sebanyak 9 subyek (12%).

Table 3. Distribusi karakteristik subyek berdasarkan spektrum ACS

Spektrum ACS Jumlah Persen

NSTEMI 25 33,3%

UAP 25 33,3%

STEMI 25 33,3%
35

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa subyek yang

terdiagnosis acute coronary syndrome (ACS) dengan spektrum NSTEMI

25 subyek (33,3%), UAP 25 subyek (33,3%), STEMI 25 subyek (33,3%).

4. Hasil Penelitian

Data yang didapatkan dari hasil penelitian kemudian dilakukan

pengolahan menggunakan program SPSS 16.0 dan didapatkan hasil

sebagai berikut:

Tabel 9 di atas menunjukkan hasil dari uji normalitas dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas menggunakan

Kolmogorov-Smirnov ini digunakan karena sampel pada penelitian ini

jumlahnya >50. Dari uji normalitas tersebut didapatkan nilai P pada asam

urat 0,104 atau p > 0,05 yang berarti bahwa distribusi asam urat normal,

pada kreatinin didapatkan nilai P 0,005 atau p < 0,05 yang berarti bahwa

distribusi kreatinin tidak normal. Karena data yang diuji distribusi datanya

ada yang normal dan tidak normal maka kesimpulan dari uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov berarti tidak normal, maka dari itu untuk analisis uji

korelasinya menggunakan uji hipotesis Spearman Test,


36

Tabel 10. Uji Hipotesis Spearman Test

Dari analisis korelasi kadar asam urat dan kreatinin serum pada

penderita diabetes melitus tipe 2, didapatkan nilai P sebesar 0,043. Karena

nilai P tersebut < 0,05 maka hipotesis H1 diterima, yang berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada

pasien diabetes melitus tipe 2. Diperoleh juga hasil kekuatan korelasi

Spearman Test sebesar 0,211. Angka ini menunjukkan arah korelasi positif

atau arah korelasinya searah, yang berarti semakin besar nilai kadar asam

urat maka semakin besar pula nilai kreatinin pada uji analisis ini atau

sebaliknya.

B. Pembahasan

Pada tabel 7 didapatkan nilai p sebesar 0,887 yang berarti tidak

terdapat hubungan antara asam urat dan jenis kelamin pada pasien diabetes

melitus. Hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian XXXXX, pada

penelitian XXXX didapatkan terdapat hubungan asam urat dengan jenis

kelamin pada pasien diabetes melitus. Terdapatnya hubungan jenis

kelamin dengan asam urat pada diabetes melitus bisa di pengaruhi faktor

lain juga, misalnya usia. Jenis kelamin laki laki biasanya memiliki asam

u
Asam Urat Kreatinin
r Asam Urat Correlation Coefficient 1,000 0,211*
Sig. (2-tailed) . 0,043
a N 93 93
Kreatinin Correlation Coefficient 0,211* 1,000
t Sig. (2-tailed) 0.043 .
N 93 93
37

bla bla bla, sedangkan perempuan bla bla bla.

Pada tabel 8 di dapatkan nilai p sebesar 0,010 yang berarti terdapat

hubungan antara kreatinin dan jenis kelamin pada penderita diabetes

melitus. Hal tersebut sesuai dengan penilitian XXXX yang menegaskan

terdapat hubungan kreatinin dan jenis kelamin. Pada tabel 8 bisa dilihat

bahwa kreatinin tidak normal di dapatkan banyak pada jenis kelamin

perempuan, hal tersebut di karenakan bla bla bla.

Pada tabel 10 di dapatkan nilai p sebesar 0,043 yang berarti

terdapat hubungan antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien

dabetes melitus tipe 2, hal tersebut sesusai dengan penelitian pada

KEASLIAN PENELITIAN. Pada penelitia SI XXXX di dapatkan nilai

korelasi < 0,001 dan nilai r 0,2xx, tidak berbeda jauh dengan kekuatan

korelasi pada penelitian ini. Selain itu ada penelitian lain dari

LOSARTAN yang pada penelitian tersebut subjek di beri perlakuan

pemberian obat losartan dan placebo, hasil menunjukkan bahwa pemberian

terapi losartan pada pasien diabetes melitu untuk menurunkan asam urat

memiliki hubungan juga dengan kreatinin sebesar xxxx. Asam urat

mempengaruhi pada pasien diabetes melitus bisa di karenakan adanya

reaksi enzim xanthin oksidase yang dapat membuat resistensi insulin.

Selain itu penandaan kreatinin yang tinggi dalam tubuh dapat memberi

peringatan bahwa ada yang bermaslah pada ginjal pasien.


38

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hasil analisis statistik

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar

asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2. Semakin

besar nilai kadar asam urat pada penderita diabetes melitus tipe 2 akan

menyebabkan kadar kreatinin serum pada penderita diabetes melitus tipe 2

semakin tinggi pula.

B. Saran

1. Saran untuk masyarakat

Untuk masyarakat disarankan agar selalu menjaga pola hidup sehat

seperti mengontrol asupan makanan yang dapat menyebabkan peningkatan

kadar asam urat dan kreatinin, serta selalu mengontrol gula darahnya agar

tidak melebihi dari normal dan selalu menjaga berat badan tubuh agar

tidak berlebih, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi

pada penderita diabetes melitus tipe 2.

2. Saran untuk tenaga kesehatan di layanan primer

Untuk tenaga kesehatan di layanan primer agar dapat terus

melakukan kegiatan promotif dan preventif untuk penderita diabetes

melitus tipe 2, bisa berupa edukasi atau penyuluhan agar informasi tentang

mengontrol gula darah dalam batas normal cukup sampai di masyarakat.

3. Saran untuk peneliti selanjutnya


39

a. Untuk menghindari terjadinya bias disarankan untuk penelitian

selanjutnya untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti

konsumsi makanan yang mengandung purin, konsumsi obat-obatan,

alkohol dan riwayat penyakit lainnya.

b. Perlu diadakan studi pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui

ketersediaan sampel di rumah sakit atau di tempat penelitian yang akan

dilakukan.

c. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asam

urat dan kreatinin serum pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

menyertakan lama sakit pasien diabetes melitus tipe 2.


40
41

DAFTAR PUSTAKA

Achar S, Kundu S, Norcross W. (2005). Diagnosis of acute coronary


syndrome.Am Fam Physician 72:119-26.
Anker SD, Leyva F, Poole-Wilson PA, Kox WJ, Stevenson JC, Coats AJ.
Relation between serum uric acid and lower limb blood flow in patients with
chronic heart failure. Heart.1997;78(1):39-43.

Alwi, Idrus. (2009). Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Jakarta Pusat:
InternaPublishing.

Anderson, Jeffrey L. ACC/AHA 2007 Guidelines for The Management of Patients


With Unstable Angina/Non-ST Elevation Myocardial Infarction. A Report
of The American College of Cardiology/ American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. In: Circulation. 2007.p.148-205

Antman E, Anbe D, Armstrong P, et al. (2004). ACC/AHA guidelines for


themanagement of patients with ST elevation myocardial infartion. A report
of the American College of cardiology/ American Heart Assosiation task
force inpractice guidelines). Am Coll Cardiol J 44 (suppl I) :1-212

Atman, E.M., Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In:


Kasper, Dennis L, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th
edition. USA: McGraw-Hill Companies. 2007. Hal. 1449-55

Berne, M. (1980), The role of adenosine in the regulation of coronary blood


flow, Circulation Research, Vol.47,807-813.

Berry CE and JM Hare. (2004). Xanthine Oxidoreductase and Cardiovascular


Disease: Molecular Mechanism and Pathophysiological Implications. Am
JPhysiol, pp: 589-606.

Bertrand ME Simoons ML Fox KAA Wallentin LC et al. Management Of Acute


Coronary Syndrome In Patiens Presenting Without Persistent StSegmen
Elevation. European Heart Journal 2002; 23: 1406 1432, 1809-1840.

Castelli, P; Condemi, AM; Brambillasca, C; Fundaro,P; Botta, M; Lemma, M;


Vanelli, P; Santoli,C; Gatti, S and Riva, E (1995), Improvement of cardiac
function by allupurinol in patients undergoing cardiac surgery, Journal of
Cardiovascular Pharmacology, Vol. 25, 119-125.
42

Costa, F; Sulur, P; Angel, M; Cavalcate, J; Haile, V; Christman, B and Biaggioni,


I (1999), Intravascular source of adenosine during forearm ischemia in
humans implivations for reactive hyperemia, Hypertension, Vol. 33, 1453-
1457.

Departmen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung


Koroner : Fokus Acute coronary sindrom. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. (2006). Hal 1-101

Departemen Kesehatan RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007.

Diaz MN, Frei B, Vita JA, Keaney JF. (1997). Antioxidants and atherosclerosis
heart disease. N Engl J Med ;337(6):408-416.

Emmerson, BT (1996), The management of Gout, New England Journal of


Medicine, Vol. 334,445-451.

Feig DI, Duk HK, JohnsonRJ. (2008). Uric Acid and Cardiovascular Risk.
NEJM;359:1811-21.

Francis H. McCrudden, (2000). Uric Acid. Penterjemah Suseno Akbar, Salemba


Medika: Yogyakarta

Fredholm,BB andSollevi, A (1986), Cardiovascular effects of adenosine ,


Metabolism, Vol. 30,616-634.

Gertler MM, Garn SM, Levine SA. (1951). Serum uric acid in relation to age and
physique in health and in coronary heart disease. Ann Intern Med.;34:1421-
1431.

Hamm W, Heeschen C, Falk E, Fox K. (2004). Acute coronary syndrome :


Pathophysiology, Diagnosis and risk stratification.Elsevier, p.333-367.

Hansson GK. (2005). Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery


Disease.N Engl J Med; 352 (16): 1685-95.

Hidayat, A., Aziz, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa
Data. Penerbit: Salemba Medika.

Ismail D. (2001). Patofisiologi Sindroma Koroner Akut. Dalam : Bawazier LA,


Alwi I,Syam AF dkk. Editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik
Penyakit.Kardiovaskuler. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
IlmuPenyakit Dalam FK UI ; 2001.hal.22
43

Kim SY, Guevara JP, Kim KM, Choi HK, Heitjan DF, Albert DA. (2010).
Hyperuricemia and coronary heart disease: a systematic review and meta-
analysis. Arthritis CareRes.;62(2):170-180. doi:10.1002/acr.20065.

Kojima S, Sakamoto T, Ishihara M, et al. (2005). Prognostic usefulness of serum


uric acid after acute myocardial infarction (Japanese Acute coronary
Syndrome Study). Am J Cardiol;96:489-95.

Krishnan E, Svendson K, Neaton JD, Grandits G, Kuller LH. (2008). Long-term


Cardiovascular Mortality Among Middle-aged Men with Gout. Arch Intern
Med.;168(10):1104-10.

Levine G, Eric R, James C et al. (2011). ACCF/AHA/SCAI Guideline for


Percutaneous Coronary Intervention : A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines and the Society for Cardiovascular Angiography and
Interventions. Circulation.124:1-82.

Li Chen, Xian-lin Li, Qiao W, Ying Z, Qin Y-L, Wang Y, Zeng Y-J, Ke Y-n.
(2012). Serum uric acid in patients with acute ST-elevation myocardial
infarction. Word J Emerg Med, Vol 3, No 1.

Madjid, Abdul. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Penceghan, dan


Pengobatan Terkini. Medan:Universitas Sumatra Utara. 2007.Hal 1-10.

Mandell, Brian F. (2008). Cleveland Clinic Journal of Medicine: Clinical


manifestations of hyperuricemia and gout. Department of Rheumatic and
Immunologic Diseases, Center for Vasculitis Care and Research, Cleveland
Clinic: Cleveland, OH

McCaig LF, Burt CW. (2001). National Hospital Ambulatory Medical Care
Survey: 1999 emergency department summary. Adv.Data 320, 134.

Murray Robert K, Granner Daryl K, Rodwell Victir W. (2006). Harper's:


Illustrated Biochemistry. 27 Edition. McGraw Hill, Lange : Boston,
Burrridge, Il dubuque, La madison, WL, New York, San Francisco, St.
Louis, Bangkok, Bogota, Caracas, Kuala Lumpur, Lisbon, London,
Madrid,Mexico City, Milan, Montreal, New Delhi, Santiago, Seoul,
Singapore,Sydney, Taipei, Toronto.

Nawawi RA., Fitriani, dkk. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita Acute coronary
sindrom (ACS). 2005. Hal 123-4.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


44

Nursalam. (2013). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Packard R.R.S, Libby P. (2008).Inflammation in atherosclerosis: from vascular


biology to biomarker discovery and risk prediction.Clinical Chemistry 54:
24-38.

Rauch U, Osende JI, Fuster V, et al. (2001). Thrombus Formation on


Atherosclerotic Plaques:Pathogenesis and Clinical Consequences. Ann
Intern Med134 : 224-38.

Sastroasmoro, S., (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:


Sagung Seto, pp.99-100.

Spahic, E., Hasic, S., Kiseljakovic, E., Resic, H., Kulic, M., Positive correlation
between uric acid and C-reactive protein serum level in healthy individuals
and patients with acute coronary syndrome.

Steele, TH (1999), :Hyperuricemic nephropathies, Nephrology, Vol.81,45-49.

Stefanus, E.I, Arthritiss Gout, In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 2006: 1218 20.

Ter Arkh .(2011). Clinical implicationof endothelial dysfunction in patients with


essential arterial Hypertension and urate dysbolism with renal damage.
;83(10):36-40. [Article in Russian]

Therax P, Foster V. (1998). Acute Coronary Syndrome: Unstable Angina and non
QWave Myocard Infarction. Circulation 97: 1195-1206.

Thygesen K., Alpert JS., White HD. Universal Definition of Myocardial


Infarction on Behalf of The Joint ESC/ACCF/AHA/WHF Task Force for The
Redefinition of Myocardial Infarction. In Circulation. 2007;116. P.2634-44.

Waring, WS; Webb, DJ and Maxwell, SRJ (2000), Uric acid as a risk factor for

cardiovascular disease, Qutar Journal of Medicine, Vol. 93, 707-713.

World Health Organization. Deaths from Coronary Heart Disease. (2013).


Available from http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/
fs310/en/index.html.

Wright RS, Cynthia DA, Jeffrey LA et al. (2011). ACCF/AHA Focused Update of
the Guidelines for the Management of Patients With Unstable
45

Angina/Non_ST-Elevation Myocardial Infarction (Updating the 2007


Guideline).J. Am. Coll. Cardiol.57;1920-1959.

Zafar, M., et al. (2014). Association of hyperuricemia with acute coronary


syndrome.

Anda mungkin juga menyukai