Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU

ORGANISASI

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH :
Ahmad Gamal Satria
Yulian Miftakhul Rizal
Nandityo Rizky Yuono
M. Darwisy Sangaji

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya suatu organisasi tentu didasarkan untuk pencapaian terhadap suatu tujuan
tertentu. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu organisasi dapat dinilai dari
kemampuannya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuan ditentukan oleh kinerja organisasi. Kinerja organisasi
sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal organisasi. Perilaku organisasi
hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat
perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Kerangka dasar bidang
pengetahuan ini harus didukung paling sedikit dua komponen, yakni individu-individu yang
berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku individu-individu tersebut.
Ciri peradaban manusia yang bermasyarakat senantiasa ditandai dengan keterlibatannya
dalam suatu organisasi tertentu. Itu berarti bahwa manusia tidak bisa melepaskan dirinya
untuk tidak terlibat pada kegiatan-kegiatan berorganisasi. Pendekatan perilaku dalam
organisasi mempertaruhkan bahwa manusia dalam organisasi adalah suatu unsur yang
kompleks, dan karena adanya suatu kebutuhan pemahaman teori yang didukung oleh riset
yang empiris sangat diperlukan sebelum diterapkan dalam mengelola manusia itu sendiri
secara efektif. Untuk memahami aspek-aspek manusia sebagai suatu dimensi dalam
organisasi maka diperlukan pendekatan ilmu perilaku organisasi. Dalam sebuah organisasi
juga terdapat budaya organisasi. Sebagaimana budaya-budaya suku memiliki pantangan
yang mengatur bagaimana masing-masing anggota suku bertindak terhadap sesama
anggota suku dan terhadap orang dari luar suku, maka suatu organisasi juga memiliki
budaya yang mengatur bagaimana anggota-anggotanya berperilaku. Pengaruh kebudayaan
terhadap perilaku organisasi tentu amat signifikan.

Tentu sudah kita ketahui bahwa bangsa-bangsa di dunia mempunyai budaya


mereka sendiri sebagai suatu identitas yang membedakan bangsa mereka dengan bangsa-
bangsa lain. Demikian pula setiap organisasi dapat mempunyai budaya sendiri yang
berbeda dengan organisasi lainnya. Pada hakikatnya yang dimaksud dengan budaya
organisasi adalah budaya yang menjadi acuan didalam organisasi. Masyarakat terdiri dari
manusia dan budayanya. Para ahli antropologi sering kali menggunakan istilah
sosiokultural. Mereka berpendapat bahwa budaya suatu bangsa dipelajari, diyakini
bersama, dan bahwa budaya tersebut mendefinisikan batasan untuk berbagai kelompok
yang berbeda dan berbagai aspek budaya nasional, oleh karena itu, budaya nasional
merupakan suatu gabungan total dari keyakinan, ritual, peraturan, adat, artifak, dan
institusi yang menentukan ciri populasi tersebut. Nilai, norma, adat, dan ritual budaya tidak
muncul begitu saja, tetapi berkembang melalui evolusi dan dipengaruhi oleh politik,
agama, bahasa, dan aspek budaya yang lain. Individu dan kelompok dalam masyarakat
memainkan suatu peran dalam perjalanan yang ditempuh oleh budaya selama beberapa
waktu.

Budaya dan subbudaya suatu bangsa mempengaruhi bagaimana transaksi


organisasi dilakukan. Pengetahuan, rasa hormat, rasa fleksibilitas dalam mengikuti
perbedaan budaya nasional telah menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan oleh
manajer dalam rencana yang mereka buat. Belajar bekerjasama dalam sebuah dunia yang
dipengaruhi oleh perbedaan kebudayaan menuntut suatu manajemen organisasi untuk
memahami kebudayaan masyarakat serta berbagai karakteristik budaya dari para anggota
organisasi.

1.2 Tujuan
Dengan mempelajari paper ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang
pentingnya bagi suatu manajemen organisasi untuk mengembangkan realitas kebudayaan
masyarakat agar tetap relevan terhadap kehidupan di era saat ini dan tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi tersebut dapat tercapai.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat . Melville J.


Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,


yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan


yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

2.2 Pengertian Organisasi

Organisasi yang didirikan pada dasarnya ingin mencapai tujuan dan sasaran
yang telah disepakati bersama dengan lebih efisien dan efektif dengan tindakan yang
dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan
apabila para manjer dan anggotanya mengerti dan memahami dengan benar tentang
organisasi. Karena, organisasi tersebut dapat dipandang sebagai wadah, sebagai
proses, sebagai perilaku dan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Namun,
pendefinisian organisasi yang banyak dilakukan oleh para ahli sekurang-kurangnya
mempunyai unsur-unsur adanya manusia atau orang-orang yang bekerjasama, adanya
kerjasama itu sendiri, dan adanya tujuan organisasi yang telah disepakati.

Dessler (1985: 116) mengemukakan pendapatnya tentang organisasi sebagai


berikut: Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu
kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-masing
personal yang terlibat didalamnya diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab yang
dikoordinasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dimana tujuan organisasi tersebut
dirumuskan secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara
bersama-sama.

Sedangkan Dimock (1960: 129) mendefinisikan organisasi sebagai berikut:


Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a
inidied whole through which authority, coordination and control may be exerciseto
achive a given purpose. (Organisasi adalah perpaduan secara sistematika daripada
bagian-bagian yang saling ketergantungan berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan
yang bulat melalui kewenangan koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai
tujuan yang telah ditentukan).

Sementara itu Raymond E. Miles (1975 : 9) memberi batasan mengenai


organisasi sebagai berikut : an organization is nothing more than a collection of
people groups togethers arround a technology which is operated to transform inputs
from its environment into marketable goods or services. (organisasi tidak lebih
daripada sekelompok orang yang berkumpul bersama di sekitar suatu teknologi yang
dipergunakan untuk mengubah input-input dari lingkungan menjadi barang atau jasa-
jasa yang dapat dipasarkan)

Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok
sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan
sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara
rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-
parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk
mencapai tujuan organisasi.
BAB III
PEMBAHASAN

Proses Suatu Budaya dalam Mempengaruhi Perilaku Anggota Organisasi atau


Kelompok masyarakat

Untuk memahami bagaimanakah suatu budaya yang berlaku dapat mempengaruhi


perilaku individu, maka dapat digunakan pendekatan Teori Sistem Sosial , dimana sistem adalah
kesatuan dari struktur yang punya fungsi berbeda, satu sama lain saling bergantung, dan
bekerja ke arah tujuan yang sama. Dalam sosiologi, sekurang-kurangnya dikenal 3 paradigma
berbeda yang biasa digunakan dalam mendekati permasalahan sistem sosial ini, yaitu
Fungsional Struktural, Konflik Sosial, dan Interaksionisme Simbolik. Dari 3 paradigma tersebut,
pendekatan Fungsional Struktural lah yang dianggap paling relevan dalam menganalisis suatu
kebudayaan tertentu.

Substansi dari Penjelasan Struktural Fungsional diatas adalah bahwa apa yang menjadi
setiap nilai, moral, serta perangkat-perangkat sosial yang ada di masyarakat dapat
mempengaruhi Individu, atau dengan kata lain setiap sikap dan apa apa yang menjadi tindakan
Individu pasti karena pengaruh dari sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat sekitarnya.
Maka dari itu, kita tentu berusaha untuk memahami salah satu fenomena yang mungkin cukup
umum terjadi lingkungan masyarakat kita, kelompok sosial, organisasi organisasi, atau yang
selainnya, dimana setiap kelompok atau organisasi sosial manapun pasti memiliki identitas
tertentu, dimana identitas tersebut sedapat mungkin akan diimplementasikan didalam
menciptakan kultur atau budaya tertentu yang terlahir dari nilai-nilai tertentu yang dijunjung
tinggi oleh organisasi atau kelompok sosial tersebut.

Dan dimana dalam upaya menciptakan kultur-kultur tersebut maka disini kelompok
sosial atau organisasi tertentu pasti akan berupaya untuk menciptakan kultur tersebut, maka ia
akan melakukan pembangunan kultur atau budaya. Maka selanjutnya yang diciptakan adalah
bagaimana memenuhi ketentuan-ketentuan pembentukan budaya tersebut, mulai dari
melakukan sosialisasi-sosialisasi, pengondisian nilai-nilai, pembiasaan, penghargaan, serta
membentuk artefak artefak yang mendukung. Nilai-nilai tersebut yang menjadi nilai dasar
(value) suatu budaya yang hendak dibentuk. Dimana apabila nilai yang dibangun dari nilai
budaya tersebut bersifat positif, maka tentunya akan memberikan efek yang positif pula bagi
organisasi/ kelompok sosial tersebut serta efek positif bagi anggota anggota kelompok sosial
atau organisasi tersebut. Secara umum apabila kita perhatikan, maka tentu banyak kita melihat
bahwa suatu organisasi, kelompok, atau perusahaan manapun pasti berusaha hendak
membangun budaya budaya positif di organisasinya sehingga dapat memacu kinerja yang
positif bagi anggota organisasi atau karyawan nya, sehingga hal tersebut dapat memajukan
organisasi atau perusahaannya. Dimana kinerja karyawan atau anggota organisasi ini sangat
bergantung dari perilaku karyawan atau anggota organisasi tersebut, apabila motivasi yang
dimiliki setiap anggota atau karyawan adalah tinggi maka kinerja setiap karyawan atau anggota
pun tentu akan bergerak kearah yang positif (terdapat peningkatan kinerja) namun apabila
motivasi yang ada justru rendah, maka kinerja setiap anggota tentu juga akan rendah.
Maka untuk menjelaskan bagaimana dinamika dimana nilai suatu budaya dapat
mempengaruhi perilaku dan motivasi karyawan atau anggota suatu organisasi, maka terlebih
yang harus dirumuskan pertama kali adalah nilai dasar (value) dari budaya yang hendak
dibentuk. Beberapa nilai dasar yang tentunya dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku
karyawan antara lain adalah :

1. Kultur kerja keras.


2. Kultur penghargaan diri
3. Kultur disiplin.
4. Optimisme

Nilai-nilai diatas tentunya adalah nilai nilai yang mendorong kinerja ke arah yang positif,
dalam suatu perusahaan atau organisasi yang terdiri dari berbagai macam individu sebagai
motor penggerak organisasi didalamnya.dimana didalam organisasi atau perusahaan yang
berusaha untuk menghidupkan budaya tersebut pada seluruh individu atau karyawan
perusahaan, maka ada beberapa tahapan/ proses yang haruslah dilakukan antara lain :
1. Proses Sosialisasi
Proses sosialisasi adalah proses penyebaran nilainilai kultur yang ada di dalam
organisasi. Ada beberapa proses yang ada pada individu dalam proses sosialisasi kultur
di organisasi yakni proses imitasi, identifikasi, sugesti dan simpati
2. Proses Internalisasi Kultur/Budaya
Setelah nilainilai kultur organisasi tersosialisasikan pada seseorang maka proses
berikutnya adalah internalisasi kultur dalam diri individu. Proses internalisasi kultur
tersebut tidak lain adalah proses internalisasi nilai nilai ke dalam diri individu yakni
individu memiliki kesadaran bahwa kultur tersebut adalah benar dan suatau keharusan
yang dia laksanakan.
3. Proses Pembudayaan (Enkulturasi)
Proses pembudayaan adalah proses pelembagaan nilainilai kultur itu sendiri. Sehingga
nilainilai kultur sudah menjadi suatu norma dalam organisasi. Setiap anggota organisasi
berperilaku sesuai dengan norma tersebut. Maka dari sinilah nilainilai tersebut bisa
dikatakan telah membudaya.

Maka, setelah melalui ketiga tahapan itulah, dimana setiap anggota/ karyawan telah
mengenal, mendalami, dan membudayakan dalam dirinya sehingga menjadi sebuah norma
yang ia yakini, dan ia junjung tinggi, bahwa dirinya haruslah memiliki harga diri yang tinggi, mau
bekerja keras, serta berjiwa optimis , maka secara otomatis akan memacu motivasi yang tinggi
didalam kinerja seorang anggota atau karyawan tersebut. Karena dengan nilai nilai yang ia
junjung tinggi tersebut maka ia akan takut menjadi orang yang gagal, orang yang tidak
berprestasi, dan tidak memiliki arti apa apa didalam kelompoknya. Dan apabila kultur atau
budaya ini telah berhasil masuk dan terinternalisasi di semua anggota atau karyawan
perusahaan maka akan menjadi identitas bagi organisasi atau perusahaan tersebut, dan akan
sangat mudah mempengaruhi setiap individu didalamnya, dan bagi individu individu atau
anggota yang tidak siap terhadap kultur tersebut maka ia akan mengalami culture shocked
(kegoncangan budaya)didalam dirinya, dan apabila ia tak mampu untuk survive , maka tentu
lambat laun maka ia akan tersingkir dari kelompok sosial tersebut, tak terkecuali bagi anggota
atau karyawan2 perusahaan yang tidak siap dengan budaya didalamnya. Sehingga disini
sekaligus dapat menunjukkan dan membuktikan dari implementasi teori sebagaimana
diungkapkan oleh Herbert Spencer dan Emile Durkheim tentang Struktural Fungsional.
BAB IV

PENUTUP
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai