Fatmawati (E21116320)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Pendahuluan 3
Identifikasi masalah 4
Pembahasan 5
Daftar Pustaka 22
2
Latar Belakang
Pelayanan publik yang ideal adalah pelayanan publik yang responsif terhadap berbagai
kepentingan publik yang ada. Dengan sifat masyarakat yang dinamis, maka karakter pelayanan
publik juga harus senantiasa berubah mengiringi dinamika perkembangan masyarakat.
Hukum administrasi negara melindungi hak-hak asasi berkenaan dengan penggunaan
kekuasaan memerintah dan berkenaan dengan perilaku aparat dalam pemerintahan tersebut.
Dapat dipahami bahwa pelayanan publik yang berbasis good governance menunjukkan suatu
proses penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang demokrasi, efisien, dan pemerintahan
yang bebas dan bersih dari korupsi, kolusi, suap, dan gratifikasi.
Pelayanan publik menjadi indikator untuk menilai apakah suatu organisasi pemerintahan
sudah mencapai kondisi good governance atau belum. Masyarakat setiap waktu akan selalu
menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut seringkali
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena pelayanan publik yang terjadi selama ini masih
belum dapat memuaskan masyarakat. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih
diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani.
Pengelolaan dan pengembangan pelayanan publik dalam rangka pemenuhan masyarakat
menjadi satu tugas bagi setiap pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Kinerja pelayanan
publik yang ideal pada dasarnya harus mampu memberikan pelayanan yang cepat, murah,
mudah, berkeadilan, berkepastian hukum, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan, sesuai
dengan perkembangan dinamika masyarakat. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat masih menghadapi kinerja dan pengelolaan pelayanan publik yang masih jauh dari
optimal, antara lain disebabkan oleh sistem manajemen instansi pemerintahan yang belum
efisien, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), ketiadaan standar kualitas yang jelas
untuk menjadi pedoman bagi instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik, dan sebagainya.
Hal tersebut mengakibatkan pelayanan publik pada umumnya lebih banyak menjadi sasaran
kritik dan ketidakpuasan masyarakat penerima pelayanan yang sampai batas-batas.
3
Identifikasi Masalah
Pelayanan publik yang cepat, murah, mudah serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme sangat dibutuhkan saat ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, untuk itu dalam
makalah ini dijelaskan bagaimana peran hukum administrasi negara dalam melindungi hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelenggaraan pelayanan publik?
2. Bagaimana konsep perizininan terhadap pelayanan publik?
4
Pembahasan
A. Pelayanan publik
Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, karena pelayanan tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia. Dalam hubungan masyarakat dengan pemerintah,
masyarakat setiap waktu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari aparat pemerintah
(birokrat). Meskipun tuntutan itu seringkali tidak sesuai dangan apa yang diharapkan. Secara
faktual (empiris) pelayanan publik yang dilakukan oleh aparat pemerintah selama ini masih
menampilkan ciri-ciri yang berbelit-belit, lambat, mahal, serta melelahkan, kecenderungan
seperti itu terjadi karera masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani, bukan yang
dilayani. Untuk itu, diperlukan suatu perubahan paradigma dalara bidang pelayanan publik
dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayan dan yang dilayani pada posisi yang
sesungguhnya.
Pelayanan publik yang ditujukan kepada masyarakat umum, kadang dibalik menjadi
pelayanan masyarakat terhadap aparat. Secara filosofi, pelayanan yang diberikan oleh aparat
pemerintah kepada masyarakat ditafsirkan sebagai kewajiban bukan hak, karena mereka
(birokrat) diaangkat dan ditugasi untuk melayani masyarakat, oleh karena itu harus dibangun
komitmen yang kuat untuk melayani sehingga pelayanan akan menjadi responsif terhadap
kebutuhan masyarakat dan dapat merancang model pelayanan yang lebih kreatif serta lebih
efisien.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara
pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkanundang- undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum
lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik (Pasal l angka 2 UU Nomor 25
Tahun 2009).
5
publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik. Atau disebut pula dengan istilah jasa publik, yaitu jasa yang dihasilkan
oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah yang mendapat pelimpahan
tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Misalnya: pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, pelayanan navigasi (mercu suar dan lampu suar), pelayanan peradilan, pelayanan
kelalulintasan (lampu lalu lintas), pelayanan keamanan (jasa kepolisian), dan pelayanan pasar,
pelayanan transportasi.
Pelayanan administratif adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen
resmi yang dibutuhkan oleh publik tau lazim juga disebut tindakan administratif pemerintah
berupa pelayanan pemberian dokumen oleh pemerintah, antara lain yang dimulai dari seseorang
yang lahir memperoleh akta kelahiran hingga meninggal dan memperoleh akta mematian,
termasuk segala hal yang diperlukan oleh penduduk dalam menjalani kehidupannya.
Pelayanan publik bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima
yang tecermin dari:
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi da efektivitas;
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran se masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya suku agama, golongan, status sosial, dan lain
6. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan
antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
6
Kualitas pelayanan prima merupakan perhatian utama dalam pelayanan publik, karena
pelayanan yang baik adalah awal bagi tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah,
yang selanjutnya akan menjadi penentu pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini pengukuran
mengenai kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara pelayanan yang diharapkan
(expected dengan pelayanan yang diterima (perceived service).
Menurut Zeithml-Parasuraman-Bery, pengukuran kualitas pelayanan publik didasarkan
pada indikator-indikator berikut :
1. Tangible, artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang tunggu,
dan lainnya;
2. Reliability yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya
3. Responsiveness, yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara
cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen,
4. Assurance, yakni kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam
meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen,
5. Emphaty, yakni sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.
Pemerintah telah merumuskan suatu kebijakan melalui Keputusan Menpan Nomor
25/KEP/M.PAN/2/2004, dengan menyusun 14 indikator standar penilaian indeks kepuasan
masyarakat yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah untuk menilai kinerja pelayanan
publik di instansinya, yang meliputi :
1. Prosedur pelayanan
2. Persyaratan pelayanan
3. Kejelasan petugas pelavanan
4. Kedisipilinan petugas pelayanan
5. Tanggung jawab petugas pelayanan
6. Kemampuan petugas pelayanan
7. Kecepatan pelayanan
8. Keadilan mendapatkan pelayanan
9. Kesopanan dan keramahan petugas
10. Sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati kewajaran biaya pelayanan
11. Kepastian biaya pelayanan
12. Kepastian jadwal pelayanan
7
13. Kenyamanan lingkungan
14. Keamanan pelayanan
Keempat belas indikator pengukuran kepuasan masyarakat atas pelayanan publik tersebut,
didasarkan pada unsur-unsur standar pelayanan publik yang diatur dalam Keputusan Menpan
No.63/ KEPIM PAN/7/2001 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
8
11. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu setiap jenis pelayanan dilakukan
secara cepat, mudah, dan terjangkau (Pasal 4 serta penjelasannya UU Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik).
9
1) Terpadu satu atap, yaitu pola pelayanan terpadusatu atap diselenggarakan dalam suatu
tempat yang meliputi berbaga jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses
dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan
masyarakat tidak perlu untuk disatu-atapkan
2) Terpadu satu pintu, yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu
tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan
dilayani melalui satu pintu.
d. Gugus tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus
tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan
tertentu.
10
diberikan secara lisan. Dengan kata lain izin ditetapkan oleh pejabattata usaha negara,
sehingga dilihat dari penempatannya maka izin adalah instrumen mengendalian dan alat
pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi sasarannya.
Pengertian izin yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat dikemukakan bahwa izin
adalah suatu instrumen hukum admnistrasi negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya guna mencegah dan
mengendalikan dampak perbuatan seorang individu atau badan hukum dengan mentaati
persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian izin.
Izin tidak sama dengan pembiaran, jika ada suatu aktivitas dari anggota masyarakat yang
sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi ternyata tidak
dilakukan penindakan oleh aparatur yang berwenang, pembiaran seperti itu bukan berarti
diizikan. Untuk dapat dikatakan izin harus ada keputusan yang konstitutif dari aparatur yang
berwenang menerbitkan izin. Suatu izin yang diberikan pemerintah memiliki maksud
menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar setiap kegiatan sesuai dengan
peruntukannya.
Izin dimaksudkan untuk menciptakan sustu kegiatan yang positif terhadap aktivitas
pembangunan. Suatu izin yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan maksud untuk
memberikan keadaan yang tertib dan aman sehingga tujuannya sesuai dengan yang menjadi
peruntukannya Dengan demikian, kegiatan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah
pada intinya adalah untuk menciptakan kondisi bahwa kegiatan pembangunan sesuai dengan
peruntukannya.
3. Pengertian Dispensasi
Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan
dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Menurut Spelt dan ten Berge,
dispensasi (pelepasan, pembebasan) merupakan kekecualian yang sungguh-sungguh, yakni
merupakan kekecualian atas larangan sebagai aturan umum. Van der Por., dispensasi
merupakan keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari
kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Warga masyarakat yang
mengajukan permintaan dispensasi harus mengajukan bukti alasan-alasan nyata dan sah,
bahwa dia berhak untuk memperoleh dispensasi sebagaimana ditetapkan oleh undang-
undang.
11
4. Pengertian Lisensi dan Konsesi
Lisensi merupakan izin untuk melakukan sesuatu yang bersifat komersial serta
mendatangkan keuntungan atau laba. Dasar pikiran dilakukannya penetapan yang
merupakan lisensi ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan di bawah
pengawasan pemerintah untuk mengadakan penertiban dan mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan.
Konsensi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis sangat
kompleks oleh karena merupakan seperangkat dispensasi-dispensasi, izin-izin, lisensi-
lisensi, disertai dengan pemberian semaam wewenang pemerintahan terbatas kepada
konsesionaris. Hal serupa juga dapat dikemukakan bahwa konsesi merupakan suatu izin
sehubungan dengan pekerjaan besar berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya
menjadi tugas pemerintah, namun oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya
kepada pemegang izin yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual,
atau bentuk kombinasi atau lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan
kewajiban serta syarat-syarat tertentu. Konsensi diberikan atas permohonan dengan prosedur
serta syarat-syarat yang terperinci kepada perusahaan-perusahaan yang mengusahakan
sesuatu yang cukup benar, baik dalam arti modal, tenaga kerja, maupun lahan atau wilayah
usaha.
5. Rekomendasi
Instrumen yang berkaitan dengan masalah perizinan selain izin, dispensasi, lisensi dan
koneksi, juga dikenal rekomendasi. Rekomendasi dapat diartikan sebagai pertimbangan
yang diberikan oleh badan atau pejabat yang berwenang untuk digunakan dalam pemberian
izin pada suatu bidang tertentu. Rekomendasi merupakan instrumen yang cukup penting
dalam soal perizinan. Karena rekomendasi diberikan oleh badan atau pejabat yang
mempunyai kompetensi dan kapasitas khusus di bidang tertentu bahkan didasarkan pada
keahlian dalam suatu disiplin tertentu.
Penerbitan rekomendasi sering kali juga didahului oleh adanya permohonan yang bisa
saja ditolak dan pemrosesannya dilakukan, seperti layaknya penerbitan suatu izin pula. Agak
berbeda dengan izin, rekomendasi merupakan sesuatu yang tidak langsung mempunyai daya
ikat. Artinya, instansi yang berwenang menerbitkan izin dapat menggunakan rekomendasii
12
sebagai acuan atau referensi, tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi pejabat atau instansi
yang berwenang menerbitkan untuk menggunakan pertimbangan lain.
6. Aspek Hukum pada Izin
Pada umumnya sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar
perkecualian (izin), dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.
a. Larangan
Larangan dan wewenang suatu organ pemerintah dilakukan dengan memberikan izin dan
harus ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini sebagai konsekuensi
dari asas legalitas dalam negara hukum demokratis. Dalam hal ini pemerintah (kekuasaan
eksekutif) hanyaa memiliki wewenang-wewenang yang dengan tegas diberikan
kepadanya dalam undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang lain.
b. Persetujuan yang Merupakan Dasar Kekecualian (Izin)
Izin muncul jika norma larangan umum dikaitkan dengan norma umum yang memberikan
kepada suatu organ pemerintah wewenang untuk menggantikan larangan itu dengan
persetujuan dalam suatu bentuk tertentu. Keputusan yang memberikan izin adalah suatu
keputusan tata usaha negara.
c. Ketentuan-Ketentuan yang Berhubungan dengan Izin
Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar bagi organ pemerintah
dalam pemberian izin. Dalam banyak hal secara fakta, izin dikaitkan dengan syarat-syarat
berhubungan erat dengan fungsi sistem perizinan sebagai salah satu instrumen penguasa.
13
izin adakalanya dimaksudkan untuk kepentingan pemohon sendiri, untuk orang-orang yang
terkait di dalamnya, dan juga untuk kepentingan yang lebih luas.
Dalam suatu bentuk tertentu. Keputusan yang memberikan izin adalah suatu keputusan
tata usaha Negara. Keputusan ini adalah keputusan sepihak dari suatu organ pemerintah yang
diberikan atas dasar wewenang ketatanegaraan atau ketatausahaan untuk menciptakan suatu
keadaan yang konkret dan individual sehingga suatu hubungan hukum menetapkannya secara
mengikat, membebaskannya, atau dalam kondisi tertentu suatu permohonan itu ditolak.
Dalam suatu bentuk tertentu. Keputusan yang memberikan izin adalah suatu keputusan
tata usaha Negara. Keputusan ini adalah keputusan sepihak dari suatu organ pemerintah yang
diberikan atas dasar wewenang ketatanegaraan atau ketatausahaan untuk menciptakan suatu
keadaan yang konkret dan individual sehingga suatu hubungan hukum menetapkannya secara
mengikat, membebaskannya, atau dalam kondisi tertentu suatu permohonan itu ditolak.
Selain larangan dan izin, dalam kaitan dengan izin juga seringkali ada ketentuan-
ketentuan dan persyaratan. Ketentuan ini dapat menyangkut hal yang harus dipenuhi dan
diindahkan oleh pemohon sebelum dikeluarkan izin; dapat pula menyangkut hal-hal yang mesti
dipenuhi setelah izin itu diterbitkan. Ketentuan-ketentuan ini sering terjadi, seperti klausula
mengatakan, mau tidak mau harus harus diindahkan oleh pemohon izin. Persyaratan itu ada
yang bersifat administratif, da nada pula hal-hal yang bersifat substantive. Persyaratan dan
ketentuan yang diberlakukan bagi pemohon dan pemegang izin adakalanya dimaksudkan untuk
kepentingan pemohon sendiri, untuk orang-orang yang terkait di dalamnya, dan juga untuk
kepentingan yang lebih luas.
Sebagai ilustrasi, untuk dapat memperoleh IMB, misalnya seseorang harus memenuhi
persyaratan tertentu, antara lain mengisi blangko permohonan, persetujuan tetangga yang
dilegalisir/diketahui ketua RT, RW, Kelurahan, dan Kecamatan setempat, salinan surat bukti hak
atas tanah/sertifikat, surat kerelaan dari pemilik tanah jika tanah bukan milik pemilik bangunan
dengan materai cukup, dan fotocopy KTP pemohon.
Persyaratan tersebut merupakan persyaratan administrasi, disamping itu ada persyaratan
teknis, misalnya untuk bangunan bertingkat : site plan/ gambar situasi dan tata letak bangunan,
gambar rencana denah, rencana fondasi, rencana atap, rencana titik lampu, sanitasi dan detail
sanitasi, potongan pelintang dan potongan memanjang, tampak depan, tampak samping, gambar
pagar, gambar kontruksi, tandatangan tetangga pada gambar rencana, hitungan kontruksi,
14
penyelidikan tanah, tandatangan penanggungjawab gambar, dan surat pernyataan sanggup
menanggung risiko kontruksi bermaterai cukup. Contoh tersebut, dapat dikemukakan bahwa
sebagaian persyaratan itu lebih bersifat administrasi, dan, tidak menutup kemungkinan untuk
persyaratan selanjutnya yang berupa persyaratan teknis. Didalamnya ada keinginan untuk
melindungi kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya: site plan yang dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan bukan semata-mata pemohon, orang-orang yang ada di dalamnya, orang
lain disekitarnya dan melainkan juga memenuhi keharusan menyesuaikan proyek (bangunan) itu
dengan rencana pemerintah.
Ketentuan dalam perizinan juga dapat digunakan untuk memberikan pijakan bagi
aparatur pemerintah yang berwenang dalam menangani perizinan. Dalam hal-hal tertentu,
procedural perizinan sudah ditentukan secara jelas. Dengan demikian, mau tidak mau aparatur
pemerintah yang berwenang akan menaatinya, sebab apabila ketentuan mengenai prosedur yang
telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak dipenuhi, maka dapat
membawa konsekuensi hukum tertentu.
Birokrasi perizinan merupakan salah satu kendala bagi dunia usaha di Indonesia. Praktik
di lapangan menunjukan proses perizinan belum memiliki kejelasan prsedur sehingga
15
menimbulkan kesan tidak transparan, ketidak menentuan waktu, dan biaya tinggi. Salah satu
tugas pemerintah yang menjadi tuntutan masyarakat adalah terselengarakannya pelayanan publik
yang baik. Menurut H. Juniarso Ridwan, dan Achmad Sodik Sudrajat, secara sederhana
pelayanan public meliputi tiga aspek, yaitu: (a) administrasi, (b) pengadaan infrastruktur, dan (c)
pemenuhan kebutuhan dasar.
Perizinan merupakan suatu manifestasi yang meliputi aspek-aspek tersebut, dan dengan
demikian perizinan merupakan wujud pelayanan publik yang sangat menonjol dalam tata
pemerintahan. Dalam hubungan antara pemerintahan dengan warga masyarakat seringkali
perizinan mejadi indikator untuk menilai apakah suatu organisasi pemerintahan sudah mencapai
kondisi good governance atau belum. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintahan
membuat suartu kebijakan mengenai model perizinan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Tujuan kebijaksanaan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
serta dapat memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan
publik, dan hal yang paling penting dalam kebijakan tersebut adalah terwujudnya pelayanan
publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau.
Kebijakan terhadap model pelayanan terpadu satu pintu merupakan sebuah revisi
terhadap kebijakan pemerintah sebelumya yaitu mengenai pelayanan terpadu satu atap yang
diterapkan sejak tahun 1997 melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD,
tanggal 16 Januari 1997 Tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap dan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 25 tahun 1998 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Atap. Revisi ini
didasarkan kepada kenyataan dilapangan bahwa implementasi penyelenggaraan pelayanan
terpadu satu atap di daerah mengalami banyak kendala terkait dengan mekanisme perizinan yang
masih rumit dan kendala koordinasi lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sulit,
sehingga tidak berjalan dan berfungsi secara optimal.
Konsep pelayanan terpadu satu pintu merupakan salah satu kegiatan penyelenggara
perizinan dan non-perizinan, dimana proses pengelolanya mulai dari tahap permohonan sampai
kepada tahap penerbitan dokumen izin dilakukan secara terpadu dalam satu tempat, dengan
menganut prinsip-prinsip seperti; a. kesederhanaan, b. transparansi, c. akuntabilitas, d. menjamin
kepastian biaya, waktu serta adanya kejelasan prosedur.
16
Dengan konsep kebijakan pelayanan terpadu satu pintu, pemohon cukup datang ke satu
tempat dan bertemu dengan petugas loket sehingga dapat meminimalkan interaksi antara
pemohon dan petugas perizinan dan menghindarinya adanya pungutan tidak resmi. Konsep ini
adalah salah satu kebijakan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 24 Tahun 2006 sebagai implementasi kebijakan pemerintah yang terkait dengan
peningkatan pelayanan publik.
17
persyaratan, pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang diperlukan, dan pengurangan
waktu pemrosesan perizinan.
Dilaksanakannya sistem PTSP, maka telah menjadi perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, hal ini dapat dilihat dalam penyelenggaraannya, sebagai
berikut:
1. Tujuan hakiki adalah peningkatan kualitas pelayanan (lebih baik, lebih murah dan
cepat)
2. Reinventing goverment, proses transformasi sektor publik ini didasari prinsip-prinsip:
a. Pemerintah pengatur dan pengendali,bukan pelaksana
b. Pemerintah mendorong iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan
c. Sebaiknya lebih berorientasi pada hasil
d. Melayani masyarakat secara optimal,bukan masyarakat melayani birokrasi
e. Melimpahkan tugasnya kepada partisipasi masyarakat dan kerja tim
f. Berorientasi kepada pasar,mengurangi hambatan birokrasi,dan meningkatkan daya
saing
3. Banishing Bureaucracy (memangkas birokrasi) dengan ditetapkanlima strategi:
a. Strategi inti, pendekatan pada kejelasan tujuan, peran dan arahan
b. Strategi konsekuensi, pendekatan pada penilaian kinerja (performance)
c. Strategi pelanggaran, pendekatan pada pilihan pelanggan, kompetemsi dan kualitas
d. Strategi kekuatan, pendekatan pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
e. Strategi kultur, pendekatan pada nilai, kebiasaan, visi dan nurani
Selanjutnya, prinsip-prinsip pelayanan terpadu satu pintu adalah:
1. Kersederhanaan,yaitu prosedur dilaksanakan secara mudah, cepat, tepat lancar, mudah
dipahami dan dilaksanakan
2. Kejelasan dan kepastian dalam hal:
a. Prosedur atau tata cara pelayanan
b. Persyaratan,baik persyaratan tekhnis maupun persyaratan administratif
c. Unit kerja atau pejabat yang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan
d. Rincian biaya atau tarif pelayanan,termasuk tata cara pembayaran yang dibebankan
kepada pemohon sebagai balas jasa dan pemrosesan perizinan dimaksud
18
3. Kepastian waktu, yaitu pemrosesan permohonanan perizinan dan non perizinan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan tanpa memperthatikan skala usaha pemohon
4. Kepastian hukum,yang meliputi:
a. Persyaratan, pemrosesan, dalam pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.Khusus dalam hal pembiayaan, rincian biaya (biaya pemrosesan
administrasi maupun biaya penilaian teknis) yang dibebankan kepada pemohon
sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
b. Setiap dokumen perizinan dan dokumen non perizinan lainnya memberikan jaminan
legalitas usaha dan kewenangan untuk mengelolah sumber-sumber daya secara
bertanggungjawab sesuai dengan peruntukan izin tersebut. Bagi pengusaha yang
memanfaatkan dokumen izin untuk kegiatan usaha selain daripada peruntukannya
diberikan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Setiap dokumen perizinan dan non perizinan memberikan jaminan rasa aman bagi
pemegangnya
5. Kemudian akses, ditunjukkan dengan:
a. Ketersediaan sumber dan media informasi yang dapat langsung dicapai oleh masyarakat
baik berupa wemsite, sambungan telepon langsung (hotline) atau media informasi
lainnya
b. Pelayanan yang responsif oleh aparat
c. Bagi daerah yang memiliki wilayah yang luas dapat membentuk kantor cabang di
tingkat kecamatan atau keagenan di tingkat desa
d. Kantor cabang atau keagenan melayani fungsi informasi,pendaftaran dan penyerahan
izin yang diproses oleh PTSP
e. Guna memudahkan dalam pembayaran,di tingkat kecamatan dan ditempatkan kantor
kas lembaga perbankan
f. Layanan operasi kantor cabang di tingkat kecamatan atau keagenan di tingkat desa
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
6. Kenyamanan, sebagai upaya meningkatkan kenyamanan dalam penyelenggaraan pelayanan
perizinan dapat dilakukan dengan cara:
19
a. PTSP harus memiliki ruang pelayanan dan sarana pelayanan lainnya yang memadai dan
ditata dengan baik untuk kemudahan dalam memberikan pelayanan dan memberikan
rasa nyaman bagi para pemohon
b. Loket pelayanan ditata sedemikian rupa disesuaikan dengan volume rata-rata jumlah
pemohon dalam kurun waktu tertentu, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan
untuk melayani seorang pemohon
7. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, mencakup:
a. Setiap petugas pelayanan memberikan pelayanan kepada pemohon dengan
memperhatikan etika dan kesopanan dalam berkomunikasi
b. Setiap petugas memberikan pelayanan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
c. Petugas pelayanan tekhnis memberikan penilaian secara objektif berdasarkan keahlian
dan memberikan masukan kepada pengambil keputusan berdasarkan pandangan
keahliannya tersebut,secara jujur dan bertanggungjawab, termasuk memberikan
rekomendasi apakah izin yang dimohon dapat disetujui atau harus ditolak.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil suatu pemahaman bahwa penyelenggara PTSP
memiliki manfaat, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik
2. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik
3. Meningkatkan iklim investasi,baik yang berskala kecil,menengah, maupun besar
4. Memberikan kepastian hukum dan jaminan
20
Kesimpulan
Saran
Pemerintah harus konsisten dalam rangka meningkatkan pelayanan publik sehingga
kebutuhan masyarakat dalam hal ini untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan mudah dapat
terlaksana dengan baik sehingga masyarakat dapat diposisikan sebagai pihak yang dilayani
bukan lagi melayani.
21
Daftar Pustaka
Dewa, M. J. (2011). Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Pelayanan Publik. Kendari :
Unhalu Press.
22