Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sebagai penulis sehingga terbentuknya makalah ini dengan tema
PERDARAHAN POST PARTUM. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak
mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja sama penulis dan dukungan dari banyak
pihak material maupun moril sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr.Mohamad Joesro, MM, MARS. Selaku Dekan Jurusan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Pembangunan Nasional.
2. Ns. Nelly Febriani, S.kep dan tim kerawatan maternitas II, selaku pembimbing mata
kuliah maternitas II
3. Orang tua yang telah sabar dan sayang, selalu mendoakan kami.
4. Dan semua teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan
kepada kami.
Penulis menyadari akan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki penulis masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun agar dapat menunjang kesempurnaan makalah ini dan kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.
1
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
B. Tujuan Penulisan
4
C. Sistematis Penulisan
4
A. Definisi
5
B. Etiologi
6
C. Manifestasi Klinis
11
D. Patofisiologi
13
E. Komplikasi
14
2
F. Pemeriksaan penunjang
15
G. Penatalaksanaan
15
BAB IV PENUTUP 31
DAFTAR PUSTAKA 32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada
persalinan per vagina dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perdarahan pada bidang
obstetric hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan
terlambat dilakukan.
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan ibu diseluruh
dunia. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
3
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu
hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah
sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas
tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Penanganan yang tidak segera dilakukan pada kasus HPP dapat menyebabkan
komplikasi syok hipovolemik. Atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan laserasi traktus
genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam hemoragik post partum perawat harus bertindak cepat dan tepat untuk
menghindari perdarahan yang lebih hebat lagi dan mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Perilaku professional sangat penting untuk mendukung terwujudnya kualitas pelayanan optimal
dan outcome pelayanan yang maksimal. Preventif dan promotif tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin tapi dimulai dari antenatal care yang baik. Pemeriksaan kehamilan yang teratur dan
konsumsi asam folat dan nutrisi yang baik pada masa kehamilan bermanfaat mencegah anemia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang perdarahan post partum yang berhubungan
langsung dengan proses kelahiran.
2. Tujuan khusus
4
c. Memahami diagnostic
e. Memahami komplikasi
C. Sistematis penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir
(Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
5
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin
E Dongoes, 2001).
Perdarahan post persalinan adalah kehilangan darah 1% atau lebih dari berat badan, yang
berarti bahwa 1 ml volume darah sama dengan 1 gr berta badan. Perdarahan post persalinan
timbul secara tiba-tiba dan seringkali menyebabkan kekurangan darah. Karena perdarahan itu
keluar tidak terlalu banyak tetapi berlangsung terus menerus selama beberapa hari atau minggu.
Perdarahan post persalinan bisa terjadi pada awal, yaitu pada 24 jam pertama setelah persalinan
atau secara lambat, yaitu dari 24 jam- 28 hari setelah persalinan.
Klasifikasi
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri,
retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam
pertama
B. Etiologi
6
1. Konsep fisiologis involusi uterus
Suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil atau suatu proses
kembalinya uterus pada keadaan semula. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penangalan
endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta. Hal diatas merupakan
pengertian dari involusi uterus. Uterus secara beangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil dapat dilihat dari tingginya fundus uteri post partum.
Fundus uteri dapat diukur setelah bayi lahir (Mochtar, Rustam 1998) :
a. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 100 gr.
b. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba dua jari bawah pusat dengan
berat badan uterus 750 gr.
c. Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat simpisis
dengan berat uterus 500 gr.
d. Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan
berat uterus 350 gr
e. Enam minggu post partum fundus uteri bertambah kecil dengan berat
uterus 50 gr.
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.
Secara fisiologis perdarahn pst partum dikontrol oleh serat-serta myometrium terutama yang
7
berada disekitar pembuluh darah yang menyuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Atonia uteri dapat timbul karena kesalahan penanganan kala III, dengan memijat uterus kebawah
dalam usaha melahirkan plasenta sedangkan sebenarnya bukan terlepas dari uterus.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus mebesar dan lembek pada palpasi. Jika uterus
lembek setelah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta, maka perdarahan venous akan terjadi
dengan cepat dan pembekuan darah tidak berlangsung secara normal. Pada kontraksi uterus yang
kuat, perdarahan tidak akan terjadi karena miometrium akan mengkompresi pembuluh darah dan
pelepasan plasenta akan berlangsung.
b. Tissue
Dikatakan retensio plasenta apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah
janin lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak terjadi perdarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Biasanya perlekatan plasenta terjadi secara parsial atau komplit. Menurut Derajat
perlekatan plasenta dikenal sebagai berikut :
8
b. Plasenta akreta (vera) : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke
serosa. Penetrasi trofoblast plasenta pada miometrium secara dangkal (biasanya).
1) Ruptur uterus
Rupture uterus jarang terjadi, factor resiko yang bisa menyebabkan antara lain:
a) Grande multipara
b) Malpresentasi
Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi
kehamilan dengan vacuum atau forcep.
2) Inversi uterus
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian
9
dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan
dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.
Insiden inversi uterus kira-kira 1/2500 persalinan (zahn, Yeomans, 1990). Inverse
terjadi sebagian atau komplit. Tekanan pada fundal dan traksi akan menekan fundus,
khususnya ketika uterus lemah, sehingga menyebabkan inversi. Penyebab yang lebih
spesifik terdiri dari paksaan (Valsava maneuver); penarikan tali pusat sebelum pelepasan
plasenta; metoda Credes yaitu meremas fundus uteri untuk mencoba melepaskan
plasenta yang menempel; pencabutan plasenta setelah diberikan anestesi.
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan post partum setelah
atonia uteri. Perdarahan yang terus menerus dari robekan yang kecil harus dianggap
berbahaya seperti jika tiba-tiba kehilangan darah dalam jumlah yang banyak, karena akan
menghalangi kontraksi uteri, sehingga tetap perlu dilakukan inspeksi atau reinspeksi jalan
10
lahir, meskipun keadaan itu dikenali hingga shock terjadi. Robekan jalan lahir terdiri dari
luka pada labia, perineum, vagina, dan serviks.
a) Robekan Serviks
b) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
4) Vaginal hematom
11
Penekanan pada ujung mukosa vagina yang lama oleh kepala fetus akan menganggu
sirkulasi dan menyebabkan iskemia atau nekrosis. Hematom vagina lebih umum terjadi
pada persalinan yang dibantu dengan rotasi forceps pada fetus dengan posisi occiput
posterior. Banyak hematom vagina terjadi di bawah mukosa sebaliknya spina ischiadika
sejajar dengan midpelvis. Oleh karena itu mempalpasi dinding vagina sangat penting
untuk mendeteksi adanya hematom.
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa:
a. Hipofibrinogenemia
b. Trombocitopeni
C. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
12
d. Penurunan hitung sel darah merah (hematocrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada nyaman daerah vagina dan sekitar perineum
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak
lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uteru baik, plasenta baik.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik
13
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
f. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun
sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah,
penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
14
3.Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.
E. komplikasi
Syok
Syok adalah syndrome patologis yang berhubungan dengan jaringan yang jelek serta adanya
metabolisme yang abnormal. Syok yang terjadi pada perdarahan post partum adalah jenis syok
hipovolemik. Syok hipovolemik dapat terjadi akibat penanganan yang lambat.
1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran,
volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi
asidosis metabolik).
15
2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap
iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg
BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik
3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.
mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat
mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria,
penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung.
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan
lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang
terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat
(hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan
perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis
respiratorik.
3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun.
F. Pemeriksaan Penunjang
16
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat
tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
H. Penatalaksanaan
b. Robekan rahim
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
17
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, clot observation test, dan
lain-lain.
Tujuan utama pada pertolongan pada pasien dengan perdarahan adalah menemukan dan
menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan hemoragik
postpartum :
1) Atonia uteri
18
intramuscular;kebanyakan kegagalan terjadi pada wanita dengan choriamnionitis
(Zann,Yeomans, 1990; Baskett, Wrriter, 1991).
3) Retensio plasenta
c) Plasenta manual jika perdarahan kala III lebih dari 200 ml, dan penderita
dalam nakrosa.
4) Penatalaksanaan syok
19
Shock hemoragik seringkali terjadi dengan cepat. Segera setelah seorang wanita
menunjukkan tanda dan gejala shock, perawat berdiri di sampingnya dan memanggil bantuan,
serta membawa peralatan diperlukan. Perawat harus segera memberikan cairan IV dan
mengetahui jenis cairan yang digunakan, serta kolaborasi untuk tes laboratorium. Kolaborasi
dengan dokter. Perawat harus menjaga jalan nafas klien dengan baik, yang terdiri dari pemberian
insersi jalan nafas, untuk menfasilitasi pertukaran oksigen dan lakukan suction.
Penatalaksanaan semua kasus KID secara primer meliputi koreksi penyebab yang
mendasarinya, seperti, pemulihan kematian fetus; penanganan adanya infeksi atau
preeklampsia/eklampsia; atau pembersihan sisa plasenta. Sel darah merah dapat ditranfusikan
untuk mengkoreksi anemia. Defisiensi sekunder pada KID primer terdiri dari platelet, factor V
dan VIII, fibrinogen, dan protombin. Pemberian freshfrozen plasma dikombinasikan dengan
konsentrasi platelet adalah penanganan yang efektif untuk seluruh kondisi ini ketika penanganan
pengganti diperlukan (Dorman, 1989).
Gagal ginjal merupakan salah satu komplikasi dari KID, oleh karena itu pengeluaran urin
harus dimonitor. Pengeluaran urin harus dipertahankan lebih dari 30 ml/jam dan
mempertahankan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah sindroma hipotensi. Oksigen
diberikan dengan menggunakan masker rebreathing 10-12 L/mnt. Kebutuhan emosional keluarga
harus dikenali dan diberikan dukungan.
20
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan
terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang
dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif
dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu
akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
21
b. Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia
yang semakin berat.
c. Tekanan darah
d. Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
2. Pemeriksaan Khusus
a. Nyeri/ketidaknyamanan
b. Sistem vaskuler
22
4) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
c. Sistem Reproduksi
1) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya
2) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau
6) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)
d. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak,
spontan dan lain-lain
23
f. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan
lain lain.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre-
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta,
retensi sisa plasenta.
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit
jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3. Riwayat obstetric
24
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
1) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta
b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,
nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
c. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan
serta pengobatannya yang didapat
25
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat
maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan
bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah buahan.
c. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya
dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
d. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan
melaporkan kelelahan yang berlebihan.
e. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas,
baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
3. Gangguan rasa cemas b.d krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau
kematian, respon fisiologis.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb.
26
6. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
a. TTV stabil
Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau
memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli
cairan amnion.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan
kesempatan mencegah terjadinya komplikasi
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan
bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan :
satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)
27
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan
uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku,
membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada
Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri
pulmonal, bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
28
hasil yang diharapkan:
b. Ekstremitas hangat
e. Inaktivitas
f. Kelahiran cesar
g. Diabetes mellitus
Rencana tindakan :
Rasional : perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam
produksi ASI
29
4. Tindakan kolaborasi :
a. Monitor kadar gas darah dan Ph (perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda dan hipoksia jaringan).
4. Gangguan rasa cemas b.d krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan
atau kematian, respon fisiologis.
Tujuan : klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan
cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
Rasional :informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
30
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang
tepat.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan
Hb.
Tujuan : tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)
Rencana tindakan :
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek,
dan nyeri panggul
Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan.
31
Rasional : infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Berikan perawatan perineal, dan pertahankan agar pembalut jangan sampai terlalu
basah
Rasional : pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat menjadi
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
6. Tindakan kolaborasi :
Tujuan : tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-tanda dalam
batas normal)
Rencana tindakan :
32
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi
Rasional ; intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang
berlebihan
5. Kolaborasi dalam :
D. Evaluasi
c. Pernafasan : 20 24 x/menit
33
d. Suhu : 36 370 C
34
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal, terutama di
Negara yang kurang berkembang perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian maternal.
Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak
lahir. Perdarahan dapat terjadi secara cesar massif dan cepat, atau secara perlahan-lahan tapi
secara terus menerus.
35
DAFTAR PUSTAKA
M bobak, Irene. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi Volume 2. Bandung : Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Bari saifudin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Macdonal Pritchard. 1991. Obstetri Wiliams Edisi ke tujuh belas. Surabaya : Air Langga
University Press
http://masalawiners.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-pada-ibu-dan-bayi.html
36