Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sebagai penulis sehingga terbentuknya makalah ini dengan tema
PERDARAHAN POST PARTUM. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak
mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja sama penulis dan dukungan dari banyak
pihak material maupun moril sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Dengan tersusunnya makalah ini, kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr.Mohamad Joesro, MM, MARS. Selaku Dekan Jurusan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Pembangunan Nasional.
2. Ns. Nelly Febriani, S.kep dan tim kerawatan maternitas II, selaku pembimbing mata
kuliah maternitas II
3. Orang tua yang telah sabar dan sayang, selalu mendoakan kami.
4. Dan semua teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan
kepada kami.

Penulis menyadari akan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki penulis masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun agar dapat menunjang kesempurnaan makalah ini dan kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Jakarta, April 2010

1
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
3

B. Tujuan Penulisan
4

C. Sistematis Penulisan
4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi
5

B. Etiologi
6

C. Manifestasi Klinis
11

D. Patofisiologi
13

E. Komplikasi
14

2
F. Pemeriksaan penunjang
15

G. Penatalaksanaan
15

BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN 19

BAB IV PENUTUP 31

DAFTAR PUSTAKA 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).

Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada
persalinan per vagina dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perdarahan pada bidang
obstetric hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan
terlambat dilakukan.

Perdarahan adalah salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan ibu diseluruh
dunia. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian

3
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu
hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.

Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah
sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas
tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.

Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Penanganan yang tidak segera dilakukan pada kasus HPP dapat menyebabkan
komplikasi syok hipovolemik. Atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan laserasi traktus
genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.

Dalam hemoragik post partum perawat harus bertindak cepat dan tepat untuk
menghindari perdarahan yang lebih hebat lagi dan mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Perilaku professional sangat penting untuk mendukung terwujudnya kualitas pelayanan optimal
dan outcome pelayanan yang maksimal. Preventif dan promotif tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin tapi dimulai dari antenatal care yang baik. Pemeriksaan kehamilan yang teratur dan
konsumsi asam folat dan nutrisi yang baik pada masa kehamilan bermanfaat mencegah anemia.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tentang perdarahan post partum yang berhubungan
langsung dengan proses kelahiran.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui perdarahan post partum

b. Klasifikasi perdarahan post partum

4
c. Memahami diagnostic

d. Memahami penatalaksanaan perawatan

e. Memahami komplikasi

C. Sistematis penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

BAB III : TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir
(Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)

5
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin
E Dongoes, 2001).

Perdarahan post persalinan adalah kehilangan darah 1% atau lebih dari berat badan, yang
berarti bahwa 1 ml volume darah sama dengan 1 gr berta badan. Perdarahan post persalinan
timbul secara tiba-tiba dan seringkali menyebabkan kekurangan darah. Karena perdarahan itu
keluar tidak terlalu banyak tetapi berlangsung terus menerus selama beberapa hari atau minggu.
Perdarahan post persalinan bisa terjadi pada awal, yaitu pada 24 jam pertama setelah persalinan
atau secara lambat, yaitu dari 24 jam- 28 hari setelah persalinan.

Perdarahan dikontrol dari letak implantasi plasenta dengan mengidentifikasi lamanya


kontraksi, retraksi dan kuatnya penyangga otot-otot miometrium. Oleh karena itu sebagai bagian
penting dalam pemberian asuhan keperawatan post natal perlu untuk mengkaji secara hati-hati
tonus uteri dan mempertahankan kontraksi uteri melalui massage manual atau stimulasi
oksitoksin.

Klasifikasi

a. Klasifikasi perdarahan postpartum :

Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)

Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri,
retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam
pertama

b. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)

Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

B. Etiologi

6
1. Konsep fisiologis involusi uterus

Suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil atau suatu proses
kembalinya uterus pada keadaan semula. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penangalan
endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta. Hal diatas merupakan
pengertian dari involusi uterus. Uterus secara beangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil dapat dilihat dari tingginya fundus uteri post partum.
Fundus uteri dapat diukur setelah bayi lahir (Mochtar, Rustam 1998) :

a. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 100 gr.

b. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba dua jari bawah pusat dengan
berat badan uterus 750 gr.

c. Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat simpisis
dengan berat uterus 500 gr.

d. Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan
berat uterus 350 gr

e. Enam minggu post partum fundus uteri bertambah kecil dengan berat
uterus 50 gr.

2. faktor-faktor yang menyebabkan hemoragik post partum:

a. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.
Secara fisiologis perdarahn pst partum dikontrol oleh serat-serta myometrium terutama yang

7
berada disekitar pembuluh darah yang menyuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Atonia uteri dapat timbul karena kesalahan penanganan kala III, dengan memijat uterus kebawah
dalam usaha melahirkan plasenta sedangkan sebenarnya bukan terlepas dari uterus.

Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus mebesar dan lembek pada palpasi. Jika uterus
lembek setelah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta, maka perdarahan venous akan terjadi
dengan cepat dan pembekuan darah tidak berlangsung secara normal. Pada kontraksi uterus yang
kuat, perdarahan tidak akan terjadi karena miometrium akan mengkompresi pembuluh darah dan
pelepasan plasenta akan berlangsung.

b. Tissue

1) Retensio plasenta atau sisa plasenta

Dikatakan retensio plasenta apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah
janin lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak terjadi perdarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.

2) Plasenta acreta dan variasinya

Biasanya perlekatan plasenta terjadi secara parsial atau komplit. Menurut Derajat
perlekatan plasenta dikenal sebagai berikut :

a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium


lebih
dalam.

8
b. Plasenta akreta (vera) : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke
serosa. Penetrasi trofoblast plasenta pada miometrium secara dangkal (biasanya).

c. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus


desidua
endometrium sampai ke miometrium. penetrasi plasenta dalam (jarang)

d. Plasenta perkreta (destruens) : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau


peritoneum dinding rahim. perforasi uterus oleh plasenta (luar biasa).

c. Trauma jalan lahir

1) Ruptur uterus

Rupture uterus jarang terjadi, factor resiko yang bisa menyebabkan antara lain:

a) Grande multipara

b) Malpresentasi

c) Riwayat opreasi uterus sebelumnya

d) Persalinan dengan induksi oxytosin.

Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi
kehamilan dengan vacuum atau forcep.

2) Inversi uterus

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian

9
dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan
dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.

Insiden inversi uterus kira-kira 1/2500 persalinan (zahn, Yeomans, 1990). Inverse
terjadi sebagian atau komplit. Tekanan pada fundal dan traksi akan menekan fundus,
khususnya ketika uterus lemah, sehingga menyebabkan inversi. Penyebab yang lebih
spesifik terdiri dari paksaan (Valsava maneuver); penarikan tali pusat sebelum pelepasan
plasenta; metoda Credes yaitu meremas fundus uteri untuk mencoba melepaskan
plasenta yang menempel; pencabutan plasenta setelah diberikan anestesi.

Pembagian inversio uteri :

1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.

2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :

1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.

2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

3) Perlukaan jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan post partum setelah
atonia uteri. Perdarahan yang terus menerus dari robekan yang kecil harus dianggap
berbahaya seperti jika tiba-tiba kehilangan darah dalam jumlah yang banyak, karena akan
menghalangi kontraksi uteri, sehingga tetap perlu dilakukan inspeksi atau reinspeksi jalan

10
lahir, meskipun keadaan itu dikenali hingga shock terjadi. Robekan jalan lahir terdiri dari
luka pada labia, perineum, vagina, dan serviks.

a) Robekan Serviks

Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang


multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang
luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan servik uteri.

b) Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

c) Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.

4) Vaginal hematom

Laserasi pembuluh darah dapat mengakibatkan hematom. Perdarahan akan


tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak terdeteksi selama beberapa jam.

11
Penekanan pada ujung mukosa vagina yang lama oleh kepala fetus akan menganggu
sirkulasi dan menyebabkan iskemia atau nekrosis. Hematom vagina lebih umum terjadi
pada persalinan yang dibantu dengan rotasi forceps pada fetus dengan posisi occiput
posterior. Banyak hematom vagina terjadi di bawah mukosa sebaliknya spina ischiadika
sejajar dengan midpelvis. Oleh karena itu mempalpasi dinding vagina sangat penting
untuk mendeteksi adanya hematom.

3. Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa:

a. Hipofibrinogenemia

b. Trombocitopeni

c. HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet


count)

d. Disseminated intravascular coagulation

C. Manifestasi Klinis

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorage postpartum:

a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol

b. Penurunan tekanan darah

c. Peningkatan detak jantung

12
d. Penurunan hitung sel darah merah (hematocrit)

e. Pembengkakan dan nyeri pada nyaman daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai


penyebabnya.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak
lahir (perarahan postpartum primer)

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uteru baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c. Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik

13
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan

e. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.

f. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.

D. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun
sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah,
penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).

1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.

2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

14
3.Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.

Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).

1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.

2.Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.


Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.

3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

E. komplikasi

Syok

Syok adalah syndrome patologis yang berhubungan dengan jaringan yang jelek serta adanya
metabolisme yang abnormal. Syok yang terjadi pada perdarahan post partum adalah jenis syok
hipovolemik. Syok hipovolemik dapat terjadi akibat penanganan yang lambat.

Penggolongan syok dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran,
volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi
asidosis metabolik).

15
2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap
iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg
BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik

3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.
mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat
mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria,
penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung.

Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan
lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang
terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat
(hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan
perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis
respiratorik.

Gejala klinik yang dapat ditemukan pada syok:

1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi


ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin

2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100


mmHg, oliguri/ anuria. keluhan haus

3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

16
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat
tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin


(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KIDSonografi :
menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

H. Penatalaksanaan

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan post partum :

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan eksplorasi kavum uteri dan mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.

17
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, clot observation test, dan
lain-lain.

Tujuan utama pada pertolongan pada pasien dengan perdarahan adalah menemukan dan
menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan hemoragik
postpartum :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan hemoragik postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan


volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran, dan
tanda-tanda vital pasien. Sepeti pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer
laktat, tranfusi darah, dan evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin.

b. Penatalaksanaan menurut penyebab

1) Atonia uteri

Langkah pertama penatalaksanaan perdarahan uteri yaitu memperbaiki dan


mempertahankan uterus agar tidak masuk ke dalam rongga pelvis, serta memasase corpus
untuk merangsang dan mempertahankan kekuatan kontraksi organ. Petugas kesehatan
memberikan oksitoksin 20-40 U dalam 1 L crystalloid per infuse 10 15 mL/min (Zahn.
Yeomans, 1990); infuse ini harus diberikan secara terus menerus selama kurang lebih 3
4 jam. Jika uterus gagal merespon oksitoksin, maka methylergonovine 0,2 mg diberikan
secara intramuscular, sehingga uterus berkontraksi dan perdarahan karena atonia uteri
dapat diatasi secara efektif. Tetapi methylergonovine dikontraindkasikan pada klien yang
mempunyai hipertensi. Jika methyergonovine gagal atau dikontraindikasikan, maka
prostaglandin F2a dapat menjadi pilihan pengganti oksitoksin. Banyaknya perdarahan
harus dikontrol setelah pemberian satu atau 2 kali 0,25 mg infeksi

18
intramuscular;kebanyakan kegagalan terjadi pada wanita dengan choriamnionitis
(Zann,Yeomans, 1990; Baskett, Wrriter, 1991).

2) Trauma jalan lahir

Dilakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan dengan penerangan


yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, lakukan
evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

3) Retensio plasenta

a) Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu sementara itu


kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitoksin (i.v. atau i.m.
atau melalui infuse) dan dicoba perasat crede. Jika tidak berhasil dilakukan
plasenta manual

b) Setelah plasenta manual, diberi suntikan ergometrin 3 hari berturut-turut.


Jika ada keraguan jaringan plasenta yang tertinggal, makapada hari ke-4
dilakukan kerokan.

c) Plasenta manual jika perdarahan kala III lebih dari 200 ml, dan penderita
dalam nakrosa.

d) Plasenta akreta, inkreta, dan perkreta ditolong dengan histerektomi.

4) Penatalaksanaan syok

19
Shock hemoragik seringkali terjadi dengan cepat. Segera setelah seorang wanita
menunjukkan tanda dan gejala shock, perawat berdiri di sampingnya dan memanggil bantuan,
serta membawa peralatan diperlukan. Perawat harus segera memberikan cairan IV dan
mengetahui jenis cairan yang digunakan, serta kolaborasi untuk tes laboratorium. Kolaborasi
dengan dokter. Perawat harus menjaga jalan nafas klien dengan baik, yang terdiri dari pemberian
insersi jalan nafas, untuk menfasilitasi pertukaran oksigen dan lakukan suction.

5) Penatalaksanaan kelainan pembekuan darah

Penatalaksanaan semua kasus KID secara primer meliputi koreksi penyebab yang
mendasarinya, seperti, pemulihan kematian fetus; penanganan adanya infeksi atau
preeklampsia/eklampsia; atau pembersihan sisa plasenta. Sel darah merah dapat ditranfusikan
untuk mengkoreksi anemia. Defisiensi sekunder pada KID primer terdiri dari platelet, factor V
dan VIII, fibrinogen, dan protombin. Pemberian freshfrozen plasma dikombinasikan dengan
konsentrasi platelet adalah penanganan yang efektif untuk seluruh kondisi ini ketika penanganan
pengganti diperlukan (Dorman, 1989).

Gagal ginjal merupakan salah satu komplikasi dari KID, oleh karena itu pengeluaran urin
harus dimonitor. Pengeluaran urin harus dipertahankan lebih dari 30 ml/jam dan
mempertahankan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah sindroma hipotensi. Oksigen
diberikan dengan menggunakan masker rebreathing 10-12 L/mnt. Kebutuhan emosional keluarga
harus dikenali dan diberikan dukungan.

20
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan
terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang
dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif
dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital

a. Suhu badan

Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu
akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia

21
b. Nadi

Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia
yang semakin berat.

c. Tekanan darah

Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia

d. Pernafasan

Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

2. Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan


mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

a. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)


Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)

b. Sistem vaskuler

1) Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam


berikutnya

2) Tensi diawasi tiap 8 jam

3) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah

22
4) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan

5) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi


kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

c. Sistem Reproduksi

1) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya

2) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau

3) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka


jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas

4) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak

5) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum

6) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)

d. Traktus urinarius

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak,
spontan dan lain-lain

e. Traktur gastro intestinal

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi

23
f. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

Pengkajian terhadap klien post meliputi :

1. Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan
lain lain.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre-
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta,
retensi sisa plasenta.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit
jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.

3. Riwayat obstetric

24
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT

b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia


mulai hamil

c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

1) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta

2) Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong,


tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati,
berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir

3) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI


cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi

4. Riwayat Kehamilan sekarang

a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda

b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,
nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain

c. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan
serta pengobatannya yang didapat

25
Pola aktifitas sehari-hari

a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat
maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan
bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah buahan.

b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya


perubahan pola miksi dan defeksi.

c. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya
dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )

d. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan
melaporkan kelelahan yang berlebihan.

e. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas,
baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler yang berlebihan.

2. Gangguan perfusi jaringan b.d perdarahan pervaginam.

3. Gangguan rasa cemas b.d krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau
kematian, respon fisiologis.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb.

5. Resiko shock hipovolemik b.d perdarahan

26
6. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum

1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler


berlebihan

Tujuan : Volume cairan adekuat

Hasil yang diharapkan:

a. TTV stabil

b. Pengisian kapiler cepat

c. Haluaran urine adekuat

Mandiri:

1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau
memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli
cairan amnion.

Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan
kesempatan mencegah terjadinya komplikasi

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan
bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.

Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan :
satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)

27
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan
uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis

Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan


kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan
diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase.

4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku,
membran mukosa dan bibir.

Rasional : Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada
Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)

5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri
pulmonal, bila ada.

Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian

6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien.

Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume


perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar

7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolic

3. Gangguan perfusi jaringan b.d perdarahan pervaginam

Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan

28
hasil yang diharapkan:

a. Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal

b. Ekstremitas hangat

c. Kapiler refill <> 35 tahun

d. Paritas > 3 kali

e. Inaktivitas

f. Kelahiran cesar

g. Diabetes mellitus

Rencana tindakan :

1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

Rasional : perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

2. catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah,


suhu kulit

Rasional : dengan vasokontriksi dan hubungan ke orgam vital, sirkulasi di jaringan


perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin

3. kaji ada atau tidak adanya produksi ASI

Rasional : perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam
produksi ASI

29
4. Tindakan kolaborasi :

a. Monitor kadar gas darah dan Ph (perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda dan hipoksia jaringan).

b. Berikan terapi oksigen (oksigen diperlukan untuk memaksimalkan


transportasi sirkulasi jaringan).

4. Gangguan rasa cemas b.d krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan
atau kematian, respon fisiologis.

Tujuan : klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan
cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan :

1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan


paska persalinan

Rasional : persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

2. Kaji respon psiklogis klien (takikardia, takipnea,


gemetar)

Rasional : perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

3. Perlakukan pasien secara kalem, empati serta sikap


mendukung

Rasional : memberikan dukungan emosi

4. Berikan informasi tetnag perawatan dan pengobatan

Rasional :informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui

30
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

Rasional : ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

Rasional : cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang
tepat.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan
Hb.

Tujuan : tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)

Rencana tindakan :

1. Catat perubahan tanda vital

Rasional : perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya infeksi.

2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek,
dan nyeri panggul

Rasional : tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang


tidak terdeteksi.

3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan.

4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nifas,


mastitis dan saluran kencing

31
Rasional : infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

5. Berikan perawatan perineal, dan pertahankan agar pembalut jangan sampai terlalu
basah

Rasional : pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat menjadi
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.

6. Tindakan kolaborasi :

a. Berikan zat besi (anemi memperberat keadaan)

b. Beri antibiotika (pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk


keadaan infeksi)

6. Resiko shock hipovolemik b.d perdarahan

Tujuan : tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-tanda dalam
batas normal)

Rencana tindakan :

1. Anjurkan pasien untuk banyak minum

Rasional : peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular


sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi
jaringan.

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Rasional : perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indicator terjadinya dehidrasi


secara dini

32
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi

Rasional : dehidrasi merupakan indikasi terjadinya shock bila dehidrasi tidak


ditangani secara baik

4. Observasi intake cairan dan output

Rasional ; intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang
berlebihan

5. Kolaborasi dalam :

a. Pemberian cairan infuse atau transfusi

Rasional : caoran intravena dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat


meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock

b. Pemberian koagulantia dan uterotonika

Rasional : koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uretonika


merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

D. Evaluasi

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil

1. Tanda vital dalam batas normal :

a. Tekanan darah : 110/70 120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 70 - 80 x/menit

c. Pernafasan : 20 24 x/menit

33
d. Suhu : 36 370 C

2. Kadar Hb : lebih atau sama dengan 10 g/dl

3. Gas darah dalam batas normal

4. Klien dan Keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi


dan pengobatan yang dilakukan

5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan


perasaan psikologis dan emosinya

6. Klien dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari

7. Klien tidak merasa nyeri

8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya

34
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal, terutama di
Negara yang kurang berkembang perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian maternal.

Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak
lahir. Perdarahan dapat terjadi secara cesar massif dan cepat, atau secara perlahan-lahan tapi
secara terus menerus.

Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan


pertolongan sesuai penyebabnya.

Gangguan perdarahan pada kehamilan merupakan suatu keadaan emergensi yang


keberhasilannya tergantung pada kecepatan dan ketepatan penanganan tim kesehatan. Tindakan
perawat meminimalkan kehilangan darah, menganalisa hasil pengkajian untuk menentukan
diagnose yang tepat, dan melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
untuk mempertahankan kehamilan jika memungkinkan.

35
DAFTAR PUSTAKA

M bobak, Irene. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi Volume 2. Bandung : Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Bari saifudin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Macdonal Pritchard. 1991. Obstetri Wiliams Edisi ke tujuh belas. Surabaya : Air Langga
University Press

http://masalawiners.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-pada-ibu-dan-bayi.html

36

Anda mungkin juga menyukai