Anda di halaman 1dari 17

TEXT BOOK READING

Management Stroke with RT-PA

Pembimbing:

dr. Untung Gunarto, Sp. S

Disusun Oleh:

Agnes Indah Nugraheni

G4A015143

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Text Book Reading

Management Stroke with RT-PA

Diajukan untuk memenuhi syarat

mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik

di bagian Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Agustus 2017

Disusun oleh :

Agnes Indah Nugraheni G4A015143

Purwokerto, Agustus 2017

Pembimbing,

dr. Untung Gunarto, Sp. S


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah keadaan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Menurut
World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu gangguan saraf
fungsi akut yang disebabkan karena gangguan peredaran darah yang dapat
menimbulkan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal secara mendadak
dan cepat (Baehr, 2010).
Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, penyebab
kematian ketiga setelah jantung dan kanker serta menjadi penyebab kecacatan
yang utama (Biswas, 2009). Jumlah penderita stroke setiap tahunnya Amerika
Serikat sekitar 795.000. Jumlah yang terkena serangan stroke pertama sekitar
610.000 orang, sedangkan 185.000 merupakan stroke berulang. Rata-rata
seseorang mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4
menit. Sekitar 15-30% diantaranya menderita cacat menetap (Centers for
Disease Control and Prevention, 2013). Prevalensi stroke di wilayah Asia
misalnya di India sebesar 203 pasien per 100.000 penduduk, sedangkan di
China sebesar 219 pasien per 100.000 penduduk. Data Riskesdas pada tahun
2013 menunjukkan bahwa 7 dari 1000 orang di Indonesia terkena stroke
(Riskesdas, 2013).
Indonesia menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita
stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang
atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011. Diperkirakan
setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 %
atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat
(Riskesdas, 2013).
Secara umum angka kejadian stroke di dunia adalah 200 per 100.000
penduduk dalam satu tahun. Jumlah angka kejadian penderita yang terkena
stroke hemoragik adalah 40 per 100.000 penduduk, sedangkan jumlah angka
kejadian stroke iskemik adalah 160 per 100.000 penduduk. Kejadian stroke
iskemik sekitar 80% dari seluruh total kasus stroke, sedangkan kejadian
stroke hemoragik hanya sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke (Yastroki,
2012).
Stroke dibagi 2 jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau
stroke non hemoragik. Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang lebih
sering terjadi dibandingkan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan
tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di jaringan otak (Yastroki, 2012).
Pembedaan antara stroke iskemik dan perdarahan sangat penting untuk
menentukan terapi. Penatalaksanaan stroke iskemik telah berkembang pesat
dengan ditemukannya teknik revaskularisasi tissue plasminogen activator
(tPA) intravena dan kateterisasi intraarterial. Terapi trombolitik akan
mengurangi kecatatan sedang hingga berat, sampai 30%. Namun, hanya
sedikit pasien stroke yang bisa mendapat terapi ini, karena adanya criteria
keamanan yang ketat (Ham, 2013).
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
1. Definisi
Stroke adalah penyakit yang timbul mendadak dengan tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Fitzsimmons, 2008).
Stroke iskemik adalah stroke dengan tanda klinis berupa kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan nutrisi dan oksigen di jaringan otak (Yastroki,
2012).

2. Klasifikasi stroke
Klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (letak lesi), stadium
dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 2013).
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke iskemik
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Stroke yang diakibatkan karena adanya trombosis atau emboli
yang bersifat sementara menghambat aliran darah di otak.
Gejala neurologik yang timbul hilang kurang dari 24 jam.
b) Trombosis Serebri
Stroke yang diakibatkan karena adanya trombus atau endapan
lemak yang menghambat aliran darah ke otak sehingga otak
kekurangan nutrisi dan mengalami nekrosis.
c) Emboli Serebri
Stroke yang diakibatkan karena adanya embolus atau trombus
yang terlepas dari daerah lain (jantung) yang menghambat
aliran darah ke otak sehingga otak kekurangan nutrisi dan
mengalami nekrosis.
2) Stroke hemoragik
a) Perdarahan Intraserebral
Stroke yang terjadi karena pecahnya mikroaneurisma (berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Gejala neurologik timbul
karena ekstravasasi darah ke jaringan otak sehingga
menyebabkan otak mengalami nekrosis.
b) Perdarahan Subarakhnoid
Stroke yang terjadi akibat pembuluh darah di sekitar
permukaan otak pecah. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid
b. Berdasarkan stadium
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak berlangsung selama 24 jam sampai 7 hari.
3) Stroke in evolution
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak yang berlangsung progresif.
4) Completed Stroke
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak dengan gejala klinis yang menetap.
c. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1) Tipe Karotis
Stroke yang terjadi akibat infark atau perdarahan di sirkulasi
anterior otak (arteri karotis).
2) Tipe Vetebrobasiler
Stroke yang terjadi akibat infark atau perdarahan di sirkulasi
posterior otak (arteri vertebralis).
Lokasi lesi (Bamford, 2010)
Sindroma TACS (15%) PACS (35%) LACS (25%) PACS (25%)
Gambaran Defisit motoris/ 2/3 gambaran gambaran Defisit
klinis sensoris meliputi TACS TACS motoris/sensoris
2/3 wajah, Defisit lebih bilateral
ekstremitas atas terbatas dari
dan bawah pada LACS

Disfungsi korteks Disfungsi Disfungsi Paresis saraf


(afasia, apraksia, korteks Korteks kranial dengan
neglect) defisit motorik/
sensorik
kontralateral

Hemianopia Hemiparesis Defisit lapang


ataksik tanpa pandang
hemianopia terisolasi
Gangguan gerak
mata
terkonjugasi

Gangguan
serebeler tanpa
defisit
motoris/sensoris
ipsilateral
Mekanisme Emboli 70-80% Emboli 70-80% Gangguan Trombosis in-
pembuluh darah situ 80%
kecil Emboli 20%

Prognosis 60% meninggal 15% meninggal 10% meninggal 20% meninggal


(dalam 1 (40% dalam (5% dalam 30 (5% dalam 30 (<10% dalam 30
tahun) 30 hari) hari) hari) hari)
35% dependen 30% dependen 30% dependen 20% dependen
<5% independen 55% independen 60% independen 60% independen

Keterangan :
TACS: Total Anterior Circulation Syndromes LACS: Lacunar Syndromes
PACS: Partial Anterior Circulation Syndromes POCS: Posterior Circulation
Syndromes
B. Agen Trombolitik
1. Sejarah
Pada tahun 1980-an dikembangkan recombinant tissue
plasminogen activator (rt-PA), agen trombolitik yang ditemukan secara
alami pada sel endotelial vaskular yang terlibat dalam keseimbangan
antara trombolisis dan trombogenesis. Pada tempat trombus, ikatan antara
rt-PA dan plasminogen pada permukaan fibrin menginduksi perubahan
konformasi yang mengubah plasminogen menjadi plasmin dan melarutkan
gumpalan darah (Rivera, 2015).
Agen trombolitik dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu spesifik-
fibrin dan non-spesifikfibrin. Agen spesifik-fibrin termasuk alteplase,
reteplase, dan tenecteplase. Agen non-spesifik-fibrin termasuk
streptokinase yang diindikasikan untuk infark miokard akut, emboli paru
akut, trombosis vena dalam, dan trombosis arteri. Saat ini streptokinase
kurang diminati sebagai trombolitik dibandingkan rt-PA karena
menyebabkan banyak fibrigenolisis (Rivera, 2015).
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut.
Jenis obat golongan ini adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun
yang tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase (Ping, 2013).
2. Terapi rt-PA pada Stroke Iskemik
Sebagian besar stroke iskemik disebabkan sumbatan arteri serebri
oleh trombus. Pengalaman pemberian agen trombolitik pada infark
miokard akut, emboli paru, dan penyakit trombotik lainnya cukup berhasil,
begitu juga pada stroke. Namun, lebih dari 95% kasus gagal memenuhi
kriteria kelayakan; gejala dan tanda stroke dapat membingungkan pasien
dan klinisi, sehingga pasien terlambat mendapat pertolongan medis.
Penelitian oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS) dengan indikasi pemberian dalam 3 jam sejak timbul gejala jika
tidak ada perdarahan otak dan criteria eksklusi lainnya berdasarkan hasil
studi yang telah dilakukan pada NINDS trial 1 dan NINDS trial (Feske,
2012).
Pada NINDS trial pertama, 291 pasien dengan stroke iskemik akut
ditentukan secara acak, dalam 3 jam setelah onset stroke mendapatkan
alteplase atau plasebo intravena. Hasil primary end point adalah
pemulihan neurologis dalam 24 jam, diindikasikan sebagai perbaikan
fungsi neurologis paling sedikit 4 poin berdasarkan skor National Institute
of Health Stroke Scale (NIHSS). Pada penelitian ini tidak ada perbedaan
bermakna antara pasien yang menerima rt-PA dibandingkan plasebo. Pada
NINDS trial kedua yang melibatkan 333 pasien stroke iskemik akut
dengan primary end point adalah pemulihan fungsi neurologis setelah 3
bulan. Pasien yang diterapi dengan rt-PA memperlihatkan hasil yang lebih
baik dibandingkan placebo (gambar 2) (Jouch, 2013).

Gambar 1. Protokol penatalaksanaan multidisiplin dalam mengurangi


waktu sejak tiba di ruang emergensi hingga mendapat terapi trombolitik
dengan door-to-needle (DTN) < 60 menit http://www.strokeforum.com/
acute-stroke-treatment/solutions.html
3. Perluasan Waktu pada Terapi rt-PA
Tiga trial lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan antara
pemberian rt-PA dan plasebo. Penelitian tersebut termasuk European
Cooperative Acute Stroke Study (ECASS I), ECASS II, dan Alteplase
Thrombolysis for Acute Neurointerventional Therapy in Ischemic Stroke
(ATLANTIS). Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian NINDS
dalam beberapa aspek penting, di antaranya pasien dengan onset hingga 6
jam sejak timbul gejala stroke dan hanya 14% pasien yang diterapi dalam
3 jam, berbeda dengan NINDS yang hampir semua pasiennya mendapat
terapi dalam 3 jam pertama dan 48% dalam 90 menit. Studi ECASS III
yang melibatkan 821 pasien memperlihatkan bahwa pasien yang diterapi
dengan R-tPA 3-4,5 jam setelah onset stroke memiliki keluaran yang lebih
baik setelah 90 hari dibandingkan pemberian plasebo. Namun, Food and
Drug Administration (FDA) hanya menyetujui penggunaan tPA tidak lebih
dari 3 jam sejak onset gejala (Jouch, 2013).

Grafik 1. Studi NINDS trial 2 menunjukkan keluaran klinis yang baik


setelah 90 hari pada alteplase dibandingkan plasebo. .

http://www.activase.com/iscstroke/ninds-trial

4. Efek Samping Terapi Trombolitik


Komplikasi utama terapi trombolitik adalah perdarahan.
Perdarahan intrakranial dapat timbul pada 7% - 8% pasien. Pasien stroke
berat lebih mungkin mengalami komplikasi perdarahan, tapi tidak ada
bukti bahwa grup ini tidak mendapat manfaat dari trombolitik intravena.
Pasien usia lebih tua tidak mengalami peningkatan risiko perdarahan,
walaupun hasil keluaran lebih buruk dan mortalitas lebih tinggi. Di
samping usia dan skor NIHSS, faktor risiko perdarahan intrakranial,
kenaikan kadar gula darah, dan oklusi persisten arteri proksimal setelah 2
jam pemberian rt-PA (Wechsler, 2011).
Perdarahan sistemik dilaporkan terjadi 0,4% sampai 1,5% pasien.
Rekomendasi penatalaksanaan perdarahan intrakranial atau sistemik
setelah terapi trombolitik dengan pemberian kriopresipitat dan trombosit
walaupun bukti yang ada saat ini masih kurang. Komplikasi lain termasuk
angioedema wajah pada 1% sampai 5% pasien. Pada kebanyakan kasus,
gejala tersebut ringan dan cepat membaik, namun dapat membahayakan
jika angioedema yang terjadi menutupi jalan napas. Penatalaksanaan
dengan glukokortikoid dan antihistamin (Wechsler, 2011).

5. Agen Trombolitik Lain


Agen trombolitik intravena lain belum diuji secara intensif.
Desmoteplase adalah agen trombolitik lain yang didapat dari saliva
kelelawar telah menjalani uji klinis. Dua studi fase II Desmoteplase in
Acute Ischemic Stroke (DIAS) dan Dose Escalation of Desmoteplase for
Acute Ischemic Stroke (DEDAS) telah mendapatkan potensi efikasi dan
keamanan pada pasien yang mendapat terapi 3-9 jam onset stroke dengan
reperfusi yang baik dan kejadian perdarahan intrakranial lebih rendah
dibanding plasebo. Namun, penelitian fase III (DIAS-3) menunjukkan
tidak ada perbedaan kelompok desmoteplase dibandingkan plasebo
berdasarkan pengukuran modified Rankin Scale (mRS) setelah 3 bulan
terapi. (Ham, 2013).
Tenecteplase adalah tPA yang dimodifikasi dengan waktu paruh
lebih lama dan lebih spesifik terhadap fibrin daripada alteplase, dan
tampak menjanjikan dengan kemampuan reperfusi lebih baik dan
komplikasi perdarahan lebih sedikit. Penelitian US fase IIb tenecteplase
intravena pada stroke akut dihentikan lebih awal karena masalah
keamanan, namun penelitian fase IIb di Australia membandingkan
tenecteplase dengan alteplase menunjukkan perbaikan signifikan pada
keluaran klinis dibandingkan alteplase berdasarkan hasil CT perfusion
imaging. Saat ini sedang dilakukan uji fase III Study of Tenecteplase
versus Alteplase for Thrombolysis (Clot Dissolving) in Acute Ischemic
Stroke (NOR-TEST) yang berpusat di Norwegia yang akan selesai pada
2016. (NOR-TEST, 2016).
6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi (Jouch, 2013)
Kriteria Inklusi
Diagnosis stroke iskemik dengan defisit neurologis yang dapat dinilai
Onset gejala < 3 jam (ECAS III < 4,5 jam)
Usia > 18 tahun
Kriteria Eksklusi
Cedera kepala atau stroke sebelumnya dalam 3 bulan
Gejala yang mengarah ke perdarahan subaraknoid
Pungsi arteri di tempat yang tidak dapat dikompresi dalam 7 hari terakhir
Riwayat perdarahan intracranial
Neoplasma intracranial, malformasi arteriovena, atau aneurisma
Riwayat operasi inrakranial atau intraspinal dalam jangka waktu dekat
Tekanan darah sistolik >185 mmHg atau diastolik >110 mmHg yang tidak
respons dengan antihipertensi
Ada bukti perdarahan aktif
Hitung trombosit <100.000/mm3
Mendapat heparin dalam 48 jam, dengan hasil aPTT di atas batas nilai
normal
Menggunakan antikoagulan, dengan INR > 1,47 atau PT > 15 detik
Menggunakan direct thrombin inhibitor atau direct factor Xa inhibitor
dengan peningkatan parameter laboratorium seperti (aPTT, INR,
trombosit, ECT, TT)
Gula darah <50 mg/dL
CT dengan bukti infark multilobar (hipodensitas lebih dari sepertiga
hemisfer serebri)
Kriteria Eksklusi Relatif
Stroke minor atau dengan perbaikan yang cepat
Kejang saat onset stroke
Kehamilan
Pembedahan besar atau trauma serius dalam 14 hari
Perdarahan saluran cerna atau traktus urinarius dalam 21 hari
Infark miokard akut dalam 3 bulan
Usia >80 tahun*
Stroke berat (NIHSS >25)*
Riwayat stroke iskemik dan diabetes*
*Memerlukan pertimbangan risk to benefit pasien untuk pemberian rt-PA
7. Penatalaksanaan stroke iskemik akut dengan rt-PA (Jouch, 2013)
a. Infus rt-PA 0,9 mg/kg (maksimum dosis 90 mg) dalam 60 menit,
dengan 10% dosis total diberikan sebagai bolus IV inisial dalam 1
menit
b. Untuk memudahkan proses monitoring pasien dirawat di ICU atau
stroke unit
c. Jika terdapat nyeri kepala hebat, hipertensi akut, mual atau muntah,
atau perburukan pada pemeriksaan neurologis, hentikan infus (jika rt-
PA masih sedang diberikan) dan lakukan CT scan segera.
d. Monitoring tekanan darah dan lakukan penilaian neurologis setiap 15
menit selama dan setelah infus rt-PA selama 2 jam, selanjutnya setiap
30 menit selama 6 jam, selanjutnya setiap jam selama 24 jam.
e. Naikkan frekuensi pemeriksaan tekanan darah jika tekanan darah
sistolik >180 mmHg atau jika tekanan darah diastolik >105 mmHg;
berikan medikasi antihipertensi untuk mempertahankan tekanan darah.
f. Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin, atau kateter tekanan
intra-arteri.
g. Lakukan CT scan atau MRI 24 jam setelah pemberian rt-PA sebelum
pemberian antikoagulan dan antiplatelet.

8. Manajemen hipertensi stroke iskemik akut yang mendapat terapi rt-PA


(Jouch, 2013)
a. Pasien dengan tekanan darah >185/110 mmHg:
1) Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi 1 kali;
atau
2) Nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi dinaikkan 2,5 mg/jam setiap 5-15
menit, maksimum 15 mg/jam; ketika tekanan darah tercapai
sesuaikan batas tekanan darah yang diinginkan
3) Agen lainnya (hydralazine, enalprilat, dll) dapat dipertimbangkan
4) Jika tekanan darah > 185/110 mmHg, jangan berikan rt-PA
b. Manajemen tekanan darah selama dan setelah rt-PA untuk
mempertahankan tekanan darah di bawah 180/105 mmHg:
1) Monitor tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam dari mulai
pemberian rt-PA, selanjutnya setiap 30 menit selama 6 jam,
selanjutnya setiap jam selama 16 jam.
c. Jika tekanan darah sistolik >180-230 mmHg atau diastolik >105-120
mmHg selama dan setelah rt-PA :
1) Labetalol 10 mg IV diikuti infus IV kontinu 2-8 mg/jam; atau
2) Nikardipin 5 mg/jam IV, dititrasi hingga efek yang diinginkan,
naikkan 2,5 mg/jam setiap 5-15 menit, maksimum 15 mg/jam
d. Jika tekanan darah tidak terkontrol atau tekanan diastolik >140 mmHg,
pertimbangkan sodium nitroprusside

i. Hasil pemberian rt-PA

Gambar 2. CT Perfusion pada pasien dengan stroke, sebelum dan sesudah


Thrombolysis dengan Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA).
(Wechsler, 2011)
Gambar CT scan tanpa kontas dan gambar perfusi pada CT scan
ditampilkan sebelum dan sesudah pemberian trombolisis rt-PA. algoritma
matematik digunakan untuk menilai data perfusi, peta MTT(mean transit
time) untuk melihat perbedaan waktu antara aliran pada arteri dan vena,
CBV (cerebral blood Volume), dan CBF (cerebral blood flow) (Wechsler,
2011).
Pada gambar ct scan tanpa kontras menunjukan sebelum
trombolisis diberikan terdapat area hipodens di nucleus kaudatus kiri
(panah) dengan penurunan batas antara substansia alba dan grisea, setelah
pemberian trombolisis menunjukan area hiperdens di nucleus kaudatus kiri
seperti gambar perdarahan dengan zona infark yang mengelilinginya
(panah). Pada gambar CT perfusi sebelum pemberian trombolisis
menunjukan pemanjangan MTT, penurunan CBV dan penurunan CBF di
hemisfer kiri. Setelah pemberian trombolisis menunjukan perbaikan dalam
MTT, CBV dan CBF hampir di seluruh area walaupun masih terdapat area
hipoperfusi di nukelus kaudatus kiri (Wechsler, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Baehr, M., Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC

Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C. 2010. A prospective


study of acute cerebrovascular disease in the community-The Oxfordshire
Community Stroke Project: 2001-2006. J Neurol Neurosurg Psych. 53: 16

Biswas, M., Sen, S., Simmons, J. 2009. Original Articles: Etiology And Risk
Factors Of Ischemic Stroke In Indian American Patients From A Hospital
Based Registry In New Jersey, USA. Neurology Asia Journal. 14(2) : 81-6

Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Stroke Facts. Available from:
http://www.cdc.gov/stroke/facts.htm [Accessed 24 Agustus 2017]

Fitzsimmons, B.F.M. 2008. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke : Current


Diagnosis And Treatment In Neurology. New York: The McGraw-Hill
Companies

Feske SK. 2012. Thrombolytic therapy of acute stroke. Circulation 125:2662-6

Ham, Nazmul Ahasan, Yeanur Hossain. 2013. Thrombolytic Therapy in Acute


Stroke: Outcome, Barriers & How to Overcome. J MEDICINE 14 : 65-69

Jouch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Connors JJ, Demaerschalk BM, et al.
2013. Guideline for the early management of patients with acute ischemic
stroke. Stroke 44:870-947.

NOR-TEST. 2016 . Clinical Trial. Study of tenecteplase versus alteplase for


thrombolysis (Clot Dissolving) in acute ischemic stroke (NOR-TEST) [Internet].
2016 [Accessed 24 Agustus 2017]. Available from: https://clinicaltrials.gov/ct2/
show/study/NCT01949948

Ping NH, Lim C, Evaria, Jonelle M. Mims edisi bahasa Indonesia edisi 14.
Jakarta: Kelompok Gramedia. 2013

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. 2013. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia
.
Rivera-Bou WL, Schraga ED. Thrombolytic therapy [Internet]. 2015 Dec 8.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/811234-
overview#aw2aab6b3

Stroke Forum. Acute stroke management [Internet]. [Accessed 24 Agustus 2017].


Available from: http://www.strokeforum.com/acute-stroke-
treatment/solutions.html
Wechsler LR. 2011. Intravenous thrombolytic therapy for acute ischemic stroke.
NEJM. 342:2138-44
Yastroki. 2012. Brief Knowledge of Stroke Indonesian Stroke Foundation.
Available at: http://www.yastroki.or.id/read.php?id=3402006 [Accessed 24
Agustus 2017]

Anda mungkin juga menyukai