Pembimbing:
Disusun Oleh:
G4A015143
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Pembimbing,
A. Latar Belakang
Stroke adalah keadaan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Menurut
World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu gangguan saraf
fungsi akut yang disebabkan karena gangguan peredaran darah yang dapat
menimbulkan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal secara mendadak
dan cepat (Baehr, 2010).
Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, penyebab
kematian ketiga setelah jantung dan kanker serta menjadi penyebab kecacatan
yang utama (Biswas, 2009). Jumlah penderita stroke setiap tahunnya Amerika
Serikat sekitar 795.000. Jumlah yang terkena serangan stroke pertama sekitar
610.000 orang, sedangkan 185.000 merupakan stroke berulang. Rata-rata
seseorang mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4
menit. Sekitar 15-30% diantaranya menderita cacat menetap (Centers for
Disease Control and Prevention, 2013). Prevalensi stroke di wilayah Asia
misalnya di India sebesar 203 pasien per 100.000 penduduk, sedangkan di
China sebesar 219 pasien per 100.000 penduduk. Data Riskesdas pada tahun
2013 menunjukkan bahwa 7 dari 1000 orang di Indonesia terkena stroke
(Riskesdas, 2013).
Indonesia menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita
stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang
atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011. Diperkirakan
setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 %
atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat
(Riskesdas, 2013).
Secara umum angka kejadian stroke di dunia adalah 200 per 100.000
penduduk dalam satu tahun. Jumlah angka kejadian penderita yang terkena
stroke hemoragik adalah 40 per 100.000 penduduk, sedangkan jumlah angka
kejadian stroke iskemik adalah 160 per 100.000 penduduk. Kejadian stroke
iskemik sekitar 80% dari seluruh total kasus stroke, sedangkan kejadian
stroke hemoragik hanya sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke (Yastroki,
2012).
Stroke dibagi 2 jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau
stroke non hemoragik. Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang lebih
sering terjadi dibandingkan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan
tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di jaringan otak (Yastroki, 2012).
Pembedaan antara stroke iskemik dan perdarahan sangat penting untuk
menentukan terapi. Penatalaksanaan stroke iskemik telah berkembang pesat
dengan ditemukannya teknik revaskularisasi tissue plasminogen activator
(tPA) intravena dan kateterisasi intraarterial. Terapi trombolitik akan
mengurangi kecatatan sedang hingga berat, sampai 30%. Namun, hanya
sedikit pasien stroke yang bisa mendapat terapi ini, karena adanya criteria
keamanan yang ketat (Ham, 2013).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Definisi
Stroke adalah penyakit yang timbul mendadak dengan tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Fitzsimmons, 2008).
Stroke iskemik adalah stroke dengan tanda klinis berupa kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan nutrisi dan oksigen di jaringan otak (Yastroki,
2012).
2. Klasifikasi stroke
Klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (letak lesi), stadium
dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 2013).
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke iskemik
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Stroke yang diakibatkan karena adanya trombosis atau emboli
yang bersifat sementara menghambat aliran darah di otak.
Gejala neurologik yang timbul hilang kurang dari 24 jam.
b) Trombosis Serebri
Stroke yang diakibatkan karena adanya trombus atau endapan
lemak yang menghambat aliran darah ke otak sehingga otak
kekurangan nutrisi dan mengalami nekrosis.
c) Emboli Serebri
Stroke yang diakibatkan karena adanya embolus atau trombus
yang terlepas dari daerah lain (jantung) yang menghambat
aliran darah ke otak sehingga otak kekurangan nutrisi dan
mengalami nekrosis.
2) Stroke hemoragik
a) Perdarahan Intraserebral
Stroke yang terjadi karena pecahnya mikroaneurisma (berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Gejala neurologik timbul
karena ekstravasasi darah ke jaringan otak sehingga
menyebabkan otak mengalami nekrosis.
b) Perdarahan Subarakhnoid
Stroke yang terjadi akibat pembuluh darah di sekitar
permukaan otak pecah. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid
b. Berdasarkan stadium
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak berlangsung selama 24 jam sampai 7 hari.
3) Stroke in evolution
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak yang berlangsung progresif.
4) Completed Stroke
Gejala neurologik yang ditimbulkan akibat gangguan peredaran
darah di otak dengan gejala klinis yang menetap.
c. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1) Tipe Karotis
Stroke yang terjadi akibat infark atau perdarahan di sirkulasi
anterior otak (arteri karotis).
2) Tipe Vetebrobasiler
Stroke yang terjadi akibat infark atau perdarahan di sirkulasi
posterior otak (arteri vertebralis).
Lokasi lesi (Bamford, 2010)
Sindroma TACS (15%) PACS (35%) LACS (25%) PACS (25%)
Gambaran Defisit motoris/ 2/3 gambaran gambaran Defisit
klinis sensoris meliputi TACS TACS motoris/sensoris
2/3 wajah, Defisit lebih bilateral
ekstremitas atas terbatas dari
dan bawah pada LACS
Gangguan
serebeler tanpa
defisit
motoris/sensoris
ipsilateral
Mekanisme Emboli 70-80% Emboli 70-80% Gangguan Trombosis in-
pembuluh darah situ 80%
kecil Emboli 20%
Keterangan :
TACS: Total Anterior Circulation Syndromes LACS: Lacunar Syndromes
PACS: Partial Anterior Circulation Syndromes POCS: Posterior Circulation
Syndromes
B. Agen Trombolitik
1. Sejarah
Pada tahun 1980-an dikembangkan recombinant tissue
plasminogen activator (rt-PA), agen trombolitik yang ditemukan secara
alami pada sel endotelial vaskular yang terlibat dalam keseimbangan
antara trombolisis dan trombogenesis. Pada tempat trombus, ikatan antara
rt-PA dan plasminogen pada permukaan fibrin menginduksi perubahan
konformasi yang mengubah plasminogen menjadi plasmin dan melarutkan
gumpalan darah (Rivera, 2015).
Agen trombolitik dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu spesifik-
fibrin dan non-spesifikfibrin. Agen spesifik-fibrin termasuk alteplase,
reteplase, dan tenecteplase. Agen non-spesifik-fibrin termasuk
streptokinase yang diindikasikan untuk infark miokard akut, emboli paru
akut, trombosis vena dalam, dan trombosis arteri. Saat ini streptokinase
kurang diminati sebagai trombolitik dibandingkan rt-PA karena
menyebabkan banyak fibrigenolisis (Rivera, 2015).
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut.
Jenis obat golongan ini adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun
yang tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase (Ping, 2013).
2. Terapi rt-PA pada Stroke Iskemik
Sebagian besar stroke iskemik disebabkan sumbatan arteri serebri
oleh trombus. Pengalaman pemberian agen trombolitik pada infark
miokard akut, emboli paru, dan penyakit trombotik lainnya cukup berhasil,
begitu juga pada stroke. Namun, lebih dari 95% kasus gagal memenuhi
kriteria kelayakan; gejala dan tanda stroke dapat membingungkan pasien
dan klinisi, sehingga pasien terlambat mendapat pertolongan medis.
Penelitian oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS) dengan indikasi pemberian dalam 3 jam sejak timbul gejala jika
tidak ada perdarahan otak dan criteria eksklusi lainnya berdasarkan hasil
studi yang telah dilakukan pada NINDS trial 1 dan NINDS trial (Feske,
2012).
Pada NINDS trial pertama, 291 pasien dengan stroke iskemik akut
ditentukan secara acak, dalam 3 jam setelah onset stroke mendapatkan
alteplase atau plasebo intravena. Hasil primary end point adalah
pemulihan neurologis dalam 24 jam, diindikasikan sebagai perbaikan
fungsi neurologis paling sedikit 4 poin berdasarkan skor National Institute
of Health Stroke Scale (NIHSS). Pada penelitian ini tidak ada perbedaan
bermakna antara pasien yang menerima rt-PA dibandingkan plasebo. Pada
NINDS trial kedua yang melibatkan 333 pasien stroke iskemik akut
dengan primary end point adalah pemulihan fungsi neurologis setelah 3
bulan. Pasien yang diterapi dengan rt-PA memperlihatkan hasil yang lebih
baik dibandingkan placebo (gambar 2) (Jouch, 2013).
http://www.activase.com/iscstroke/ninds-trial
Baehr, M., Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC
Biswas, M., Sen, S., Simmons, J. 2009. Original Articles: Etiology And Risk
Factors Of Ischemic Stroke In Indian American Patients From A Hospital
Based Registry In New Jersey, USA. Neurology Asia Journal. 14(2) : 81-6
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Stroke Facts. Available from:
http://www.cdc.gov/stroke/facts.htm [Accessed 24 Agustus 2017]
Jouch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Connors JJ, Demaerschalk BM, et al.
2013. Guideline for the early management of patients with acute ischemic
stroke. Stroke 44:870-947.
Ping NH, Lim C, Evaria, Jonelle M. Mims edisi bahasa Indonesia edisi 14.
Jakarta: Kelompok Gramedia. 2013