Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan yang tersebar dengan 17 ribuan pulau
hanya bisa terhubungkan dengan baik dengan sistem transportasi multi moda, tidak
ada satu moda pun yang bisa berdiri sendiri, melainkan saling mengisi. Masing-
masing moda mempunyai keunggulan dibidangnya masing-masing. Pemerintah
berfungsi untuk mengembangkan keseluruh moda tersebut dalam rangka
menciptakan system transportasi yang efisien, efektif dan dapat digunakan secara
aman dapat menempuh perjalanan dengan cepat dan lancar.
Jaringan transportasi dapat dibentuk oleh moda transportasi yang terlibat
yang saling berhubungan yang rangkai dalam Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas). Masing- masing moda transportasi memiliki karakteristik teknis yang
berbeda danpemanfaatannya disesuaikan dengan kondisi geografis daerah layanan.
Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) adalah tatanan transportasi yang
terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta
api, transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, transportasi laut serta
transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali
pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat
pikir membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien,
berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang
secara dinamis.
Bandar udara (disingkat: Bandara) atau Pelabuhan Udara merupakan sebuah
fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara
yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-
bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator
layanan penerbangan maupun bagi penggunanya.
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):
Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan,

1
instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian
untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.
Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
"lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat".
Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah tanah lapang
berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Di
masa Perang Dunia I bandar udara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya
penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai terlihat seperti sekarang.
Setelah perang, bandar udara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani
penumpang.
Sekarang, bandar udara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat.
Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko,
restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-
bandara baru.
Kegunaan bandar udara selain sebagai terminal lalu lintas manusia /
penumpang juga sebagai terminal lalu lintas barang. Untuk itu, di sejumlah bandar
udara yg berstatus bandar udara internasional ditempatkan petugas bea dan cukai.
Di indonesia bandar udara yang berstatus bandar udara internasional antara lain
Polonia (Medan), Soekarno-Hatta (Cengkareng), Djuanda (Surabaya), Sepinggan
(Balikpapan), Hasanudin (Makassar) dan masih banyak lagi.
Landas pacu yang mutlak diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu
biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani. Untuk bandar udara
perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukup dari rumput ataupun tanah
diperkeras (stabilisasi). Panjang landasan perintis umumnya 1.200 meter dengan
lebar 20 meter, misal melayani Twin Otter, Cessna, dll. pesawat kecil berbaling-
baling dua (umumnya cukup 600-800 meter saja). Sedangkan untuk bandar udara
yang agak ramai dipakai konstruksi aspak, dengan panjang 1.800 meter dan lebar
30 meter. Pesawat yang dilayani adalah jenis turbo-prop atau jet kecil seperti
Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dlsb. Pada bandar udara yang ramai, umumnya

2
dengan konstruksi beton dengan panjang 3.600 meter dan lebar 45-60 meter.
Pesawat yang dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747,
Hercules, dlsb. Bandar udara international terdapat lebih dari satu landasan untuk
antisipasi ramainya lalu lintas.
Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat dengan bangunan terminal,
sedangkan taxiway menghubungkan apron dan run-way. Konstruksi apron
umumnya beton bertulang, karena memikul beban besar yang statis dari pesawat
Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller, berupa
menara khusus pemantau yang dilengkapi radio control dan radar. Karena dalam
bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka diseduiakan unit penanggulangan
kecelakaan (air rescue service) berupa peleton penolong dan pemadan kebakaran,
mobil pemadam kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulance, dll. peralatan
penolong dan pemadam kebakaran, juga ada fuel service untuk mengisi bahan bakar
avtur.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Desain Lapangan Terbang ini
adalah:
Mampu merencanakan konstruksi lapangan terbang yang memenuhi
persyaratan struktural.
Mampu menerapkan ilmu yang diperoleh pada mata kuliah lapangan
terbang ke dalam suatu perencanaan (desain) lapangan terbang.
Memenuhi salah satu syarat wajib menyelesaikan tugas besar pada mata
kuliah Perencanaan Lapangan Terbang Jurusan Teknik Sipil di Fakultas
Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
1.3 Rumusan Masalah
Pembuatan Desain Lapangan Terbang ini mencakup beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana merencanakan arah landas pacu bandar udara dengan
metode windrose ?
2. Bagaimana merencanakan panjang landas pacu sesuai pesawat
rencana meliputi perhitungan declared distance dan field length
dalam kondisi penerbangan.

3
3. Bagaimana merencanakan kode ARC (Aerodrome Refrence Code).
4. Bagaimana merencanakan dimensi perkerasan dan panjang runway ?
5. Bagaimana merencanakan desain geometri dan tebal perkerasan
sesuai ARC dari runway, taxiway, stopway dan apron.
6. Bagaimana merencanakan tebal perkerasan runway, taxiway, stopway
dan apron.
1.4 Batasan Masalah
Pembuatan Desain Lapangan Terbang ini mencakup beberapa hal pekerjaan,
yaitu :
1. Merencanakan arah landas pacu bandar udara dengan metode
windrose
2. Merencanakan panjang landas pacu sesuai pesawat rencana meliputi
perhitungan declared distance dan field length dalam kondisi
penerbangan.
3. Merencanakan kode ARC (Aerodrome Refrence Code).
4. Merencanakan desain geometri dan tebal perekrasan sesuai ARC dari
runway, taxiway, stopway dan apron.
5. Mengambar Geometrik Hasil Perhitungan
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan desain Lapangan Terbang adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, dan
sistematika penulisan dalam desain lapangan terbang.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisikan teori-teori tentang lapangan terbang, serta pengetahuan bandar
udara secara umum yang didapat dari literatur dan referensi serta hasil browsing
dari internet.
BAB III : PERHITUNGAN & PEMBAHASAN
Berisikan tentang cara perhitungan perencanaan dimensi lapangan terbang,
serta apron.

4
BAB IV : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang berfungsi sebagai batasan dari
pembahasan dalam desain ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bandar Udara


Definisi Lapangan Terbang menurut ilmu teknik sipil adalah suatu
kumpulan dari beberapa fasilitas pendukung yang saling berhubungan dan melayani
aktivitas transportasi udara seperti landasan pacu (runway), landasan penghubung
(taxiway), apron, gedung terminal, ATC-tower, dan hanggar Rutinitas dari aktivitas
penerbangan pada lapangan terbang membentuk suatu sistem bandar udara.
Menurut Annex 14 dari International Civil Aviation Organization
(ICAO), Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk
bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau
sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.
Menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk
segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk
menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat".

Gambar 2.1 Sketsa Fasilitas Bandara

6
2.2 Komponen Komponen Bandar Udara
2.2.1 Air Space
Komponen yang paling dekat dengan ATC adalah Airspace atau ruang
udara. sebagaimana orang yang bekerja, pasti mempunyai ruang kerja, meja kerja,
pekerjaan itu sendiri dan wilayah kerja atau tugas pokok dan tanggung jawab.
selayaknya pekerja profesional lainnya ATC juga mempunyai meja kerja yang
disebut desk control, ruang kerja (ada TOWER, Ruang APP/ACC), pekerjaannya
adalah memandu peswat itu sendiri, dan wilayah kerjanya adalah ruang udara. ATC
itu sama halnya pedagang, ATC berjualan, tetapi bukan barang yang di jual akan
tetapi service, dan konsumennya adalah Airlines dalam hal ini secara langsung
adalah pesawat. tapi tugas pokok dan fungsi utamnya adalah menjamin keselamatan
pesawat udara yang ada di wilyah kerjanya. oleh karena itu terkadang ATC ngotot
memberikan perintah kepada pilot, meski pilot g suka tapi harus di lakukan karena
menyangkut keselamatan pesawat itu sendiri.
Airspace pada dunia ATC umumnya di bagi menjadi 2 yakni controlled
airspace dan uncontrolled airspace.
1. Controlled airspace yaitu, ruang udara yang mendapat pelayanan ATC berupa
instruksi, informasi, clearance.
2. Uncontrolled airspace tidak mendapat layanan ATC, tetapi layanan komunikasi
penerbangan yang hanya berupa informasi saja.
A. Controlled airspace
Secara umum Controlled airspace di bagi menjadi 3 yaitu :
1. Aerodrome Control : merupakan ruang udara yang adaa di sekitar bandar udara
yang menjadi wilayah kerja dan wewwenang ATC di unit Aerodrome Control
Tower (ADC)
2. Control Zsxone (CTR) / Terminal Area (TMA) : merupakan area dimana
pesawat terbang di wilayah udara setelah bandar udara sebelum dia mencapai
ketinggian jelajah yang akan di tempuhnya atau wilayah yang akan dilewati
sesaat sebelum memasuki wilayah bandar udara sebelum ia mendarat.
3. Control Area (CTA) : merupakan wilayah udara yang luas yang ketinggiannya
mencapai 40000 kaki diatas permukaan laut. di wilayah ini lah pesawat

7
mencapai ketinggian jelajah dan terbang menuju arah yang telah di tentukan
dengan melewati jalur yang telah ditetapkan. jalur penerbangan tersebut
bernama ATS Route
B. Uncontrolled Airspace
Ada beberapa Uncontrolled Airspace antara lain:
1. Aerodrome Flight Information Service (AFIS) : merupakan wilayah bandar
udara, tetapi bandara tersebut belum active control atau dengan kata lain, badar
udara tersebut belum mendeklarasikan bahwa dirinya memberikan pelayanan
ATC service terutama Aerodrome Control Service yang di berikan Aerodrome
Control Tower (dengan kata lain, bandara tersebut tidak memiliki tower).
2. Flight Information Region (FIR) : wilayah udara yang bukan termasuk di dalam
control zone dan juga control area. di Indonesia terdapat 2 FIR yaitu FIR
Jakarta dan FIR Ujung pandang.
2.2.1.1 Runway ( Landas Pacu )
Runway adalah Area yang dipergunakan untuk take-off dan landing pesawat
terbang yang sedang beroperasi, Jumlahnya tergantung dari volume lalu lintas yang
dilayani oleh Lapngan terbang yang bersangkutan dan Orientasinya tergantung
kepada antara lain oleh luas lahan yang tersedia untuk pengembangan lapangan
terbang dan arah angin dominan yang bertiup.
Untuk perencanaan Landas pacu atau Runway ada 3 hal yang perlu di
perhatikan yaitu :
ARFL ( Aeroplane Refrence Field Length)
Windrose
ARC ( Aero Refrence Code)

Gambar 2.2.1.1 Landas Pacu

8
A. ARFL ( Aeroplane Refrence Field Length)
Pada dasarnya setiap pesawat dilengkapi dengan Kebutuhan Panjang
Landas Pacu minimal yang harus disiapkan menurut standart Pabrik pembuat
pesawat tersebut. Namun tentunya diperlukan koreksi terhadap panjang landas
pacu tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan bandar udara tempat pesawat
melakukan kegiatan takeoff dan landing yang meliputi:
Temprature
Temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan landasan yang lebih panjang.
Standar temperatur sebesar 590F = 150C
Ft = 1 + 0.01 (T (15 0.0065 h) metric
Ft = 1 + 0.0056 (T (59 0.0036 h) imperial
T = Aerodrome reference temperatur
Ketinggian Altitude
ARFL bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari
ketinggian muka laut, maka rumusnya :
Fe = 1 +0,07 h/300 Metric
Fe = 1 +0,07 h/1000 Imperial
h = Aerodrome Elevasi
Kemiringan Landasan
1. Kemiringan ke atas memerlukan landasan yang lebih panjang dibanding
landasan yang datar/menurun.
2. Kriteria perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan landasan
sebesar 1.5%
Fs = 1 + 0.1 S
S = kemiringan landas pacu
Angin Permukaan
Landasan yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head
wind), sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) landasan yang diperlukan
lebih panjang.

9
Tabel Pengaruh Angin Permukaan

Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan
berikut:
Kondisi take-off :
ARFL = (ARFLrencana x Ft x Fe x Fs) + Fw .(22)
ARFLKondisi landing :
ARFL = (ARFLrencana x Fe) + Fw .(23)
Dimana :
ARFLrencana = Panjang runway rencana, m
Ft = faktor koreksi temperature
Fe = faktor koreksi elevasi
Fs = faktor koreksi kemiringan
Fw = faktor koreksi angin permukaan (ARFLrencana x % angin)
B. Windrose
Posisi arah landasan harus mengacu pada kondisi arah angin dominan
dikawasan lokasi tersebut untuk menghindari terjadinya angin samping (crosswind)
yang membahayakan penerbangan pesawat. Penentuan arah dominan dengan cara
metode mawar angin (windrose).
Ketersediaan lahan pembangunan bandar udara harus sesuai dengan kondisi
angin dominan. Menentukan standart cross wind yang disajikan (annex 14 edisi
VIII maret 1983)
- ARFL > 1500 M = 20 Knot
- ARFL 1200 S/D 1499 M = 13 Knot
- ARFL < 1200 M = 10 Knot

10
C. ARC ( Aerodrome Reference Code )
Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan
Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca
hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai
karakteristik bandara (Annex 14, 2004). Kontrol dengan ARC dapat dilakukan
berdasarkan pada Tabel berikut:
Tabel Aerodrome Reference Code

2.2.1.2 Taxiway ( Landas Hubung )


Landasan penghubung merupakan jalur penghubung untuk mobilitas
pesawat terbang dari apron ke landasan pacu dan sebaliknya, yakni terdiri atas jalur
penghubung masuk landasan pacu (entrance taxiway) dan jalur penghubung keluar
landasan pacu (exit taxiway)

Gambar 2.2.1.2 Landas Hubung ( Taxiway )

11
2.2.1.3 Apron ( Parkir Pesawat )
Merupakan area parkir pesawat terbang dengan struktur perkerasan kaku
(rigid pavement) pada masing-masing jalur terminal yakni terminal kedatangan
maupun terminal keberangkatan.

Gambar 2.2.1.3 Apron


2.2.2 Land Side
Secara garis besar fasilitas bangunan dan prasarana sisi darat suatu Bandar
udara termasuk dalam katagori Land Side, contohnya seperti dibawah ini :
A. Gerbang
Sebuah bagian dalam terminal bandar udara untuk memindahkan
penumpang dan awak maskapai penerbangan ke dalam pesawat
terbang.Penumpang naik atau turun dari pesawat melalui salah satu metode ini:
- Jembatan jetway
- Tangga udara, dipasang di pesawat atau dari kendaraan bergerak
- Ruang tunggu bergerak
- Meninggalkan pesawat melalui anak tangga bergerak dan berjalan ke apron
menuju atau dari gedung terminal
B. Terminal
Terminal merupakan daerah pertemuan antara sisi udara (Air side) dan sisi
darat(Land side) daerah ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk pemrosesan
penumpang dan bagasi. Sistem ini merupakan penghubung utama antara jalan
masuk darat dengan pesawat.

12
Gambar 2.2.2 Gedung Terminal
C. Jalan Masuk Bandar Udara
Jalan masuk ke Bandara bukan saja diperlukan oleh penumpang
pesawat,tetapi juga oleh pemakai jalan lain seperti karyawan, pengunjung, truk
pengangkut barang dan kegiatan yang berhubungan dengan Bandara.
D. Parkir Kendaraan
Tersedianya parkir kendaraan sangat penting bagi Bandara walaupun
angkutan umum akan dikembangkan, namun pemakaian mobil pribadi tetap
merupakan hal yang penting dimasa datang. Pertimbangan utama untuk
menentukan lokasi parkir adalah jarak jalan kaki sedekat mungkin ke Terminal.
Lapangan parkir di Bandara digunakan oleh :
a. Penumpang pesawat
b. Pengunjung yang menemani penumpang
c. Pengunjung Bandara untuk rekreasi
d. Taxi, Minibus, persewaan mobil
e. Orang yang berkepentingan di Bandara
f. Karyawan Bandara ( sebaiknya disendirikan )
E. Fasilitas Bangunan operasional
Fasilitas Bangunan Operasional Meliputi:
a. Fasilitas Bangunan umum, yang mencakup:
Kantor administrasi
Rumah Dinas
Gardu Jaga / Pos jaga

13
Garasi Alat-alat Berat
Work Shop / Bengkel
Ruang Catering (jasa boga)
b. Fasilitas Bangunan Umum Penunjang, yang mencakup:
Kantin
Poliklinik (Ruang Kesehatan)
Masjid / Mushola / Tempat Ibadah lainnya
Kios / Pasar
Sekolah
c. Fasilitas Bangunan Teknik Utama, antara lain:
Tower / menara pengawas
Gedung Operasi
RX / TX (Bangunan Radar)
DVOR / DME (Radio Navigasi Udara)
AMSC (American Superconductor Corporation)
APP
ILS (Instrument Landing System)
d. Fasilitas Bangunan Teknik Penunjang, antara lain:
DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara)
Power House (Rumah genset)
CCR (Constand Current Regulator)
Meteo
SAR
Hanggar

Gambar 2.2.2 ATC ( Air Traffict Control )

14
F. Fasilitas Prasarana sisi Darat
Fasilitas Prasarana sisi Darat meliputi :
Bangunan Air
Jalan dan Parkir
Jembatan
Gorong-Gorong
Landscaping
Pagar
G. Fasilitas Peralatan Terminal
Fasilitas Peralatan Terminal meliputi :
Sign Board / Graphic Sign
Sound system
Flight information board
Telepon
TV
Counter
Conveyor belt
Gravity Roller
Timbangan
Trolley
AC
Kursi tunggu
Garbarata
CCTV
H. Fasilitas Bangunan Terminal
Fasilitas bangunan terminal terdiri dari terminal khusus, Terminal
penumpang dan terminal cargo

15
a. Terminal Khusus
Fasilitas Bangunan umum yang tidak termasuk bangunan operasi (tidak
menunjang kegiatan operasional), yang termasuk dalam bangunan ini
adalah :
Perumahan Pegawai/Karyawan dan Karyawati Bandar Udara
Poliklinik
Gudang Barang
Peralatan Menara Air
b. Terminal Penumpang
Fasilitas Bangunan terminal penumpang adalah bangunan yang
disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
penumpang dari mulai keberangkatan hingga kedatangan. Aspek yang
diperhatikan dalam penilaian kinerja operasional adalah jumlah dan
kondisi fasilitas tersebut.
Didalam Terminal penumpang terbagi 3(tiga) bagian yang meliputi
Keberangkatan, Kedatangan serta Peralatan penunjang bandar udara
udara.
1. Fasilitas keberangkatan
Checkin counter adalah fasilitas pengurusan tiket pesawat
terkait dengan keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh
jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar
udara tersebut.
Check in area adalah area yang dibutuhkan untuk menampung
check in counter. Luasannya dipengaruhi oleh jumlah penupang
waktu sibuk yangdilayani oleh bandar udara tersebut.
Rambu / marka terminal bandar udara adalah pesan dan
papaninformasi yang digunakan sebagai penunjuk arah dan
pengaturan sirkulasi penumpang didalam terminal.
Pembuatannya mengikuti tata aturan baku yang merupakan
standar internasional.

16
Fasilitas Custom Imigration Quarantina / CIQ (bandar udara
Internasional), Ruang tunggu, Tempat duduk, dan Fasilitas
umumlainnya (toilettelepondsb) adalah fasilitas yang harus
tersedia pada terminal keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi
oleh jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh
bandar udara tersebut.
Selain itu pada terminal keberangkatan juga terdapat fasilitas
Hall keberangkatan dimana hall ini menampung semua kegiatan
yang berhubungan dengan keberangkatan calon penumpang dan
dilengkapi dengan Kerbkeberangkatan, Ruang tunggu
penumpang, Tempatduduk dan fasilitas umumToilet.
2. FasilitasKedatangan
Ruang kedatangan adalah ruangan yang digunakan untuk
menampung penumpang yang turun dari pesawat
setelahmelakukan perjalanan. Luasannya dipengaruhi oleh
jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar
udara tersebut. Fasilitas ini dilengkapi dengan kerb kedatangan
dan baggage claimarea.
Baggage Conveyor Belt adalah fasilitas yag digunakan untuk
melayani pengambilan bagasi penumpang. Panjang dan
jenisnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk
yang dilayani oleh bandar udara tersebut dan banyaknya bagasi
penumpang yang diperkirakan harus dilayani.
Rambu/marka terminal bandar udara, Fasilitas Custom
Imigration Quarantine/ CIQ (bandarudara Internasional)dan
Fasilitasumum lainnya (toilet, telepon, dsb) adalah
kelengkapan terminal kedatangan yang harus disediakan yang
jumlah dan luasnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu
sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut.

17
c. Terminal Kargo
Fasilitas Bangunan Terminal Barang (Kargo) adalah bangunan terminal
yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang (kargo) udara
yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Luasannya dipengaruhi oleh
berat dan volume kargo waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara
tersebut. Fasilita sini meliputi Gudang, Kantor Administrasi, Parkir
Pesawat, Gedung Operasi, Jalan Masuk dan Tempat parkir kendaraan
umum. Fasilitasfasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas standar
yang dalam penyediaan dan pengoperasiannya disesuaikan dengan
klasifikasi kemampuan bandar udara bersangkutan.
2.3 Karakteristik Pesawat
Karakteristik pesawat terbang yang dipertimbangkan dalam perencanaan
lapangan terbang adalah :
Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread)
dan panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang rencana mempengaruhi
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung
(taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi
apron, diameter manuver perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan letak
gedung terminal pada kompleks bandar udara.
Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan
(nose gear) dan wheel tread/ jarak antara roda pendarat utama
mempengaruhi perencanaan ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar
landasan penghubung (taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan
penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton untuk perkerasan apron
Berat pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran panjang landasan
pacu (runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off)
dan pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada
landasan pacu dan landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada apron.
Length, Merupakan panjang badan pesawat yang digunakan untuk
menentukan pelebaran taxiway (tikungan), lebar exit R/W, T/W, besar
apron, besar hanggar.

18
Height, Merupakan tinggi pesawat yang digunakan untuk menentukan
tinggi pintu hanggar, serta instalasi dalam hanggar.
Wheel/Gear Tread Merupakan jarak antar roda utama terhitung dari as ke as
yang digunakan untuk menentukan radius putar pesawat.
Outer main gear wheel span (OMGWS) Merupakan jarak antar roda utama
terluar, dimana nilai ini menentukan Reference Code Letter.
Tail Width Merupakan lebar sayap belakang yang digunakan untuk
menentukan luas apron.
Untuk lebih jelas mengenai dimensi pesawat terbang, dapat melihat Gambar berikut

Gambar 2.3 Dimensi Pesawat Terbang

19
Tabel 2.3 (A) Karakteristik Pesawat

20
21
(Sumber ICAO )
Tabel 2.3 (B) Karakteristik Pesawat Terbang

(Sumber Heru Basuki, merancang dan merencanakan Pesawat terbang )

22
Tabel 2.3 (C) Karakteristik Pesawat Terbang

23
24
2.3.1 Berat Pesawat
Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras landing
movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan
dengan pengoperasian pesawat antara lain:
Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE), Adalah beban
utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi
tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
Muatan (Payload), Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk
diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya
beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara
teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar
kosong dan berat operasi kosong.

25
Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW), Adalah beban
maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang dan
barang.
Berat lereng maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW), Adalah beban
maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parker pesawat ke
pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi
pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot
pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat
operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar
yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload).
Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW) Adalah
beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat)
sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat
pengoperasian dirangkum dalam Tabel berikut:

Tabel 2.3.1 Beban Pesawat saat Pengoperasian

26
2.3.2 Konfigurasi Roda Pesawat Terbang
Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat
berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi
roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan
selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat
roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban
pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan
berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar.
Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama untuk beberapa jenis
pesawat seperti yang terlihat pada Gambar berikut:

Gambar 2.3.2 Konfigurasi Roda Pesawat

27
2.4 Konfigurasi Landasan Pacu Bandara ( Runway )

Gambar 2.4 Skema Perencanaan Runway


2.4.1 Merencanakan Declarated Distance
Declared Distance adalah Jarak Operasional yang harus diketahui oleh Pilot
untuk tujuan take off, landing atau pembatalan take off yang Aman.
A. Take Off Run Avaliable (TORA)
TORA adalah panjang runway yang tersedia untuk meluncur (groudRun)
bagi pesawat yang take off. Pada umumnya TORA adalah Panjang keseluruhan dari
Runway tidak termasuk Stopway atau Clearway. TORA = Panjang Runway Total
B. Take Off Distance Available (TODA)
TODA adalah Jarak yang tersedia bagi pesawat terbang untuk
Menyelesaikan Ground run, Lift off dan initial climb hingga ketinggian 35 Ft.
TODA = TORA + Clearway
C. Accelerate Stop Distance Available (ASDA)
ASDA adalah Panjang Take Off Run yang tersedia ditambah dengan
panjang Stop way . ASDA = TORA + Stopway

28
D. Landing Distance Available (LDA)
LDA adalah panjang runway yang tersedia untuk ground run pesawat yang
melakukan kegiatan landing. LDA dimulai dari Runway. Treshold dan tidak
termasuk Stopway dan Clearway. LDA = Panjang Runway

Gambar 2.4.1 Diclarated Distance


2.4.2 Komponen Runway

Gambar 2.4.2 Komponen Runway


A. Structural Pavement
Merupakan perkerasan struktur yang memikul beban pesawat untuk
kegiatan manufer, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya.
B. Shoulders
Merupakan Bahu landas pacu yang terletak di sisi kiri dan kana runway yang
berfungsi menahan erosi hembusan jet dan sebagai transisi antara landasan dengan
permukaan tanah didekatnya.

29
Tabel 2.4.2 (B.1) Lebar Shoulder Minimum

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

Tabel 2.4.2 (B.2) Lebar Runway Minimum

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

C. Blast Pad
Suatu daerah yang dirancang untuk menceggah erosi permukaan yang
berdekatan dengan ujung Runway yang menerima hembusan jet yang berulang.
Menurut ICAO :
Panjang Standart Normal Blast Pad = 100 ft (30 meter)
Panjang Untuk Pesawat Transport = 200 ft (60 meter)
Panjang Pesawat berbadan besar = 400 ft (120 meter)
Lebar Blast Pad = Lebar R/w
D. Runway End Safety Area (RESA)
Merupakan suatu daerah simetris yang merupakan perpanjangan landas
pacu yang berfungsi sebagai daerah aman untuk proses takeoff dan landing
pesawat. RESA harus bersih dari benda-benda yang mengganggu, Rata, dan diberi
drainase yang baik.
Panjang minimum RESA = 90 meter
Lebar RESA = Tidak kurang dari 2x Lebar R/W
Panjang RESA (Kode 3 & 4) = 240 meter

30
Panjang RESA (Kode 1 & 2) = 120 meter
Tabel 2.4.2 (D) Penggolongan RESA

E. Stopway
Daerah persegi empat diujung take off run yang disediakan sebagai tempat
berhenti ketika terjadi pembatalan take off pesawat.
Lebar Stop Way = Lebar R/w + (2x Shoulders)
Panjang Stop Way = minimum 60 meter sebelum ujung R/w Strip
Tabel 2.4.2 (E) Dimensi Stopway

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

F. Clear Way
Merupakan daerah berupa tanah atau air di ujung take off run yang berada
dalam kontrol aerodrome yang dipersiapkan sebagai area yang cukup bagi pesawat
untuk mengudara pada ketinggian tertentu.
Menurut ANEX 14, Dimensi Clearway sebagai berikut:
Lebar Clearway (Kode 3 & 4) = Tidak boleh kurang 150 meter
Lebar Clearway (Kode 2) = Tidak boleh kurang 80 meter
Lebar Clearway 9Kode 1) = Tidak boleh kurang 60 meter
Panjang Clearway tidak boleh melebihi 0,25% x TORA

31
Kemiringan Menanjak = 1,25%
Kemiringan menurun = 2,5%
G. Treshold
Bagian awal Runway yang digunakan untuk pendaratan ataupun lepas
landas pesawat. Letak Treshold harus ditempatkan tidak kurang 30 meter dari titik
approach surface pesawat bertemu dengan garis tengah runway yang diperpanjang.
H. Turn Pad
Area diujung landas pacu yang digunakan untuk memutar pesawat. Area ini
harus bisa memfasilitasi pesawat memutar 180 derajat.
Tabel 2.4.2 (H) TurnPad

I. Runway Strip
Suatu Luasan bidang tanah yang menjadi daerah landas pacu yang
penentuannya tergantung pada panjang landas pacu dan jenis instrument pendaratan
yang dilayani yang berfungsi untuk melindungi pesawat yang terbang diatasnya
saat melakukan take off dan landing.

32
Tabel 2.4.2 (I) Runway Strip

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

J. Kemiringan Landasan Pacu


a. Kemiringan Memanjang ( Longitudinal )
Tabel 2.4.2 (J.1) Kode Kemiringan Memanjang

33
b. Kemiringan Melintang ( Transvesal )
Tabel 2.4.2 (J.2) Kode Kemiringan Melintang

2.4.3 Tipe Tipe Konfigurasi Runway


A. Landasan Tunggal
Kapasitas landasan tunggal dalam kondisi Visuil Flight Rule (VFR) antara
45 100 gerakan tiap jam, sedangkan pada kondisi Instrument Flight Rule (IFR)
kapasitasnya 40 50 gerakan.

Gambar 2.4.3 (A) Landasan Tunggal ( Single Way )


B. Landasan Parallel
Landasan paralel sejajar satu sama lain, kapasitasnya tergantung jumlah
landasan tersebut serta pemisahan antara dua landasan. Pemisahan landasan dibagi
3, yaitu:
berdekatan (close)
menengah (intermediate)
jauh (far).
Landasan sejajar berdekatan mempunyai jarak dari sumbu ke sumbu 700
feet (213 meter) sampai 3500 feet (1067 meter). Sementara landasan sejajar

34
menengah dipisahkan dengan jarak 3.500 5.000 feet. Adapun landasan sejajar
jauh dipisahkan dengan jarak 4.300 feet atau lebih.

Gambar 2.4.3 (B1) Runway Paralel 2

Gambar 2.4.3 (B2) Runway Paralel 4


C. Landasan Bersilangan
Landasan bersilangan diperlukan bila angin yang bertiup keras lebih dari
satu arah, yang akan menghasilkan cross wind yang berlebihan bila landasan dibuat
satu arah.
Pada saat angin bertiup kencang satu arah maka hanya 1 dari 2 landasan
yang bersilangan bisa digunakan sehingga kapasitas runway menjadi berkurang
sedangkan pada saat angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots), maka kedua
landasan bisa digunakan bersama-sama. Kapasitas dari landasan bersilangan sangat
tergantung di bagian mana landasan itu bersilangan serta cara operasi penerbangan.

35
Gambar 2.4.3 (C) Landasan Bersilang
D. Landasan V - Terbuka
Landasan V terbuka adalah landasan dengan arah divergen, tetapi tidak
saling berpotongan. Seperti pada landasan bersilangan, landasan ini disebabkan
karena angin keras yang bertiup lebih dari satu arah.

Gambar 2.4.3 (D) Landasan V - Terbuka


2.5 Konfigurasi Landasan Hubung ( Taxiway )
Desain dari taxiway harus memiliki faktor keamanan yang diizinkan karena
pergerakan pesawat sangat cepat, ketika cockpit menuju taxiway yang diperhatikan
garis tengah dari taxiway, jarak diantaranya harus terbebas dari hambatan terutama
yang diluar roda pesawat dan ujung dari taxiway, nilai minimum yang diberikan
seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.5 Dimensi Taxiway

36
Keterangan:
a. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda dasar kurang dari 18 m.
b. Bila taxiway digunakan pesawat dengan seperempat roda dasar lebih dari 18
m.
c. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda putaran kurang dari 9 m.
d. Bila taxiway untuk pesawat dengan seperempat roda putaran lebih dari 9 m.
SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

2.5.1 Taxiway Shoulder


Bagian yang lurus dari taxiway harus dilengkapi dengan bahu dengan luasan
simetris pada setiap sisi dari taxiway jadi lebar dari keseluruhan taxiway dan bahu
pada bagian lurus minimum seperti dalam tabel berikut,
Apabila pada taxiway dengan penggolongan pesawat III, IV, V dan VI
untuk jenis pesawat jet propelled, harus menggunakan lebar bahu. Lebar bahu
taxiway pada masing-masing ukuran minimum.

Tabel 2.5.1 Taxiway Shoulder Minimum


SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

2.5.2 Kemiringan Taxiway


A. Kemiringan Memanjang ( Longitudinal )
Tabel 2.5.2 (A) Kemiringan Memanjang Maksimum

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

37
B. Kemiringan Melintang ( Transversal )
Kemiringan melintang taxiway harus cukup memadai untuk mencegah
penambahan air dan tidak kurang dari 1%, nilai maksimumnya adalah:
Tabel 2.5.2 (B) Kemiringan Melintang Maksimum

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

2.5.3 Taxiway Minimum Separation Distance.


Pemisahan jarak minimum antara garis tengah taxiway sampai parkir
taxiway dengan:
Garis tengah runway;
Garis tengah taxiway;
Gedung, bangunan, kendaraan, dinding, tanaman, peralatan, tempat
pesawat;
Pemisahan jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis tengah dari
runway, garis tengah sejajar runway memiliki dimensi minimum yang spesifik
dalam tabel berikut, kecuali untuk operasi dengan jarak pemisahan yang rendah
diijinkan dan jika pemisahan jarak lebih rendah cenderung tidak mempengaruhi
keamanan dalam operasi penerbangan.
Tabel 2.5.3 Jarak Garis Tengah Taxiway Dengan Garis Tengah Runway

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

38
2.5.4 Dimensi Fillet
Tabel 2.4.3.4 Dimensi Fillet Taxiway

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

Gambar 2.4.3.4 Fillet Taxiway

39
2.5.5 Exit Taxiway
Lokasi exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat dan kelakuan
pesawat saat mendarat pada landasan. Untuk menentukan jarak lokasi exit taxiway
dari threshold landasan.

2.4.3.5 (A) Klasifikasi Pesawat untuk perencanaan Exitway

Sumber Heru Basuki, Merancang dan merencanakan Lapangan Terbang


Dalam perencanaan exit taxiway ini yang perlu diperhatikan adalah
penentuan kecepatan rencana dari pesawat terbang saat akan memasuki area sistem
landasan penghubung. Penentuan kecepatan rencana ini dapat dihitung dengan
persamaan berikut :

40
= (125 )0.5
Dimana :
v = kecepatan awal atau rencana dari pesawat saat akan memasuki taxiway
R = jari jari tikungan pada sistem taxiway
= koefisien gesek antara ban dan struktur perkerasan = 0.13
Jarak dari treshold ke lokasi exit taxiway = Jarak touchdown + D

Maka untuk mencari nilai jarak threshold di gunakan table sebagai berikut :
Tabel 2.4.3.5 (B) Jari- Jari minimum Taxiway

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

A. Jarak Lurus Minimum Setelah Belokan


Jarak lurus minimum setelah belokan sehingga pesawat dapat berhenti
penuh sebelum melalui persimpangan dengan pesawat lain adalah :
Tabel 2.4.3.6 Tabel Jarak Lurus Minimum Setelah Belokan

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

41
2.6 Konfigurasi Parkir Pesawat ( Apron )
Tempat pelataran parkir pesawat harus tidak melanggar pembatas rintangan
yang berada dipermukaan dan terutama didalam. Ukuran pelataran parkir pesawat
harus cukup untuk dapat melayani arus lalu lintas maksimum yang diperlukan.
Ada 3 tipe Konfigurasi Apron yang digunakan oleh kebanyakan lapangan terbang
contohnya ialah :
A. Taxi-In and Push-Out
B. Taxi-In and Taxi-Out (Front)
C. Taxi-In and Taxi-Out ( Back )
Tabel 2.4.4 ( A) Dimensi Apron

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

Tabel 2.4.4 (B) Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron

SUMBER, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, NOMOR : SKEP/77/VI/2005

42
Gambar 2.6 (A) Konfigurasi Apron

Gambar 2.6 (B) Konfigurasi Apron

43
Gambar 2.6 (C) Konfigurasi Apron
2.7 Perkerasan ( Pavement )
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan
kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan
rata-rata pesawat, permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman,
maka dari fungsi tersebut harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah
cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami distress
(perubahan karena tidak mampu menahan beban).
Pada umumnya, perkerasan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
Lapisan tanah dasar (sub grade)
Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan permukaan / penutup (surface course)

Gambar 2.7 Lapisan Perkerasan

44
Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau
bandar udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
Perkerasan Lentur (Flexible pavement) Merupakan perkerasan yang terbuat
dari campuran aspal dan sgregat yang terdiri dari surface, base course dan
sub base course. Lapisan tersebut digelar diatas lapisan tanah asli yang telah
dipadatkan.
Perkerasan Kaku (Rigid pavement) Merupakan struktur perkerasan yang
terbuat dari campuran semen dan agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan
ketebalan tertentu, dibawah lapisan beton adalah sub base course yang telah
dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan grade (tanah asli).
Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku
(rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di
atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul
beban lalu lintas yang bekerja pada struktur perkerasan tersebut.
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan lapangan terbang antara lain
adalah :
Metode US Corporation of Engineers atau metode CBR
Metode FAA
Metode LCN dari Inggris
Metode Asphalt Institute
Metode Canadian Department of Transportation
Namun demikian, tidak ada yang dianggap standard oleh badan dunia
penerbangan ICAO. Yang sering dipakai di dunia tetapi bukan standard yaitu yang
dikembangkan oleh Corporation of Engineers, didasarkan pada metode CBR.
2.7.1 Flexible Pavement Metode FAA
Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan dalam perencanaan
lapangan terbang. Dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika.
Merupakan pengembangan metode CBR. Perencanaan perkerasan lentur (flexible
pavement) metode FAA dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika
dan merupakan pengembangan metode CBRyang telah ada.

45
Jenis dan kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi analisa
perhitungan. FAA telah membuat klasifikasi tanah dengan membagi dalam
beberapa kelompok, dengan tujuan untuk mengetahui nilai CBR tanah yang ada.
Perhitungan tebal perkerasan didasarkan pada grafik-grafik yang dibuat FAA,
berdasarkan pengalaman-pengalaman dari Corps of Enginners dalam menggunakan
metode CBR. Perhitungan ini dapat diuji sampai jangka waktu 20 tahun dan untuk
menentukan tebal perkerasan ada beberapa variabel yang harus diketahui :
Nilai CBR Subgrade dan nilai CBR Subbase Course
Berat maksimum take off pesawat (MTOW)
Jumlah keberangkatan tahunan (Annual Departure)
Type roda pendaratan tiap pesawat
Langkah-langkah penggunaan metode FAA adalah sbb :
A. Menentukan pesawat rencana.
Dalam pelaksanaannya, landasan pacu harus melayani beragam tipe
pesawat dengan tipe roda pendaratan dan berat yang berbeda-beda, dengan
demikian diperlukan konversi ke pesawat rencana.
Tabel 2.7.1 (A) Konversi Type Roda Pesawat

B. Menghitung Equivalent Annual Departure.


Equivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana dihitung dengan rumus:

46
Dimana,
R1 = Equivalent annual departure pesawat rencana
R2 = Equivalent Annual Departure, jumlah annual departure dari semua pesawat
yang dikonversikan ke pesawat rencana menurut type pendaratannya. = Annual
Departure * Faktor konversi (Tabel 2.5.1)
W1 = Beban Roda Pesawat Rencana
W2 = MTOW * 95% * 1/n
n = Jumlah roda pesawat pada main gear
C. Menghitung tebal perkerasan total.
Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR subgrade
yang diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5, MTOW ( Maximum Take
OffWeight ) pesawat rencana, dan nilai Equivalent Annual Departure ke dalam
Grafik.
Gambar 2.7.1 (C) Grafik Tebal Perkerasan dengan Kondisi berbeda

47
48
Sumber : FAA AC 150/5320-6D

49
D. Menghitung tebal perkerasan Subbase,
Dengan nilai CBR subbase yang ditentukan, MTOW, dan Equivalent
Annual Departure maka dari grafik yang sama didapat harga yang merupakan tebal
lapisan diatas subbase, yaitu lapisan surface dan lapisan base. Maka, tebal subbase
sama dengan tebal perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.
E. Menghitung tebal perkerasan permukaan ( surface )
Tebal surface langsung dilihat dari Grafik yang berupa tebal surface untuk
daerahkritis dan non kritis.
F. Menghitung tebal perkerasan Base Coarse.
Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course
dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil ini harus dicek dengan
membandingkannya terhadap tebal Base Coarse minimum dari grafik. Apabila
tebal Base Coarse minimum lebih besar dari tebal Base Coarse hasil perhitungan,
maka selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga tebal Subbase
Course-pun berubah. Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan
dalam perencanaan lapangan terbang. Dikembangkan oleh badan penerbangan
federal Amerika. Jenis dan kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi
analisa perhitungan.
2.7.2 Rigid Pavement Metode FAA
Untuk Perkerasan Rigid biasanya digunakan pada :
Ujung landas pacu
Pertemuan antara landas pacu dan Taxiway
Apron
Daerah daerah parkir pesawat
Daerah-Daerah yang sering mendapat tumbahan minyak, zat kimia
lainnya
Daerah Blastpad (semburan Jet)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tebal perkerasan Rigid:
lalu lintas pesawat (design life = 20 tahun)
berat maksimum lepas landas (mtow)
type roda pendaratan

50
kekuatan sub grade atau kombinasi antara sub grade dan sub Base
yang menjadi perletakan slab beton.
Dalam perhitungan Metode FAA diperhitungkan untuk masa pemakaian
selama 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti, apabila tidak adanya perubahan
terhadap pesawat yang harus dilayani.
A. Langkah-langkah perhitungan:
Membuat Ramalan Annual Departure dari masing2 pesawat yang
dilayani.
Menentukan type roda pendaratan pada setiap jenis pesawat yang dilayani.
Menghitung Maksimum Take Off Weight setiap type pesawat
Menentukan Pesawat Rencana dengan cara :
1. Perkirakan Harga K dari Subgrade atau Sub base bila tersedia.
2. Menentukan Harga Flexture Strenght Beton
3. Konversikan Type roda pendaratan setiap jenis pesawat kedalam
pesawat rencana.
4. Menentukan Single Whell Load setiap type pesawat
5. Menentukan Nilai R1
6. Menghitung Total Equivalent Annual Departure R1
7. Menggunakan Tabel FAA Rigid
B. Menetukan Kekuatan Subgrade
Kekuatan sub grade dapat dilakukan dengan pengujian test plate bearing.
Untuk mencari nilai modulus of subgrade reaction atau harga k.

Harga Pendekatan Nilai K (Modulus Of Subgrade Reaction) berbagai jenis


tanah yang dikutip dari PCA Engineering Buletin, Design Of Concrete Air Port
Pavement adalah sebagai berikut:

51
C. Menentukan Nilai Modulus Of Subgrade Reaction
Jadi untuk menentukan Harga Nilai dari (Modulus Of Subgrade Reaction)
digunakan pendekatan terhadap indikasi nilai CBR dari Sub grade.

D. Sub Base
Sub base adalah Konstruksi dibawah permukaan slab beton yang terdiri dari
pemilihan beberapa alternatif material seperti Kerikil (granular), batu pecah (CSB)
dengan gradasi baik, Kerikil campuran tanah, Kerikil dengan perbaikan semen
(CTBC) atau Campuran kerikil dengan aspal.
Fungsi sub base adalah ;
Mengatasi dan mengurangi efek pompa (Pumping) yaitu penurunan lapisan
subbase akibat naikknya material halus ke atas permukaan lapisan.
Mengatasi pembekuan pada daerah yang bermusim dingin (4 musim).
Mengatasi Kembang susut konstruksi.
Sebagai Leveling sub grade
Memberikan Support Kekeutan pada Konstruksi Rigid.
E. Modulus of Rupture
Lenturan akibat beban roda pesawat akan menghasilkan tegangan tekan Dan
tegangan bengkok. Kuat bengkok beton dapat diketahui dengan tes modulus of
Rupture/modulus keruntuhan, dengan rumus:

52
Dimana,
MR = Modulus of Rupture, Mn/m2 atau psi
P = Beban Maximun yang menghasilkan keruntuhan beton, Mn atau lb
L = Panjang Bentang Antar Tumpuan, m atau Inch
b = Lebar Bentang Pada Titik Hancur Beton
d = Tebal Bentang Pada Titik Hancur Beton
Dalam kondisi ideal perencanaan nilai mr (modulus of rupture) harus
dilakukan pengujian di lapangan, namun untuk Perencanaan awal dapat digunakan
rumus huibungan antara Kuat bengkok (flexure strenght) dan kuat tekan
(compressive Strnght) dengan rumus sebagai berikut:

Dimana,
MR = Modulus of Rupture, Mn/m2 atau psi
K = Konstanta bisa 8, 9 atau 10
Fc = Kuat Tekan Beton, psi
F. Kelelehan ( Fatique )
Keruntuhan beton dapat terjadi akibat kelelahan yang terjadi akibat
konstruksi beton tersebut mendapat beban repetisi yang melampui batas
ketahannya.
Tabel 2.7.2 Stress Ratio dan bebanrepitisi yang diizinkan

53
G. Merencanakan Tebal Perkerasan dengan Grafik FAA

54
Gambar 2.7.2 Grafik Tebal Perkerasan Rigid dengan Kondisi berbeda

2.8 Marka dan Perlampuan


2.8.1 Penandaan (Marka)
Marka Merupakan tanda tandaVisual landas pacu dapat Berupa garis huruf
atau Lambang tertentu. Macam-macam marking landasan sebagai alat bantu
pendaratan navigasi sebagai berikut:
Marking landasan
Marking taxiway
Marking untuk area yang Dibatasi
Marking objek tetap
A. Marking Landasan
Untuk penandaan atau marking Landas pacu dapat dibagi sebagai berikut :

55
a. Marka Pre Runway End
Marka (marking) disebut juga pre-threshold area yang berupa garis strip
kuning, ditempatkan dengan jarak 30 m satu sama lain, terdiri dari garis-
garis dengan lebar 0.9 m dan membentuk sudut 45 derajat terhadap garis
tengah runway (runway centreline). Marka (marking) tersebut harus
berhenti di runway end marking.

Pre - Treshold Area

30 m
1.8 m

30 m
13

7.5 m
m
90
0.

Gambar 2.8.1 (A) Marka Pre Runway End


b. Nomor Landasan
Nomor pengenal landasan ini ditempatkan pada ujung landasan yang
terdiri dari dua angka yang merupakan angka persepuluh terdekat dari
utara magnetis dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan
mendarat. Pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan huruf R, L atau
C. Terdiri dari 2 nomor ditambah dengan huruf pada ujung landasan (Ir.
Heru basuki). Jarak dari runway designation markings ke marking
threshold 12 m dan besarnya ukuran nomor runway 9 m.

Gambar 2.8.1 (B) Marka Nomor Landasan

56
c. Marking Sumbu Landasan
Marka garis tengah runway (runway centreline marking) di tempatkan
di sepanjang sumbu landasan, berawal dan berakhir pada nomor
landasan. Kecuali pada landasan yang bersilangan, landasan yang lebih
dominan, sumbunya menerus, dan yang kurang dominan, sumbunya
diputus. Panjang garis tidak boleh kurang dari 50 m dan tidak lebih dari
75 m, dengan lebar strip 0.3 0.9 m. Dalam perencanaan diperkirakan
landasan yang dominan 50% dari panjang landasan, dan yang tidak
dominan 30 % dari panjang landasan yang tidak dicat, 20 % dari panjang
landasan dan marking sumbu dicat kuning.

150m

50 m

2.2500 20 m 30 m 30 m Marking Threshold


1.5 m

1.8 m
1.7 m
12 m 9m 12 m
13

2 x 1.7 m
0.9 m

2.2 m
1.8 m

6m

Gambar 2.8.1 (C) Marka Centerline Runway


d. Marking Treshold
Threshold permanen, atau ditutup secara permanen, harus ditunjukkan
dengan menggunakan garis melintang putih sejauh 6 m dari ujung
landasan dengan lebar 1,8 m yang merentang di sepanjang lebar runway
pada lokasi threshold, dan tanda berupa tuts piano warna putih yang
merupakan susunan garis putih disusun sejajar dengan panjang masing
masing 30 m. Banyak strip tergantung lebar landasan pacu, seperti
tabel berikut :

57
Tabel 2.6.1.1 (D) Jumlah Strip Berdasarkan Lebar Runway

30 m

1.8 m
1.7 m

12 m 9 m 12 m
13

2 x 1.7 m
2.2 m

Gambar 2.6.1.1 (D) Marka Treshold


e. Marking Jarak Tetap Runway ( Fixed Didtance Mark )
Marking jarak tetap landasan atau fixed distance marks perlu dibuat
pada runway dengan perkerasan aspal yang memiliki lebar lebih dari 30
m dan panjang landasan lebih dari 1500 m. Berbentuk egiempat dengan
panjang 45 m yang tercetak simetris di kanan dan kiri centerline
landasan dimana marking ini berjarak 300 m dari threshold, jika panjang
runway kurang dari 1500 m maka marking ini berjarak 450 m dari
threshold (CASA Chapter 7).

58
Adapun dimensi dari fixed distance marks yaitu :
Lebar = 6 m untuk lebar runway 30 m = 9 m untuk lebar runway
45 m
Jarak antar runway fixed distance = 17 m untuk lebar runway 30
m = 23 m untuk lebar runway 45 m
150 m 150m

50 m 22.5 m

1.5 m
9m

23 m

1.8 m
Fixed Distance Marking

Gambar
Marking 2.8.1 (E)
Touchdown Marka Jarak Tetap Runway
Zone
f. Marking Taochdown Zone
Dipasang pada landasan dengan approach presisi tetapi bisa juga
dipasang pada landasan non presisi atau landasan non-instrument yang
lebar landasannya lebih dari 23 m. Terdiri dari pasangan-pasangan
berbentuk segiempat dikanan-kiri sumbu landasan. Lebar 3 m dan
panjang 22.5 m untuk strip-strip tunggal, sedangkan untuk strip ganda
ukuran 22.5 m x 1.8 m dengan jarak 1.5 m. Jarak satu sama lain 150 m
diawali dari threshold, banyaknya pasangan tergantung pada landasan.
Tabel 2.8.1 (F) Marking Taouchdown

59
150 m 150m

50 m 22.5 m

1.5 m
9m

23 m

1.8 m
Fixed Distance Marking

Marking Touchdown Zone

Gambar 2.8.1 (F) Marka Taouchdown Zone

B. Marking Taxiway
Untuk penandaan atau marking Taxiway dapat dibagi sebagai berikut :
a. Marking Sumbu Taxiway
Marking sumbu taxiway merupakan pedoman sumbu landasan masuk
ke taxiway, lebar garis 15 cm , warna kuning. Fungsinya, memberi
tuntunan kepada pesawat udara dari Runway menuju apron atau
sebaliknya
b. Runway Holding Posision Marking
c. Tanda garis melintang di Taxiway berupa 2 garis solid dan 2 garis
terputus-putus Berwarna kuning. 2 garis terputus putus berada dekat
dengan Runway.

Gambar 2.8.1 (C) Runway Holding Posision Marking

60
d. Taxiway Edge Marking
Garis berwarna kuning di tepi taxiway, Fungsinya menunjukkan batas
pinggir taxiway
Lebar taxiway 7.5 m s/d 18 m (tidak termasuk 18 m) digunakan single
yellow line, lebar garis 0.15 m.
Lebar taxiway > 18 m, digunakan double yellow line lebar garis 0.15 m
dan celah 0.15 m.

Gambar 2.6.1.2 (d) Taxiway Edge Marking

e. Taxiway Shoulder Marking


Tanda berupa garis garis berwarna kuning dan merupakan bahu
Taxiway. Marka ini dipasang bila bahu taxiway diperkeras. Fungsi dan
letak sebagai tanda yang menunjukkan tidak boleh Dilalui pesawat
udara. Letaknya di sebelah luar taxiway edge marking.

Gambar 2.8.1 (E) Taxiway Shoulder Marking

61
f. Intermediate Holding Posision Marking
Tanda di persimpangan taxiway berupa garis terputus putus warna
Kuning dengan ukuran tertentu Fungsinya: menunjukkan letak
persimpangan taxiway

Gambar 2.6.1.2 (E) Intermediate Holding Posision Marking


g. Exit Guide Line Marking
Tanda berupa garis kuning terletak di runway dan menghubungkan
Dengan taxiway centre line Fungsi: tuntunan keluar masuk pesawat
yang sedang taxi ke runway atau Sebaliknya

Gambar 2.6.1.2 (g) Exit Guide Line Marking

62
h. Marka Area yang di Batasi
Biasanya digunakan pada rw dan tw yang tidak digunakan pesawat.
Berupa tanda silang berwarna kuning
Oleh ICAO biasanya terdapat pada rw yang thresholdnya dipindahkan
Secara permanen

Gambar 2.6.1.3 Marka Area yang di Batasi


i. Marking Untuk Objek Tetap
Objek tetap seperti menara air, antena, gedung yang berada pada Jalur
udara (flight path)
Bentuknya biasanya berupa gambar kotak kotak warna putih Oranye
berganti ganti

Gambar 2.6.1.4 Marking Untuk Objek Tetap

63
C. Marking Apron
Daerah atau tempat di bandar udara yang telah ditentukan guna
menempatkan pesawat udara, menurunkan dan menaikkan penumpang, kargo, pos,
pengisian bahan bakar dan perawatan ringan pesawat udara.Apron adalah bagian
penting dari bandar udara yang digunakan sebagai tempat parkir pesawat
terbang.Selain untuk parkir, pelataran pesawat (Apron) digunakan untuk mengisi
bahan bakar, menurunkan penumpang, dan menaikkan penumpang pesawat
terbang.Apron berada pada sisi bandar udara (airport side) yang langsung
bersinggungan dengan bangunan terminal, dan juga dihubungkan dengan jalan
rayap (taxiway) yang menuju ke landas pacu.
Ada Beberapa Jenis Marking di Apron contohnya sebagai berikut :
a. Apron Boundary/Security Line Marking
Adalah garis merah pada apron yang lebarnya 0.20 meter yang berfungsi
sebagai penunjuk batas antara apron, taxiway, aircraft stand taxi line
atau daerah parking stand.
b. Apron Safety Line Marking
Merupakan marka atau garis merah tidak terputus pada apron dengan
lebarnya 0.15m. Fungsinya adalah menunjukkan batas yang aman bagi
pesawat udara dari pergerakan peralatan pelayanan darat (GSE).Suatu
daerah tertutup tempat pesawat udara di parkir selama pelayanan grown
handling diberikan.
c. Equipment parking Area Marking/Equipment Staging Area
Garis putih yang berfungsi sebagai suatu area yang terletak pada jarak
aman di luar aircraft safety area yang digunakan sebagai pembatas
parkir dan pesawat udara.
d. Apron Lead-in dan Lead-out Line Marking
Garis kuning di apron dengan lebar 0.15m sebagai pedoman yang
digunakan oleh pesawat udara untuk melakukan ancangan ke dalam atau
keluar apron
e. Aircraft Nose Wheel Stopping Position Marking

64
Tanda berupa garis berwarna kuning sebagai tempat berhenti pesawat
udara yang parkir.terletak di apron area pada perpanjangan lead-in dan
berjarak 6 meter dari akhir garis lead-in.
f. Apron Edge Line Marking
Garis kuning di sepanjang tepi apron untuk menunjukkan batas tepi
apron.
g. Parking Stand Number Marking
Tanda di apron berupa huruf dan angka yang berwarna kuning dengan
latar belakang hitam yang berfungsi sebagai penunjuk nomor tempat
parkir pesawat udara
h. Aviobridge Safety Zone Marking
i. Tanda di apron berupa garis-garis merah yang yang terletak di dekat
aircraft parking stand berbentuk trapesiumberfungsi sebagai penunjuk
daerah aerobridge atau garbarata. Garbarata merupakan sarana berupa
jembatan yang dapat diatur langsung ke pintu pesawat udara, digunakan
untuk naik atau turun penumpang, dari dan ke ruang tunggu.
j. No Parking Area Marking
Tanda berbentuk persegi panjang dengan garis-garis berwarna merah
yang tidak boleh digunakan untuk parkir peralatan.
k. Service Road Marking
Tanda berupa dua garis pararel sebagai batas pinggir jalan dan garis
putus-putus sebagai petunjuk sumbu jalan, berwarna putih dengan lebar
garis 0.15m sebagai jalan pelayanan umum bagi kendaraan atau
peralatan yang membatasi sebelah kanan dan kiri yang memungkinkan
pergerakan peralatan (GSE) terpisah dengan pesawat udara

65
Gambar 2.6.1.5 Marking Pada Apron

2.8.2 Perlampuan ( Lighting )


Perlampuan berguna penerangan pada malam hari atau siang hari pada saat
cuaca jelek. Penempatan perlampuan dapat dibagi sebagai berikut :
A. Perlampuan Untuk Pendaratan/Approach
Ada 2 konfigurasi perlampuan approach untuk kebutuhan pendaratan:
Sistem calvert (banyak di gunakan di eropa)
Sistem a (digunakan di amerika untuk penerbangan sipil
Persamaan dan perbedaan sistem calvert dan sistem amerika:
keduanya mempunyai panjang sama yaitu 3000 ft ((900 m) dari Threshold
Runway
pada sistem calvert ada 6 banjar lampu dengan lebar Banjar berbeda beda,
jarak tiap banjar 500 ft

66
sistem amerika hanya ada satu banjar lampu melintang Sumbu runway yaitu
sejauh 1000 ft dari threshold
sistem calvert pedoman pendaratan pesawat didapat dari lampu Lampu
berbanjar melintang landasan, sistem amerika di dapat Dari lampu panjang
14 ft yang ditempatkan 100 ft dari threshold Dan crossbar tunggal dengan
jarak 1000 ft dari threshold

Gambar 2.6.2.1 Sistem Perlampuan Untuk Pendaratan


B. Perlampuan Treshold
Merupakan pedoman bagi pilot untuk berkeputusan Melakukan pendaratan
atau tidak
Lampu threshold dikenali sebagai garis perlampuan Menerus berwarna
hijau, melintang landasan dari tepi ke tepi
Dilihat dari pesawat yang akan landing warnanya hijau,Tetapi berwarna
merah sebagai tanda akhir ujung Landasan
C. Perlampuan Landas Pacu / Runway
Merupakan alat bantu visual setelah roda pesawat menyentuh Permukaan
Runway
Dirancang agar pilot mendapatkan informasi sumbu rw dan Jarak yang telah
dilewatinya, serta tepi runway
Wujudnya dapat berupa lampu pada sumbu rw dan lampu pada tepi runway
Pada kondisi jarak penglihatan jelek, dipasang lampu pada Daerah
touchdown zone
Warna lampu sumbu rw : putih dan warna merah

67
Warna lampu tepi rw warna putih kecuali 600 m menjelang Akhir rw
warnanya kuning, ditempatkan sejauh 3 m sepanjang Tepi landasan, jarak
antar lampu < 60 m Akhir rw warnanya kuning, ditempatkan sejauh 3 m
sepanjang Tepi landasan, jarak antar lampu < 60 m
Pada daerah threshold yang digeser dan masih dipakai lepas Landas, warna
lampu tepi landasan adalah merah.
D. Perlampuan Taxiway
Untuk memandu gerakan taxi pesawat di malam hari atau siang Hari kondisi
jarak pandang yang buruk
Lampu tepi taxiway berwarna biru, lampu sumbu taxiway warna hijau
Jarak antar lampu sumbu taxiway < 30 m , jarak antar lampu tepi taxiway <
60 m

Gambar 2.6.2.4 Sistem Perlampuan Pada Taxiway

2.8.2.1 Visual Approach Slope Indicator ( VASI )


VASI merupakan alat bantu untuk mendapatkan Glide Ptath yang sesuai
pada kondisi cuaca relatif baik, sehingga memudahkan dalam menafsirkan
ketinggian bagi pesawat yang mendarat.Konfigurasi VASI.

68
Tabel 2.8.2.1 Konfigurasi Vasi

Gambar 2.6.2.5 VASI


2.8.2.2 Runway End Identifier Lights (REIL)
REIL dipasang pada lapangan terbang yang tidak punya approach light,
untuk membantu pilot dalam mengenali pesawat secara visual dan mengetahui pasti
ujung landasan untuk approach.Sistemnya terdiri dari pasangan -pasangan lampu
flash putih yang sinkron, berlokasi didua sisi threshold landsan dan dimaksudkan
dipakai pada kondisi visibility yang memadai.

Gambar 2.8.2.2 Runway End Identifier Lights (REIL)

69
2.8.2.3 Instrument Landing system (ILS)
ILS adalah alat bantu radio untuk pendaratan pesawat dibawah kondisi
cuaca buruk / kurang menguntungkan dan visibility rendah. ILS akan memberikan
informasi mengenai jalur approach yang tepat dan sudut pendaratan yang tepat
untuk pendaratan kepada pilot.
Banyaknya lampu tergantung besar landasannya.
Setiap landasan dan bangunan untuk landing dan take off harus
menggunakan lampu pada malam hari.
Penempatan dan banyaknya lampu sesuai standar yang ada ( Ir. H Basuki ).

Gambar 2.8.2.3 Instrument Landing system (ILS)

70

Anda mungkin juga menyukai