Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak daerah terbagi atas dua kelompok, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak

Kabupaten/Kota. Pajak daerah juga merupakan salah satu penerimaan yang penting di

Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,

2011).

Sistem otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia sejak 1 januari 2007,

menuntut daerah-daerah mencari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dapat

digunakan untuk membiayai pengeluaran dan belanja daerah (Siahaan, 2010).

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah

diperlukan adanya landasan hukum yang merupakan dasar hukum pemungutan pajak

dan retribusi daerah yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yang berlaku sejak

januari 2010 (Waluyo, 2011).

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititik beratkan pada Daerah Kabupaten

dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan

(urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan

berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan

penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting

adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah Pendapatan Asli Daerah

(PAD) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen

pajak daerah dan retribusi daerah (Riduansyah, 2003).

1
2

Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, pemerintah pusat mengalihkan beberapa pajak yang semula ditarik

oleh pusat menjadi pajak daerah. Selain itu, terdapat perluasan basis pajak yang sudah

ada, yaitu untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor (BBNKB) diperluas hingga mencangkup kendaraan.

Ada tiga tujuan yang melatarbelakangi diubahnya UU Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (PDRD), yang pertama adalah untuk memberikan kewenangan yang

lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi, sejalan dengan semakin

besarnya tanggungjawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

kepada masyarakat. Tujuan yang kedua adalah untuk meningkatkan akuntabilitas

daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus

memperkuat otonomi daerah. Tujuan yang ketiga adalah untuk memberikan kepastian

bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

(www.djpk.depkeu.go.id).

Penerapan tarif progresif kendaraan bermotor bertujuan untuk mengurangi

angka kemacetan yang disebabkan oleh padatnya kendaraan bermotor milik pribadi.

Jika mengacu pada pasal 6 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, kepemilikan kendaraan

bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Akan tetapi dalam

Undang-Undang tersebut tidak ada penjelasan terhadap penguasaan yang dimaksud

dalam definisi pajak kendaraan bermotor.


3

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerapkan tarif Pajak Kendaraan

Bermotor secara progresif, dengan diberlakukannya tarif progresif setiap wajib pajak

yang memiliki jumlah kendaraan lebih dari satu dengan nama dan alamat yang sama,

untuk pajak kendaraan bermotor yang kedua dan seterusnya dikenakan pajak yang

lebih tinggi dari pajak kendaraan bermotor yang pertama dan ini hanya berlaku untuk

motor ke motor atau mobil ke mobil. Tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor

(PKB) diatur dalam pasal 7, sedangkan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(BBNKB) diatur dalam pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011.

Tabel 1.1
Perbandingan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Di Provinsi Jawa Barat
Tarif
No Jenis Pajak
Pajak
1 Pajak Progresif Kendaraan kepemilikan pertama 1,75%
Brmotor (roda empat) kepemilikan kedua 2,25%
kepemilikan ketiga 2,75%
kepemilikan keempat 3,25%
kepemilikan kelima dan sterusnya 3,75%
2 Pajak Progresif Kendaraan
Brmotor (roda dua/tiga) kepemilikan pertama 1,75%
kepemilikan kedua 2,25%
kepemilikan ketiga 2,75%
kepemilikan keempat 3,25%
kepemilikan kelima dan sterusnya 3,75%
3 Bea Balik Nama Kendaraan penyerahan pertama 10%
Bermotor
penyerahan kedua dan seterusnya 1%
Sumber : Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (2013) untuk tahun 2011, jumlah

penerimaan PKB secara nasional adalah sebesar Rp. 15,9 triliun, dan untuk BBNKB
4

adalah sebesar Rp. 18,022 triliun. Realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor

rata-rata setiap tahunnya sebesar 109,78% dari target yang telah ditetapkan.

Tingginya realisasi tersebut dimaksud karena adanya penambahan pajak dari

kendaraan bermotor yang baru. Dengan diterapkannya tarif progresif, maka

penerimaan Pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor akan meningkat, selain itu

penerimaan pajak dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor juga akan meningkan

hal ini dapat dilihat dari table dibawah ini.

Tabel 1.2
Penerimaan Pajak Daerah per-Jenis Pajak
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III
Tahun Anggaran 2013

Tahun 2013 %
Jenis Penerimaan
Target Realisasi Realisasi
PKB 201,626,297,000 277,362,770,500 137.56%
BBNKB I 179,679,136,000 221,725,480,000 123.40%
BBNKB II 2,439,000,000 5,115,463,450 209.74%
Pajak Bahan Bakar KB 165,842,818,000 168,845,555,334 101.81%
Pajak Air Permukaan 80,840,000 83,315,500 103.06%
Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III

Pada kenyataannya, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor memberikan kontribusi yang cukup besar pada realisasi

penerimaan pajak daerah dibandingan dengan sumber pendapatan dari pajak lainnya,

sehingga pendapatan daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sumber penerimaan pendapatan asli

daerah yang sangat potensial.


5

Tabel 1.3
Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas di Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III
Tahun (2008-2013)

%
Penerimaan
Tahun Perubahan Pertumbuhan Keterangan
BBNKB II
Per Tahun

2008 4,612,654,521 - - Sebelum Progresif

2009 4,711,907,453 99,252,932 2.11% Sebelum Progresif

2010 5,058,500,150 346,592,697 6.85% Sebelum Progresif

2011 5,337,300,300 278,800,150 5.22% Setelah Progresif

2012 2,631,808,760 -2,705,491,540 -102.80% Setelah Progresif

2013 5,115,463,450 2,483,654,690 48.55% Setelah Progresif


Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III

Tabel diatas menunjukan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor

Bekas (BBNKB II) di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah

Kota Bandung III dari tahun 2008-2010 (sebelum progresif) dan dari tahun 2011-

2013 (setelah progresif). Penerimaan BBNKB Bekas dari tahun 2008-2011 setiap

tahunnya meningkat, tetapi pada tahun 2012 penerimaan BBNKB Bekas mengalami

penurunan.

Penyebab menurunnya penerimaan BBNKB II adalah karena masih banyak

wajib pajak yang belum faham terhadap penerapan pajak progresif, jadi wajib pajak

yang telah menjual kendaraannya tidak melaporkan kepada pihak smasat untuk di

blokir nomor polisi kendaraannya, sehingga wajib pajak tersebut dikenai tariff
6

progresif dengan demikian pembeli kendaraan bekas bisa membayar pajak kendaraan

yg elah dibelinya tanpa harus melakukan BBNKB sehingga tingkat penerimaan

BBNKB menjadi menurun.

Tabel 1.4
Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III
Tahun (2008-2013)

Penerimaan Pajak %
Tahun Kendaraan Perubahan Pertumbuhan Keterangan
Bermotor Per Tahun

2008 95,858,945,475 - - Sebelum Progresif

2009 102,445,647,025 6,586,701,550 6.43% Sebelum Progresif

2010 119,998,507,575 17,552,860,550 14.63% Sebelum Progresif

2011 147,318,005,375 27,319,497,800 18.54% Setelah Progresif

2012 195,674,327,725 48,356,322,350 24.71% Setelah Progresif

2013 277,362,770,500 81,688,442,775 29.45% Setelah Progresif


Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III

Tabel di atas menunjukan bahwa satu tahun sebelum diberlakukannya tarif

progresif PKB pada tahun 2010 Cabang Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wil. Kota

Bandung III penerimaan PKB sebesar Rp. 119.998.507.575 dan pada tahun 2011

setelah tarif progresif diberlakukan, Penerimaan PKB sebesar 147.318.507.575 . Jadi

sejak diberlakukannya tarif progresif penerimaan PKB di CPDP Provinsi Wilayah

Bandung III mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 27.319.497.800 atau

sebesar 22,77%. Begitupun pada tahun 2012 dan 2013 Penerimaan Pajak dari PKB
7

selalu mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2012 sebesar 32,82% dan pada tahun

2013 sebesar 41,75%.

Pengenaan pajak progresif ini bertujuan untuk mengurangi angka

kemacetan yang disebabkan padatnya kendaraan bermotor pribadi. Akan tetapi,

karena banyak warga yang tidak mengerti sepenuhnya tentang penerapan pajak

progresif ini, menyebabkan tidak sedikit terjadi permasalahan pada saat warga

akan membayar pajak kendaraan bermotor mereka ternyata mereka harus

membayar nominal lebih banyak disebabkan jumlah kendaraan yang terdaftar

atas nama warga tersebut walaupun sebenarnya kendaraan tersebut sudah tidak

dikuasai lagi. Hal ini sering terjadi karena warga telah menjual kendaraan

bermotor namun kendaraan tersebut masih atas nama pemilik sebelumnya

sehingga ia dikenai pajak progresif terhadap kendaraan yang tidak dikuasainya lagi

(Agung, 2012).

Sejak adanya tarif pajak progresif, pemilik kendaraan yang menjual

kendaraannya harus segera menyampaikan pemberitahuan atau laporan kepada pihak

SAMSAT untuk melakukan pemblokiran nomor polisi kendaraan yang sudah dijual

tersebut. Pemblokiran tersebut, dimaksudkan untuk merapihan database kendaraan

yang terdaftar di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT), yang

nantinya tentu berpengaruh terhadap pendataan pemilk kendaraan yang terkena atau

tidak terkena tarif progresif (Pheni, 2012).

Pemblokiran dilakukan dengan mendatangi kantor SAMSAT setempat yang

wilayahnya sesuai dengan alamat di STNK untuk melaporkan data kendaraan yang
8

dijual dengan membawa fotocopy KTP pemilik lama dengan fotoopy KTP pemilik

baru, nomor kendaraan yang dijual dan dokumen penting lain, membawa kuitansi

penjualan/pembelian kendaraan untuk mempermudah laporan, dan membuat surat

pernyataan. Kemudian datangi bagian Tata Usaha (TU) Pajak dan minta permohonan

pemblokiran kendaraan. Namanya adalah Blokir Atas Lapor Jual Kendaraan, pemilik

kendaraan yang sudah menjual kendaraannya bias segera melaporkan ke SAMSAT

agar tidak terkena tarif progesif.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis bermaksud

melakukan penelitian yang brjudul:

Pengaruh Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (PKB) Terhadap

Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II (BBNKB) Studi Kasus

Pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III

(Bandung Timur)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti pengidentifikasikan

masalah sebagai sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penerapan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

terhadap penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di CPDP

Provinsi Wilayah Kota Bandung III?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung III?


9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Dari penelitian ini bermaksud untuk memperoleh data dan informasi

mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor sebelum dan sesudah diberlakukan

tariff progresif.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Progresif

Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II

dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung III.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan

kegunaan bagi:

1. Penulis

Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang

Pajak Progresif Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor II.

2. Pembaca

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi

bagi penelitian sejenis.


10

3. Instansi terkait

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi

kantor Samsat wilayah Kota Bandung III dalam upaya meningkatkan

penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas

dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian. Lokasi penelitian

yang dipilih adalah Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah

Kota Bandung III dengan alamat Jalan Soekarno Hatta No. 528 Bandung. Adapun

alasan pemilihan lokasi penelitian di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah

Provinsi Wilayah Kota Bandung III ini karena kantor Samsat ini melayani

administrasi tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan juga sering dijumapi

permasalahan terkait tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor.

Anda mungkin juga menyukai