Anda di halaman 1dari 2

"Setidaknya, 14 permasalahan itu dibagi dalam empat aspek.

Yakni
aspek regulasi kelembagaan, aspek tata laksana, aspek
pengawasan, dan aspek sumber daya manusia," katanya di Gedung
KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat
(12/6/2015) malam.

Ia menjelaskan, persoalan pada aspek regulasi kelembagaan terlihat


dari belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan
keuangan desa. Kemudian, lanjut Budi, ditambah potensi tumpang
tindih kewenangan Kementrian Desa (Kemendes) dengan Direktorat
Jenderal Bina Pemerintah Desa Kemendagri.

Budi menuturkan, formula pembagian dana desa dalam PP Nomor


22 Tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas
dasar pemerataan. kemudian, pengaturan pembagian penghasilan
tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP Nomor 43
Tahun 2014 kurang berkeadilan. Selain itu, tambah ia, kewajiban
penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien
akibat ketentuan regulasi dan tumpang tindih.

"Jadi, jangan sampai pembagian dana desa hanya dilihat dari aspek
pemerataan belaka. Padahal kebutuhan desa satu dengan desa lain
bisa berbeda. Baik dari sisi geografi dan kebutuhan desa itu sendiri,"
ujar Johan.

Sementara pada aspek tata laksana, kata Johan, terdapat lima


persoalan. Yakni, kerangka waktu situs pengelolaan anggaran desa
sulit dipatuhi oleh desa, satuan harga baku barang atau jasa yang
dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum
tersedia, dan transparansi rencana penggunaan dan pertanggung
jawaban APBDesa masih rendah.

"Dan laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum


mengikuti standar dan rawan manipulasi. Serta APBDesa yang
disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang
diperlukan desa," imbuhnya.

Pada aspek pengawasan, lanjut Johan, terdapat tiga potensi


persoalan. Yakni efektivitas inspektorat daerah dalam melakukan
pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah,
saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh
semua daerah dan ruang lingkup evaluasi dari pengawasan yang
dilakukan oleh camat belum jelas.

"Terakhir, pada aspek sumber daya manusia terdapat potensi


persoalan yakni tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi
karena memanfaatkan lemahnya aparat desa. KPK berpandangan
dana desa haruslah mampu memajukan desa," tukasnya.

Berikut sembilan modus korupsi Dana Desa :


1. Membuat RAB (Rancangan Anggaran Biaya) di atas harga pasar kemudian
membayarkan berdasarkan kesepakatan yang lain.
2. Kepala Desa mempertanggung jawabkan pembiayaaan bangunan fisik
dana desa padahal bersumber dari sumber lain.
3. Meminjam sementara dana desa dengan menggunakan rekening pribadi
kemudian tidak dikembalikan.
4. Pemotongan dana desa oleh oknum kecamatan, kabupaten.
5. Membuat perjalanan dinas fiktif lingkup provinsi maupun lingkup kabupaten
dengan cara memalsukan tiket penginapan/perjalanan.
6. Mark Up pembayaran honorarium perangkat desa.
7. Pembayaran ATK tidak sesuai dengan real cost (mark up pembayaran)
dengan cara pemalsuan bukti pembayaran..
8. Memungut pajak namun hasil pungutan pajak tidak disetorkan ke kantor
pajak.
9. Melakukan pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun
diperuntukkan secara pribadi oleh Kades.

Anda mungkin juga menyukai