Anda di halaman 1dari 5

SYOK OBSTRUKTIF

1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus
vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis
laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan
otot jantung. ( Sudoyo, dkk. 2009)
Syok obstruktif merupakan gangguan kontraksi jantung akibat dari luar atau
gangguan aliran balik menuju jantung terhambat, akibatnya berkurangnya preload
sehingga Cardiac output berkurang. (Sudoyo, dkk. 2009)
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi karena sumbatan pembuluh darah baik
karena tromboemboli paru maupun karena tamponade jantung. ( Sudoyo, dkk. 2009)
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah sentral baik arteri maupun vena di mana tidak terdapat sistem kolateral. (Sudoyo,
dkk. 2009)

2 Etiologi
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan
secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri
yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan cardiac output. Hal ini biasa
terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada
pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. (Sudoyo,
dkk. 2009)

2.1 EMBOLI PARU (PULMONARY EMBOLISM)


Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu
embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah
(trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan
tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya
menyumbat pembuluh darah. ( Sudoyo, dkk. 2009)
2.2 TAMPONADE JANTUNG
Tamponade jantung yaitu pengumpulan cairan di dalam kantong jantung
(kantong perikardium, kantong perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap
jantung dan kemampuan memompa jantung. Tamponade jantung terjadi secara
mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat berdenyut
secara normal. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri
samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk jika berbaring dan akan
membaik jika duduk tegak. Dasar kelainan : terkumpulnya banyak cairan dalam kavum
perikard. ( Sudoyo, dkk. 2009)
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan
berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel
disertai gangguan hemodinamik. Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan
tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat,
dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium
mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan
yang bertambah tersebut.

3 Manifestasi klinis
3.1 Gejala Obyektif
1. Pernapasan cepat & dangkal
2. Nadi cepat dan lemah
3. Akral pucat, dingin & lembab
4. Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
5. Pandangan hampa & pupil melebar
6. Peningkatan tekanan vena jugularis
7. Pulsus paradoksus
8. Hipersonor pada perkusi dada
9. Penurunan bunyi napas
10. Hipotensi
3.2 Gejala Subyektif
1. Mual dan mungkin muntah
2. Badan lemah
3. Kepala terasa pusing

4 Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun. (Sibernagl dan Lang, 2013)
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian
sel. (Sibernagl dan Lang, 2013)
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa
ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). (Sibernagl dan
Lang, 2013)
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan. (Sibernagl dan Lang,
2013)
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea. (Sibernagl dan Lang, 2013)

5 Derajat syok

1) Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak,
otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi
rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran
tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik
tidak ada atau ringan. (Purwadianto dan Sampurna, 2013)
2) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-
organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit
dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan
asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik. (Purwadianto dan
Sampurna, 2013)
3) Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi
untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
menurun). (Purwadianto dan Sampurna, 2013)
6 Penatalaksanaan

Tatalaksana syok obstruktif yang disebabkan oleh tamponade jantung terdiri atas oksigenasi,
pemberian cairan, tirah baring dengan posisi Tredelenburg, dan pemberian zat inotropik.
Ventilasi mekanis bertekanan positif harus dihindari karena dapat menurunkan alir balik
vena. Tindakan medis definitif berupa perikardiosentesis, drainase perkuaneus subxifoid
darurat, atau perikardiotomi. Jika hemodinamika pasien tetap tidak stabil atau jika
perikardiosentesis gagal ( biasanya karena darah dalam di kantung perikardium sudah
membeku ), harus dilakukan torakotomi atau perikardiotomi terbuka untuk membuat
perikardial window, perikardiodesis, pirau perikardio-peritoneal atau perikardiektomi.
(Sjamsuhidajat, 2011)

Dapus
Purwadianto, A. dan Budi S. 2013. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta. Binarupa
Akasara
Sibernagl, S. dan F. Lang. 2013. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta. EGC
Sjamsuhidajat, R. dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke- 3. Jakarta. EGC
Sudoyo, A.W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke- 5. Jakarta.
Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai