Anda di halaman 1dari 4

KEMBALIKAN TAMPAH BOLE KEPADA RAKYAT

Penguasaan atas hak tanah rakyat menjadi siklus sejarah kelam bangsa Indonesia selama
2,5 abad, bahkan setelah mendekati 72 tahun bangsa ini merdeka trending imperialsme masih
berlangsung secara terstruktur dan massif. Terindikasi dengan jelas peralihan aktifitas haram
tersebut kini telah beralih peran dari bangsa barat menjadi trend bangsa sendiri. Alur privatisasi
acap kali dilakukan oleh pemegang modal dan pemegang kebijakan publik, mereka seolah
tercipta menjadi sisi lain dari arti dan makna kemerdekaan bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Ironi memang, fakta sejarah tanggal 24 september 1960 Presiden Soekarno menandatangani
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UU ini diyakini merupakan satu-satunya yang tersisa
sebagai instrumen hukum yang nantinya berpihak kepada kepentingan rakyat. Dalam amanat UU
ini pemerintah mempunyai kewenangan besar untuk mengambil alih tanah-tanah yang dikuasai
penjajah dan tuan tanah secara berlebihan. Cita cita UUPA ini memaktub hak-hak dasar rakyat
dalam mendistribusikan tanah secara langsung kepada kaum miskin secara nasional.

Kini instrument itu hanya meninggalkan cerita usang seiring adanya peralihan
pemerintahan Orde Lama ke masa Orde Baru bahkan sampai era Reformasi, ruh dari UUPA
hilang meskipun UU ini tidak dihapus, namun munculnya UU pertambangan, UU penanaman
modal dan UU tentang hutan mengindikasikan prinsipnya memuluskan investasi asing secara
besar-besaran untuk menguasai tanah nusantara. alhasil apa yang terjadi hingga hari ini? ribuan
rakyat kehilangan hak dasar, rakyat bunuh bunuhan dan bahkan kemiskinan tanpa tanah di rumah
mereka sendiri.

Tanah Tampah Boleq merupakan tanah yang sejak ratusan tahun silam telah diakui oleh
masyarakat Lombok sebagai tanah adat. Hal tersebut dibuktikan dengan dijadikannya area tanah
sebagai lokasi pelaksanaan pesta adat bau nyale yang diwariskan secara turun temurun. Selain
kontur tanah yang datar dan luas, area tanah adat Tampah Boleq sangat eksotik sehingga
memancing investor yang bergerak dibidang pariwisata untuk melakukan privatisasi terhadap
tanah tersebut dan kehawatiran masyarakat tersebut dibuktikan oleh maraknya penjualan tanah
pesisir yang faktanya kini telah diakui sebagai hak milik pribadi atau Perusahaan. Atas dasar
kehawatiran itu maka masyarakat Lombok yang diwakili oleh Empat Desa yang berada dekat
dengan lokasi tanah, berinisiatif dan bekerjasama untuk membuat Surat Kesepakatan Bersama
(SKM) pada tanggal, 27 April 2001 yang menyepakati bahwa tanah Tampah Boleq adalah hak
ulayat yang tidak boleh diperjualbelikan oleh siapapaun yang isi kesepakatan dalam SKM
tersebut kami tuangkan sebagai lampiran dalam press liris ini.

Pada tahun 2002 terindikasi ada upaya dari beberapa oknum Kepala Desa dengan
mengatasnamakan masyarakat untuk memperjualbelikan tanah Tampah Boleq kepada PT. LA
DOLCE VITA yang berkekdudukan dimataram yang dalam surat Pernyataan Tanda Jadi adalah
milik dari NONA MASDE LOISE SIPAHUTAR, akan tetapi faktanya pemilik perusahaan
enggan untuk melakukan proses jual beli dengan alasan empat oknum Kepala Desa tersebut
diberikan kuasa oleh masyarakat. Akan tetapi, Perusahaan menginginkan proses pembelian tanah
Tampah Boleq harus melalui hak milik orang per orang, sehingga pada Tahun 2002 empat
oknum Kepala Desa tersebut mengupayakan agar tanah tersebut seolah olah diberikan wewenang
hak garap kepada 26 orang yang mayoritas orang orang tersebut berasal dari luar wilayah
Kecamatan Jerowaru yang sebagiannya adalah para Pejabat. Adapun isi surat keterangan izin
penggarapan tersebut kami jadikan lampiran.

Pada tahun 2008 masyarakat melakukan advokasi dan investigasi terkait 26 orang yang
dianggap memiliki hak garap atas tanah Tampah Boleq. Dan fakta fakta yang ditemukan adalah
26 orang tersebut mengakui secara terang terangan bahwa secara sah tidak memiliki sertifikat
atas tanah tersebut dan tidak mengetahui luas, lokasi tanah yang secara tertulis diakui sebagai
milik mereka dan yang lebih mencengangkan adalah bahwa mereka tidak pernah mengakui telah
melakukan segala bentuk proses jual beli atas tanah tersebut. Fakta dan data tersebut kami
cantumkan sebagai lamipran.

Sehubungan dengan adanya kegiatan pemagaran tanah Tampah Bole yang berlokasi di
Desa Seriwe Kecamatan Jeroawaru oleh pihak atas nama PT. TEMADA PUMAS ABADI dan
atas dasar SP Bupati Lombok Timur NO. 503/1616/PPT.II/2016 tanggal 25 April 2016 dan KEP.
KA : BPT Lombok Timur IMB NO. 1621/503/PPT.II/08/04/2016 Tanggal 26 April 2016 telah
berani mengklaim bahwa tanah tersebut sudah menjadi milik mereka. Mengingat hal itu, kami
atas nama Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) melakukan perlawanan terhadap adanya
indikasi perebutan hak-hak dasar atas status kepemilikan tanah Tampah Bole yang di klaim
menjadi milik perusahaan tersebut. Sejarah membuktikan bahwa tanah Tampah Bole menjadi
saksi selama ratusan tahun gelaran budaya pesta adat bau nyale yang notabene menjadi pesta
budaya tahunan rakyat Lombok Timur khusunya wilayah selatan dan seluruh masyarakat Nusa
Tenggara Barat pada umumnya.
Flashback terhadap adanya rutinitas budaya tersebut semakin mempertegas status tanah
Tampah Bole yang selama beratus ratus tahun yang silam telah menjadi bagian dari bukti sejarah
sekaligus lokasi perayaan budaya pesta adat bau nyale. Lalu atas dasar filosopis apa pihak
perusahaan tersebut berani melakukan proses jual beli, kepada siapa dan disahkan pula oleh
siapa?. Maka dengan adanya bukti-bukti sejarah tersebut kami mempertegas bahwa tanah
tersebut telah diakui oleh seluruh masyarakat, kelompok adat, kelompok budaya dan pemerhati
pariwisata Lombok bagian Selatan sebagai tanah ulayat dalam ruang lingkup kemasyarakatan
Desa, Kecamatan, Kabupaten bahkan NTB secara menyeluruh.
Dari data-data yang berhasil kami kumpulkan dapat disimpulkan bahwa proses jual beli
tanah Tampah Bole ada dalam ruang cacat hukum karena nama-nama yang bertanda tangan pada
data tersebut bukanlah warga Pemongkong asli melainkan penduduk luar yang
mengatasnamakan dirinya masyarakat Desa Pemongkong. Padahal sebagaimana kita ketahui
bersama bahwasanya tindakan itu adalah upaya melawan hukum.
Untuk itulah kami perwakilan masyarakat masyarakat Jerowaru, Keruak, Sakra serta
mewakili aspirasi masyarakat Lombok mengajukan keberatan dan menolak secara tegas tindakan
pemagaran dan status kepemilikan atas nama Perusahaan tersebut, karena didasarkan atas fakta-
fakta sejarah dan fakta hukum sangatlah tidak berdasar. Dan kami melayangkan desakan kepada
Bupati Lombok Timur untuk segera mengambil tindakan preventif, cepat, tepat dan efektif
terhadap kasus kepemilikan tanah Tampah Bole dalam bentuk pernyataan sikap.
Pernyataan Sikap kami adalah sebagai berikut :

1. Berharap Kepada Bapak Presiden RI untuk Mengembalikan Tanah Tampah


Boleq menjadi tanah adat dan bila perlu di proses menjadi Tanah Ulayat yang
di jadikan sebagai lokasi pelaksaan pesta adat Bau Nyale
2. Berharap Kepada Bapak Presiden RI untuk Melakukan Pembatalan Sertifikat
Tanah Tampah Boleq yang telah diklaim oleh Perusahaan PT.TAMADA
PUMAS ABADI dan PT.BEN BUR
Demikianlah pernyataan sikap yang kami buat dan kami akan terus mempertahankan
hak-hak dasar selaku warga Negara sampai kapanpun dan dengan tindakan apapun atas segala
bentuk kegiatan atau perbuatan yang telah meresahkan masyarakat saat ini.

Demikianalah press release ini disampaikan dan terimakasih atas kerjasamanya.

Lombok Timur, 23 November 2017


Aliansi Rakyat Menggugat
(ALARM)

Ketua Sekretaris

SAYADI, SH. ARSA ALI UMAR, S.Pd.I


PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI RAKYAT MENGGUGGAT

(ALARM)
(Serikat Masyarakat Selatan (SMS), DPD KNPI NTB, Gumi Paer
Lombok, Forum Silaturrahmi Mahasiswa Patuh Karya Mataram
(FORMASI PAKAR MATARAM), Forum Komunikasi Mahasiswa
Kec.Jerowaru (FKMJ), Persatuan Mahasiswa Desa Sukaraja,
Wakan & Sukadamai (PASISWAJA), Persatuan Pengembala Kerbau
Lombok Timur, POKDARWIS Jerowaru BAY & LSM Saling Anton)

Anda mungkin juga menyukai