2. Peta Lokasi bendungan serbaguna wonogiri 3. Peta PLTA bendungan serbaguna wonogiri 4. Pintu pelimpasan air waduk / spillway 5. PENGELOLAAN WADUK GAJAH MUNGKUR Kegiatan pengelolaan DAS Tindakan konservasi lahan dan air Tindakan pengelolaan lahan dan promosi pertanian Daerah sasaran konservasi Total area 34.000 ha Tegal (20.800 ha) Tegal di daerah pemukiman (11.000 ha) Daerah pemukiman (2.600 ha) Jumlah desa : 160 desa Kedaung (83) Tirtomoya (29) Solo hulu (25) Lain lain (43) Program pendukung Program pendukung kegiatan konserfasi lahan dan air Program pendukung pengelolaan lahan dan promosi pertanian Program pendukung pengembanagan masyarakat Monitoring dan evaluasi di tingakat desa
5. BAGIAN - BAGIAN BANGUNAN WADUK GAJAH MUNGKUR
a. BANGUNAN INTAKE Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendungan yang berfungsi sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. b. SPILLWAY Spillway atau katup ini membantu mencegah banjir sehingga ketinggian air tidak melebihi batas yang ditetapkan yang bisa menghancurkan sebuah bendungan. Hal ini biasanya dilakukan pada saat terjadi banjir. Pada saat normal, digunakanlah pintu air dam untuk mengeluarkan air secara teratur untuk digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, suplai air dan sebagainya. Di waduk Wonogiri terdapat 4 katup pintu. Yang setiap pembukaan harus dua pintu. c. GATE SAVE Untuk membuka dan menutup aliran, tetapi tidak untuk mengatur besar kecil aliran (throttling). d. BANGUNAN TITIK NOL Bangunan titik nol berfungsi sebagai acuan untuk mengalirkan aliran ke Bengawan Solo
6. PERMASALAHAN WADUK GAJAH MUNGKUR
Permasalahan utama yang ada di Waduk Gajah Mungkur adalah
sedimentasi. Permasalahan yang terjadi di Bendungan Gajah Mungkur menurut Ouchi (2007) adalah masukan sedimen tahunan dari tahun 1993 hingga 2004 ke bendungan Wonogiri mencapai 3.2 juta m3/tahun atau setara dengan 318.000 truk sedimen per tahun, dengan perincian 2.7 juta m3/tahun mengendap dalam bendungan, 0,3 dan 0,2 juta m3/tahun sedimen mengalir lewat spilway. Sedimentasi yang masuk ke Waduk Gajah mungkur berasal dari erosi sungai sungai yang bermuara ke waduk yang meliputi Sungai Keduang, Wiroko, Solo Hulu, Alang dan Sungai Wuryantoro. Dari ke lima sungai tersebut sungai Keduang penyumbang sedimen terbesar yaitu 1.218.580 m3 per tahun, disusul Sungai Solo Hulu mencapai 604.990 m3 per tahun. Tingginya sedimentasi yang berasal dari Sungai Keduang bahkan sampai membentuk permukaan tanah yang memanjang dan membelah Waduk Gajahmungkur dengan panjang lebih dari satu kilometer. Seluruh sedimen dari sungai-sungai yang bermuara ke waduk bergerak perlahan lahan menuju pusat waduk, bahkan yang lebih memprihatinkan sedimen tersebut bergerak menuju intake yang mengganggu aliran air yang masuk ke Turbin sebagai penggerak PLTA. Sumber sedimentasi dan erosi yang masuk ke Waduk Gajah mungkur berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang, longsoran lereng, erosi tebing sungai, dan erosi sisi badan jalan. Penebangan pohon di daerah tangkapan air (chatment area) baik hutan rakyar, perhutani, sabuk hijau (Green belt), lahan pertanian, ladang, akan menyebabkan erosi permukaan lahan semakin tinggi sehingga aliran air membawa lumpur masuk ke dalam sungai sungai yang bermuara ke waduk, hal ini diperparah lagi dengan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan lahan pertanian pasang surut yang kuasai oleh masyarakat untuk tanam padi dan palawijo pada musim kemarau. Daerah Aliran Sungai seharusnya merupakan daerah hijau untuk mencegah erosi tanah pada saat terjadi banjir. Laju sedimentasi ke pusat waduk semakin tinggi jika di areal waduk dibuat lahan pasang surut untuk bercocok tanam, penggemburan tanah selama penanaman akan mudah sekali terjadi erosi saat hujan turun. 92% sedimen yang masuk ke waduk berasal dari erosi permukaan lahan. Banyaknya lokasi jurang dan longsoran di daerah tangkapan air, lereng lereng (tebing) kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) saat musim hujan erosi menuju waduk. Pembuatan jalan baru dengan pengerukan tebing dan penambangan batu oleh masyarakat di sekitar lokasi waduk dan sungai juga mempermudah terjadinya erosi. Pada tahun 2007 banjir terakhir yang terjadi di Bengawan Solo akibat dibukanya pintu waduk Gajah Mungkur. PENANGANAN MASALAH WADUK GAJAH MUNGKUR Penanganan sedimentasi Waduk Gajah mungkur harus dilihat dari sumber permasalahan secara umum dan sumber penyebab sedimentasi itu sendiri. Tanpa adanya kajian permasalahan untuk duduk bersama-sama dari berbagai lembaga dan instansi terkait lepas dari kepentingan tertentu maka penyelamatan waduk tak akan membuahkan hasil yang optimal. Undang-undang ataupun peraturan pemerintah sebagai payung hukum kewenangan pengelolaan waduk Gajah Mungkur harus mampu mengakomodasi seluruh permasalahan sedimentasi. Perlu adanya pengerukan lumpur sedimentasi secara rutin dan berkala. kerusakan sabuk hijau, DAS, dan yang lebih utama lagi pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu peran Pemkab Wonogiri sebagai pemilik wilayah sangat dominan dalam penyelamatan waduk. Keppres No 129/2000 yang memberikan kewenangan pengelolaan Waduk Gajahmungkur kepada Perum Jasa Tirta I Solo perlu ditinjau ulang. Secara teknis pembangunan fasilitas pengendali erosi seperti cek dam, gerakan rehabilitasi lahan, perbaikan DAS diatas waduk menghabiskan dana yang sangat besar. Apakah langkah ini efektif untuk penyelamatan waduk dari sedimentasi ? Peran masyarakat di seluruh daerah Chatment area untuk tidak melakukan penebangan pohon, perusakan Green belt, pemanfaatan DAS sebagai lahan pertanian perlu mendapatkan perhatian yang serius karena wilayah inilah penyangga utama pelestarian Waduk Gajah Mungkur. Berapapun besarnya dana dan apapun jenis proyek penanganan sedimentasi tanpa pemahaman, keterlibatan, pengertian, partisipasi masyarakat secara terus menerus tak akan membuahkan hasil. Mengubah pola perilaku masyarakat peduli waduk dengan memberikan penyuluhan secara terus menerus akan menghasilkan sikap rasa memiliki terhadap waduk Gajahmungkur.