Wagiran
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
wagiran@uny.ac.id
ABSTRAK
Kebijakan reproporsi SMA-SMK dari 70: 30 menjadi 70:30 merupakan salahsatu upaya
pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional dalam mengatasi
permasalahan pengangguran melalui pemberdayaan SMK. Namun demikian aspek yang
harus dicermati adalah reproporsi tersebut bukan hanya pada aspek jumlah, namun yang
lebih penting adalah aspek relevansi. Dalam konteks otonomi daerah, setiap daerah
dituntut untuk mampu menentukan berapa jumlah SMK yang harus didirikan di
tempatnya serta bidang apasaja yang harus dibuka. Pengembangan SMK berbasis potensi
daerah penting dilakukan guna mewujudkan pendidikan yang mampu memanfaatkan
dan mengoptimalkan potensi daerah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan
diversifikasi lapangan kerja bagi lulusan.
Pendahuluan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu jenis satuan pendidikan
kejuruan pada jenjang pendidikan menengah (UU No. 20/2003). Dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, terbukti bahwa SMK memiliki peran strategis dalam pendidikan
ketenagakerjaan. Posisi strategis tersebut tampak dalam berbagai aspek berikut:
1. SMK merupakan bagian integral dari sektor ekonomi yang turut berperan dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Oleh karenanya SMK perlu
dikembangkan baik secara kuantitas maupun kualitas.
2. Kualitas SMK merefleksikan kualitas tenaga kerja Indonesia yang perlu dikembangkan
untuk meningkatkan daya saing sumberdaya manusia Indonesia.
3. SMK berperan dalam mengurangi indeks pengangguran dalam lingkup lokal maupun
nasional.
Selain itu, dalam upaya mendorong keluaran pendidikan kita dan lebih relevan
dengan tuntutan kebutuhan angkatan kerja, pemerintah telah berupaya untuk
mengubah komposisi rasio jumlah sekolah umum dan kejuruan dari 30:70 menjadi
70:30 sampai tahun 2015, dan rasio pada akhir tahun 2006 telah mencapai 35:65
.
1
Dalam lingkup operasional, komitmen pelaksanaan kebijakan tersebut dapat kita
lihat dari Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK yang mentargetkan pada tahun
2010 proporsi antara SMA dan SMK telah mencapai 50: 50. Berbagai upaya dilakukan
diantaranya dengan memfasilitasi pendirian SMK-SMK baru, pendirian SMK Kecil, maupun
diversifikasi jurusan dan program studi yang ada di SMK.
Dalam era otonomi daerah, kebijakan merubah proporsi SMA dengan SMK tentu
akan mendorong dan bahkan menuntut setiap Daerah Kabupaten atau Kota untuk menata
dan memenuhi kesesuaian jumlah tersebut. Oleh karenanya menjadi tugas daerah untuk
merancang, mengkoordinasi, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kesesuaian proporsi
sekolah kejuruan dan sekolah umum tersebut. Makalah ini membahas dan mengkritisi
kebijakan tersebut terutama menyangkut pola implementasi di daerah dalam era otonomi.
Dengan memperhatikan karakteristik masing-masing diharapkan daerah dalam hal ini
Kabupaten/Kota tidak melakukan kesalahan baik dalam hal menentukan jumlah, jenis,
jurusan, program keahlian, pengelolaan, pembiayaan, pengendalian mutu hingga
evaluasinya. Hal ini mengingat untuk membangun suatu SMK diperlukan sumberdaya dan
sumberdana yang tidak sedikit, bahkan beberapa kali lipatnya dibandingkan untuk
mendirikan SMA. Salahsatu aspek yang penting diperhatikan adalah bagaimana keberadaan
SMK tersebut mampu mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, mengoptimalkan potensi
daerah serta meningkatkan peluang kerja lulusan.
4
Bukan Sekedar Jumlah.
Sebagai tindaklanjut kebijakan reproporsionalisasi SMA-SMK tersebut, setiap
daerah harus siap menindaklanjuti dengan berbagai strategi. Selain aspek jumlah
(proporsi), satu aspek penting yang tidak boleh dilupakan adalah RELEVANSI bidang atau
program kejuruan yang akan dibuka dengan tuntutan dunia kerja dan potensi daerah
masing-masing. Oleh karenanya setiap daerah dituntut mampu merencanakan jumlah dan
jenis program kejuruan yang akan dikembangkan ke depan. Tanpa perencanaan tersebut
mustahil didapatkan lulusan pendidikan kejuruan yang berkualitas dengan mutu yang
memadai.
Penelitian-penelitian tentang analisis kebutuhan program kejuruan yang diperlukan
daerah dalam era otonomi, penting dilakukan guna mendapatkan gambaran obyektif dan
data akurat sebagai bahan pertimbangan. Dengan kesesuaian program kejuruan dan
karakteristik serta potensi daerah diharapkan mampu meningkatkan difersifikasi lapangan
usaha bagi lulusan SMK yang dapat berdampak pada kemajuan daerah tersebut.
Relevansi terkait erat dengan bidang kejuruan apa yang hendak dibuka. Sebagai
bagian dari pengembangan sistem ekonomi beberapa faktor perlu pertimbangan dalam
menentukan program studi yang akan dibuka di SMK. Beberapa faktor tersebut antara lain:
pertumbuhan sektor ekonomi, kebijakan di bidang ekonomi, dan studi kebutuhan tenaga
kerja. Dari gambaran pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, pertumbuhan kebutuhan tenaga
kerja serta prediksi jumlah siswa menurut pertumbuhan sektor ekonomi tersebut dapat
dianalisis apakah SMK sudah mampu memenuhi kebutuhan bidang-bidang pekerjaan
tersebut. Atau justru hanya berkutat pada beberapa bidang saja, sehingga pengangguran
yang terjadi lebih diakibatkan oleh mismatch daripada ketersediaan lapangan kerja ?
Pertanyaan tersebut haruslah dijawab terlebih dahulu sebelum menentukan bidang apasaja
yang akan dibuka SMK di daerah. Dari berbagai bidang keahlian yang direkomendasikan
berdasarakan pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan tersebut, menjadi tugas daerah
untuk menentukan bidang keahalian manasaja yang layak untuk dibuka sesuai potensi
maupun karakteristik masing-masing.
5
Prospek Karakteristik
Perekonomian Perekonomian
Perkembangan teknologi komputer (PC) yang semakin pesat dan ditunjang dengan
perkembangan perangkat lunak (software), telah membantu orang-orang dalam
melaksanakan pekerjaannya. Berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
menghitung pertumbuhan ekonomi maupun variabel yang lain.
6
industri dan mengisi kesempatan kerja baru yang terbuka seiring dengan perkembangan
dunia industri.
Namun demikian program pendidikan yang hanya berorientasi pada penyiapan tenaga
kerja untuk dapat bekerja di industri memiliki konsekuensi terutama mengenai efisiensi
eksternalnya. Justifikasi keberadaan SMK dengan demikian ditentukan sepenuhnya oleh
perkembangan dan kemampuan industri dalam menyerap lulusan yang dihasilkannya. Hal
ini tentunya merupakan kelemahan, terlebih jika dikaitkan dengan perkembangan industri
Indonesia belakangan ini.
Seperti diketahui bahwa pada tahap awal pembangunan industri di Indonesia, prioritas
diberikan pada pengembangan industri untuk substitusi impor (import-subtituting
industrialization) dan jenis industri yang berorientasi ekspor (export-oriented
industrialization). Realisasi kebijakan pengembangan kedua kelompok industri tersebut
mampu menarik minat perusahaan multinasional (multinational enterprises) untuk
melakukan penetrasi industri di Indonesia. Namun demikian banyak dari perusahaan
multinasional itu adalah termasuk dalam kelompok perusahaan atau industri yang sangat
mudah meninggalkan atau berpindah tempat (foot-loose industries) seperti industri
elektronika, tekstil dan produk tekstil, sepatu, dan lain sebagainya.
Jenis industri tersebut baik PMA (Penanaman Modal Asing) atau perusahaan modal
patungan (joint venture) masuk beroperasi di Indonesia karena memanfaatkan keunggulan
komparatif berupa tersedianya secara melimpah tenaga kerja yang bersedia dibayar murah.
Aktivitas industrinya sendiri tidak memiliki akar yang kuat dan tidak mampu membentuk
suatu industrial base, karena dalam operasinya tidak terkait dengan industri lokal.
Kehadiran perusahaan multinasional demikian tidak mampu menjadi lokomotif penggerak
yang merangsang tumbuh dan berkembangnya industri disekitarnya yang dapat bertindak
sebagai pemasok dan membentuk jaringan industri hulu-hilir yang memiliki suatu
keterkaitan produk.
Meskipun skala usaha perusahaan multi-nasional sangat besar tetapi dalam
penyerapan tenaga kerja lulusan SMK tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Selain tidak
memerlukan tenaga kerja yang memiliki keterampilan teknis dan pendidikan tertentu
seperti SMK, juga tidak mempunyai efek snowball dalam hal penyerapan tenaga kerja
karena misi dan sifat industrinya tidak memiliki keterkaitan produk dengan industri-
industri di sekitarnya.
Kesempatan kerja yang banyak terbuka pada berbagai perusahaan multinasional
yang beroperasi di sejumlah kawasan industri Indonesia adalah tenaga operator yang pada
umumnya tidak perlu memiliki kecakapan dan keterampilan tertentu seperti yang dimiliki
lulusan SMK. Hal ini tentunya merupakan tantangan tersendiri karena apabila lulusan SMK
harus berebut kesempatan kerja sebagai tenaga operator dengan lulusan pendidikan
setingkat lainnya akan menyebabkan rate of return lulusan SMK menjadi rendah sehingga
akan dapat memperlemah justifikasi eksisitensi SMK.
Untuk itu agar kepercayaan masyarakat yang tinggi pada SMK tetap dapat
terpelihara, maka SMK harus menata kembali orientasi program pendidikannya, yaitu
dengan menyelenggarakan program pendidikan yang memang benar-benar dibutuhkan oleh
masyarakat, meskipun kebutuhan masyarakat sendiri akan program pendidikan kejuruan
berkembang sejalan dengan perubahan politik, ekonomi, sosial budaya, di samping ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dalam rangka pendayagunaan potensi dan pengembangan ekonomi daerah
keberadaan lembaga pendidikan khususnya SMK mempunyai fungsi dan peran sangat
strategis. Namun demikian fungsi strategis tersebut belum tentu dapat dilaksanakan
mengingat kebijakan pengembangan SMK selama ini hampir dapat dikatakan tidak
7
bersentuhan dengan kebutuhan daerah. Untuk itu dalam hubungannya dengan upaya
pengembangan perekonomian daerah, muncul permasalahan bagaimanakah SMK
seharusnya dikembangkan sehingga dapat melaksanakan fungsi strategis mendukung upaya
pengembangan ekonomi daerah.
Daftar Pustaka
Bambang Setiyo HP (2006) Studi Kebutuhan Program Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di Daerah Kabupaten Purworejo. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta.
------------, Pengembangan Pendidikan Berbasis Potensi Sumber Daya Alam. Diakses dari:
www.nakertrans.co.id. Tanggal 20 Mei 2007
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Daerah. Diakses dari: www.nakertrans.co.id. Tanggal 20
Mei 2007
Pusdati Depnaker. Diakses dari: www.nakertrans.co.id. Tanggal 20 Mei 2007
Road Map of Directorate of PSMK 2006-2010. Direktorat Pembinaan SMK
Sambutan Menteri Pendidikan Nasional dalam Upacara Peringatan Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2007
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah