Perda Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Pencemaran Ling
Perda Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Pencemaran Ling
TENTANG
BUPATI KLUNGKUNG,
Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
yang merupakan satu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup yang ada didalamnya yang satu sama lain saling terkait,
mendukung dan mempengaruhi perlu dijaga kelestariannya untuk
kepentingan generasi masa kini maupun generasi masa depan;
15. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi
Bali Tahun 2005 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun
2005 Nomor 3);.
Dengan Persetujuan Bersama
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
(1) Pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup berasaskan manfaat dan
keberlanjutan pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Tri Hita
Karana.
(2) Pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup bertujuan untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup untuk
kepentingan generasi mendatang.
BAB II
Pasal 3
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi mengenai kondisi lingkungan serta pengendalian
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperanserta dalam rangka pengendalian kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup.
Pasal 4
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan dan peranserta yang sama dalam pengendalian kerusakan
dan pencemaran lingkungan hidup.
(2) Kesempatan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hak untuk :
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan prakarsa kemampuan dan kepeloporan; dan
c. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
(3) Kesempatan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara :
a. melaporkan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup kepada instansi yang
menangani lingkungan hidup;
b. memantau tindak lanjut dari laporan sebagaimana dimaksud huruf a atau meminta informasi
tindakan dari instansi yang menangani lingkungan hidup; dan
c. melakukan tindakan darurat meluasnya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(4) Masyarakat dapat memberikan usulan dan/atau pendapat terhadap hasil tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b.
Pasal 5
(1) Setiap orang harus memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dengan upaya pencegahan,
pengawasan, penanggulangan, dan pemulihan kualitas lingkungan akibat kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup wajib memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(3) Informasi yang benar dan akurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
penyusunan dokumen lingkungan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
Bagian Kesatu
Wewenang
Pasal 6
(1) Bupati berwenang melakukan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(2) Bupati dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. menetapkan kebijakan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup;
a. melakukan tindakan-tindakan pencegahan, pengawasan, penanggulangan, pemulihan,
penaatan, dan penegakan hukum terhadap usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup;
b. mengembangkan pendanaan guna terpeliharanya daya dukung dan daya tampung untuk
pelestarian lingkungan hidup; dan
c. melaksanakan peran pemerintah terhadap pelanggaran.
(3) Bupati dapat menetapkan kerusakan lingkungan akibat alam dan/atau akibat usaha dan/atau
kegiatan setelah mendapatkan saran pertimbangan melalui instansi yang berwenang di bidang
lingkungan hidup.
(4) Untuk memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibentuk tim yang
terdiri dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, serta wakil
masyarakat yang terkena dampak.
Pasal 7
Bupati berwenang melakukan koordinasi dalam pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup dengan Pemerintah Kabupaten terkait dan Pemerintah Provinsi.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab
Pasal 8
Bupati dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bertanggung jawab
untuk :
a. meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pengambil keputusan pada instansi terkait;
b. menumbuhkembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat akan hak, kewajiban, dan
kesempatan berperan serta;
c. mewujudkan kemitraan antara Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, masyarakat, pelaku usaha
dan/atau kegiatan, dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan melalui peningkatan kualitas daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan
d. menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang Status Lingkungan Hidup dan pengendalian
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
BAB IV
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 9
Bagian Kedua
Pasal 10
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup wajib melengkapi izin kegiatannya dengan dokumen pengelolaan lingkungan
sesuai peraturan yang berlaku.
(2) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan perizinan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Ketiga
Pasal 11
Pasal 12
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil
usaha dan/atau kegiatannya sebelum dibuang ke media lingkungan hidup.
(2) Pembuangan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan ke media lingkungan hidup wajib memenuhi
syarat kualitas fisik, kimia, dan biologi sebagaimana diatur dalam Baku Mutu Lingkungan Hidup
dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.
(3) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati setelah mendapat Rekomendasi DPRD.
(4) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyiapkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk usaha dan/atau kegiatan yang dapat merubah fisik lahan atau merubah
bentang alam yang berpotensi menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 13
(1) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
wajib dilakukan di lokasi pembuangan yang telah ditetapkan Bupati.
(2) Bupati menetapkan lokasi pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan
Bupati setelah mendapat Rekomendasi DPRD.
(3) Penetapan lokasi pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
Rencana Tata Ruang dan/atau persetujuan masyarakat yang terkena dampak.
Pasal 14
(1) Bupati dapat menghentikan usaha dan/atau kegiatan yang secara kumulatif dalam waktu tertentu
dapat mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(2) Dalam hal penghentian usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah
mendapatkan kajian dari ahli, melalui instansi berwenang di bidang lingkungan hidup.
Pasal 15
(1) Setiap orang wajib melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan karena alam.
(2) Langkah-langkah pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan :
a. membuat 1 (satu) buah bak pemanenan air hujan pada setiap 100 meter2 luas pekarangan; dan
b. melakukan penanaman pohon pada lahan dengan kemiringan diatas 40%.
(3) Penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat bekerja sama dengan
pemerintah maupun investor yang peduli lingkungan.
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 16
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup wajib :
a. memiliki sistem tanggap darurat; dan
b. memberikan informasi tentang sistem tanggap darurat kepada pemberi izin dan masyarakat
luas.
(2) Pemerintah dapat menghentikan sementara operasional usaha dan/atau kegiatan sekurang-
kurangnya selama 3 (tiga) bulan, untuk memberikan kesempatan kepada Penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk menangani kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi
yang disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatannya, sebelum ditutup atau dicabut izinnya.
Pasal 17
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup, sebagai akibat pembuangan limbah, atau perusakan lingkungan,
wajib melakukan serangkaian upaya untuk pemulihan daya dukung lingkungan sesuai dengan
tingkat kerusakan dan ketercemaran lingkungan.
(2) Pemerintah wajib melakukan langkah-langkah penanggulangan kerusakan lingkungan akibat
aktifitas alam setelah mendapat masukan dari instansi yang berwenang dan tim yang telah
dibentuk.
Pasal 18
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menanggung biaya penanggulangan
dan/atau pemulihan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1);
(2) Pemerintah wajib menanggung biaya pemulihan kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2).
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 19
BAB V
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 20
(1) Bupati melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dalam pengelolaan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup; dan
b. penerapan kebijakan insentif atau disinsentif.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 21
(1) Bupati melakukan pengawasan terhadap pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. penaatan persyaratan perizinan;
b. evaluasi laporan pengelolaan air limbah yang dilakukan oleh Penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan;
c. evaluasi hasil pemantauan kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup; dan
d. pemeriksaan contoh limbah dan spesimen secara berkala maupun intensif, baik di lapangan
maupun di laboratorium.
Pasal 22
Biaya-biaya pemeriksaan laboratorium terhadap contoh limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2) huruf d dibebankan kepada :
a. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagai kewajiban untuk pemeriksaan secara berkala
sesuai dokumen lingkungan hidup; dan
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah atau sumber-sumber dana lain yang sah untuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh Instansi.
BAB VI
Pasal 23
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak
lain maupun lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau tindakan tertentu.
Pasal 24
Penyelesaian sengketa lingkungan dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Pasal 25
Mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perusakan dan/atau pencemaran
lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi administrasi.
(2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 27
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak
pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini dapat
juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Klungkung.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bukti-bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak
pidana perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup;
d. mengamankan tempat tertentu yang diduga menjadi penyebab timbulnya kerusakan dan/atau
pencemaran lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bukti, pembukuan, catatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana perusakan dan/atau pencemaran
lingkungan hidup; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perusakan
dan/atau pencemaran lingkungan hidup.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil
penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13
ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung.
Ditetapkan di Semarapura
pada tanggal 3 September 2010
BUPATI KLUNGKUNG,
I WAYAN CANDRA
Ditetapkan di Semarapura
pada tanggal 3 September 2010
KETUT JANAPRIA
I. UMUM
Masalah Lingkungan Hidup, terutama kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup senantiasa
menjadi isu penting dalam setiap proses pembangunan, baik di tingkat internasional maupun
nasional. Persoalan lingkungan hidup dan pembangunan di tingkat internasional muncul pada tahun
tujuh puluhan ketika Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa membahas konsep pembangunan
ekonomi yang menghubungkan pembangunan ekonomi dengan isu-isu lingkungan. Konferensi
tersebut menghasilkan sebuah deklarasi yang terkenal dengan Deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm
Declaration on the Human Environment). Deklarasi tersebut merumuskan konsep pembangunan
ekonomi sebagai development that meets the needs of the present without compromising the ability
of future generations to meet their own needs Konsep pembangunan itu bertumpu pada prinsip
mengelola sumber daya alam secara bijaksana agar menopang proses pembangunan yang
berkelanjutan. Prinsip tersebut mengharuskan pelaksanaan pembangunan berjalan seiring dengan
pengembangan lingkungan hidup (eco-development). Konsep pembangunan berkelanjutan yang
dimaksud memperoleh penguatan hukum dalam Konferensi PBB di Rio de Janeiro pada Tahun 1992.
Sustainable development tersebut dijadikan prinsip dasar pembangunan internasional.
Peningkatan kesadaran terhadap isu tersebut dipicu oleh kenyataan bahwa pembangunan, selain
menjadi persyaratan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, juga membawa dampak
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang tidak hanya mengancam keberlanjutan alam,
tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup makhluk hidup, termasuk manusia.
Di Indonesia, isu pembangunan dan lingkungan hidup mulai berkembang sejak tahun delapan
puluhan. Pada dekade tersebut, pembangunan yang pesat sejak awal tahun tujuh puluhan mulai
memperlihatkan dampak negatif berupa rusaknya alam dan lingkungan hidup. Kecenderungan
dampak negatif pembangunan tersebut berlanjut sampai saat ini.
Kondisi lingkungan di Kabupaten Klungkung menunjukkan tanda-tanda peningkatan kerusakan
dan pencemaran lingkungan, misalnya kualitas 3 (tiga) sungai di Kabupaten Klungkung, yaitu Tukad
Unda, Tukad Jinah, dan Tukad Bubuh menunjukkan nilai Dissolve Oxygen (DO), Biological Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Posfat sudah tidak memenuhi baku mutu air
kelas 1 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dari 3 (tiga) titik pengambilan
sampel air di masing-masing sungai tersebut, baik di bagian hulu, tengah, dan muara, semuanya
berada di atas ambang batas. Belum lagi di beberapa titik pengambilan sampel ada beberapa
parameter yang tidak memenuhi standar baku mutu air kelas 1, yaitu parameter Phenol, E. Coli, dan
Coliform. Nilai beberapa parameter yang tinggi pada air sungai tersebut memberikan petunjuk bahwa
telah terjadi pencemaran pada sungai.
Persoalan lingkungan hidup di Kabupaten Klungkung tidak hanya menyangkut pencemaran
semata, namun juga masalah berkembangnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
meningkatnya volume pembangunan, jumlah penduduk, dan pola hidup masyarakat yang
memerlukan sumber daya semakin meningkat di atas keterbatasan sumber daya yang ada. Selain
perkembangan iptek yang semakin maju mendorong pemanfaatan sumber daya semakin tinggi
dengan produk sampingan berupa limbah yang semakin meningkat pula. Beberapa kerusakan
lingkungan yang terjadi di Kabupaten Klungkung adalah pembongkaran Bukit Lingga di Banjar Dlod
Buug, Desa Dawan Klod, pembongkaran Bukit Punduk Dawa di Desa Pesinggahan, penggalian
bahan galian golongan C di Dusun Ketinggian, Dusun Jurang Matahi, dan Dusun Lemo, Desa
Kutampi Kaler, dan penggalian di Bukit Mundi Desa Klumpu.
Berbagai gangguan lingkungan ini mempunyai ciri yang sama, yaitu bahwa faktor manusialah
yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan ini. Oleh sebab itu, pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup tidak dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Dalam kondisi yang
demikian maka peran pemerintah sangat diperlukan. Ini berarti bahwa dalam eksploitasi sumber daya
alam yang langka atau eksploitasi yang membahayakan masyarakat, semakin memerlukan
pengendalian pemerintah. Untuk ini, penguatan kewenangan pemerintah dalam pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup perlu diberikan sejalan dengan perkembangan
persoalan di lingkungan yang dihadapi. Namun demikian, harus disadari bahwa penguatan
kewenangan pengendalian ini dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. Agar
penguatan wewenang tersebut dapat efektif dan tidak disalahgunakan, maka diperlukan partisipasi
dan pengawasan oleh masyarakat. Partisipasi dan pengawasan masyarakat ini dapat dilakukan mulai
dari perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Proses demokratisasi perlu berjalan seiring dengan proses intervensi pemerintah pada
pengendalian pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Tuntutan penguatan wewenang Pemerintah Daerah serta partisipasi dan pengawasan
masyarakat yang demikian ini sejalan dengan proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan
melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Otonom. Tuntutan ini mengharuskan pula pengkajian ulang terhadap Peraturan Daerah tentang
Pengawasan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan oleh Limbah.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Pelestarian fungsi lingkungan hidup mengandung arti di satu sisi sumber daya alam
harus dijaga keberadaannya sehingga tidak punah, dan di sisi lain sumber daya alam
akan memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat dan pemanfaatannya harus
disesuaikan dengan fungsi lestari sumber daya alam. Nilai-nilai Tri Hita Karana
dimaksudkan adalah nilai-nilai yang mendukung keharmonisan hubungan antara
manusia dengan alam, manusia dengan sesamanya dan dengan Tuhannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Potensi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dari kegiatan usaha mencakup
kandungan potensi pencemar baik yang terdapat di dalam bahan baku, proses
produksi, maupun kandungan limbah, termasuk pencemaran dari material yang
mengandung sumber pencemar biologi.
Informasi mencakup : informasi bahan baku, proses produksi, kandungan limbah,
rencana pengelolaan, rencana pemantauan, pelaksanaan, penanggulangan, dan
pemulihan lingkungan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Koordinasi pengelolaan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dilakukan Pemerintah
Kabupaten terkait dan Pemerintah Provinsi dalam rangka daya guna dan hasil guna
pengendalian pengelolaan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan limbah hasil usaha mencakup seluruh proses identifikasi, verifikasi,
pengelompokan, pengolahan, pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan,
pemanfaatan, pembuangan, dan penimbunan limbah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sistem Tanggap Darurat adalah perangkat peralatan yang dapat mendeteksi dan
memberitahu terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Laboratorium yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pemeriksaan contoh air limbah
adalah Laboratorium yang telah terakreditasi.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Biaya sidang penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan dibebankan kepada
Pemerintah Kabupaten, sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan
wajib dibayarkan oleh penanggung jawab usaha.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sanksi administrasi dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. paksaan pemerintahan;
c. uang paksa;
d. penghentian usaha dan/atau kegiatan untuk sementara waktu;
e. penutupan perusahaan; dan
f. pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas