Anda di halaman 1dari 47

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS HUBUNGAN UMUR PERTAMA KALI MEROKOK DENGAN TINGKAT


KONSUMSI ROKOK
(ANALISIS GLOBAL TOBACCO SURVEY 2011)

PROPOSAL DISERTASI

Firzawati
NPM : 0806475486

PROGRAM DOKTORAL
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERISTAS INDONESIA
2014
DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang....................................................................................................3

1.2. Masalah Penelitian..............................................................................................6

1.3. Pertanyaan penelitian..........................................................................................7

1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................................7

1.4.1. Tujuan umum:...............................................................................................7

1.4.2. Tujuan Khusus:.............................................................................................8

1.5. Manfaat Penelitian...............................................................................................8

BAB II...........................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................10
2.1. ROKOK..............................................................................................................10

2.1.1 PENGERTIAN ROKOK...................................................................................10

2.1.2 JENIS ROKOK.................................................................................................11


BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan tembakau khususnya rokok menjadi penyebab kesakitan dan


kematian yang dapat dicegah di dunia (WHO,2008) merokok dapat menyebabkan
sekitkitar 71% penyakit kanker paru, 42 % penyakit pernafasan kronis dan 10%
penyakit jantung, selain itu merokok merupakan penyebab kematian pada laki laki
sebesar 12% dan pada wanita 6%, dan diestimasikan sekitar 5,1 juta kematian
secara global tahun 2004 (WHO, 2009).

Diperkirakan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat yang tinggal di


negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia.
(Puswitasari,2012) Peto mengestimasikan bahwa merokok dapat menyebabkan 450
juta kematian di seluruh dunia dalam 50 tahun kedepan akan menyebabkan
kematian hingga 10 juta orang. (Peto R, 2001)

Merokok juga menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit diseluruh


dunia. (WHO,2011) Berdasarkan penelitian Kosen pada 2010 terdapat 190.260
penduduk Indonesia meninggal karena penyakit terkait konsumsi tembakau atau
12,7% dari total kematian. Lebih lanjut Kosen menjelaskan secara makro tembakau
di Indonesia pada tahun 2010 menyebabkan pengeluaran yang tidak perlu sebesar
231,27 trilyun rupiah, yang terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok, 2,11
trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16
trilyun rupiah akibat kehilangan produktivitas karena kematian kematian prematur
dan morbiditas-diasabilitas. (Kosen, 2012)
Menurut laporan WHO terakhir mengenai konsumsi tembakau dunia, angka
prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu diantara yang tertinggi di
dunia dengan 46,8% laki laki dan 3,1 % perempuan pada populasi penduduk yang
berusia 10 tahun keatas yang merokok jumlah perokok mencapai 62,8 juta dan 40%
diantaranya berasal dari kalangan ekonomi bawah. (WH0, 2011)

gambar 1.1 Distribusi hampir 2/3 penduduk Dunia yang merokok


berada di 10 negara

Hasil laporan Riset kesehatan dasar nasional tahun 2013 menyatakan bahwa
perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari
2007 ke 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi
36,3 persen tahun 2013. Dijumpai 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan
masih menghisap rokok pada tahun 2013 (konsumsi tembakau indonesia terakhir)

Usia mulai merokok di Indonesia relatif tergolong muda. Survey Global Youth
Tobacco 2006 menemukan bahwa diantara siswa usia 13 - 15 tahun 24% laki laki
dan 4% perempuan mempunyai kebiasaan merokok. diantara mereka yang pernah
mencoba merokok sekitar 1 dari 3 laki laki dan 1 dari 4 perempuan mencoba
merokok untuk pertama kalinya sebelum usia 10 tahun (WHO, Global Youth Tobacco
Survey Fact Sheet , 2009) konsumsi tembakau di usia muda
Enam dari sepuluh perokok usia 13 - 15 tahun tersebut memmbeli rokok
dengan mudah di toko dengan akses dan ketersediaan yang mudah. dan
kencendrungan usia mulai merokok terus turun ke usia yang lebih muda lagi
(Kemenkes, 2004)

Gambar 1. Distribusi presentase laki laki usia 15 - 24 yang merokok menurut


usia saat pertama kali merokok

Sumber : SDKI 2008 hal 54

faktor faktor yang mempengaruhi usia muda merokokk serta dampak merokok
usia muda
Penduduk muda yang mulai merokok dapat menjadi kebiasaan seumur hidup
tanpa pemahaman tentang akibat kebiasaan itu pada kesehatannya.
upaya pengendalian tembakau usia muda dan manfaat pengendalian di usia
muda
Mencegah remaja mulai merokok dapat lebih memberikan dampak
pencegahan yang lebih besar atas kematian. Pencegahan efektif terhadap perilaku
merokok kretek dan membantu mereka yang ingin berhenti akan dapat memberikan
manfaat kesehatan yang besar untuk populasi dan individu.mempromosikan dan
mendukung program berhent merokok sebaiknya menjadi prioritas kebijakan
kesehatan di seluruh negara dan pada seluruh tatanna medis (Britton, 2004).

Penelitian menunjukkan bahwa jika perokok berhenti merokok dan menjaga


penghentian pada saat mereka berusia 30 tahun, kemungkinan penyakit dan
kematian akan menurun dan sering sekali dapat dicegah (Doll, Peto, Boreham, &
Sutherland, 2004; USDHHS, 1990).
Walaupun perokok pada umumnya mengetahui bahaya merokok namun
penelitian menunjukkan bahwa perokok tidak menyadari bahaya yang sesungguhnya
mengancam mereka (TCSC-IAKMI). Sebuah survei tentang pengaruh tulisan
peringatan kesehatan di kemasan rokok terhadap kebiasaan merokok menemukan
bahwa 90 persen responden membaca peringatan tersebut tetapi hanya 42,5
persen responden tidak percaya bahwa masalah kesehatan akan berdampak pada
diri mereka. Lebih dari seperempat perokok menyatakan bahwa mereka sudah mulai
berfikir untuk berhenti merokok dan 25,8 persen sama sekali tidak peduli (Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, 2007).
Pemerintah telah berupaya membuat kebijakan untuk menekan jumlah
perokok di Indonesia dan menanggulangi dampak bahaya rokok diantaranya melalui
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009, kebijakan kawasan tanpa rokok
(KTR) melalui PP N0.19 Tahun 2003 dan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri N0.188/Menkes/PB/1/2011 N0 .7 Tahun 2011. Kebijakan ini
mewajibkan seluruh pemerintah daerah menetapkan dan melaksanakan Kawasan
Tanpa Rokok di wilayahnya masing-masing. Pemda DKI Jakarta pun telah
menetapkan Perda N0.2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
Peraturan Gubernur N0. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok
sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Gubernur N0. 88 Tahun 2010 dan
Peraturan Gubernur N0. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan,
Pengawasan dan Penegakan hukum Kawasan Dilarang Merokok.
Heman (1994) dalam Fawzani dan Triratnawati (2005) menyatakan bahwa
menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di
Indonesia. Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah
Merokok), dari 375 responden yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah
mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai
macam; 42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9
persen terikat oleh sponsor rokok. Sementara itu, ada yang berhasil berhenti
merokok disebabkan kesadaran sendiri (76 persen), sakit (16 persen), dan tuntutan
profesi (8 persen).
Informasi tentang faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor keberhasilan
program berhenti merokok dapat memberikan kontribusi signifikan dalam
meningkatkan aktivitas pengendalian tembakau pada tingkat individu dan populasi
(Kaleta dkk, 2012).
Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang menghentikan kebiasaan
merokok. Beberapa orang ingin berubah disebabkan faktor internal dari dalam dirinya
yaitu mereka mengetahui manfaat hidup bebas tanpa asap rokok, yang lainnya
disebabkan juga karena faktor eksternal. Mereka mungkin tersentak akan permintaan
anak dan keluarga yang dicintai, peringatan keras dari dokter setelah melakukan
pemeriksaan kesehatan, menyaksikan kematian yang disebabkan penyakit akibat
merokok, atau rasa bersalah telah mencemari lingkungan dengan asap rokok yang
beracun (Rothman,2000).
Salah satu hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berhenti merokok
adalah motivasi. Keinginan seseorang berhenti merokok timbul disebabkan oleh
pengetahuan seseorang terhadap bahaya rokok yang disertai dengan keinginan dan
motivasi yang kuat untuk melaksanakannya (Nainggolan, 2004).
Di Indonesia, upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku
merokok remaja antara lain: (1) program atau sosialisasi pencegahan penggunaan
rokok yang dilakukan oleh dinas pendidikan dan dinas kesehatan secara rutin tiap
tahun baik dengan kelompok sasaran siswa SMP dan SMU/SMK. Program ini
biasanya lebih bersifat pendidikan kesehatan pada remaja; (2) pihak sekolah
membuat larangan/tanda dilarang merokok di sekolah. Adanya konsekuensi atau
hukuman bila ada siswa yang merokok di sekolah; (3) penelitian-penelitian telah
banyak dilakukan baik survei maupun eksperimen untuk melihat dan merubah sikap,
persepsi remaja tentang merokok dengan harapan bahwa perubahan persepsi dan
sikap akan membawa perubahan perilaku remaja untuk tidak merokok.

Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja


difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk
menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Berdasarkan data medis, ada sekitar 70
persen perokok yang ingin berhenti sendiri tanpa bantuan lebih lanjut, namun hanya
5 persen perokok yang berhasil melakukannya tanpa bantuan dalam usaha mereka
untuk berhenti merokok (Fiore et al., 2000). Sepertiga perokok melaporkan bahwa
mereka telah mencoba berhenti merokok setiap tahun, tanpa bantuan siapapun,
tetapi lebih dari 95% dari mereka gagal (Centers for Disease Control and Prevention
[CDCP], 2004). Fakta tersebut menunjukkan bahwa keinginan untuk berhenti tidaklah
cukup. Semua perokok menyatakan keinginan untuk berhenti tetapi tidak mencoba
melakukannya. Meski kebanyakan remaja perokok mencoba meninggalkan
perilakunya, metoda-metoda bantuan mandiri terbaik memiliki keberhasilan kecil jika
tidak ada terapi dan hampir-hampir tidak efektif dengan nasihat sederhana dari para
profesional kesehatan untuk meninggalkan perilaku ini (Lancaster & Stead, 2005).
Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba
berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi makin buruk. Secara psikologis,
upaya berhenti merokok menjadi sulit karena adanya pengaruh lingkungan sosial,
kebiasaan mengkonsumsi rokok, kemudahan akses terhadap rokok, ketiadaan
aturan membatasi usia perokok, pengaruh teman sebaya dan banyak hal lain.

Dengan demikian, upaya harus difokuskan tidak hanya pada kegiatan program
pencegahan khusus merokok untuk remaja, tetapi juga merancang intervensi
penghentian merokok khusus untuk remaja yang merokok. Intervensi yang dirancang
untuk kelompok usia ini sangat diperlukan. Upaya ini harus didasarkan pada
penelitian yang berhubungan dengan karakteristik perokok (yaitu, usia mulai
merokok, tingkat merokok, dan kesulitan-kesulitan untuk berhenti) remaja (Kishchuk,
Tremblay, Lapierre, Heneman, & O "Loughlin, 2004; Lawrence, Fagan, Backinger,
Gibson & Hartman, 2007; Rigotti, Lee, & Wechsler, 2000).
Global Adult Tobacco Survey (GATS) merupakan standard global yang secara
sistematik memonitor penggunaan tembakau (perilaku merokok) pada orang dewasa
dan mencatat indikator kunci pengendalian tembakau. GATS di Indonesia
dilaksanakan secara nasional pada tahun 2011. GATS mensurvei pada tingkat rumah
tangga dari seluruh pria dan wanita berusia minimal 15 tahun dan diatasnya. GATS
didesain untuk menghasilkan data yang dapat dibandingkan untuk seluruh negara,
berdasarkan tempat tinggal ( kota/ desa) dan berdasarkan jenis kelamin (pria dan
wanita). GATS di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia), bekerjasama dengan Badan Lembaga Penelitian dan Pengembangan
KemenKes RI dengan bantuan teknis dari World Health Organization (WHO) dan the
United States Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Di dalam data GATS diketahui tentang prevalensi perokok dan proporsi


perokok yang berhenti merokok. Sehingga dengan menggunakan data GATS dapat
dilakukan prediksi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang berhenti
merokok. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan ingin memprediksi determinan
keberhasilan berhenti merokok pada perokok.

1.2. Masalah Penelitian

1. Merokok masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, prevalensi


merokok di Indonesia relatif sangat tinggi, sekitar 64,9 persen laki-laki dan 2,1
persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013.

2. Pemerintah telah banyak berupaya untuk menekan dan mengendalikan jumlah


perokok di Indonesia, namun belum signifikan hasilnya.

3. Belum jelasnya Informasi tentang faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor


keberhasilan program berhenti merokok dapat memberikan kontribusi signifikan
dalam meningkatkan aktivitas pengendalian tembakau pada tingkat individu
dan populasi
4. Belum ada penjelasan dengan data GATS tentang prediksi keberhasilan
berhenti merokok pada perokok.

1.3. Pertanyaan penelitian

Apakah data GATS 2011 menunjukkan determinan keberhasilan berhenti merokok

pada para perokok di Indonesia?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum:

Mengkaji faktor-faktor penentu keberhasilan berhenti merokok pada perokok di

Indonesia menggunakan data GATS 2011

1.4.2. Tujuan Khusus:

1) Mengkaji apakah berdasar data GATS 2011, faktor pendidikan berkaitan

dengan keberhasilan berhenti merokok pada para perokok di Indonesia?

2) Mengkaji apakah berdasar data GATS 2011, faktor usia berkaitan dengan

keberhasilan berhenti merokok pada para perokok di Indonesia?

3) Mengkaji apakah berdasar data GATS 2011, faktor tempat tinggal berkaitan

dengan keberhasilan berhenti merokok pada para perokok di Indonesia?

4) Mengkaji apakah berdasar data GATS 2011, faktor pekerjaan berkaitan

dengan keberhasilan berhenti merokok pada para perokok di Indonesia?


5) Mengkaji apakah berdasar data GATS 2011, faktor fasilitas kesehatan

berkaitan dengan keberhasilan berhenti merokok pada para perokok di

Indonesia?

6) Apa lagi variabelnya ya iza?

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1) Masyarakat. Masyarakat makin memahami pentingnya menjadikan rumah

sebagai rumah tanpa asap rokok (smoke free home) dan juga menjadikan

tempat-tempat umum sebagai kawasan tanpa rokok.

2) Institusi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Menambah pengetahuan tentang

OR Balita terkena ISPA berkaitan dengan keterpaparan Asap Rokok Dalam

Rumah (ARDaR).

3) Para aktifis dan pembela pengendalian tembakau Indonesia. Menambah data

yang dibutuhkan dalam melakukan advokasi kepada lembaga lembaga

legislatif, eksekutif dan judikatif untuk membuat dan menegakkan aturan atau

hukum yang melarang merokok di tempat tempat umum dan mendorong

kampanye kendaraan tanpa asap rokok (smoke free car) dan rumah tanpa

asap rokok (smoke free home).


BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ROKOK

2.1.1 PENGERTIAN ROKOK

Dari Wikipedia Bahasa Indonesia Rokok adalah gulungan tembakau berbalut

kertas atau bahan tipis lainnya dengan ukuran 70 hingga 120 mm, diameter sekitar

10 milimeter bergantung jenis dan tipe rokoknya. rokok ini berisi dau daun tembakau

yang telah dicacah. Merokok merupakan kegiatan membakar pada salah satu

ujungnya dan dibiarkan membara kemudian asapnya dapat hirup lewat ujung lainnya

Rokok biasanya dijual dalam bentuk kemasan kertas atau kotak sehingga

dapat dengan mudah dimasukan ke saku atau kantong baju. dan sejak beberapa

tahun terakhir bungkusan rokok ini telah disertai dengan pesan kesehatan yang

memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yng di timbulkan akibat merokok.

(Jaya, 2009)

Penggunaan rokok sendiri telah bergeser jauh dibandingkan tujuan

awalnya.Rokok pertama kali digunakan oleh bangsa Maya, Aztek dan Indian di

Amerika untuk ritual pemujaan dewa ataupun roh. Sedangkan di Indonesia, pada

mulanya rokok dibuat dalam usaha pencarian obat asma. Namun saat ini, merokok

dijadikan kesenangan, kebiasaan, tanda persahabatan dan persaudaraan, hingga

simbol kejantanan pria.


2.1.2 JENIS ROKOK

Di Indonesia pada umumnya rokok dibedakan menjadi beberapa jenis,

perbedaan ini didasarkan pada bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok,

proses pembuatan rokok dan penggunan filter pada rokok .

1. rokok berdasarkan bahan pembungkusnya

Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa jagung

Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren

Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau

2. Rokok berdasarkan bahan baku

Berdasarkan bahan baku atau isi, rokok dibedakan menjadi :

a. Rokok putih adalah rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun

tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu

b. Rokok Kretek adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu
c. Rokok klembak adalah rokok yang bahan bakunya atau isinya berupa daun

tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan

efek rasa dan aroma tertentu

3. Rokok berdasarkan proses pembuatan

berdasarkan proses pembuatan, rokok dibedakan menjadi :

a. Sigaret Kretek Tangan (SKT)

adalah rokok yangh proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting

dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana

b. Sigaret Kretek Mesin (SKM)

adalah rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.

sederhananya material rokok dimasukan ke dalam mesin pembuat rokok.

keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. saat

ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam

ribu sampai delapan ribu batang permenit. mesin pembuat rokok biasanya

dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan

lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak.

Adapula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran

berupa rokok dalam press berisi 10 pak.

4. Rokok berdasarkan penggunaan filter

a. Rokok filter yakni rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus

b. Rokok non filter yakni rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat

gabus
2.1.3 Kandungan Rokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok

yang tengah dibakar adalah 90 0C untuk ujung rokok yang dibakar dan 30 0 C untuk

ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang diisap atau asap

rokok yang dihirup melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan

komponen yang yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel. Dengan

demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya

berupa partikel (Sitepoe, 2000)

Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan

asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang

dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke

menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok mainstream

mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai

mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase

partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik

hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat

menguap atau seperti gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia,

formaldehid,hidrosianida dan lain-lain (Sitepoe, 2000)

Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan

efek yang mengganggu kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida dan

berbagai logam berat seseorang akan terganggu kesehatan bila merokok secara

terus menerus. Hal ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang diisap.
Nikotin bersifat adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok

secara terus-menerus. sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak

sepuluh kali isapan dan menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan

rokok per tahun mencapai 70.000 kali. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan syaraf

juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Denyut jantung bertambah,

kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah

pada pembuluh darah koroner bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer.

Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan

meningkatkan agresi sel pembekuan darah (Sitepoe, 2000).

Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan

pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Rokok juga mengandung gas karbon

monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya kemampuan darah untuk

membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen

dalam transport hemoglobin (Sitepoe, 2000).

2.1.4 Efek merokok

Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis

penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian secara

langsung, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat

mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat dipicu karena merokok mulai

dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di kaki. Penyakit yang bisa

disebabkan oleh merokok adalah seperti sakit kardiovaskuler, penyakit jantung


koroner dan kanker seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker esophagus dan

lain-lain lagi (Sitepoe, 2000).

Faktor yang mempengaruhi tinggi risiko terkena kanker paru adalah usia

perokok, usia perokok itu mulai merokok dan jumlah rokok yang diisap dalam satu

hari. Risiko terkena kanker paru meningkat 3.62 kali lipat dengan peningkatan usia

perokok sebanyak 10 tahun. Risiko terkena kanker paru meningkat 2.82 kali lipat

dengan peningkatan jumlah rokok yang diisap dalam sehari. Risiko terkena kanker

paru menurun 0.332 kali lipat dengan peningkatan usia sebanyak 10 tahun perokok

mulai merokok (Situmeang, 2001).

Sekitar 85% penderita penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif

misalnya bronchitis dan emfisema ini adalah perokok. Gejala yang ditimbulkan pada

penyakit paru dan obstruktif berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan

pernafasan. Apabila diadakan uji fungsi paru maka pada perokok, fungsi parunya

jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok (Sitepoe, 2000)

Rokok merupakan faktor risiko penyakit paru obstruktif menahun yang utama.

Asap rokok dapat menganggu aktifitas saluran pernapasan dan mengakibatkan

hipertrofi kelenjar mukosa. Mekanisme kerusakan paru akibat merokok melalui dua

tahap yaitu peradangan yang disertai kerusakan pada matriks ekstrasel dan

menghambat proses perbaikan matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat

rokok adalah melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok (Amin, 1996)

Pada wanita hamil yang perokok, akan terjadi efek pada janin dalam

kandungannya. Merokok pada wanita hamil memberi risiko yang tinggi untuk

terjadinya keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir dan kematian
mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000). Chanoine J.P (dalam Sitepoe, 2000)

mengatakan wanita hamil perokok juga akan mengganggu perkembangan kesehatan

fisik maupun intelektual anak-anak yang akan bertumbuh.

Chainoine J.P (dalam Sitepoe, 2000) juga mengatakan merokok bisa

mengurangi peluang seseorang untuk memiliki anak. Fertilitas pria ataupun wanita

perokok akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita

perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan wanita yang

tidak merokok.

Rokok bisa mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat dan

mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang

dijumpai didalam rokok yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan

di daerah terbuka misalnya pada wajah. Bagi mereka yang berkulit putih, kulit

menjadi pucat, kecoklatan, mengeriput terutama di bagian pipi dengan adanya

penebalan di antara bagian yang mengeriput (Sitepoe, 2000).

Selain itu, rokok juga bisa menjadi penyebab polusi udara dalam ruangan.

Asap rokok menjadi penyebab paling dominan dalam polusi ruangan tertutup. Rokok

memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat. Gangguan akut dari polusi

ruangan dengan rokok adalah bau yang kurang menyenangkan serta menyebabkan

iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Bau polusi rokok akan mempengaruhi rasa

tidak enak badan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan memicu terjadinya

asma (Sitepoe, 2000).

Asap rokok juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok

pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut mengisap asap
rokok (Sidestream smoke). Seorang perempuan yang mempunyai suami yang

mengisap rokok mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengidap kanker paru

berbanding dengan perempuan yang tidak mempunyai suami yang merokok (Taufik,

2000).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja


Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Nawi et.
al. (2006) mengatakan remaja di Indonesia berpendapat merokok telah menjadi
kebiasaan budaya. Kebanyakan lelaki pada masa sekarang menghisap rokok. Di
rumah terdapat paling kurang satu anggota
Universitas Sumatera Utara
keluarga yang mengisap rokok. Di kalangan teman-teman, akan ada seorang yang
merokok. Begitu juga di sekolah. Remaja akan melihat guru-guru merokok di
kawasan sekolah. Budaya merokok ini menyebabkan remaja merasakan mereka
harus merokok, kalau tidak mereka akan rasa terpinggir. Merokok telah menjadi
suatu kegiatan sosial. Lebih parah lagi, rokok mudah didapati pada masa kini. Hal ini
disokong oleh Mariani, S.R., (2004) yang mengatakan salah satu faktor remaja
merokok adalah karena rokok mudah didapati.
Mariani, S.R., (2004) mengatakan salah satu faktor remaja merokok adalah karena
terdapat anggota keluarga remaja yang merokok. Sebagai contoh, bapak atau abang
remaja tersebut menghisap rokok. Oleh karena itu mereka berpendapat tidak salah
bagi mereka untuk merokok. Remaja juga merokok karena banyak orang di dalam
komunitas mereka merokok. Selain itu, pengaruh teman merupakan salah satu faktor
kenapa remaja merokok. Smet (1999) mempunyai pendapat yang sama dalam hal
ini; yaitu remaja selalu merokok ketika bersama teman-teman mereka. Menurut
penelitian Jusuf (1994) di Jakarta Timur, perilaku merokok sering disebabkan oleh
anggota keluarga seperti abang, teman dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya
merokok.
Nawi et al. (2006) juga mengatakan di Indonesia, merokok merupakan aspek yang
penting pada masyarakat. Apabila ditawarkan rokok pada seorang lelaki, ini adalah
tanda bahwa remaja itu sudah bersedia untuk menjadi dewasa. Mariani, S.R., (2004)
turut mengatakan remaja berpendapat bahwa merokok itu satu kebiasaan pada
masyarakat. Awalnya dalam budaya Indonesia, merokok tidak sesuai untuk
perempuan, hanya untuk lelaki. Pada masa kini, anggapan itu sudah tidak bisa
dipakai lagi karena ternyata perempuan juga digalakkan untuk merokok oleh iklan
rokok yang ada di
Universitas Sumatera Utara
mana-mana; sehingga sekarang ini perokok perempuan juga semakin bertambah
(Nawi et al, 2006).
Pendapat lain mengatakan bahwa, faktor-faktor utama remaja merokok adalah faktor
psikologi. Menurut Mariani, S.R., (2004), remaja merokok karena ingin
menghilangkan kebosanan dan mengurangi stress. Aktivitas harian remaja yang
sibuk dengan urusan sekolah seperti harus terlibat dalam kegiatan sekolah,
menyiapkan tugas-tugas sekolah dan lain-lain lagi bisa membuatkan remaja merasa
bosan. Hal ini menggalakkan remaja untuk merokok. Tekanan atau stress yang
dihadapi remaja seperti kurang mendapat perhatian daripada ibu bapa karena
kesibukan mereka bekerja, masalah keluarga seperti penceraian dan ujian yang
harus dihadapi menyebabkan remaja melibatkan diri dalam kegiatan tidak berfaedah
seperti merokok.
Terdapat salah anggapan mengenai efek merokok oleh remaja. Mereka menganggap
merokok itu tidak berbahaya bagi lelaki karena lelaki mempunyai daya tahan tubuh
yang lebih kuat dibandingkan perempuan. Remaja juga memandang rendah efek
yang bisa disebabkan oleh rokok terhadap kesehatan tubuh. Mereka tidak tahu efek
yang bisa disebabkan oleh merokok (Nawi et al, 2006). Hal ini juga diakui oleh
Mariani, S.R., (2004) yang mengatakan remaja merokok karena tidak tahu tentang
efek merokok.
Menurut Mariani, S.R., (2004), terdapat beberapa faktor lain yang menjadi penyebab
kenapa remaja ingin merokok. Pada mulanya mereka merokok karena untuk suka-
suka dan rasa ingin tahu yang seterusnya berlanjutan kepada ketagihan merokok.
Ada remaja yang berpendapat bahwa merokok dapat membuat mereka menjadi
keren dan unik. Faktor-faktor lain adalah karena mereka ingin menjadi dewasa,
merokok merupakan trend atau ikutan budaya pada masa kini, supaya remaja
diterima teman-teman, ibu bapa tidak peduli jika remaja merokok, remaja
berpendapat merokok sebagai suatu tanda kebebasan dan perilaku merokok tidak
salah dari segi moral.
Universitas Sumatera Utara
Di negara berkembang seperti di Indonesia, peningkatan perilaku merokok adalah
disebabkan kurangnya kesadaran mengenai bahaya merokok. Kurangnya tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah untuk melaksanakan program berhenti merokok juga
menyumbang kepada peningkatan perilaku merokok. Syarikat rokok di Indonesia
bisa mempromosi jenama rokok mereka dengan hebat sekali (Hudoyo A. 2000).
2.3. Perilaku merokok
2.3.1. Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Notoadmodjo ( 2007 ), perilaku dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu
pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Secara garis
besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkat, yaitu :
1) Tahu (Know) yang diartikan seseorang itu hanya menggunakan memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. 2) Memahami (Comprehension)
diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat mengintrepretasi materi tersebut yang benar. 3) Aplikasi
(Application) yang bermaksud sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 4) Analisis (Analysis)
adalah suatu kemampuan untuk mennjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Universitas Sumatera Utara 5) Sintesis
(Synthesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6)
Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.3.2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons sesorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Menurut Notoadmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai
tingkatan yakni
2.3.3. Tindakan (Practise)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menajdi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, anatara lain adalah fasilitas. Adapun tingkat tingkat
praktek / tindakan yaitu : 1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek)
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (Responding)
adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing), mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab
(Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resikop adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara 1) Persepsi (Perception) yaitu mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2) Respon
terpimpin (Guided Respons) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar sesuai dengan contoh. 3) Mekanisme (Mechanism) menunjukkan apabila
seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara ototmatis ataupun
sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
Adaptasi (Adaptation) yaitu merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri

tanpa mengurangi tindkaan tersebut (Notoadmodjo, 2007).

2.1.2 Epidemiologi

Menurut kajian global oleh WHO, didapati jumlah perokok di seluruh dunia

setidaknya berjumlah 1,1 milyar individu dan 80 persen diantaranya berada di negara

berkembang salah satunya Indonesia. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga

dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah cina dan India.1

Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, persentase penduduk umur 10 tahun ke atas

22,7% merokok setiap hari, 5,5% merokok kadang-kadang yang mencapai jumlah 62
juta jiwa. Jika dilihat pada laki-laki, hampir separuh penduduk laki laki merokok setiap

hari (45,8%) dengan rata-rata 12 batang rokok yang dihisap setiap harinya.

Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah karena 52,6% perokok berusia 15-23

tahun, yang adalah usia remaja hingga produktif. Usia produktif dengan rokok

memang menjadi hal yang saling mempengaruhi. Di satu sisi, usia produktif ini

adalah usia yang paling banyak terpapar dengan perokok.

2.1.3 Dampak Rokok

Rokok memberi dampak yang meluas dari kehidupan seseorang, mulai dari

berdampak pada kesehatan hingga pada penurunan kesejahteraan, yang lebih lanjut

akan turut mempengaruhi perkembangan dan kemajuan sebuah negara. Setiap

batang rokok yang dibakar akan menyebarkan lebih dari empat ribu bahan kimia

karsinogenik, iritatif dan toksin yang membahayakan tubuh dan menimbulkan

gangguan yang serius. Efek buruk rokok itu tidak terbatas hanya terjadi pada perokok

itu sendiri (perokok aktif), namun juga kepada orang yang berada di sekitarnya

(perokok pasif). Baik perokok aktif maupun pasif, asap rokok yang dihirupnya akan

menyebabkan kerusakan jaringan di sepanjang saluran yang dilaluinya, di mulut

dapat menyebabkan periodontitis, pada struktur di bawahnya menimbulkan faringitis,

laringitis, bronkitis, hingga di paru dapat menginduksi kanker paru, penyakit paru

obstruktid, dan emfisema.

Sistem pencernaan pun akan turut terpengaruh, menyebabkan esofagitis, dispepsia,

ulkus lambung hingga pankreatitis. Lebih dalam dari sekedar saluran yang dilaluinya,
kandungan rokok dapat masuk ke sirkulasi, menyebabkan penyempitan arteri,

gangguan dinding arteri dan menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke.11

Tidak hanya itu, merokok dapat menyebabkan gangguan dan penyakit kejiwaan

seperti depresi maupun serangan ansietas.3

Disamping menyebabkan gangguan kesehatan, merokok juga dapat menyebabkan

penurunan derajat kesejahteraan. Menurut data Survey Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS), 27,3% perokok berasal sari status ekonomi kurang, dan pada rumah

tangga miskin ini, konsumsi untuk rokoknya menduduki rangking kedua (12,43%)

setelah konsumsi beras (18,30%). Orang miskin di Indonesia mengeluarkan uangnya

limabelas kali lebih besar untuk membeli rokok daripada membeli lauk pauk, serta

enam kali lebih besar dari pendidikan dan kesehatan.6 Selain pengeluaran yang

dibutuhkan untuk membeli rokok, total pengeluaran untuk menanggulangi akibat

tembakau berupa biaya kesehatan, pengobatan dan kematian mencapai 126,4 triliun

rupiah.7

2.1.4 Kebijakan Rokok di Indonesia dan Efektivitasnya

Pemerintah telah mengambil langkah dalam penanganan rokok yang tertuang pada

peraturan pemerintah nomor 18 Tahun 1903 tentang pengamanan rokok bagi

kesehatan. Pada peraturan tersebut, produsen diharuskan mencantumkan informasi

kadar nikotin dan tar pada sisi kecil, kode produksi, dan tulisan peringatan kesehatan

pada label sekurang-kurangnya 15% di bagian kemasan yang mudah dilihat.

Peringatan kesehatan ini harus dituliskan dalam bentuk tulisan berbunyi Merokok

dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan


dan janin. Penulisan peringatan kesehatan ini harus pada tempat dilihat dan dibaca,

dengan sisi lebar tiap kemasan rokok, warna kontras dengan dasar tulisan, dengan

ukuran minimal tiga milimeter.8

Berbagai penelitian mengenai efektivitas kebijakan penulisan peringatan rokok ini.

Studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK

UI) yang dibantu oleh Yayasan Jantung Indonesia (YJI) dan The Southeast Asia

Tobacco Control Alliance (SEATCA) menunjukkan bahwa meski lebih dari 90 persen

masyarakat pernah membaca peringatan kesehatan pada bungkus rokok, tapi 42,5

persen dari mereka tidak percaya karena tidak melihat bukti, sebanyak 25 persen

tidak termotivasi berhentu merokok, 25 persen tidak perduli karena terlanjur

ketagihan, dan 19 persen mengatakan tulisan tidak menjelaskan.9

2.2 Perilaku Merokok

2.2.1 Bentuk Perilaku Merokok

Menurut Silvan Tomkins dalam al Bachri (1891), berdasarkan Managemen of Affect

Theory, terdapat empat perilaku merokok. Perokok yang dipengaruhi perasaan

positif, perasaan negatif, perokok adiktif, dan perokok rutinitas. Perokok yang

dipengaruhi perasaan positif akan merasakan panambahan rasa yang positif, berupa

pleasure relaxation, adalah perilaku merokok untuk meningkatkan kenikmatan yang

sudah didapat, misalnya merokok setelah makan atau minum kopi; Stimulation to

pick them up, adalah perilaku merokok yang dilakukan sekedar untuk menyenangkan
perasaan; Pleasure of handling the cigarette, adalah kenikmatan yang diperoleh

dengan memegang rokok.

Perilaku merokok kedua karena perasaan negatif. Perokok mengaku perasaan

negatif seperti marah, cemas, dan gelisah dapat dihilangkan dengan rokok sehingga

mereka hanya merokok untuk terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. Bentuk

perilaku yang ketiga adalah perilaku merokok yang adiktif. Hal ini terjadi akibat

perangsangan psikologis. Mereka yang sudah kecanduan, cenderung akan

menambah dosis rokok yang digunakansetiap saat setelah efek dari merokok yang

diisapnya berkurang. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme toleransi tubuh

terhadap zat adiktif yang terdapat pada rokok. Bentuk perilaku terakhir yang

merupakan model paling banyak di Indonesia, adalah merokok yang sudah menjadi

kebiasaan. Orang pada tipe ini menjadikan kegiatan merokok merupakan hal yang

menjadi kebiasaan mereka. Dapat dikatakan pada tipe ini, merokok menjadi

kebiasaan rutin.14

2.2.2 Tahapan Perilaku Merokok

Pada awalnya, seorang calon perokok akan mengalami tahap preparatory. Pada

tahap ini, seseorang mendapat gambaran mengenai merokok dengan cara

mendengar, melihat dan hasil bacaan yang menimbulkan minat merokok. Kemudian

akan tiba saat initiation, saat pertama kali seseorang mecoba merokok. Pada saat ini,

seseorang akan memutuskan untuk menjadi seorang perokok atau tidak. Jika

memutuskan untuk menjadi prokok, maka lamakelamaan, jumlah batangan rokok

yang dikonsumsi meningkat, saat sudah menyentuh angka empat batang dengan
kecenderungan untuk merokok, maka memasuki tahapan becoming a smoker dan

maintenance jika merokok telah menjadi bagian self-regulating saat merokok

dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. 15

Setelah memasuki tahapan akhir self-regulating, maka perokok akan cenderung

mengalami banyak kesulitan untuk berhenti. Maka dari itu, sebenarnya periode

intervensi memotong jalur ini adalah pada saat sebelum becoming a smoker,

terutama pada tahapan preparatory dan initiation. Hal ini berdasar ide bahwa

sebelum menjadi perokok rutin, maka perokok belum memiliki ketergantungan dan

lebih mudah untuk tidak mengonsumsi rokok.21

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Perilaku merokok dan pengambilan keputusan seseorang untuk merokok dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor. Dari berbagai macam faktor tersebut, terdapat tiga

faktor yang memberi pengaruh utama kebiasaan merokok, yaitu:

2.2.3.1 Pengaruh Keluarga (khususnya orang tua)

Anak-anak yang memiliki anggota keluarga inti merokok memiliki kecenderungan

untuk mengikuti jejak yang sama dengan keluarganya tersebut. Hal ini didasari oleh

empat mekanisme utama, yaitu mekanisme imitasi, penanaman nilai, pengaruh

psikologis serta minimnya edukasi. Orang tua dan saudara dekat dikaitkan sebagai

model imitasi utama kehidupan seorang individu, termasuk kebiasaan merokok yang

dimilikinya. Merokok dinilai sebagai sebuah kebiasaan normal yang wajar dilakukan

oleh semua orang, bahkan terdapat anggapan bahwa seorang anak dikatakan
dewasa jika telah merokok.15 Penelitian oleh Sumiyati, dkk pada tahun 2007

menemukan bahwa anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia,

dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan

hukuman fisik yang keras lebih mudah menjadi perokok dibandingkan anak-anak

muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia.17,18

2.2.3.2 Pengaruh teman

Pergaulan pun memberikan peranan sangat besar dalam kebiasaan merokok. Bila

semakin banyak remaja yang merokok maka makin besar kemungkinan teman-

temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Ditemukan bahwa 87% remaja

perokok memiliki sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat perokok.14 Hal ini

terjadi terutama pada usia remaja ke atas, saat seorang anak mulai memisahkan diri

dari orang tua dan bergabung pada kelompok sebaya. Kebutuhan untuk diterima

seringkali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima, dan terbebas dari

sebutan merendahkan seperti pengecut ataubanci.17,18

2.2.3.3 Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri

dari rasa sakit fisik maupun jiwa, dan membebaskan diri dari kebosanan.14 Selain

itu, faktor kepribadian dapat dijadikan prediktor perilaku merokok dan kemungkinan

berhenti merokok (sumiyati 2007) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa

faktor kepribadian individu berpengaruhi 22,98% perilaku merokok.18

2.2.3.4 Pengaruh iklan


Iklan Juga menjadi faktor utama penyebab perilaku merokok remaja, 17,18% perokok

terpengaruh iklan, dengan melihat iklan di media masa dan elektronik yang

menampilkan gambaran merokok adalah kebanggan, menunjukkan kecerdasarn,

kejantanan, kemewahan, membuat remaja terpicu untuk mengikuti perilaku iklan

tersebut14,18 Kemasan dan pelabelan acap kali tidak mencantumkan informasi

maupun memberi tanda-tanda lain yang keliru dan menyesatkan yang memberikan

kesan yang salah tentang karakteristik, efek kesehatan, bahaya dan emisi termasuk

tiap perkataan, uraian, cap, gambar atau tanda yang secara langsung atau tidak

langsung menciptakan kesan yang salah bahwa produk tembakau tertentu kurang

berbahaya dibanding produk tembakau lainnya termasuk pernyataan low tar, light,

ultra light, mild.18

2.3 Penghentian Kebiasaan Merokok

2.3.1 Penyebab Menghentikan Kebiasaan Merokok

Pada kebanyakan kasus, seseorang berhenti merokok apabila diperintahkan oleh

dokter yang merawatnya untuk berhenti, disamping alasan lain seperti pengaruh

keluarga, teman, diri sendiri saat melihat diri dalam cermin dengan rokok,menyadari

bahaya,dan menyadari jumlah pengeluaran yang digunakan untuk merokok.16

Perokok juga akan mulai berfikir untuk berhenti merokok setelah mengetahui bahaya,

dan didorong rasa takut akan penyakit yang akan dideritanya secara jelas, dan

terutama pada kematian.19 Misalnya, seseorang berhenti merokok karena masih

ingin melihat anak cucu mereka tumbuh menjadi dewasa.16


2.3.2 Penyebab Tidak Menghentikan Kebiasaan Merokok

Perokok yang tidak menghentikan kebiasaan merokoknya terutama karena mereka

tidak benar-benar memahami bahaya yang ditimbulkan rokok dan merasa bahwa

rokok dapat memberi efek yang dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari,seperti

menghilangkan stress saat bekerja keras dan meningkatkan konsentrasi. Bahkan

terkadang merokok bukan karena perokok menikmati merokok, namun karena

merokok yang telah dijadikan bagian dari gaya hidup sehari-hari.17

Kurangnya edukasi yang efektif mengenai bahaya dan kerentanan seseorang

terhadap gangguan kesehatan yang serius, serta desas-desus bahwa berhenti

merokok dapat meningkatkan berat badan menyebabkan kurangnya motivasi dan

keinginan menunda-nunda keinginan merokok.16,17

2.3.3 Metode Penghentian Kebiasaan Merokok

Untuk meyakinkan seseorang akan keputusannya untuk berhenti merokok, maka

terdapat hal penting yang perlu disampaikan termasuk mengkomunikasikan

keparahan konsekuensi akibat rokok (mis.merokok dapat menyebabkan penyakit

hingga kematian), kerentanan dirinya (mis.hal ini dapat terjadi pada anda), respon

yang bermanfaat (mis.berhenti dapat menghilangkan bahaya ini), dan keberhasilan

(mis.kamu dapat melakukannya).19


Setelah memutuskan untuk berhenti merokok, akan menjadi tantangan besar apakah

seseorang akan berhasil atau tidak. Kemungkinan berhasil ditunjang dengan

pengetahuan dan kesadaran akan keparahan konsekuensi dan kerentanan

yang dimilikinya, didasari oleh rasa takut dan penolakan terhadap kondisi

merokoknya sekarang.16,19 Sedangkan kemungkinan tidak berhasil dihubungkan

dengan penurunan motivasi. Tingginya pengaruh efek motivasi individu sendiri

menunjukkan bahwa seorang perokok membutuhkan asistensi dan penyemangat 13

untuk menjaga motivasi dan keputusannya tersebut.17 Konsultasi dengan konsultan

berhenti merokok (metode asistensi), mekanisme kontrol, pertemuan rutin untuk

meningkatkan motivasi dan kepatuhan menghentikan rokok juga diperlukan tiap

minggu.16 Perlu diingat, metode yang dilakukan pada perokok dalam usahanya

berhenti terkadang terbentur dengan gejala kecanduan. Maka dari itu dapat

dilakukan terapi penggantian nikotin, permen karet nikotin, pill Chantix (yang bekerja

menghambat reseptor nikotin, sehingga mengurangi perasaan nikmat saat mendapat

nikotin).16

2.3.4 Penyebab Kembali Merokok Setelah Berhenti

Prinsip yang mendasar pada seorang perokok adalah kecanduan nikotin dan pernah

merasakan efek yang diberikan oleh rokok. Kemudian, perokok yang memutuskan

untuk berhenti juga terpengaruh oleh media promosi anti-rokok yang kurang

menunjukkan metode berhenti merokok, serta menunjukkan bahwa berhenti merokok


adalah hal yang sangat mudah dan sederhana. Namun, tidak selamanya terjadi

seperti itu.16,19

Penjelasan paling jelas dan sering terjadi pada kegagalan ini adalah pengaruh

kecanduan nikotin yang dialaminya.16 Seseorang yang kecanduan nikotin, apabila

berhenti merokok akan merasa sakit, sulit berkonsentrasi, tidak dapat beristirahat

yang lebih sering terjadi pada wanita. Gangguan lain yang akan dialami oleh

penghenti merokok ini adalah kebiasaan dan lingkungan, terutama apabila orang-

orang disekitarnya memiliki kebiasaan merokok.19 Keadaan ini memberikan sinyal

kepada tubuh berdasarkan penalaman sebelumnya bahwa ketidaknyamanan yang

dirasakannya saat ini dapat menghilang dengan merokok. Keadaan ini menyebabkan

perokok kemudian menyesali perbuatannya untuk berhenti merokok dan pada

akhirnya akan kembali merokok.19 Hal ini diakibatkan kurangnya perencanaan,

sharing pengalaman dan pengawasan dalam masa terapi.16,19

Menurut Indonesia Global Youth Tobacco Survey 2006 yang sampelnya adalah

murid SMP umur 13-15 tahun di Jawa dan Sumatera- 1 dari 10 murid (12.6%)

menghisap rokok (current smoker), dengan prevalensi pria (24.5%) secara bermakna

lebih lebih tinggi dari wanita (2.3%). Menurut Tobacco Atlas, pada tahun 2008

Indonesia telah menjadi salah satu negara yang persentase pria perokoknya tertinggi

di dunia yaitu 60 % (Aditama, Julianti, K, & C.W, 2008) Dengan mengkonsumsi 182
miliar batang pada tahun 2002, mengkonsumsi 239 milyar batang rokok pada tahun

2007, Indonesia berada pada peringkat ke lima dari 5 negara konsumen rokok

tertinggi di dunia (Shafey, 2009)

II.A. Perilaku Merokok


II.A.1. Perilaku
Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan
oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata.
Menurut
Morgan (1986) tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku merupakan
sesuatu yang
konkrit yang dapat diobservasi, direkam maupun dipelajari.
Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian
yang luas yaitu perilaku yan tampak (overt behavior) dan perilaku yang
tidak tampak
(innert behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping
aktivitas
motoris juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Chaplin (1999) memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama
perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami
seseorang.
Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu
segala sesuatu
yang mencakup reaksi yang dapat diamati.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan,
yang
meliputi aktivitas motoris, emosional dan kognitif.

II.A.2. Pengertian Perilaku Merokok


Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam
menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia
yang
dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada
zaman
tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu
ramuan
yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap
melalui
hidung dan mulut (Danusantoso, 1991).
Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum
dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta
kelompok umur
yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa didapatkan
dengan
mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga. Poerwadarminta (1995)
mendefinisikann merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri
adalah
gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan
menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990). Danusantoso (1991)
mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat
berakibat bagi
orang-orang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa
perilaku
merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-
orang
disekitarnya (Levy, 1984).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok
adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian
menghisapnya
dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap
oleh
orang-orang disekitarnya.

II.A.3. Tipe Perilaku Merokok


Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi,
2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok,
yaitu :
1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau
dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan


tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mutadin (2002)
menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi :
1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang
tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat
seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada
individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah
yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
Menurut Silvan & Tomkins (Mutadin, 2002) ada empat tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut
adalah :
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok
setelah minum kopi atau makan.
b. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari
memegang rokok.
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam
dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap
sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak
enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007


USU Repository 2008

3. Perilaku merokok yang adiktif.


Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan
setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.
4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok
pada remaja digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat dilihat dari
banyaknya
rokok yang dihisap, tempat merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan
sehari-
hari.

II.A.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja


Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi
masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika
mereka masih remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok
mulai
merokok antara umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18
tahun
(Laventhal dan Dhuyvettere dalam Smet, 1994).
Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab
mengapa seseorang merokok. Menurut Levy (1984) setiap individu mempunyai
kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan
mereka
merokok. Pendapat tersebut didukung oleh Smet (1994) yang menyatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan
budaya, kelas
sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.
Menurut Lewin (Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan
fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain
disebabkan
faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal
(dalam
Smet, 1994) mengatakan bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan teman-
teman
(46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan orang tua (14%).
Hal ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi (2000)
yang
mengatakan bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja
yaitu
kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok
remaja, dan
pengaruh teman sebaya.

Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007


USU Repository 2008

Mu`tadin (2002) mengemukakan alasan mengapa remaja merokok, antara


lain:
1. Pengaruh Orang Tua
Menurut Baer & Corado, remaja perokok adalah anak-anak yang berasal
dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal
dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari
keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun
obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif, dan yang
paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur
contoh yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali
untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada
mereka yang tinggal dengan satu orang tua ( Single Parent ). Remaja
berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok daripada ayah yang
merokok. Hal ini lebih terlihat pada remaja putri.
2. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin benyak remaja merokok
maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga
dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta
tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau
sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87 % mempunyai
sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula
dengan remaja non perokok.
3. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian
yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah
konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang
menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka
yang memiliki skor yang rendah.
4. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour,
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti


yang ada dalam iklan tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen ( Sarafino, 1994) tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :
1. Faktor Biologis
Banyak Penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan
salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan
merokok. Pendapat ini didukung Aditama (1992) yang mengatakan
nikotin dalam darah perokok cukup tinggi.
2. Faktor Psikologis
Merokok Dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau
rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan,
juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi
individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit
untuk dihindari.
3. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan
perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok
dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.
4. Faktor Demografis
Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada
usia dewasa semakin banyak ( Smet, 1994) akan tetapi pengaruh jenis
kelamin Zaman sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik pria
maupun wanita sekarang sudah merokok.
5. Faktor Sosial-Kultural
Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan
gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu
(Smet, 1994).
6. Faktor Sosial Politik
Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik
yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan
usaha melancarkan kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk
mengurangi perilaku merokok. Merokok menjadi masalah yang
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

bertambah besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia ( Smet,


1994 ).
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok remaja,
faktor-faktor tersebut yaitu faktor demografis, faktor lingkungan sosial,
faktor
psikologis, faktor sosial-kultural dan faktor sosial politik.

II.A.5. Motif Perilaku Merokok


Laventhal & Cleary (dalam Oskamp, 1984) menyatakan motif seseorang
merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu :
1. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam lima bagian,
yaitu :
a. Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap
dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif ataupun positif.
Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa
tujuan tertentu.
b. Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif,
misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga
dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan
kedewasaan.
c. Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa,
ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan
orang lain.
d. Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya
pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan
untuk menentukan image diri seseorang. Merokok pada anak-anak
juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya.

Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007


USU Repository 2008

e. Kecanduan atau ketagihan


Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan.
Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam
rokok. Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak
dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan
nikotin.
2. Faktor biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok
yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara
biologis
Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok dengan alasan
sebagai alat dalam mengatasi stres (coping) (Wills, dalam Sarafino, 1994).
Sebuah
studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka
konsumsi
berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin besar stres yang dialami,
semakin
banyak rokok yang mereka konsumsi.

II.A.6. Aspek-aspek dalam Perilaku Merokok


Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (1997), yaitu :
1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Erickson (Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok
berkaitan dengan masa mencari jati diri pada diri remaja. Silvans &
Tomkins (Mutadin, 2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan
yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan
negatif.
2. Intensitas merokok
Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok
yang dihisap, yaitu :
a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
3. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mutadin, 2002) yaitu :
. a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

1. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol


mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain
yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
1. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-
tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan
kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa
gelisah yang mencekam.
2. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang
suka berfantasi.
4. Waktu merokok
Menurut Presty (Smet, 1994) remaja yang merokok dipengaruhi oleh
keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang
berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua,
dll.

II.A.7. Dampak Perilaku Merokok


Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu :
1. Dampak Positif
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi
kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok
meyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan
dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Smet
(1994) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu
mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan
menyenangkan.
2. Dampak negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat
berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000). Merokok bukanlah
penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit
sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan


kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok
dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki,
antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit kardiolovaskular, neoplasma
(kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek
umur, penurunan vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit mag,
gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni,
ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput,
serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung
dan tenggorokan).

II. B. Remaja
II. B.1. Pengertian Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata
Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi
dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence, seperti yang
dipergunakan saat
ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial
dan
fisik.
Piaget (dalam Hurlock, 1999), mengatakan bahwa secara psikologis masa
remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,
usia
dimana anak tidak merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua,
melainkan
berada di dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Hurlock (1999), menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual matang
dan
berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Remaja juga didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari
transisi
antara masa anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis,
kognitif,
dan sosioemosional (Santrock, 1998). Sedangkan menurut Monks (1999), remaja
adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sudah mengalami
peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa
remaja
awal, 15-18 tahun adalah masa remaja penengahan, dan 1821 tahun adalah
masa
remaja akhir.
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

Sarwono (2001) menyatakan definisi remaja untuk masyarakat Indonesia


adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
2. Di banyak masyarakat Indonesia usia 11 tahun sudah dianggap akil balik,
baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan
mereka sebagai anak-anak (kriteria seksual).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa
seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erick Erikson),
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud),
dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget) maupun moral
(menurut Kohlberg).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang
bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada
orang tua.
5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti
perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh.
Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan
sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan
bermasyarakat dan keluarga. Karena itu defenisi remaja di sini dibatasi
khusus
untuk orang yang belum menikah.
Dari berbagai defenisi mengenai remaja di atas, maka dapat
disimpulkan
bahwa remaja merupakan suatu periode perkembangan dari transisi antara masa
anak-
anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional.

II.B.2. Ciri-Ciri Masa Remaja


Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri masa remaja antara
lain:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan
penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah
terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu
tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan
demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan
meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan
datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada
tahap berikutnya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan
pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung
pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga
menurun.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah
masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini,
yaitu :
a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan
remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.
b. Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian
diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap
individualistis.Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja
awalmasih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun
lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain
ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan oranglain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak
rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan


bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik


Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih
dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya ia semakin
menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah
untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan
kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan
diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu
merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat
dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberi citra yang mereka inginkan.
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat
tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju
kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :
1. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis
dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan
menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
2. Remaja madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada
kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena
masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai
atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

3. Remaja akhir (18-21 tahun)


Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian :
a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain
dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentinagn diri sendiri dengan orang
lain.
e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat
umum.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa
remaja adalah bahwa masa remaja adalah merupakan periode yang penting,
periode
peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas, usia
yang
menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa
kedewasaan.
II.B.3. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan tugas-tugas perkembangan
pada masa remaja. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah :
1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
6. Mempersiapkan karir ekonomi.
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

8. Memperoleh perangkat nilai dan sisitim etis sebagai pegangan untuk


berperilaku mengembangkan ideologi.

Hurlock (1999) menyatakan ada beberapa faktor penting yang


mempengaruhi penguasaan tugas-tugas perkembangan. Faktor-faktor yang
menghalanginya adalah :
1. Tingkat perkembangan yang mundur.
2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan
atau tidak ada bimbingan untuk dapat menguasainya.
3. Tidak ada motivasi.
4. Kesehatan yang buruk.
5. Cacat tubuh.
6. Tingkat kecerdasan yang rendah.
Faktor-faktor yang membantu penguasaan tugas-tugas perkembangan :
1. Tingkat perkembangan yang normal atau yang diakselarasikan.
2. Kesempatan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam
perkembangan dan bimbingan untuk menguasainya.
3. Motivasi.
4. Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh.
5. Kreatifitas.
II.B.4. Perubahan Sosial Pada Masa Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri
dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan
sekolah.
Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman
sebaya,
maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan
perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar
remaja
mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan anggota
kelompok yang popular, maka kesempatan untuk diterima menjadi anggota
kelompok
lebih besar (Hurlock, 1999).
Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007
USU Repository 2008

Kelompok sosial yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah (dalam
Hurlock, 1999) :
1. Teman dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau
sahabat karib. Mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, mempunyai
minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling mempengaruhi satu
sama lain.
2. Kelompok kecil
Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya,
terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
3. Kelompok besar
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman
dekat, berkembang dengan meningkatnya minat pesta dan berkencan.
Kelompok ini besar sehingga penyesuaian minat berkurang di antara
anggota-anggotanya. Terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara
mereka.
4. Kelompok yang terorganisasi
Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk
oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial
para remaja yang tidak mempunyai klik atau kelompok besar.
5. Kelompok geng
Remaja yang tidak termasuk kelompok atau kelompok besar dan merasa
tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok
geng. Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
anti sosial.

Indri Kemala Nasution : Perilaku Merokok Pada Remaja, 2007


USU Repository 2008

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

III.A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa
perokok pada umumnya dimulai pada usia remaja (diatas 13 tahun). Ada
beberapa
faktor dan motif perokok, tetapi paling banyak disebabkan oleh faktor
psikologis dan
juga dalam mengatasi stres, jumlah rokok yang dikonsumsi berkaitan dengan
stres
yang mereka alami, semakin besar stress yang dialami, semakin banyak rokok
yang
mereka konsumsi. Selain itu dampak negatif dari merokok lebih banyak
daripada
dampak positif. Dampak negatif merokok dapat mendorong munculnya jenis
penyakit
yang dapay mengakibatkan kematian.

III.B. SARAN
Sebaiknya pemerintah mengadakan seminar atau penyuluhan mengenai
bahaya merokok, terutama pada remaja yang duduk di bangku SMP (diatas usia
13
tahun), karena berdasarkan penelitian yang dilakukan dan penelitian-
penelitian
sebelumnya, sebagian besar remaja merokok pertama kali ketika berusia 13
tahun.

Anda mungkin juga menyukai