Anda di halaman 1dari 8

MEKANISME PERTAHANAN DIRI

Freud pertama kali mengembangkan pemikiran tentang mekanisme pertahanan


diri (defense mechanisms) ini pada tahun 1926 (Freud, 1926/1959a). Kemudian,
anaknya, Anna menyempurnakan dan menata konsep ini (A. Freud, 1946).
Sekalipun mekanisme pertahanan ini normal dan digunakan secara universal,
apabila digunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan
mengarah pada perilaku yang kompulsif, repetitif, juga neurotis. Oleh karena itu
kita perlu mencurahkan energi psikis untuk menyusun dan mempertahankan
mekanisme pertahanan, maka semakin defensif kita, semakin berkurang energi
psikis yang tersisa pada kita untuk memuaskan dorongan-dorongan id. Sudah
tentu inilah mengapa ego membangun mekanisme pertahanan, agar kita tak perlu
menghadapi ledakan-ledakan seksual dan agresif secara langsung dan untuk
mempertahankan diri sendiri dari kecemasan yang mengikuti dorongan-dorongan
tersebut (Freud, 1926/1959a).

Mekanisme-mekanisme pertahanan utama yang diidentifikasi oleh Freud


mencakup represi, pembentukan reaksi, pengalihan, fiksasi, regresi, proyeksi,
introyeksi, dan sublimasi.

1) Represi
Mekanisme pertahanan yang paling dasar, karena muncul juga pada bentuk-
bentuk mekanisme pertahanan lain, adalah represi (repression). Manakala ego
terancam oleh dorongan-dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi
dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan cara memaksa
perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak sadar. Dalam banyak
kasus, represi ini bisa muncul sepanjang hidup. Misalnya, seorang perempuan
muda bisa selamanya menekan rasa marah pada adik perempuannya karena
rasa benci tersebut melahirkan kecemasan yang terlalu besar.
Tak ada satupun masyarakat yang memperkenankan ekspresi seks dan
agresi total tanpa batas. Ketika anak yang menunjukkan perilaku kekerasan
atau seksual mendapatkan hukuman atau tekanan, mereka kemudian belajar
merasa cemas begitu mereka merasakan dorongan-dorongan tersebut.
Sekalipun kecemasan tersebut jarang mengarah pada represi total atas
dorongan-dorongan agresi maupun seksual, sering kali kecemasan tersebut
memunculkan regresi yang sifatnya parsial.
Apa yang terjadi pada dorongan-dorongan tersebut setelah mereka tak lagi
disadari? Freud meyakini kemungkinan-kemungkinan berikut ini. Pertama, di
alam tidak sadar, dorongan-dorongan ini tetap tak berubah. Kedua, dorongan-
dorongan ini mendesak masuk ke alam sadar dalam bentuk yang tak berubah
sehingga justru menciptakan kecemasan yang lebih besar yang tak bisa
dikendalikan oleh orang tersebut. Akibatnya, orang itu akan dicekam oleh rasa
cemasnya sendiri. Ketida dan yang lebih lazim terjadi pada dorongan-dorongan
yang direpresi adalah bahwa dorongan-dorongan tersebut diekspresikan dalam
bentuk-bentuk yang lain atau terselubung. Selubung ini, sudah tentu, haruslah
muncul sedemikian rupa sehingga bisa mengelabui ego. Dorongan yang
ditekan ini bisa tersembunyi menjadi gejala-gejala psikis, misalnya impotensi
seksual pada laki-laki yang dipenuhi oleh rasa bersalah seksualnya. Impotensi
ini menghalangi laki-laki tersebut untuk menghadapi rasa bersalah maupun
kecemasan yang akan muncul apabila ia melakukan aktivitas seksual yang
normal dan ia nikmati. Dorongan yang mengalami tekanan tersebut juga bisa
tersalurkan lewat mimpi, salah ucap, ataupun bentuk-bentuk mekanisme
pertahanan lainnya.

2) Pembentukan Reaksi
Salah satu cara agar dorongan yang ditekan tersebut bisa disadari adalah
dengan cara menyembunyikan diri dalam selubung yang sama sekali
bertentangan dengan bentuk semula. Mekanisme pertahan seperti ini disebut
sebagai pembentukan reaksi (reaction formation). Perilaku reaktif ini bisa
dikenali dari sifatnya yang berlebih-lebihan dan bentuk yang obsesif juga
kompulsif. Contoh dari pembentukan reaksi bisa dilihat dari seorang
perempuan muda yang sangat marah dan benci pada ibunya. Oleh karena ia
tahu bahwa masyarakat menuntut anak untuk sayang pada orangtuanya, maka
kesadaran akan rasa benci pad sang ibu akan membuatnya merasakan
kecemasan yang berkonsentrasi pada dorongan-dorongan yang sebaliknya:
cinta. Akan tetapi, cintanya pada sang ibu tidaklah tulus. Cintanya terlalu
ditonjolkan, dibesar-besarkan, dan dibuat-buat. Orang lain bisa dengan mudah
melihat perasaan yang ada di balik rasa cintanya, tetapi perempuan muda tadi
harus menipu dirinya sendiri dan berpegang pada pembentukan reaksinya, yang
membantu dirinya menyembunyikan kebenaran (yaitu rasa benci pada sang
ibu) yang membuatnya cemas.

3) Pengalihan
Freud meyakini bahwa pembentukan reaksi terbatas hanya pada satu objek
tunggal. Misalnya, orang memiliki rasa cinta yang reaktif akan membanjiri
orang yang diam-diam mereka benci dengan perhatian yang berlebihan. Akan
tetapi, pada pengalihan (displacement), orang bisa mengarahkan dorongan-
dorongan yang tak sesuai ini pada sejumlah orang atau objek sehingga
dorongan aslinya terselubung atau tersembunyi. Misalnya, seorang perempuan
yang marah pada teman sekamarnya bisa mengalihkan rasa marahnya kepada
para pegawainya, kucing peliharaannya, atau boneka binatang miliknya. Ia
akan tetap bersikap ramah pada teman sekamarnya. Akan tetapi, berbeda
dengan pembentukan rekasi, sikap ramah tersebut tidak diungkapkan secara
berlebihan atau dibesar-besarkan.
Pada tulisan-tulisannya, Freud menggunakan istilah pengalihan untuk
berbagai hal. Dalam pembahasan tentang dorongan-dorongan seksual
misalnya, kita mengetahui bahwa objek seksual bisa dialihkan atau diubah ke
dalam berbagai objek lain, termasuk diri sendiri. Freud juga menggunakan
pengalihan untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengganti gejala neurotis
dengan yang lain. Misalnya, dorongan kompulsif untuk masturbasi yang
diganti menjadi perilaku cuci tangan yang kompulsif. Pengalihan juga terlibat
dalam pembentukan mimpi. Misalnya, ketika seseorangyang bermimpi
memiliki dorongan-dorongan destruktif terhadap orangtuanya di mana
dorongan tersebut muncul dalam bentuk seekor anjing atau serigala. Pada
kasus seperti ini, mimpi tentang seekor anjing yang ditabrak mobil
mencerminkan keinginan tidak sadar dari orang yang bermimpi tadi untuk
menyaksikan kehancuran orang tuanya.

4) Fiksasi
Secara umum, pertumbuhan psikis lazimnya bergerak secara kontinyu
melalui serangkaian tahap perkembangan. Akan tetapi, proses pendewasaan
secara psikologis tidaklah bebas dari momen-momen yang penuh dengan stres
maupun kecemasan. Jika melangkah ke tahap perkembangan lebih lanjut
memunculkan kecemasan yang begitu besar, maka ego bisa mengambil strategi
untuk tetap bertahan di tahap psikologis saat ini, yang lebih nyaman. Pertahan
seperti ini disebut sebagai fiksasi (fixation). Secara teknis, fiksasi merupakan
keterikatan permanen dari libido pada tahap perkembangan sebelumnya yang
lebih primitif. Serupa dengan mekanisme ppertahanan lainnya, fiksasi bersifat
universal. Orang-orang yang terus menerus mendapatkan kepuasan lewat
makan, merokok, atau bicara bisa jadi memiliki fiksasi oral, sebagaimana
mereka yang terobsesi pada kerapihan dan keteraturan memiliki fiksasi anal.

5) Regresi
Pada saat libido melewati tahap perkembangan tertentu, di masa-masa
penuh stres dan kecemasan, libido bisa kembali ke tahap yang sebelumnya.
Langkah mundur ini dikenal sebagai regresi (regression). Misalnya, anak yang
sudah disapih total bisa mundur dan menuntut untuk minum dari botol atau
mengisap puting susu pada saat adiknya lahir. Perhatian yang diberikan pada
adik bayi tersebut merupakan ancaman bagi si kakak. Regresi ini juga sering
kali terjadi pada anak sulung dan orang dewasa. Salah satu cara yang umum
diambil oleh orang dewasa dalam menghadapi situasi yang memunculkan
kecemasan adalah untuk mundur ke pola perilaku sebelumnya yang lebih aman
dan nyaman serta mengarahkan libidonya ke objek-objek yang lebih primitif
dan familiar. Pada kondisi stres yang ekstrem, seorang dewasa bisa berbaring
dalam posisi meringkuk seperti bayi dalam kandungan, yang lain pulang ke
rumah ibu, sementara yang lain bisa berbaring di tempat tidur sepanjang hari
dan bersembunyi di balik selimut dari dunia yang keji dan penuh ancaman.
Perilaku regresi ini serupa dengan perilaku terfiksasi karena sifatnya yang kaku
dan kekanak-kanakan. Akan tetapi, regresi ini biasanya bersifat temporer,
sementara fiksasi menuntut pengerahan energi psikis yang sedikit banyak
bersifat permanen.

6) Proyeksi
Manakala dorongan dari dalam menyebabkan kecemasan yang berlebihan,
ego biasanya mengurangi rasa cemas tersebut dengan mengarahkan dorongan
yang tak diinginkan ke objek eksternal, biasanya ke orang lain. Inilah yang
disebut mekanisme pertahanan proyeksi (projection), yang didefinisikan
sebagai melihat dorongan atau perasaan orang lain yang tidak dapat diterima,
padahal sebenarnya perasaan atau dorongan tersebut ada di alam tidak sadar
dari diri sendiri. Misalnya, seorang pria secara konsisten mengartikan tindakan
dari wanita yang lebih tua sebagai upaya untuk menggoda dirinya. Secara
sadar, pikiran melakukan hubungan seksual dengan wanita yang lebih tua
membuat pria tersebut jijik, tetapi tersembunyi di alam tidak sadar terdapat
ketertarikan erotis yang kuat pada wanita-wanita tersebut. Pada contoh ini, pria
muda tersebut membohongi diri sendiri dengan meyakini bahwa ia tak punya
perasaan seksual pada wanita yang lebih tua. Sekalipun proyeksi ini berhasil
menghapus sebagian besar rasa cemas dan bersalahnya, proyeksi ini
memungkinkan ia untuk mempertahankan ketertarikan seksual pada
perempuan-perempuan yang mengingatkan dirinya pada sang ibu.
Jenis proyeksi yang ekstrem adalah paranoid (paranoia), yaitu kelainan
mental yang ditandai-dengan pikiran-pikiran keliru (delusi) yang begitu kuat
berupa
Rasa cemburu terhadap orang lain dan merasa dikejar-kejar oleh orang lain.
Paranoid tidak selalu muncul akibat proyeksi, tetapi merupakan jenis ekstrem
dari proyeksi. Menurut Freud, perbedaan penting antara proyeksi dan paranoid
adalah paranoid selalu ditandai dengan perasaan homoseksualitas yang ditekan
terhadap pihak yang dianggap mengejar-ngejar orang tersebut. Freud meyakini
bahwa pihak yang mengejar-ngejar tak lain adalah seorang teman yang berjenis
kelamin sama, meskipun kadang-kadang orang bisa mengalihkan pikiran-
pikiran keliru pada lawan jenisnya. Pada saat dorongan homoseksual tersebut
menjadi begitu kuat, orang paranoid yang merasa dikejar-kejar
mempertahankan dirinya dengan membalikkan perasaan tersebut sebagai
berikut. Seorang paranoid tidak berkata Saya suka pada laki-laki itu, tetapi
justru sebaliknya, Saya benci pada dirinya. Oleh karena langkah ini justru
memunculkan rasa cemas yang lebih besar lagi, maka iapun berkata, Ia benci
pada saya. Pada titik ini, orang tersebut bisa terbebas dari segala bentuk
tanggung jawab dan dapat berkata, Saya sebetulnya tidak ada masalah dengan
dirinya, tetapi ia tampaknya punya perasaan negatif pada diri saya.
Mekanisme sentral pada semua paranoid adalah proyeksi yang diikuti oleh
pikiran-pikiran keliru (delusi) akan rasa cemburu dan perasaan dikejar-kejar.

7) Introyeksi
Sementara proyeksi mencakup pengarahan dorongan yang tidak diinginkan
ke objek eksternal, introyeksi (introjection) adalah mekanisme pertahanan di
mana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya
sendiri. Contohnya adalah seorang remaja yang melakukan introyeksi atau
mengadopsi perilaku, nilai, atau gaya hidup seorang bintang film. Introyeksi
seperti ini memberikan remaja tersebut rasa menghargai diri sendiri yang
berlebihan dan meminimalkan perasaan-perasaan inferionnya. Orang
mengintroyeksikan hal-hal yang mereka anggap bernilai dan hal tersebut
membuat mereka bisa memandang diri mereka sendiri dengan lebih baik.
Freud melihat kemunculan Oedipus complex sebagai prototipe dari
introyeksi. Pada masa Oedipal, seorang anak mengintroyeksikan kekuasaan
dan nilai dari salah satu atau kedua orang tua (introyeksi inilah yang kemudian
menandai kemunculan superego). Pada saat anak melakukan introyeksi
terhadap apa yang mereka anggap sebagai nilai-nilai orang tua mereka, mereka
pun terbebas dari keharusan untuk membangun dan memilih sendiri keyakinan
maupun standar perilaku bagi dirinya. Pada saat anak melalui tahap
perkembangan laten (kira-kira di usia 6-12 tahun), superego mereka menjadi
semakin bersifat personal; yang berarti ada pergeseran dari sekadar identifikasi
kaku pada orang tua. Sekalipun demikian, pada usia berapapun, manusia bisa
mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara
mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
dan perilaku orang lain.

8) Sublimasi
Masing-masing dari mekanisme pertahanan di atas, membantu individu
melindungi ego dari kecemasan. Akan tetapi, setiap mekanisme tersebut tidak
sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat. Menurut Freud, suatu mekanisme
(yaitu sublimasi) dapat diterima, baik oleh individu maupun kelompok sosial.
Sublimasi (sublimation) merupakan represi dari tujuan genital dari Eros dengan
cara menggantinya ke hal-hal yang bisa diterima, bisa secara kultural maupun
sosial. Tujuan sublimasi diungkapkan secara jelas terutama melalui pencapaian
kultural kreatif, seperti pada seni, musik, juga sastra, lebih tepatnya, pada
segala bentuk hubungan antar manusia dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya.
Freud meyakini bahwa karya seni Michelangelo, yang menemukan penyaluran
tidak langsung dari libidonya melalui lukisan dan seni patung, merupakan
contoh terbaik dari sublimasi. Pada kebanyakan orang, sublimasi bercampur
dengan ungkapan Eros secara langsung sehingga menghasilkan keseimbangan
antara pencapaian sosial dan keseimbangan pribadi. Kebanyakan dari kita
mampu melakukan sublimasi atas sebagian libido kita untuk mencapai nilai-
nilai kultural yang lebih tinggi, sementara di saat yang sama mempertahankan
dorongan-dorongan seksual dalam jumlah yang memadai untuk menegejar
kesenangan erotis individual.
Secara ringkas, semua mekanisme pertahanan melindungi ego dari kecemasan.
Mekanisme-mekanisme tersebut bersifat universal yang artinya semua orang
melakukan perilaku-perilaku defensif sampai pada tahap tertentu. Masing-masing
meknisme pertahanan ini bercampur dengan represi dan setiap mekanisme bisa
berkembang mendai bentuk-bentuk psikopatologi. Akan tetapi, umumnya
mekanisme pertahanan memberikan manfaat pada individu dan tak berbaha bagi
masyarakat. Selain itu, salah satu mekanisme pertahanan (yaitu sublimasi)
umumnya menguntungkan, baik bagi individu maupun masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai