Anda di halaman 1dari 10

[tutup]

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram,


dan Telegram

Fosil peralihan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Spesimen Archaeopteryx (makhluk peralihan antara dinosaurus dan burung) yang


ditemukan di Berlin. Fosil Archaeopteryx sendiri pertama kali ditemukan di
London, hanya dua tahun setelah diterbitkannya On the Origin of Species.

Fosil peralihan atau bentuk peralihan atau fosil transisi adalah sisa-sisa bentuk
kehidupan yang menjadi fosil dan menunjukkan ciri-ciri dari dua kelompok
taksonomi yang berbeda. Fosil peralihan merupakan fosil organisme yang berada
di dekat titik percabangan ketika garis keturunan individual utama (klad) terpisah.
Fosil peralihan memiliki ciri-ciri umum dari organisme pada kedua bagian
pemisahannya, namun karena kurang lengkapnya rekaman fosil, biasanya tidak
ada cara untuk mengetahui secara pasti seberapa dekatnya suatu fosil peralihan
dengan titik pasti pemisahannya.

Fosil peralihan berguna sebagai pengingat bahwa pembagian taksonomi


merupakan buatan manusia yang telah diberlakukan dalam kontinum variasi.
Banyak bukti mengenai keberadaan fosil peralihan, termasuk di antaranya adalah
fosil peralihan antara manusia dan primata lainnya, antara tetrapoda dan ikan, dan
antara burung dan dinosaurus. Istilah "mata rantai yang hilang" sering sekali
digunakan dalam tulisan-tulisan populer mengenai evolusi manusia untuk merujuk
kepada celah yang dianggap ada dalam catatan evolusi hominid. Istilah ini
biasanya digunakan untuk merujuk kepada setiap temuan fosil peralihan terbaru.
Akan tetapi, para ilmuwan tidak menggunakan istilah "mata rantai yang hilang"
karena istilah ini tidak akurat dan menyesatkan.

Daftar isi
1 Evolusi
o 1.1 Contoh
2 Keterbatasan rekaman fosil
3 Taksonomi evolusioner dan kladistika
o 3.1 Peralihan vs moyang
4 Perbandingan dengan bentuk 'pertengahan'
5 Mata rantai yang hilang
6 Kesalahpahaman
o 6.1 Keseimbangan bersela
7 Lihat pula
8 Catatan kaki
9 Referensi
10 Pranala luar

Evolusi
1850

1900

1950

2002

Diagram-diagram ini menunjukkan spesies-spesies Homininae yang diketahui pada tahun-tahun


tersebut. Tiap spesies ditunjukkan dalam kotak yang memperlihatkan jangkauan kapasitas kranial
dari tiap spesimen spesies yang bersangkutan, dan jangkauan waktu kehidupan tiap spesies di
bumi. Rangkaian diagram ini menunjukkan bagaimana "mata rantai yang hilang" atau celah antara
tiap spesies dalam rekaman fosil menjadi terisi seiring ditemukannya lebih banyak fosil.

Pada tahun 1859, ketika buku On the Origin of Species karya Charles Darwin
pertama kali diterbitkan, rekaman fosil yang ada sangatlah minim, dan Darwin
mengungkapkan bahwa kurangnya fosil peralihan merupakan "tantangan yang
paling jelas dan paling berbahaya terhadap teori saya", namun dia menjelaskannya
dengan menghubungkannya dengan ketidaksempurnaan yang ekstrem dari
rekaman geologis.[1] Dia mengamati koleksi yang terbatas pada waktu itu, namun
menggambarkan informasi yang tersedia sebagai pola penunjuk yang mengikuti
teorinya mengenai keturunan dengan perubahan melalui seleksi alam.[2] Dan
memang, Archaeopteryx ditemukan hanya dua tahun kemudian, tepatnya pada
tahun 1861, dan menunjukkan bentuk peralihan klasik antara dinosaurus dan
burung. Sejak saat itu, banyak sekali fosil peralihan yang telah ditemukan dan kini
dianggap bahwa ada banyak bukti mengenai bagaimana semua kelas vertebrata
saling berkaitan, banyak di antaranya dalam bentuk fosil peralihan.[3]

Contoh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar fosil peralihan


Lihat pula: Evolusi kuda, Evolusi Cetacea, dan Evolusi tulang pendengaran
mamalia

Rekonstruksi evolusi kuda dan kerabat-kerabatnya dikumpulkan oleh Othniel


Charles Marsh dari fosil-fosil yang ditemukan yang berhasil membentuk suatu
garis keturunan tunggal yang berkembang secara konsisten dengan banyak jenis
"peralihan", dan kadang disebut sebagai pohon keluarga. Akan tetapi, kladistika
modern memberikan gambaran berbeda yang mirip semak bercabang banyak,
dengan banyak perubahan dan banyak pula jalur buntu. Spesimen lainnya yang
sering disebut sebagai bentuk peralihan meliputi "paus berjalan" Ambulocetus,
ikan bersirip cuping yang belum lama ini ditemukan Tiktaalik[4] serta beragam
hominid yang dipercaya sebagai manusia proto.

Nenek moyang tumbuhan berbiji dari periode Devon pertengahan dari Belgia
telah teridentifikasi muncul 20 juta tahun lebih dahulu daripada tumbuhan berbiji
pertama. Runcaria, yang berbentuk kecil dan bersimetri radial, adalah
megasporangium yang berintegumen dan dikelilingi oleh kupule.
Megasporangium itu menghasilkan distal tertutup yang memanjang dan menonjol
di atas integumen bercuping banyak. Diduga bahwa perpanjangan itu berperan
dalam penyerbukan anemofili. Runcaria memberikan pemahaman baru kepada
pengenalan ciri-ciri yang berujung pada biji. Runcaria memiliki cemua ciri
tumbuhan berbiji kecuali kulit biji yang keras serta sistem untuk memandu serbuk
sari menuju ke biji.[5]

Keterbatasan rekaman fosil


Tidak semua bentuk peralihan muncul dalam rekaman fosil karena rekaman fosil
belumlah lengkap. Makhluk hidup jarang tersimpan menjadi fosil karena proses
menjadi fosil hanya dapat terjadi pada keadaan yang terbaik dan hanya bagian-
bagian fosil semacam itu yang sudah ditemukan. Paleontolog Donald Prothero
mengamati bahwa hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa jumlah keseluruhan
spesies dari semua jenis yang diketahui melalui rekaman fosil adalah kurang dari
lima persen dari jumlah spesies hidup yang diketahui, yang mengindikasikan
bahwa jumlah spesies yang diketahui melalui fosil pastilah kurang dari satu
persen dari seluruh spesies yang pernah hidup di bumi.[6]

Rekaman fosil sangat tidak berimbang, dan dengan beberapa pengecualian,


rekaman fosil yang ada sekarang kebanyakan merupakan fosil yang berasal dari
organisme yang memiliki bagian tubuh yang keras, sementara sebagian besar
organisme bertubuh lunak hanya meninggalkan rekaman fosil yang amat sangat
sedikit.[6] Kelompok yang dianggap memiliki rekaman fosil yang bagus, meliputi
sejumlah fosil peralihan antara kelompok hewan tradisional, antara lain
vertebrata, echinodermata, brachiopoda serta beberapa kelompok arthropoda.[7]

Restorasi hidup Tiktaalik roseae yang dibuat oleh National Science Foundation.
Tiktaalik roseae adalah mahkhuk yang memiliki cri-ciri ikan sekaligus ciri-iri
tetrapoda (hewan berkaki empat), dan karena itu dipercaya sebagai bentuk
peralihan antara ikan dan tetrapoda.

Taksonomi evolusioner dan kladistika


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kladistika

Dalam taksonomi evolusioner, yang merupakan bentuk taksonomi paling umum


selama sebagian besar abad ke-20 dan masih digunakan dalam buku-buku teks
dasar, taksa yang didasarkan pada kemiripan morfologis seringkali digambarkan
sebagai "gelembung-gelembung" yang saling bercabang namun terpisah satu sama
lain, membentuk pohon evolusi.[8] Bentuk peralihan dilihat sebagai penyambung
di antara beragam kelompok dalam hal anatomi, dan dengan demikian ditaruh di
perbatasan di antara gelembung-gelembung tersebut.

Dengan berdirinya metode kladistika, hubungannya kini secara ketat ditunjukkan


dalam apa yang disebut kladogram, yang menunjukkan percabangan garis
keturunan dalam evolusi. Kelompok-kelompok berbeda yang disebut 'natural' atau
'monofiletik' membentuk unit bersarang yang tidak saling tumpang tindih. Dengan
demikian dalam kladistika tidak ada lagi peralihan antara kelompok-kelompk
yang telah ada, melainkan diferensiasi yang berlangsung di dalam kelompok, yang
dilambangkan sebagai cabang dalam kladogram. Dalam konteks ini, organisme
peralihan dapat dikonseptualisasikan sebagai yang perwakilan dari contoh-contoh
awal pada cabang-cabang yang berbeda pada kladogram, terletak di antara titik
cabang tertentu dan "kelompok mahkota", yang merupakan kelompok yang paling
diturunkan, yang diletakkan di ujung suatu garis keturunan.

Peralihan vs moyang

Ada suatu kesalahpahaman yang disebabkan oleh suatu konsep bahwa bentuk
peralihan antara dua kelompok taksonomi berbeda pastilah merupakan moyang
secara langsung bagi satu atau dua kelompok keturunannya. Ini ditambah lagi oleh
fakta bahwa tujuan taksonomi evolusioner adalah untuk berusaha
mengidentifikasi taksa yang merupakan moyang bagi taksa lainnya. Akan tetapi,
hampir tidak mungkin untuk dapat yakin bahwa setiap bentuk yang ditunjukkan
dalam rekaman fosil merupakan leluhur langsung dari makhluk lainnya. Pada
kenyataannya, karena evolusi merupakan suatu proses yang bercabang yang
menghasilkan pola rumit mirip semak yang menunjukkan spesies yang saling
berkaitan dan bukannya suatu proses linear yang menghasilkan perkembangan
mirip tangga, dan karena tidak lengkapnya rekaman fosil, agak tidak mungkin jika
bentuk apapun yang ditunjukkan dalam rekaman fosil merupakan leluhur
langsung bagi yang lainnya. Kladistika sangat tidak menekankan konsep
mengenai satu kelompok taksonomi sebagai nenek moyang bagi yang lainnya,
malah menekankan konsep mengidentifikasi taksa bersaudara yang saling
memiliki leluhur yang sama secara lebih terkini daripada dengan kelompok
lainnya. Ada beberapa kasus pengecualian, misalnya beberapa fosil mikro
plankton laut, yang mana rekaman fosilnya cukup lengkap untuk menunjukkan
secara cukup yakin bahwa fosil-fosil tertentu mewakili populasi yang sebenarnya
merupakan nenek moyang bagi populasi setelahnya yang merupakan sepesies
yang berbeda, namun secara umum fosil peralihan dianggap memiliki ciri-ciri
yang menunjukkan ciri anatomi peralihan dari leluhur bersama yang sebenarnya
bagi beberapa taksa dan bukannya leluhur itu sendiri.[9]

Perbandingan dengan bentuk 'pertengahan'

Restorasi hidup Gerobatrachus hottoni, juga dikenal sebagai frogmander. Hewan


ini memiliki ciri-ciri kodok dan salamander dan karena itu dipercaya sebagai
nenek moyang bersama bagi kedua kelompok makhluk tersebut.

Istilah 'peralihan' dan 'pertengahan' paling sering digunakan sebagai sinonim, akan
tetapi, ada perbedaan antara keduanya:

"Peralihan" dapat digunakan untuk merujuk kepada bentuk yang tidak


memiliki sejumlah banyak ciri turunan yang unik yang juga tidak dimiliki
oleh kerabat turunannya. Dengan kata lain, organisme peralihan secara
morfologis dekat dengan nenek moyang bersama yang sebenarnya yang
juga merupakan nenek moyang kerabat turunanya.
"Pertengahan" dapat digunakan untuk merujuk kepada bentuk yang
memiliki sejumlah banyak ciri turunan yang unik yang tidak berkaitan
dengan kerabat turunanya.

Berdasarkan pengertian ini, Archaeopteryx, yang tidak memiliki ciri turunan


apapun yang juga tidak dimiliki oleh burung-burung turunannya, merupakan
bentuk peralihan. Sebaliknya, platipus merupakan bentuk pertengahan karena
mereka memiliki ciri-ciri reptil tertentu yang tidak lagi dimiliki oleh mamalia
modern dan platipus juga memiliki ciri-ciri turunan dari hewan akuatik yang
sangat terspesialisasi.

Menurut definisi ini, semua organisme hidup pada kenyataannya dapat dianggap
sebagai bentuk pertengahan jika mereka dibandingkan dengan beberapa bentuk
kehidupan lainnya yang berkaitan. Dan memang, ada banyak spesies pada masa
sekarang yang dapat disebut sebagai bentuk pertengahan antara dua kelompok
atau lebih.

Manusia Jawa (Homo erectus paleojavanicus), yang sering disebut sebagai mata
rantai yang hilang ketika pertama kali ditemukan pada tahun 1891.

Mata rantai yang hilang


Istilah "mata rantai yang hilang" merujuk kepada konsep statis praevolusi tentang
rantai keberadaan, sebuah gagasan deisme bahwa semua keberadaan terhubung,
mulai dari tanah, melalui kerajaan makhluk hidup hingga malaikat dan akhirnya
hingga tuhan.[10] Gagasan bahwa semua makhluk hidup terhubung melalui
semacam proses transmutasi telah muncul sebelum teori evolusi Darwin. Jean-
Baptiste Lamarck berpendapat bahwa kehidupan dihasilkan dalam bentuk makjluk
paling sederhana secara konstan, dan kemudian berjuang menuju kesempurnaan
dan kerumitan (yaitu manusia) melalui serangkaian bentuk lebih rendah.[11] Dalam
pandangannya, hewan lebih rendah hanyalah pendatang baru dalam panggung
evolusi.[12]
Pada kenyataannya, semakin lama semakin banyak fosil peralihan yang
ditemukan. Ini semakin menambah pengetahuan mengenai proses peralihan
evolusi itu sendiri,[3][13] dan semakin banyak pula penemuan fosil peralihan yang
dulunya dianggap sebagai "mata rantai yang hilang". Ini menjadikan istilah "mata
rantai yang hilang" sebagai istilah yang tidak akurat.

Istlah "mata rantai yang hilang" digunakan oleh Charles Lyell dalam cara yang
cukup berbeda dalam karyanya, Elements of Geology, pada tahun 1851, namun
menjadi terkenal dengan maknanya yang sekarang berkat kemunculan istilah ini
dalam karya Lyell lainnya yang berjudul Geological Evidences of the Antiquity of
Man pada tahun 1863 pada halaman xi. Pada masa itu para geolog mengabaikan
penafsiran injil secara harfiah dan secara umum dipercaya bahwa akhir periode
glasial terakhir menandai kemunculan pertama umat manusia, suatu pendapat
yang dikemukakan oleh Lyell dalam karyanya Element of Geology. Sementara itu
Geological Evidences of the Antiquity of Man mendasarkan pada temuan-temuan
baru untuk menempatkan asal usul manusia jauh lebih tua pada masa lalu geologis
yang lebih purba. Tulisan Lyell, yang jelas dan hidup, memicu imajinasi publik,
dan menginspirasi Jules Verne dalam karyanya Journey to the Center of the
Earth, serta menginspirasi juga edisi kedua dari La Terre avant le dluge karya
Louis Figuier pada tahun 1867, yang menyertakan ilustrasi dramatis mengenai
pria dan wanita purba yang mengenakan kulit binatang dan membawa-bawa
kapak batu, menggantikan ilustrasi Taman Eden, yang ditampilkan pada edisi
pertamanya pada tahun 1863.[14]

Gagasan mengenai "mata rantai yang hilang" antara manusia dan hewan "yang
lebih rendah" tetap tersimpan dalam imajinasi publik.[15] Konsep ini menjadi
semakin terkenal dengan ditemukannya Australopithecus africanus (Bocah
Taung), Australopithecus sediba,[16][17] Homo erectus (Manusia Peking, Manusia
Jawa, Bocah Turkana), dan fosil-fosil Hominina lainnya.[18][19]

Kesalahpahaman

Fosil Eupodophis descouensi, yang merupakan bentuk peralihan antara kadal


Cretaceous dan ular tak berkaki.
Kerangka Hyrachyus, nenek moyang bersama bagi tapir dan badak, yang
ditemukan di Jamaika. Hyrachyus memiliki tubuh yang mirip tapir namun giginya
lebih mirip gigi badak.

Para pendukung kreasionisme sangat sering membuat klaim mengenai keberadaan


atau implikasi dari fosil peralihan. Banyak dari klaim yang dibuat oleh para
kreasonis itu tidak dianggap benar oleh kalangan paleontolog,[20][21] dan dalam
beberapa kasus klaim dari para kreasionis adalah menyesatkan.[22] Beberapa klaim
tersebut adalah:

'Tidak ada fosil peralihan.' Ini adalah klaim yang dinyatakan oleh
kelompok-kelompok semacam Answers in Genesis dan Institute for
Creation Research.[3][20][23][24] Klaim semacam ini mungkin didasarkan
pada kesalahpahaman konsep mengenai apa yang dianggap sebagai ciri-
ciri peralihan.[23] Klaim ini juga dianggap sebagai siasat yang digunakan
oleh para kreasionis untuk memutarbailkkan atau mendiskreditkan teori
evolusi dan disebut sebagai "kebohongan kreasionis yang paling
disukai".[25] Sementara itu beberapa kreasionis memperdebatkan
kurangnya bentuk peralihan.[26]

'Tidak ada fosil yang ditemukan memiliki organ tubuh yang tidak
berfungsi secara penuh.'[27] Pada kenyataanya, banyak contoh organ
vestigial (tidak memiliki fungsi penuh) pada makhluk hidup, misalnya
kaki paus,[28] sayap burung yang tak dapat terbang, panggul dan paru-paru
ular, serta banyak sekali organ dalam tubuh manusia, di antaranya adalah
tulang ekor, plica semilunaris, dan usus buntu.

Henry M. Morris dan para kreasionis lainnya mengklaim bahwa evolusi


memperkirakan perubahan bertahap yang berkelanjutan pada rekaman
fosil, dan telah salah memahami rekaman yang hanya ada sebagian
sebagai "celah sistematis". Pada kenyataannya, makhluk biologis
membutuhkan keadaan yang sangat khusus dan jarang supaya dapat
berubah menjadi fosil, akibatnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan
bentuk kehidupan yang pernah menghuni bumi yang dapat ditemukan
dalam bentuk fosil dan tiap temuan fosil hanya merupakan satu kilasan
kecil dari proses evolusi itu sendiri. Proses peralihan itu sendiri hanya
dapat diilustrasikan dan dikuatkan dengan fosil peralihan, namun fosil
peralihan tidak akan pernah menunjukkan satu titik pasti yang tepat berada
di tengah di antara bentuk terpisah yang berbeda.[23]
Keseimbangan bersela

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keseimbangan bersela

Teori keseimbangan bersela yang dikembangkan oleh Stephen Jay Gould dan
Niles Eldredge dan pertama kali dikemukakan pada tahun 1972[29] seringkali
secara keliru disertakan dalam perbincangan mengenai fosil peralihan. Pada
kenyataannya, teori ini hanya membahas peralihan yang terdokumentasi dengan
baik dalam satu taksa atau antara taksa yang berkaitan dekat pada periode waktu
yang secara geologis pendek. Peralihan ini, biasanya terlacak dalam banyak
singkapan geologis, seringkali menunjukkan lompatan-lompatan kecil dalam
morfologi antara perpanjangan periode kestabilan morfologi. Untuk menjelaskan
lompatan-lompatan ini, Gould dan Eldredge menggambarkan kestabilan genetis
pada periode yang relatif lama yang dipisahkan oleh beberapa periode evolusi
yang cepat. Gould memberikan komentar berikut mengenai para kreasionis yang
menyalahgunakan karyanya untuk membantah keberadaan fosil peralihan:[30]

Karena kami mengemukakan keseimbangan bersela untuk menjelaskan


perkembangan, adalah sangat menyebalkan karena karya kami terus-
menerus dikutip oleh para kreasionisentah secara sengaja ataupun
karena kebodohan, aku tidak tahuuntuk menunjukkan bahwa rekman
fosil tidak memiliki bentuk peralihan. Keberselaan terjadi pada
tingkatan spesies; kecenderungan arah (pada model tangga) banyak
terjadi pada tingkatan peralihan yang lebih tinggi dalam kelompok-
kelompok besar.
Stephen Jay Gould

Anda mungkin juga menyukai