1. Pendahuluan.
Dengan belajar dari pengalaman pada beberapa dasa warsa terakhir yang telah
melahirkan perekonomian yang kurang sehat, maka kebijakan pembangunan di era
reformasi ini dilakukan dengan keberpihakan pada ekonomi rakyat (sistim ekonomi
kerakyatan) melalui salah satu programnya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Menengah dan Koperasi ( Arwan G. dan Yeti A.2003). Keberadaan usaha kecil
menengah dan koperasi merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat
Indonesia .
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi dalam dimensi
pembangunan nasional yang berlandaskan system ekonomi kerakyatan, tidak hanya
ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antargolongan pendapatan dan
antar pelaku ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu pengembangan PKMK
yang mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam mempercepat perubahan structural, yaitu dengan meningkatnya
perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan PKMK
merupakan1 prioritas dan menjadi sangat vital (Soedarna, 2001).
Peran UKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama
setelah krsisis tahun 1977. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk mencari
debitur yang tidak bermasalah, UKM menjadi alternatif penyaluran kredit perbankan.
Berdasarkan data BPS tahun 2003 terdapat 42,39 jt UKM atau 99,9 % total unit
usaha dan mampu menyerap tenaga kerja 79,4jt atau 99,4% angkatan kerja Data BPS
juga memperkirakan 57 % PDB bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang
hampir 15 % dari ekspor barang Indonesia. Ditinjau dari reputasi kreditnya, UKM
juga mempunyai prestasi yang cukup membanggakan dengan tingkat kemacetan
kredit yang relatif kecil. Pada akhir tahun 2002 tingkat kredit bermasalah UKM hanya
mencapai 3,9% dibandingkan dengan total kredit perbankan yang mencapai 10,2%.
Hasil penelitian Pusat Data dan Informasi Departemen Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil (tahun 1998) terhadap 69.609 perusahaan industri
1
1
menunjukkan bahwa sebanyak 19.268 perusahaan mengurangi kegiatan usahanya dan
sisanya menghentikan kegiatan usahanya. Akan tetapi tidak semua lini usaha
mengalami kebangkrutan di masa krisis . Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
usaha kecil dan menengah relatif memiliki kekuatan untuk bertahan hidup
dibandingkan usaha besar dalam menghadapi goncangan. Dalam hal ini usaha kecil
dan menengah memberikan optimisme untuk bertahan dan berkembang
(Surachman, 2003).
Aapabila dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk menanggulangi
kemmiskinan, UKM dapat berperan sekurang-kurangnya melalui dua saluran.
Pertama melalui penciptaan lapangan kerja, karena lapangan kerja merupaka upaya
penanggulangan kemiskinan yang efektif dan berkelanjutan (sustainable), dan kedua
melalui pengembangan usaha kecil secara langsung dapat memberdayakan
masyarakat miskin sehingga potensi usahanya dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kemakmuran mereka.
Meskipun Usaha Kecil Menengah di masa krisis cukup signifikan peranannya
dalam menggerakan perekonomian, termasuk menampung tenaga kerja yang
terhempas akibat krisis, namun kinerja Usaha Kecil dan Menengah masih perlu untuk
mendapatkan perhatian tersendiri (Tatang, 2004).
2
Kriteria lain ,jenis usaha dilihat dari jumlah karyawan(tenaga kerja) yang
dipekerjakankan menurut Biro Pusat Statistik (BPS) adalah sebagai berikut : suatu
usaha y ang mempekerjakan tidak lebih dari 4 (empat) orang merupakan usaha rumah
tangga atau usaha mikro, jika mempekerjakan antara 5 (lima) orang sampai dengan 19
(sembilan belas orang) adalah usaha kecil, jika mempekerjakan
antara 20 (dua puluh) orang sampai 99 orang karyawan adalah usaha menengah, dan
yang mempekerjakan karyawan 100 orang atau lebih merupakan perusahaan besar.
Sedangkan Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasisekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan (Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian)
5
perusahaan besar seringkali terjadi pola yang bertentangan dengan yang seharusnya,
dimana pengusaha kecil malah mensubsidi pengusaha besar.
Kesulitan memperoleh kredit. Walaupun usaha kecil dan menengah yang
sesungguhnya andal terhadap krisis, sulit untuk mendapat fasilitas karena terbentur
pada aturan-aturan perkreditan yang komplek dan dilematis bagi mereka dan bank
pemberi kredit (Kamio, 2003)
6
5. Sasaran Pembinaan dan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan upaya/proses untuk membuat sesuatu yang tadinya
tidak berdaya menjadi berdaya. Pembinaan adalah suatu perlakuan agar UKM
memiliki kemampuan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui
pembinaan. Adapun sasaran pembinaan yang dilakukan terhadap pengusaha kecil
adalah mengurangi atau kalau mungkin menghilangkan kelemahan-kelemahan dan
hambatan-hambatan yang dimiliki/dihadapi perusahaan serta meningkatkan dan
memanfaatkan keunggulan dan peluangnya, seperti :
Berkembangnya skala usaha , peluang usaha, dan pangsa pasar. Dengan
adanya intervensi dari pihak eksternal, diharapkan skala usaha mereka dapat
ditingkatkan dari kecil menjadi menengah, dan dari menengah menjadi besar. Begitu
juga dengan adanya bantuan untuk akses ke pihak luar, maka peluang usaha dan
pangsa pasar dapat dikembangkan.
Akses terhadap sumber permodalan. Membantu akses ke penyandang
dana/investor atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan masalah kebutuhan
permodalan perusahaan, karena bukan mereka tidak mau memberikan pendaan
kepada para pengusaha, akan tetapi karena masing-masing tidak tahu dan tidak saling
kenal. Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitator yang bisa menghubungan antara
kedua pihak tersebut.
Peningkatan kemampuan kewirausahaan. Kemampuan kewirausahaan
merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, dimana seorang
pengusaha harus mampu mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang secara
jelas, mengambil risiko yang moderat, memotivasi karyawan, menjalin kerjasama
dengan berbagai pihak, dan sifat kewirausahaan lainnya.
Peningkatan kemampuan manajerial dan kemampuan teknis. Seorang
pengusaha adalah seorang manajer, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk
mengkoordinasikan semua bawahannya serta memanage seluruh potensi yang
dimiliki. Keterampilan teknis karyawan pada Usaha Kecil Menengah umumnya
rendah, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan yang
seringkali tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Peningkatan dan pemantapan keterkaitan dan kemitraan yang saling
membutuhkan, saling menghidupi, dan saling menguntungkan. Saat ini seringkali
terjadi kemitraan yang tidak sesuai dengan pola yang diinginkan. Dalam kemitraan
Usaha kecil dengan Usaha Besar, seharusnya usaha besar bisa memberikan subsidi
7
kepada usaha kecil, tapi seringkali dijumpai kondisi sebaliknya dimana usaha kecillah
yang mensubsidi usaha besar.
9
6.2. Pemberdayaan KKMB
Memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan adanya fasilitator yang
bisa menghubungkan antara kedua pihak (UKMK sebagai pihak yang memerlukan
dana lembaga permodalan) tersebut sehingga tercapai understanding antara UKM
dengan sumber permodalan (bank). Salah satu upaya yang dilakukan adalah
pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Konsultan merupakan
anggota atau unsur Lembaga Penyedia Jasa Pengembangan Usaha (Business
Development Services Provider/BDS-P) yang memenuhi standar kualifikasi tertentu.
Yang dimaksud dengan BDS-P menurut Kementrian Koperasi dan UKM adalah
lembaga yang memberikan layanan pengembangan bisnis dalam rangka
meningkatkan kinerja UKM. Lembaga tersebut berbadan hukum, bukan lembaga
keuangan, serta dapat memperoleh fee dari jasa layanannya.
Dalam hubungannya dengan pemberdayaan KKMB jasa yang diberikan oleh
BDS-P adalah konsultasi/pendampingan dalam hal manajemen/analisis keuangan
agar mempercepat peningkatan UKM yang dapat bermitra dengan bank sehingga dana
yang tersedia di perbankan dapat terserap/dimanfaatkan oleh UKM secara baik,
disertai pembinaanya.
6.3. Perluasan pangsa pasar
Kemampuan untuk menguasai pasar merupakan syarat mutlak agar usaha bisa
tetap eksis atau berkembang. Suatu usaha harus mampu mengaktualkan potensi pasar
yang ada seoptimal mungkin, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Untuk memperluas pangsa pasar ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti :
pameran, temu usaha, melalui internet.
Disamping itu berkaitan dengan pemasaran ini perlu mengupayakan untuk
memotong rantai distribusi sehingga kesempatan memperoleh keuntungan bisa
ditingkatkan. Jika produknya merupakan komoditi ekspor, maka perlu diupayakan
agar pengusaha produsen sekaligus menjadi eksportir.
7. Keberpihakan Pemerintah.
Dalam proses pemberdayaan UKMK peran pemerintah sangat diperlukan,
dimana pengembangan UKMK tidak sepenuhnya dapat diserahkan kepada
mekanisme pasar. Sampai saat ini pemerintah sudah cukup banyak melakukan upaya-
upaya dalam mendorong pemberdayaan UKMK. Sebagai wujud keseriusan
pemerintah, dalam rangka memberdayakan UKM, pada hari kebangkitan Nasional 20
Mei yang lalu pemerintah telah mencanangkan sebagai momentum Kebangkitan
UKM. Sebagian upaya yang telah dilakukan antara lain :
1. Membentuk Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
2. Memberikan berbagai fasilitas kredit.
3.Mengeluarkan kebijakan Pembinaan UKMK melalui pemanfaatan dana bagian
dari laba BUMN
4. Menentukan plafon kredit bagi UKMK di bank komersil.
5. Mendirikan Lembaga Pembiayaan
6. Memberi berbagai Bantuan seperti : dana bergulir usaha penggemukan sapi potong,
bantuan teknis pengembangan usaha agroindustri sutera, dana bergulir bagi
koperasi mina dalam rangka pengembangan penangkapan ikan.dsb.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, akan tetapi masih
belum cukup untuk dapat mendorong pertumbuhan UKMK, yakni terdapat berbagai
12
kebijakan yang tidak kondusip, baik yang masih belum mampu mendorong
pertumbuhan, atau bahkan ada yang menghambat pengembangan UKMK seperti :
1. Kebijakan dalam perpajakan,
2. Berbagai perda yang berujung retribusi
4. Penyederhanaan perijinan
5. Insentif
Pengembangan Bidang
Pelatihan .-Manajemen Lembaga Keuangan
Pemerintah
Pendampingan -Keuangan
-Informasi dan Perbankan
Daerah Konsultasi -Pemasaran
Temu Usaha -Produksi
UKM
13
Sedangkan proses pemberdayaan dilaksanakan melalui tahap-tahap seperti pada
skema berikut ini.
pppe
Masalah: Kebutuhan: Pendanaan:
Identifikasi Pelatihan Lembaga Keuangan dan
Analisis Perbankan
Bidang Pendampingan
- Manajemen BUMN/BUMS
- Produksi Konsultasi
- Keuangan Pemerintah
- Pemasaran Temu Usaha
- Informasi Masyarakat
Alternatif Informasi
Pemecahan .* Lembaga lain
Masalah
14
DAFTAR PUSTAKA
Antara, 2004, Pemerintah Akan Canangkan 2004 Sebagai Tahun Kebangkitan UKM,
Kompas tanggal 19 April, Jakarta.
15
Surachman Sumawihardja, 2003, Mengembangkan Keunggulan Bersaing Usaha
Kecil dan Menengah untuk Mencapai Posisi Pasar yang Kuat dan
Berkelanjutan dalam Era Global, Orasi Ilmiah, disampaikan dalam
rangka Dies Natalis Universitas Siliwangi ke 25, tanggal 6 Juni 2003 di
Tasikmalaya.
16
ANALISIS COMPETITIVE BENCHMARKING BERDASARKAN PERSEPSI
PENDENGAR PADA STASIUN RADIO SWASTA DI KOTA TASIKMALAYA
Competitive Benchmarking Analysis based on listener perception on private radio
station in Tasikmalaya. This research serves to add to the knowledge in service
marketing literature by improving understanding of the benchmarking competitive
analysis based on costumer perception. Using data collected from four station radio,
the finding indicated product attribute as the most important of its existence on radio
station, Style FM as the referenced ideal radio station which being the research object,
The Benchmarking Gap is exist among private radio station in Tasikmalaya with Style
FM have excellence at the seven factors determinant of excellence at radio station
(Product, Place, Price, Promotion, People, Process and Physical Evidence)
18
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengambil dari
variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari tujuh variabel yang kemudian
ditetapkan sebagai atribut determinan yang dijadikan tolak ukur sebagai dasar
penilaian pendengar terhadap kinerja stasiun radio. Variabel-variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Product
2. Place
3. Price
4. Promotion
5. People
6. Process
7. Physical evidence (Yazid, 2001 ; 19)
Langkah kedua dalam benchmarking, adalah mengadakan riset primer dan
sekunder. Ini meliputi penyelidikan, penyingkapan rahasia atau proses tertentu dalam
perusahaan atau dalam penelitian ini stasiun radio sasaran. Langkah ketiga dalam
benchmarking adalah menganalisis data yang terkumpul guna menyusun temuan dan
rekomendasi. Analisis ini meliputi dua aspek yaitu, penentuan besaran kesenjangan
kinerja antar stasiun radio dengan menggunakan metrik-metrik yang diidentifikasi
pada tahap perencanaan, dan pengidentifikasian faktor penentu proses yang
memberikan nilai tambah pada stasiun radio yang dijadikan tolok ukur.
Langkah keempat adalah adaptasi, pengembangan dan implementasi faktor
penentu proses benchmarking yang cocok. Tujuannya adalah mengubah organisasi
sedemikian rupa sehingga meningkatkan kinerjanya.
Mengadapt
Mengadapt
asikan,
asikan,
mengemba
mengemba Merencanakan
ngkan
ngkandan
dan Merencanakan
studi
mengimple AKSI RENCANA studi
mengimple
mentasikan
mentasikan
temuan
temuan
STASIUN RADIO
STASIUN RADIO
Martha FM
Martha FM
Style FM
Style FM
eMDiKei FM
eMDiKei FM
Q FM
Q FM
Peningkatan kinerja
Peningkatan kinerja
20
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Mengacu pada kerangka pemikiran (Gambar 2), maka di bangun hipotesis
yang akan diuji pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Produk merupakan atribut yang dianggap paling penting keberadaannya pada
stasiun radio.
2. Style FM merupakan stasiun radio di Kota Tasikmalaya yang dijadikan acuan
dalam melakukan benchmarking.
3. Terdapat kesenjangan kinerja (benchmarking gap) antar stasiun radio di Kota
Tasikmalaya berdasarkan persepsi pendengar.
METODOLOGI
Untuk menguji hipotesis, sampel diambil dari pendengar empat stasiun radio
yang ada di kota Tasikmalaya yang memiliki segmentasi pendengar yang sama yaitu
usia remaja-dewasa (Martha FM, Style FM, eMDiKei Fm dan Q FM) selama bulan
Juli-Agustus. Dengan menggunakan aksidental sampling, setelah kuesioner di uji
coba, 56 kuesioner didistribusikan kepada pendengar keempat stasiun radio tersebut.
Dari 56 kuesioner yang dibagikan, seluruhnya kembali dan dapat digunakan untuk
pengolahan data.
Berdasarkan literatur yang ada maka penelitian ini menggunakan variabel
bauran pemasaran jasa (tabel 1) sebagai operasional variabel untuk mengukur atribut
yang paling penting keberadaannya di stasun radio sekaligus sebagai alat untuk
mengukur kinerja dan Gap antar stasiun radio.
21
melakukan kegiatannya 2. Mudah
dijangkau
22
7. Physical Keadaan suatu stasiun 1. Kondisi
Environment yang diwujudkan dalam bangunan
bentuk fisik 2. Peralatan
off air
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu bagian pertama mengukur atribut determinan yang paling penting
keberadaannya pada stasiun radio dan bagian kedua mengukur kinerja sekaligus Gap
di antara keempat stasiun radio yang dijadikan objek penelitian. Mengingat variabel-
variabel tersebut merupakan hal yang subjektif berdasar atas persepsi pendengar,
maka variabel-variabel tersebut diukur dengan menggunakan 5 poin skala likert :
sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5)
ALAT ANALISIS
Untuk menguji hipotesis pertama, digunakan benchmarking analysis atribute,
yaitu dilakukan dengan cara melakukan pembobotan terhadap masing-masing atribut
berdasarkan tingkat kepentingannya (M. Fakhrudin dan Arifin Johar, 1997). Dimana
atribut determinan stasiun radio yang mempunyai skor pembobotan paling tinggi
merupakan atribut yang paling dominan bagi pendengar dalam mendengarkan siaran
radio. Hipotesis diterima jika atribut produk memperoleh bobot paling tinggi
berdasarkan persepsi pendengar.
Hipotesis kedua diuji dengan metrik competitive benchmarking analysis, yang
dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kinerja stasiun radio yang diteliti
berdasarkan persepsi pendengar dengan melihat nilai atribut dari masing-masing
stasiun radio. Nilai atribut diperoleh dengan mengalikan skor dengan bobot tingkat
kepentingannya. Hipotesis diterima jika Style FM memperoleh nilai paling tinggi
berdasarkan persepsi pendengar.
Hipotesis ketiga dilakukan dengan membandingkan kinerja antar stasiun radio
dengan mengambil acuan kepada stasiun radio yang mempunyai nilai tertinggi untuk
masing-masing atribut. Hipotesis diterima jika terdapat kesenjangan kinerja
(benchmarking gap) pada stasiun radio di Kota Tasikmalaya.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas
23
Untuk menguji apakah setiap butir pernyataan benar-benar dapat
mengungkapkan variabel yang diteliti dilakukan analisis validitas atau kesahihan
pernyataan. Korelasi ini dihitung dengan rumus product moment pearson, (Azwar,
2000). Hasil uji menunjukkan bahwa setiap butir pernyataan dinyatakan valid sesuai
kriteria validitas menurut Suharsimi arikunto yang secara lengkap dapat dilihat pada
tabel berikut :
Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui kuesioner yang disebarkan kepada responden andal atau
tidak, dilakukan analisis reliabilitas dengan teknik cronbachs alpha () yang hasil
pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut :
Dari uji reliabilitas (tabel 2) menunjukkan bahwa kuesioner yang disebar
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,76 adalah reliabel.
Benchmarking Analysis Attribute
24
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Benchmarking Analysis
Attribute diperoleh hasil bahwa atribut produk merupakan atribut yang paling penting
keberadaannya pada stasiun radio dengan memperoleh bobot nilai sebesar 0,0594.
Hasil keseluruhan analysis ini terlihat pada tabel 3
Tabel 3 Interpretasi tingkat kepentingan atribut stasiun radio swasta di Kota
Tasikmalaya pada tahun 2005
Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama bahwa
produk merupakan atribut paling penting keberadaannya pada stasiun radio diterima.
Competitive Benchmarking Analysis
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metrik competitive
benchmarking analysis, diperoleh hasl bahwa style FM memperoleh skor nilai
terbesar dibandingkan dengan stasiun radio yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Style FM merupakan stasiun radio yang
ideal untuk dijadikan acuan dalam melakukan Benchmarking diterima. Hasil
keseluruhan analisis ini terlihat pada tabel 4.
25
Tabel 4 Perbandingan tingkat kinerja stasiun radio swasta di Kota Tasikmalaya tahun 2005
Style FM Martha FM eMDiKei FM Q FM
No. Faktor yang Dinilai
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
PRODUCT
Kelengkapan jenis musik yang
1
diputar 266 16,2992 250 15,3188 244 14,9511 234 14,3384
2 Variasi acara music 253 14,9896 239 14,1602 232 13,7454 221 13,0937
Kualitas berita dan informasi yang
3
disampaikan 244 14,0716 246 14,187 222 12,8029 234 13,4949
PLACE
4 Kedekatan dengan pusat kota 246 13,3557 229 12,4328 213 11,5641 210 11,4012
5 Kemudahan jangkauan 237 13,134 209 11,5823 184 10,1969 178 9,8644
PRICE
6 Penetapan tarif iklan 230 12,228 222 11,8027 218 11,59 218 11,59
Penjelasan mengenai penetapan tarif
7
iklan 216 10,9484 204 10,3402 195 9,88398 206 10,4415
PROMOTION
8 Promosi atau iklan 226 12,3208 214 11,6666 208 11,3395 196 10,6853
9 Kegiatan off air 217 12,0746 214 11,9076 195 10,8504 191 10,6278
PEOPLE
10 Kualitas penyiar 249 14,0234 244 13,7418 226 12,7281 225 12,6718
11 Kualitas operator 243 13,4118 226 12,4735 218 12,032 213 11,756
12 Keramahan 233 12,9649 231 12,8536 214 11,9076 207 11,5181
PROCESS
13 Kejernihan suara 255 14,3039 252 14,1356 238 13,3503 224 12,565
14 Jangkauan siaran 245 13,9637 241 13,7358 230 13,1088 223 12,7098
15 Partisipasi pendengar 234 12,7569 232 12,6479 215 11,7211 209 11,394
16 Media komunikasi bagi pendengar 235 12,8644 227 12,4264 208 11,3863 206 11,2769
PHYSICAL EVIDENCE
17 Kondisi bangunan 254 13,5612 237 12,6535 210 11,212 204 10,8916
18 Peralatan off air 236 13,0255 220 12,1424 216 11,9216 198 10,9281
Total 4319 240,2976 4148 230,2086 3886 216,2922 3797 211,2487
26
Berdasarkan hasil competitive benchmarking yang dapat dilihat pada tabel 4
diketahui adanya kesenjangan kinerja (benchmarking gap) pada stasiun radio swasta
di Kota Tasikmalaya. Kesenjangan kinerja (benchmarking gap) antar stasiun radio
swasta di Kota Tasikmalaya dapat dilihat lebih jelas pada tabel 5
Tabel 5 Benchmarking gap stasiun radio swasta di Kota Tasikmalaya
tahun 2005
1
2
KETERBATASAN PENELITIAN
Meskipun penelitian ini memberikan gambaran terhadap persaingan stasiun
radio di kota Tasikmalaya, penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang
harus diperhatikan dengan seksama dalam memahami penelitian ini.
Penelitian ini difokuskan pada persepsi pendengar akan kinerja empat
stasiun radio yang memiliki segmen pendengar yang sama. Pada kenyataannya,
stasiun radio yang ada sangat banyak dan memiliki segmen pendengar yang
beraneka ragam. Sehingga, penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal
generalisasi temuannya. Dengan kata lain, hasil penelitian ini sulit digeneralisasi ke
stasiun radio lainnya terutama yang memiliki segmen pendengar yang berbeda.
Keterbatasan lainnya, mengingat keterbatasan dana dan waktu, adalah
sampling yang digunakan. Penelitian ini menggunakan aksidental sampling dengan
2
3
jumlah sampel yang minimal. Sehingga data yang dikumpulkan tidak betul-betul
mewakili persepsi dari pendengar keempat stasiun radio yang diteliti. Sehingga
sebagaimana keterbatasan yang pertama, maka hasil temuan ini harus diartikan
secara hati-hati.
KESIMPULAN
Penelitian ini telah menunjukkan arti penting competitive Benchmarking serta
persepsi konsumen dalam menilai posisi relatif suatu perusahaan dalam persaingan
bisnis serta serta menilai kinerja perusahaan yang dicapai. Industri stasiun radio
merupakan industri yang cukup tinggi persaingannya, keberhasilan stasiun radio
dalam menyediakan siaran radio yang sesuai dengan selera pendengar serta
kemampuan stasiun radio dalam peningkatan kualitas sumber daya manusianya
merupakan suatu hal yang penting dalam upaya meningkatkan kinerja serta dalam
menarik minat para pendengarnya. Sehingga dengan peningkatan factor-faktor
tersebut, stasiun radio dapat menghadapi persaingan dengan lebih efektif dan
efisien.