Anda di halaman 1dari 29

PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI

Disampaikan pada seminar pemberdayaan UKM, Dekopinda Tasikmalaya *

1. Pendahuluan.
Dengan belajar dari pengalaman pada beberapa dasa warsa terakhir yang telah
melahirkan perekonomian yang kurang sehat, maka kebijakan pembangunan di era
reformasi ini dilakukan dengan keberpihakan pada ekonomi rakyat (sistim ekonomi
kerakyatan) melalui salah satu programnya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Menengah dan Koperasi ( Arwan G. dan Yeti A.2003). Keberadaan usaha kecil
menengah dan koperasi merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat
Indonesia .
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi dalam dimensi
pembangunan nasional yang berlandaskan system ekonomi kerakyatan, tidak hanya
ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antargolongan pendapatan dan
antar pelaku ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu pengembangan PKMK
yang mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam mempercepat perubahan structural, yaitu dengan meningkatnya
perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan PKMK
merupakan1 prioritas dan menjadi sangat vital (Soedarna, 2001).
Peran UKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama
setelah krsisis tahun 1977. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk mencari
debitur yang tidak bermasalah, UKM menjadi alternatif penyaluran kredit perbankan.
Berdasarkan data BPS tahun 2003 terdapat 42,39 jt UKM atau 99,9 % total unit
usaha dan mampu menyerap tenaga kerja 79,4jt atau 99,4% angkatan kerja Data BPS
juga memperkirakan 57 % PDB bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang
hampir 15 % dari ekspor barang Indonesia. Ditinjau dari reputasi kreditnya, UKM
juga mempunyai prestasi yang cukup membanggakan dengan tingkat kemacetan
kredit yang relatif kecil. Pada akhir tahun 2002 tingkat kredit bermasalah UKM hanya
mencapai 3,9% dibandingkan dengan total kredit perbankan yang mencapai 10,2%.
Hasil penelitian Pusat Data dan Informasi Departemen Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil (tahun 1998) terhadap 69.609 perusahaan industri
1

1
menunjukkan bahwa sebanyak 19.268 perusahaan mengurangi kegiatan usahanya dan
sisanya menghentikan kegiatan usahanya. Akan tetapi tidak semua lini usaha
mengalami kebangkrutan di masa krisis . Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
usaha kecil dan menengah relatif memiliki kekuatan untuk bertahan hidup
dibandingkan usaha besar dalam menghadapi goncangan. Dalam hal ini usaha kecil
dan menengah memberikan optimisme untuk bertahan dan berkembang
(Surachman, 2003).
Aapabila dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk menanggulangi
kemmiskinan, UKM dapat berperan sekurang-kurangnya melalui dua saluran.
Pertama melalui penciptaan lapangan kerja, karena lapangan kerja merupaka upaya
penanggulangan kemiskinan yang efektif dan berkelanjutan (sustainable), dan kedua
melalui pengembangan usaha kecil secara langsung dapat memberdayakan
masyarakat miskin sehingga potensi usahanya dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kemakmuran mereka.
Meskipun Usaha Kecil Menengah di masa krisis cukup signifikan peranannya
dalam menggerakan perekonomian, termasuk menampung tenaga kerja yang
terhempas akibat krisis, namun kinerja Usaha Kecil dan Menengah masih perlu untuk
mendapatkan perhatian tersendiri (Tatang, 2004).

2. Pengertian Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.


Usaha Kecil menurut Undang-Undang No,.9 tahun 1995 adalah usaha
produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Yang dimaksud dengan Usaha Menengah menurut Inpres No. 5 Tahun 1998,
adalah usaha yang bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih
lebih besar dari Rp.200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak sebesar Rp.10.000.000.000.,00 ( sepuluh milyar rupiah)tidak termassuk tanah
dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit daari bank sebesar
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah).

2
Kriteria lain ,jenis usaha dilihat dari jumlah karyawan(tenaga kerja) yang
dipekerjakankan menurut Biro Pusat Statistik (BPS) adalah sebagai berikut : suatu
usaha y ang mempekerjakan tidak lebih dari 4 (empat) orang merupakan usaha rumah
tangga atau usaha mikro, jika mempekerjakan antara 5 (lima) orang sampai dengan 19
(sembilan belas orang) adalah usaha kecil, jika mempekerjakan
antara 20 (dua puluh) orang sampai 99 orang karyawan adalah usaha menengah, dan
yang mempekerjakan karyawan 100 orang atau lebih merupakan perusahaan besar.
Sedangkan Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasisekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan (Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian)

3. Keunggulan dan Peluang Pengembangan.


Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah memiliki beberapa keunggulan
komparatif terhadap usaha besar. Keunggulan tersebut antara lain : Dilihat dari
sisi permodalan, pengembangan usaha kecil memerlukan modal usaha yang
relatif kecil dibanding usaha besar. Disamping itu juga teknologi yang
digunakan tidak perlu teknologi tinggi, sehingga pendiriannya relatif mudah
dibanding usaha besar.
Motivasi usaha kecil akan lebih besar, mengingat hidup matinya tergantung
kepada usaha satu-satunya. Seseorang dengan survival motive tinggi tentu akan lebih
berhasil dibandingkan seseorang yang motivasinya tidak setinggi itu. Selain itu
adanya ikatan emosional yang kuat dengan usahanya akan menambah kekuataan para
pengusaha kecil dalam persaingan (Departemen Koperasi, 1995)
Memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyesuaikan dengan pola
permintaan pasar, bahkan sanggup melayani selera perorangan. Berbeda dengan usaha
besar yang umumnya menghasilkan produk masa (produk standar), peerusahaan kecil
produknya bervariasi sehingga akan mudah menyesuaikan terhadap keinginan
konsumen. Disamping itu juga mempunyai kemampuan untuk melayani permintaaan
yang sangat spesifik yang bila diproduksi oleh perusahaan skala besar tidak efisien
(tidak menguntungkan).
Merupakan tipe usaha yang cocok untuk proyek perintisan. Sebagian usaha
besar yang ada saat ini merupakan usaha sekala kecil yang telah berkembang, dan
untuk membuka usaha skala besar juga kadangkala diawali dengan usaha sekala
3
kecil. Hal ini ditujukan untuk menghindari risiko kerugian yang terlalu besar akibat
kegagalan jika usaha yang dijalankan langsung besar, sebab untuk memulai usaha
dengan skala besar sudah barang tentu diperlukan modal awal yang besar juga.
Gestation periode pendek sehingga quick yielding walaupun belum tentu high
yielding. Periode waktu sejak memulai sampai dengan produksi relatif lebih cepat
dibanding perusahaan besar sehingga otomatis lebih cepat menghasilkan. Akan tetapi
karena modal yang ditanamkannya juga kecil, maka hasil yang diperoleh juga
mungkin tidak besar.
Perdagangan bebas telah memberikan peluang kepada para pengusaha di
dalam negeri untuk dapat menjual produknya ke luar negeri.Dengan dibukanya
perdagangan bebas maka barier/penghambat untuk masuk ke suatu negara menjadi
tidak ada lagi. Dengan perkataan lain pergerakan barang dari suatu negara ke negara
lain menjadi mudah tanpa adma penghabat. Disamping itu dengan adanya depresiasi
rupiah, maka perdagangan luar negeri (ekspor) menjadi lebih terbuka dengan
memanfaatkan persaingan harga.
Dibukanya jalur penerbangan Bandung - Kuala Lumpur memberikan
kesempatan bagi para pengusaha di Jawa Barat untuk lebih mengakses pasar di
Malaysia. Berdasarkan data yang ada pada bulan april 2004 semua kursi habis
terjual, dan ternyata 60% dari penumpang adalah pengusaha.
Terdapat berbagai fasilitas dan kemudahan dari pemerintah. Hal ini merupakan
bukti dari komitmen pemerintah dalam menumbuhkembangkan usaha kecil dan
menengah.

4. Kelemahan dan Hambatan


Sebagai pelaku ekonomi UKM masih menghadapi kendala structural-
kondisional secara internal, separti struktur permodalan yang relatif lemah dan juga
dalam mengakses ke sumber-sumber permodalan yang seringkali terbentur masalah
kendala agunan (collateral) sebagai salah satu syarat perolehan kredit (Alimarwan
Hanan, 2003).
Keterampilan teknis rendah, dan teknologi produksi sederhana. Rendahnya
keterampilan teknis dari para pekerja berakibat pada sulitnya standarisasi produk.
Begitu juga penggunaan teknologi produksi yang sederhana mengakibatkan mutu
produk yang dihasilkan bervariasi. Kalau hal ini terjadi, maka produk yang dikirim
4
kemungkinan akan di klim oleh konsumen. Hal ini akan sangat merugikan, apalagi
jika produk ditolak oleh konsumen di luar negeri.
Para pekerja umumnya keluarga, artinya dalam perekrutan pekerja lebih
ditekankan kepada aspek kekeluargaan , yaitu lebih mementingkan kedekatan
hubungan dibandingkan dengan keahlian yang dimiliki.
Dalam manajemen tidak ada spesialisasi bahkan seringkali pemilik menangani
sendiri, artinya dalam menjalankan perusahaan tidak terdapat job description yang
jelas. Disamping itu tingkat perputaran tenaga kerja tinggi, hal ini akan
mengakibatkan sulitnya menjadikan tenaga menjadi betul-betul akhli.
Lemah dalam administrasi keuangan. Kondisi ini seringkali menjadi penyebab
sulitnya perusahaan mengajukan kredit ke pihak ketiga, sebab para investor baru mau
menanamkan uangnya kalau terjamin keamanannya, artinya uang yang
ditanamkannya dijamin akan kembali dan sekaligus memperoleh keuntungan.
Lemahnya administrasi keuangan mengakibatkan sulitnya melakukan penilaian
kelayakan.
Banyak biaya di luar pengendalian. Terkait dengan lemahnya administrasi
keuangan seringkali dijumpai tidak terdapat pemisahan yang jelas antara kekayaan
perusahaan dan kekayaan pribadi sehingga membengkaknya prive direksi. tidak
memperhitungkan penyusutan atas aktiva tetap, tidak memperhitungkan tenaga
keluarga.
Kesulitan memperoleh ijin usaha. Biroksrasi yang harus ditempuh UKM
dalam mengurus perijinan seringkali cukup panjang sehingga menyebabkan lamanya
waktu yang diperlukan untuk sampai memperoleh perijinan. Dalam usaha kesempatan
yang diperoleh tidak setiap saat, bahkan datangnya mungkin dalam waktu yang
terbatas, sementara itu pengurusan untuk memperoleh perijinan kadang-kadang
memakan waktu yang cukup lama. Kalau ini terjadi, maka kesempatan itu akan hilang
begitu saja.
Belum adanya/kurangnya perlindungan terhadap usaha kecil. Sesuatu yang
lemah mestinya dilindungi dari ancaman yang kuat. Karena tidak adanya
perlindungan hukum, seringkali ruang gerak usaha kecil terpojok oleh usaha besar.
Banyak perusahaan kecil gulung tikar karena terjunnya usaha besar ke bidang usaha
yang digeluti usaha kecil. Atau karena tidak memiliki hak cipta maka produknya
dihasilkan pihak lain sehingga usahanya tersingkirkan. Dalam kemitraan dengan

5
perusahaan besar seringkali terjadi pola yang bertentangan dengan yang seharusnya,
dimana pengusaha kecil malah mensubsidi pengusaha besar.
Kesulitan memperoleh kredit. Walaupun usaha kecil dan menengah yang
sesungguhnya andal terhadap krisis, sulit untuk mendapat fasilitas karena terbentur
pada aturan-aturan perkreditan yang komplek dan dilematis bagi mereka dan bank
pemberi kredit (Kamio, 2003)

Berkaitan dengan lembaga pembina. Sebuah usaha kecil kadangkala dibina


oleh lebih dari satu lembaga, yang masing-masing pembina memiliki tujuan yang
berbeda karena berbeda kepentingan, sehingga usaha kecil harus menyelesaikan
berbagai persoalan ( sekali tepuk harus mampu merenggut beberapa nyawa). Atau
bahkan pengusaha yang mulai berhasil waktunya habis hanya untuk melayani
pembina dan menerima tamu baik untuk kepentingan pembinaan, pendataan ataupun
studi banding.
Disetujuinya GATT dan perdagangan bebas akan membuka peluang bagi
pengusaha luar negeri untuk masuk ke Indonesia, karena pemerintah tidak bisa lagi
meamberikan proteksi. Artinya produk-produk luar negeri akan dengan mudah dan
bebas masuk ke Indonesia, yang pada akhirnya akan menyebabkan semakin kuatnya
persaingan komoditi industri kecil dari negara lain
High cost Economic. Hal ini terjadi karena terjadinya pengeluaran-
pengeluaran yang tidak dijumpai dalam pos pembiayaan alias munculnya biaya
siluman .
Menurunnya investasi dan perdagangan ke Indonesia. Dengan terjadina
berbagai kerusuhan di dalam negeri maka investor merasa keamanan investasinya
terancam, sehingga mereka mengalihkannya ke negara lain yang dianggap lebih
aman, misalnya Vietnam. Sebagai contoh di akhir tahun 2003 karena menghadapi
pemilu 2004 yang dihawatirkan tidak aman, di Bandung tidak kurang dari 10 investor
tekstil memindahkannya ke negara lain. Kondisi semacam ini wajar terjadi karena
aktivitas ekonomi banyak dipengaruhi aspek-aspek non ekonomi, seperti social,
politik, keamanan, dan sebagainya (Kartawan, 2004).

6
5. Sasaran Pembinaan dan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan upaya/proses untuk membuat sesuatu yang tadinya
tidak berdaya menjadi berdaya. Pembinaan adalah suatu perlakuan agar UKM
memiliki kemampuan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui
pembinaan. Adapun sasaran pembinaan yang dilakukan terhadap pengusaha kecil
adalah mengurangi atau kalau mungkin menghilangkan kelemahan-kelemahan dan
hambatan-hambatan yang dimiliki/dihadapi perusahaan serta meningkatkan dan
memanfaatkan keunggulan dan peluangnya, seperti :
Berkembangnya skala usaha , peluang usaha, dan pangsa pasar. Dengan
adanya intervensi dari pihak eksternal, diharapkan skala usaha mereka dapat
ditingkatkan dari kecil menjadi menengah, dan dari menengah menjadi besar. Begitu
juga dengan adanya bantuan untuk akses ke pihak luar, maka peluang usaha dan
pangsa pasar dapat dikembangkan.
Akses terhadap sumber permodalan. Membantu akses ke penyandang
dana/investor atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan masalah kebutuhan
permodalan perusahaan, karena bukan mereka tidak mau memberikan pendaan
kepada para pengusaha, akan tetapi karena masing-masing tidak tahu dan tidak saling
kenal. Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitator yang bisa menghubungan antara
kedua pihak tersebut.
Peningkatan kemampuan kewirausahaan. Kemampuan kewirausahaan
merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, dimana seorang
pengusaha harus mampu mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang secara
jelas, mengambil risiko yang moderat, memotivasi karyawan, menjalin kerjasama
dengan berbagai pihak, dan sifat kewirausahaan lainnya.
Peningkatan kemampuan manajerial dan kemampuan teknis. Seorang
pengusaha adalah seorang manajer, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk
mengkoordinasikan semua bawahannya serta memanage seluruh potensi yang
dimiliki. Keterampilan teknis karyawan pada Usaha Kecil Menengah umumnya
rendah, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan yang
seringkali tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Peningkatan dan pemantapan keterkaitan dan kemitraan yang saling
membutuhkan, saling menghidupi, dan saling menguntungkan. Saat ini seringkali
terjadi kemitraan yang tidak sesuai dengan pola yang diinginkan. Dalam kemitraan
Usaha kecil dengan Usaha Besar, seharusnya usaha besar bisa memberikan subsidi
7
kepada usaha kecil, tapi seringkali dijumpai kondisi sebaliknya dimana usaha kecillah
yang mensubsidi usaha besar.

6. Program Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.


Pemberdayaan UKMK merupakan perlakuan yang diberikan terhadap
UKMK yang tidak berdaya supaya menjadi berdaya dalam arti menghilangkan atau
paling tidak mengurangi kelemahannya serta mengaktualkan potensi dan
memanfaatkan peluangnya. UKMK yang berdaya adalah UKMK yang memiliki
kemampuan permodalan yang cukup, memiliki akses yang luas baik terhadap
investor, sumber bahan baku, calon konsumen dan para stakeholder lain, serta
memiliki daya saing yang kuat.
Dalam rangka meningkatkan kemampuannya UKMK membutuhkan :
pelatihan, pendampingan, konsultasi, dan temu usaha (Kartawan, 2004). Berkaitan
dengan fungsi pendampingan dan konsultasi, selama ini berbagai lembaga/instansi
telah melakukannya seperti : Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Departemen
Pertanian, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di BKKBN, Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Perguruan Tinggi , konsultan swasta dan
sebagainya.
UKM yang berdaya adalah UKM yang memiliki kemampuan permodalan
yang cukup, memiliki akses yang luas baik terhadap investor, sumber bahan baku,
calon konsumen serta para stakeholder, memiliki daya saing yang kuat. Untuk
mencapai hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :
meningkatkan akses ke perbankan/lembaga keuangan, pemberdayaan KKMB, melalui
kemitraan, dan meningkatkan kemampuan kewirausahaan.

6.1. Meningkatkan akses ke perbankan/sumber permodalan


Salah satu kelemahan Usaha Kecil Menengah dan koperasi adalah
kemampuan permodalan. Oleh karena itu, membantu akses ke sumber permodalan
atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan sebagian masalah kebutuhan
permodalan perusahaan. Dalam kenyataannya banyak UKM memerlukan dana dari
sumber permodalan, di lain pihak sumber permodalan memiliki cukup dana untuk
disalurkan kepada UKMK, akan tetapi terjadi suatu gap sehingga kedua kutub
tersebut tidak pernah ketemu sehingga tidak terjadi transaksi. Kendala-kendala
yang menjadi penyebab sulitnya UKMK mengakses sumber permodalan antara lain :
8
tidak saling mengenal antara sumber permodalan dengan UKMK, adanya perbedaan
kebiasaan dimana para pengusaha UKMK tidak terlalu akrab dengan pembukuan
sementara di lain pihak perbankan sangat akrab dengan pembukuan, ketidakmampuan
menyusun kelayakan usaha termasuk sulitnya memenuhi persyaratan administratif
yang diminta pihak pemilik dana.
Suatu hal yang wajar apabila pemilik dana dalam memberikan pendanaan
kepada pihak lain dengan sangat hati-hati, sebab siapapun dalam melepaskan dananya
berharap bahwa dana itu aman, dalam arti dana tersebut dijamin akan kembali dan
sekaligus memperoleh keuntungan daripadanya. Tanpa adanya saling mengenal tidak
mungkin pemilik dana memberikannya kepada pihak lain, hal ini sepadan dalam
kehidupan sehari-hari orang tidak akan menikah kalau masing-masing belum saling
kenal.
Usaha kecil seringkali tidak melakukan pembukuan atau membuat
pembukuan yang sangat sederhana, dimana berbagai biaya tidak diperhitungkan
dengan jelas seperti : tidak dilakukan penyusutan terhadap aktiva tetap, tidak
memperhitungkan biaya tenaga kerja pribadi atau keluarga, dan tidak memisahkan
asset perusahaan dengan kekayaan pribadi. Kondisi ini akan menimbulkan kesulitan
kepada pihak pemilik dana untuk melakukan kelayakan usaha.
Kelayakan dari usaha yang akan dibiayai merupakan suatu pegangan bagi
sumber permodalan ( pemilik modal ) untuk menentukan apakah akan mendanai
usaha tersebut atau tidak. Oleh karena itu kemampuan menyusun studi kelayakan
menjadi sangat penting, sebab mungkin saja sebenarnya usaha yang akan dibiayai itu
sangat potensil dan akan mampu memberikan keuntungan yang besar, akan tetapi
karena penyajian dalam studi kelayakannya tidak menggambarkan potensi ril kalau
usaha itu dibiayai, maka sumber permodalan tidak mau memberikan pendanaan.
Dengan perkataan lain walaupun usaha itu akan memberikan keuntungan yang besar,
tapi kalau kelayakan usahanya tidak mampu meyakinkan sumber permodalan, maka
usaha itu tidak akan didanai.
Upaya-upaya yang dilakukan antara lain : mempertemukan UKMK dengan
para pemilik dana, memberikan pelatihan pembukuan dan penyusunan studi
kelayakan usaha atau proposal pengajuan dana.

9
6.2. Pemberdayaan KKMB
Memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan adanya fasilitator yang
bisa menghubungkan antara kedua pihak (UKMK sebagai pihak yang memerlukan
dana lembaga permodalan) tersebut sehingga tercapai understanding antara UKM
dengan sumber permodalan (bank). Salah satu upaya yang dilakukan adalah
pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Konsultan merupakan
anggota atau unsur Lembaga Penyedia Jasa Pengembangan Usaha (Business
Development Services Provider/BDS-P) yang memenuhi standar kualifikasi tertentu.
Yang dimaksud dengan BDS-P menurut Kementrian Koperasi dan UKM adalah
lembaga yang memberikan layanan pengembangan bisnis dalam rangka
meningkatkan kinerja UKM. Lembaga tersebut berbadan hukum, bukan lembaga
keuangan, serta dapat memperoleh fee dari jasa layanannya.
Dalam hubungannya dengan pemberdayaan KKMB jasa yang diberikan oleh
BDS-P adalah konsultasi/pendampingan dalam hal manajemen/analisis keuangan
agar mempercepat peningkatan UKM yang dapat bermitra dengan bank sehingga dana
yang tersedia di perbankan dapat terserap/dimanfaatkan oleh UKM secara baik,
disertai pembinaanya.
6.3. Perluasan pangsa pasar
Kemampuan untuk menguasai pasar merupakan syarat mutlak agar usaha bisa
tetap eksis atau berkembang. Suatu usaha harus mampu mengaktualkan potensi pasar
yang ada seoptimal mungkin, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Untuk memperluas pangsa pasar ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti :
pameran, temu usaha, melalui internet.
Disamping itu berkaitan dengan pemasaran ini perlu mengupayakan untuk
memotong rantai distribusi sehingga kesempatan memperoleh keuntungan bisa
ditingkatkan. Jika produknya merupakan komoditi ekspor, maka perlu diupayakan
agar pengusaha produsen sekaligus menjadi eksportir.

6.4. Kemitraan Usaha


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1997
tentang Kemitraan, yang dimaksud dengan Kemitraan adaalah kerjasama usaha antara
Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip
saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
10
Dalam Kemitraan ini salah satu kewajiban Usaha Menengah dan Besar adalah
melakukan pembinaan terhadap usaha Kecil dalam suatu aspek atau lebih :
a. Pemasaran ,dengan :
1.) membantu akses pasar.
2.) Memberikan bantuan informasi pasar,
3.) Memberikan bantuan promosi
4.) Membantu melakukan identifikasi pasar
5.) Mengembangkan jaringan usaha
6.) Membantu peningkatan mutu produk dan nilai tambah kemasan
b. Pembinaan dan Pengembangan SDM dengan :
1). Pendidikan dan latihan
2). Magang
3). Studi banding
4). Konsultasi
c. Permodalan :
1). Pemberian informasi sumber-sumber kredit
2). Mediator terhadap sumber-sumber pembiayaan
3). Membantu akses permodalan
d. Manajemen :
1). Bantuan penyusunan studi kelayakan
2). Menyediakan tenaga konsultan
3). Prosedur organisasi dan manajemen
e. Teknologi :
1). Membantu perbaikan, inovasi dan alih teknologi
2). Membantu perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas
3). Membantu pengembangan desain dan reklayasa produk
4). Membantu meningkatkan efisiensi pengadaan bahan baku.
Pola kemitraan yang berkembang di Indonesia antara lain : pola sub
kontrak,pola dagang, pola perkebunan inti rakyat, pola waralaba (Dinas Koperasi dan
UKM Tasikmalaya, 2003). Yang dimaksud dengan sub kontrak yaitu hubungan
kerjasama antara satu perusahaan industri dengan perusahaan industri lainnya yang
saling berkaitan secara teknis. Misalnya : industri kecil menghasilkan komponen,
dan industri besar melakukan perakitan. Pola dagang adalah suatu pola kemitraan
dimana pengusaha besar memasarkan produk-produk usaha kecil.
11
Perkebunan Inti Rakyat adalah perusahaan yang melakukan fungsi
perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit usaha, pengolahan
hasil dan pemasaran bagi usaha tani yang dimiliki dan dikelola sendiri., Perusahaan
inti melaksanakan pembinaan terhadap plasma mulai dari penyediaan input sampai
pemasaran hasil, sementara petani (plasma) memenuhi kewajiban yang sifatnya
manajerial, menjual seluruh produksi kepada perusahaaninti dan membayar kredit
yang diberikan.
Waralaba (Franchise) adalah suatu pola kemitraan dimana franchisor
(perusahaan besar) memberikan hak penggunaan merk dagang/perusahaan (trade
mark, logo, service mark) miliknya dan bantuan-bantuan manajemen, teknis, promosi,
dan program-program pelatihan, konsultasi, penelitian dan pengembangan kepada
franchise (perusahaan kecil) secara berkesinambungan. Konsekuensi dari
pemanfaatan fasilitas-fasilitas tersebut, franchise diwajibkan membayar royalti/fee
secara berkesinambungan pula.

7. Keberpihakan Pemerintah.
Dalam proses pemberdayaan UKMK peran pemerintah sangat diperlukan,
dimana pengembangan UKMK tidak sepenuhnya dapat diserahkan kepada
mekanisme pasar. Sampai saat ini pemerintah sudah cukup banyak melakukan upaya-
upaya dalam mendorong pemberdayaan UKMK. Sebagai wujud keseriusan
pemerintah, dalam rangka memberdayakan UKM, pada hari kebangkitan Nasional 20
Mei yang lalu pemerintah telah mencanangkan sebagai momentum Kebangkitan
UKM. Sebagian upaya yang telah dilakukan antara lain :
1. Membentuk Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
2. Memberikan berbagai fasilitas kredit.
3.Mengeluarkan kebijakan Pembinaan UKMK melalui pemanfaatan dana bagian
dari laba BUMN
4. Menentukan plafon kredit bagi UKMK di bank komersil.
5. Mendirikan Lembaga Pembiayaan
6. Memberi berbagai Bantuan seperti : dana bergulir usaha penggemukan sapi potong,
bantuan teknis pengembangan usaha agroindustri sutera, dana bergulir bagi
koperasi mina dalam rangka pengembangan penangkapan ikan.dsb.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, akan tetapi masih
belum cukup untuk dapat mendorong pertumbuhan UKMK, yakni terdapat berbagai
12
kebijakan yang tidak kondusip, baik yang masih belum mampu mendorong
pertumbuhan, atau bahkan ada yang menghambat pengembangan UKMK seperti :
1. Kebijakan dalam perpajakan,
2. Berbagai perda yang berujung retribusi

3. Perlindungan bagi UKMK

4. Penyederhanaan perijinan

5. Insentif

PUSAT PENGEMBANGAN UKM PT

Pengembangan Bidang
Pelatihan .-Manajemen Lembaga Keuangan
Pemerintah
Pendampingan -Keuangan
-Informasi dan Perbankan
Daerah Konsultasi -Pemasaran
Temu Usaha -Produksi

UKM

Skema Pemberdayaan UKM melalui Pusat Pengembangan UKM PT

13
Sedangkan proses pemberdayaan dilaksanakan melalui tahap-tahap seperti pada
skema berikut ini.

pppe
Masalah: Kebutuhan: Pendanaan:
Identifikasi Pelatihan Lembaga Keuangan dan
Analisis Perbankan
Bidang Pendampingan
- Manajemen BUMN/BUMS
- Produksi Konsultasi
- Keuangan Pemerintah
- Pemasaran Temu Usaha
- Informasi Masyarakat
Alternatif Informasi
Pemecahan .* Lembaga lain
Masalah

Skema Proses Pemberdayaan UKM melalui Pusat Pengembangan UKM PT

14
DAFTAR PUSTAKA

Alimarwan Hanan, 2003,Seri Kebijakan Usaha Penjaminan Kredit dan Perkuatan


Usaha KUKM, Kementrian Koperasi dan UKM, Jakarta.

Arwan Gunawan dan Yeti Apriliawati, 2003, Perancangan Model Sistem


Anggaran untuk Usaha Kecil, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. III. No. 1
April 2003. Politeknik Negeri Bandung.

Antara, 2004, Pemerintah Akan Canangkan 2004 Sebagai Tahun Kebangkitan UKM,
Kompas tanggal 19 April, Jakarta.

Bank Indonesia, 2003, Pemberdayaan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM


Mitra Bank, Jakarta.

Departemen Koperasi, 1995, Beberapa Model Pengembangan Usaha Kecil, Jakarta.

Kartawan, 2004, Peluang Pengembangan Ekonomi Tasikmalaya Pasca Pemilu,


makalah, disampaikan pada musyawarah Kadin, tanggal 20 April 2004.

Kartawan, 2004, Peran Perguruian Tinggi dalam Pemberdayaan Usaha Kecil,


disampaikan pada Bursa Kredit bagi UKM, Kerjasama UNSIL Bank Indonesia
Kantor Tasikmalaya.

Kamio,2003, Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2004, makalah disajikan


pada Seminar Evaluasi Ekonomi tahun 2003 dan Prospeknya tahun
2004 di Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan,


Jakarta.

Soedarna, 2001, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Rangka Pengembangan Sumber


daya Manusia Wiraswasta di Jawa Barat,

15
Surachman Sumawihardja, 2003, Mengembangkan Keunggulan Bersaing Usaha
Kecil dan Menengah untuk Mencapai Posisi Pasar yang Kuat dan
Berkelanjutan dalam Era Global, Orasi Ilmiah, disampaikan dalam
rangka Dies Natalis Universitas Siliwangi ke 25, tanggal 6 Juni 2003 di
Tasikmalaya.

Tatang FH., 2004, Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan KUKM di


Kabupaten Tasikmalaya.

16
ANALISIS COMPETITIVE BENCHMARKING BERDASARKAN PERSEPSI
PENDENGAR PADA STASIUN RADIO SWASTA DI KOTA TASIKMALAYA
Competitive Benchmarking Analysis based on listener perception on private radio
station in Tasikmalaya. This research serves to add to the knowledge in service
marketing literature by improving understanding of the benchmarking competitive
analysis based on costumer perception. Using data collected from four station radio,
the finding indicated product attribute as the most important of its existence on radio
station, Style FM as the referenced ideal radio station which being the research object,
The Benchmarking Gap is exist among private radio station in Tasikmalaya with Style
FM have excellence at the seven factors determinant of excellence at radio station
(Product, Place, Price, Promotion, People, Process and Physical Evidence)

Persaingan bisnis broadasting di kota Tasikmalaya menunjukkan kemajuan


yang pesat. hal ini ditandai dengan semakin banyaknya stasiun radio yang beroperasi
di kota Tasikmalaya di antaranya adalah Martha FM, style FM, eMDiKei Fm dan Q
FM. Masing-masing stasiun radio berlomba untuk menjadi stasiun radio yang terbaik
serta berlomba untuk mendapatkan tempat di hati para pendengarnya. Pihak stasiun
radio juga melakukan strategi promotional mix melalui kerja sama dengan berbagai
pihak dalam menyelenggarakan acara-acara musik ataupun acara hiburan lainnya di
Kota Tasikmalaya.
Dalam menghadapi situasi persaingan ini, stasiun radio mulai
mengembangkan konsep segmentating, targeting dan positioning (STP). Stasiun radio
tersebut lebih fokus pada segmen tertentu, dan berupaya meningkatkan loyalitas
pendengarnya melalui berbagai program acara unggulan serta meningkatkan
kinerjanya.
Peningkatan daya saing dari sebuah stasiun radio tidak cukup hanya sekedar
menerapkan strategi yang tepat. Pihak pengelola stasiun radio perlu melakukan
benchmarking atau perbandingan posisi relatif dengan kesuksesan stasiun radio lain,
sehingga tindakan untuk menghasilkan kinerja yang serupa atau bahkan kinerja yang
lebih baik dapat ditentukan ( Zulian Yamit, 2001;132 )
Selain itu pihak stasiun radio juga perlu mengetahui faktor-faktor yang
menjadi keunggulan sekaligus kelemahannya dengan mengambil acuan kepada
pesaingnya. Faktor yang sudah unggul tetap dipertahankan sebaliknya faktor yang
masih rendah perlu mempelajari keberhasilan stasiun radio lain agar kinerjanya bisa
17
lebih baik lagi.
Salah satu usaha yang bisa dilakukan stasiun radio untuk melaksanakan hal
tersebut di atas adalah dengan melakukan analisis persaingan yang bersumber pada
pesaing (competitor-centered analysis ) seperti yang dikemukakan oleh David W.
Cravens dalam bukunya Pemasaran Strategis (1996;57). Dalam buku itu disebutkan
bahwa strategi yang bisa diterapkan adalah dengan melakukan benchmarking.
Benchmarking adalah proses berkesinambungan yang membandingkan kinerja
perusahaan, berdasarkan permintaan konsumen dengan yang terbaik, dalam industri
(pesaing langsung) atau kelas (perusahaan dikenali karena kehebatannya pada saat
menampilkan fungsi-fungsi tertentu). Hal ini dilakukan dalam rangka penentuan
bidang mana saja yang sebaiknya dijadikan sasaran untuk perbaikan. (David W.
Cravens, 1996;59)
Benchmarking mengikuti pendekatan dasar empat langkah (Gregory H.
Watson, 1997). Empat langkah tersebut mengikuti metode mutu fundamental
sebagaimana yang dipaparkan Shewhart atau siklus Deming yaitu menyusun rencana,
menjalankan rencana, memeriksa temuan, dan beraksi. Pada langkah pertama, dapat
direduksi untuk menjawab dua pertanyaan mendasar yaitu:
1. Apa yang harus kita bandingkan?
2. Perusahaan mana yang harus kita pakai sebagai tolak ukur perbandingan?
Dari kedua pertanyaan di atas maka dapat dijawab bahwa dalam penelitian ini
yang akan dibandingkan adalah kinerja stasiun radio swasta yang memiliki
segmentasi pendengar terbesar yang sama yaitu para remaja yang ada di kota
Tasikmalaya. Dalam penelitian ini, informasi tidak hanya diperoleh dari pihak
perusahaan saja tetapi dapat pula diperoleh dari pihak ketiga yaitu pelanggan atau
dalam hal ini adalah para pendengar stasiun radio. Oleh karena itu dalam penelitian
ini didasarkan pada persepsi pendengar dalam menilai kinerja suatu stasiun radi,
karena persepsi merupakan salah satu faktor dalam penentuan bagi pendengar dalam
memilih stasiun radio mana yang akan didengarnya. Menurut Kotler dan Amstrong
(1997 : 203), persepsi merupakan suatu proses yang dilalui orang dalam memilih,
mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi guna membentuk gambaran
yang berarti mengenai dunia. Dari pengertian di atas, diharapkan pendengar bisa
memberikan penilaian terhadap kinerja dari stasiun radio yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi pendengar dalam memilih stasiun radio yang akan didengarnya.

18
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengambil dari
variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari tujuh variabel yang kemudian
ditetapkan sebagai atribut determinan yang dijadikan tolak ukur sebagai dasar
penilaian pendengar terhadap kinerja stasiun radio. Variabel-variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Product
2. Place
3. Price
4. Promotion
5. People
6. Process
7. Physical evidence (Yazid, 2001 ; 19)
Langkah kedua dalam benchmarking, adalah mengadakan riset primer dan
sekunder. Ini meliputi penyelidikan, penyingkapan rahasia atau proses tertentu dalam
perusahaan atau dalam penelitian ini stasiun radio sasaran. Langkah ketiga dalam
benchmarking adalah menganalisis data yang terkumpul guna menyusun temuan dan
rekomendasi. Analisis ini meliputi dua aspek yaitu, penentuan besaran kesenjangan
kinerja antar stasiun radio dengan menggunakan metrik-metrik yang diidentifikasi
pada tahap perencanaan, dan pengidentifikasian faktor penentu proses yang
memberikan nilai tambah pada stasiun radio yang dijadikan tolok ukur.
Langkah keempat adalah adaptasi, pengembangan dan implementasi faktor
penentu proses benchmarking yang cocok. Tujuannya adalah mengubah organisasi
sedemikian rupa sehingga meningkatkan kinerjanya.
Mengadapt
Mengadapt
asikan,
asikan,
mengemba
mengemba Merencanakan
ngkan
ngkandan
dan Merencanakan
studi
mengimple AKSI RENCANA studi
mengimple
mentasikan
mentasikan
temuan
temuan

PERIKSA LAKUKAN Melakukan


Melakukan
Meng riset
Meng riset
analis
analis
isis
data
data
Gambar 1. Proses benchmarking ( Gregory H. Watson, 1997 )
19
Berdasarkan langkah-langkah benchmarking di atas, maka untuk memberikan
gambaran yang jelas mengenai penelitian ini dibuat kerangka pemikiran pada gambar
2 di bawah ini :

Persaingan bisnis stasiun radio di Kota


Persaingan bisnis stasiun radio di Kota
Tasikmalaya semakin meningkat
Tasikmalaya semakin meningkat

Analisis competitive benchmarking


Analisis competitive benchmarking

STASIUN RADIO
STASIUN RADIO
Martha FM
Martha FM
Style FM
Style FM
eMDiKei FM
eMDiKei FM
Q FM
Q FM

Atribut-atribut determinan stasiun radio


Atribut-atribut determinan stasiun radio

Product Place Price Promotion People Process Physical


Product Place Price Promotion People Process Physical
Evidence
Evidence

Atribut yang paling penting keberadaannya pada stasiun radio


Atribut yang paling penting keberadaannya pada stasiun radio

Stasiun radio yang dijadikan acuan dalam melakukan benchmarking


Stasiun radio yang dijadikan acuan dalam melakukan benchmarking

Kesenjangan kinerja ( benchmarking gap) antar stasiun radio


Kesenjangan kinerja ( benchmarking gap) antar stasiun radio

Faktor-faktor penentu keunggulan pada stasiun radio yang dibandingkan


Faktor-faktor penentu keunggulan pada stasiun radio yang dibandingkan

Mengadaptasikan, mengembangkan dan


Mengadaptasikan, mengembangkan dan
mengimplementasikan temuan
mengimplementasikan temuan

Peningkatan kinerja
Peningkatan kinerja

20
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Mengacu pada kerangka pemikiran (Gambar 2), maka di bangun hipotesis
yang akan diuji pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Produk merupakan atribut yang dianggap paling penting keberadaannya pada
stasiun radio.
2. Style FM merupakan stasiun radio di Kota Tasikmalaya yang dijadikan acuan
dalam melakukan benchmarking.
3. Terdapat kesenjangan kinerja (benchmarking gap) antar stasiun radio di Kota
Tasikmalaya berdasarkan persepsi pendengar.

METODOLOGI
Untuk menguji hipotesis, sampel diambil dari pendengar empat stasiun radio
yang ada di kota Tasikmalaya yang memiliki segmentasi pendengar yang sama yaitu
usia remaja-dewasa (Martha FM, Style FM, eMDiKei Fm dan Q FM) selama bulan
Juli-Agustus. Dengan menggunakan aksidental sampling, setelah kuesioner di uji
coba, 56 kuesioner didistribusikan kepada pendengar keempat stasiun radio tersebut.
Dari 56 kuesioner yang dibagikan, seluruhnya kembali dan dapat digunakan untuk
pengolahan data.
Berdasarkan literatur yang ada maka penelitian ini menggunakan variabel
bauran pemasaran jasa (tabel 1) sebagai operasional variabel untuk mengukur atribut
yang paling penting keberadaannya di stasun radio sekaligus sebagai alat untuk
mengukur kinerja dan Gap antar stasiun radio.

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel


Variabel Sub Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Analisis 1. Product Kedalaman dan keluasan 1. Musik Ordinal
Competitive acara yang ditawarkan 2. Berita dan
Benchmarking oleh stasiun radio untuk Informasi
menarik perhatian
pendengar

2. Place Tempat dimana stasiun 1. Dekat Ordinal


radio beroperasi dan dengan kota

21
melakukan kegiatannya 2. Mudah
dijangkau

3. Price Besarnya nilai sejumlah 1. Tarif iklan Ordinal


rupiah yang dibebankan
pada setiap pemasangan
iklan dan harus
dibayarkan oleh pemasang
iklan di stasiun radio

4. Promotion Informasi yang dipubli- 1. Promosi Ordinal


kasikan kepada masya- 2. Kegiatan
rakat tentang keberadaan off air
stasiun radio yang
merangsang konsumen
untuk mendengarkan
stasiun radio yang
bersangkutan

5. People Kualitas sumber daya 1. Kualitas Ordinal


manusia yang dimiliki penyiar
oleh suatu stasiun radio 2. Kualitas
khususnya penyiar dan operator
operator. 3. Keramahan

Variabel Sub Variabel Definisi Operasional Indikator Skala


6. Process Upaya stasiun radio untuk 1. Kejernihan Ordinal
memberikan pelayanan suara
terbaiknya kepada para 2. Jangkauan
pendengarnya Siaran
3. partisipasi
pendengar
4. Media Ordinal
komunikasi

22
7. Physical Keadaan suatu stasiun 1. Kondisi
Environment yang diwujudkan dalam bangunan
bentuk fisik 2. Peralatan
off air

Kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu bagian pertama mengukur atribut determinan yang paling penting
keberadaannya pada stasiun radio dan bagian kedua mengukur kinerja sekaligus Gap
di antara keempat stasiun radio yang dijadikan objek penelitian. Mengingat variabel-
variabel tersebut merupakan hal yang subjektif berdasar atas persepsi pendengar,
maka variabel-variabel tersebut diukur dengan menggunakan 5 poin skala likert :
sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5)

ALAT ANALISIS
Untuk menguji hipotesis pertama, digunakan benchmarking analysis atribute,
yaitu dilakukan dengan cara melakukan pembobotan terhadap masing-masing atribut
berdasarkan tingkat kepentingannya (M. Fakhrudin dan Arifin Johar, 1997). Dimana
atribut determinan stasiun radio yang mempunyai skor pembobotan paling tinggi
merupakan atribut yang paling dominan bagi pendengar dalam mendengarkan siaran
radio. Hipotesis diterima jika atribut produk memperoleh bobot paling tinggi
berdasarkan persepsi pendengar.
Hipotesis kedua diuji dengan metrik competitive benchmarking analysis, yang
dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kinerja stasiun radio yang diteliti
berdasarkan persepsi pendengar dengan melihat nilai atribut dari masing-masing
stasiun radio. Nilai atribut diperoleh dengan mengalikan skor dengan bobot tingkat
kepentingannya. Hipotesis diterima jika Style FM memperoleh nilai paling tinggi
berdasarkan persepsi pendengar.
Hipotesis ketiga dilakukan dengan membandingkan kinerja antar stasiun radio
dengan mengambil acuan kepada stasiun radio yang mempunyai nilai tertinggi untuk
masing-masing atribut. Hipotesis diterima jika terdapat kesenjangan kinerja
(benchmarking gap) pada stasiun radio di Kota Tasikmalaya.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas

23
Untuk menguji apakah setiap butir pernyataan benar-benar dapat
mengungkapkan variabel yang diteliti dilakukan analisis validitas atau kesahihan
pernyataan. Korelasi ini dihitung dengan rumus product moment pearson, (Azwar,
2000). Hasil uji menunjukkan bahwa setiap butir pernyataan dinyatakan valid sesuai
kriteria validitas menurut Suharsimi arikunto yang secara lengkap dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2 Kriteria Validitas dan Reliabilitas tingkat Kepentingan Atribut


No. Soal Validitas Kriteria Validitas Reliabilitas
1 0,40 Rendah
2 0,27 Rendah
3 0,60 Cukup
4 0,45 Cukup
5 0,33 Rendah
6 0,35 Rendah
7 0,46 Cukup
8 0,36 Rendah
9 0,23 Rendah 0,76
10 0,62 Tinggi
11 0,66 Tinggi
12 0,61 Tinggi
13 0,35 Rendah
14 0,52 Cukup
15 0,78 Tinggi
16 0,45 Cukup
17 0,36 Rendah
18 0,41 Cukup

Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui kuesioner yang disebarkan kepada responden andal atau
tidak, dilakukan analisis reliabilitas dengan teknik cronbachs alpha () yang hasil
pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut :
Dari uji reliabilitas (tabel 2) menunjukkan bahwa kuesioner yang disebar
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,76 adalah reliabel.
Benchmarking Analysis Attribute

24
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Benchmarking Analysis
Attribute diperoleh hasil bahwa atribut produk merupakan atribut yang paling penting
keberadaannya pada stasiun radio dengan memperoleh bobot nilai sebesar 0,0594.
Hasil keseluruhan analysis ini terlihat pada tabel 3
Tabel 3 Interpretasi tingkat kepentingan atribut stasiun radio swasta di Kota
Tasikmalaya pada tahun 2005

No Atribut Skor Rata-rata Bobot Interpretasi


1 PRODUCT 263,67 0,0594 Sangat penting
2 PLACE 243,50 0,0549 Sangat penting
3 PRICE 230,50 0,0519 Penting
4 PROMOTION 244,50 0,0551 Sangat penting
5 PEOPLE 247,33 0,0557 Sangat penting
6 PROCESS 246,75 0,0556 Sangat penting
7 PHYSICAL EVIDENCE 241,00 0,0543 Sangat penting

Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama bahwa
produk merupakan atribut paling penting keberadaannya pada stasiun radio diterima.
Competitive Benchmarking Analysis
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metrik competitive
benchmarking analysis, diperoleh hasl bahwa style FM memperoleh skor nilai
terbesar dibandingkan dengan stasiun radio yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Style FM merupakan stasiun radio yang
ideal untuk dijadikan acuan dalam melakukan Benchmarking diterima. Hasil
keseluruhan analisis ini terlihat pada tabel 4.

25
Tabel 4 Perbandingan tingkat kinerja stasiun radio swasta di Kota Tasikmalaya tahun 2005
Style FM Martha FM eMDiKei FM Q FM
No. Faktor yang Dinilai
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
PRODUCT
Kelengkapan jenis musik yang
1
diputar 266 16,2992 250 15,3188 244 14,9511 234 14,3384
2 Variasi acara music 253 14,9896 239 14,1602 232 13,7454 221 13,0937
Kualitas berita dan informasi yang
3
disampaikan 244 14,0716 246 14,187 222 12,8029 234 13,4949
PLACE
4 Kedekatan dengan pusat kota 246 13,3557 229 12,4328 213 11,5641 210 11,4012
5 Kemudahan jangkauan 237 13,134 209 11,5823 184 10,1969 178 9,8644
PRICE
6 Penetapan tarif iklan 230 12,228 222 11,8027 218 11,59 218 11,59
Penjelasan mengenai penetapan tarif
7
iklan 216 10,9484 204 10,3402 195 9,88398 206 10,4415
PROMOTION
8 Promosi atau iklan 226 12,3208 214 11,6666 208 11,3395 196 10,6853
9 Kegiatan off air 217 12,0746 214 11,9076 195 10,8504 191 10,6278
PEOPLE
10 Kualitas penyiar 249 14,0234 244 13,7418 226 12,7281 225 12,6718
11 Kualitas operator 243 13,4118 226 12,4735 218 12,032 213 11,756
12 Keramahan 233 12,9649 231 12,8536 214 11,9076 207 11,5181
PROCESS
13 Kejernihan suara 255 14,3039 252 14,1356 238 13,3503 224 12,565
14 Jangkauan siaran 245 13,9637 241 13,7358 230 13,1088 223 12,7098
15 Partisipasi pendengar 234 12,7569 232 12,6479 215 11,7211 209 11,394
16 Media komunikasi bagi pendengar 235 12,8644 227 12,4264 208 11,3863 206 11,2769
PHYSICAL EVIDENCE
17 Kondisi bangunan 254 13,5612 237 12,6535 210 11,212 204 10,8916
18 Peralatan off air 236 13,0255 220 12,1424 216 11,9216 198 10,9281
Total 4319 240,2976 4148 230,2086 3886 216,2922 3797 211,2487

26
Berdasarkan hasil competitive benchmarking yang dapat dilihat pada tabel 4
diketahui adanya kesenjangan kinerja (benchmarking gap) pada stasiun radio swasta
di Kota Tasikmalaya. Kesenjangan kinerja (benchmarking gap) antar stasiun radio
swasta di Kota Tasikmalaya dapat dilihat lebih jelas pada tabel 5
Tabel 5 Benchmarking gap stasiun radio swasta di Kota Tasikmalaya
tahun 2005

Kinerja stasiun radio Style FM 240,2976


No Keunggulan bersaing terhadap stasiun radio Kinerja Spread % Spread
1 Martha FM 230,2086
10,089 4,2
2 eMDiKei FM 216,2922
24,0054 10
3 Q FM 211,2487
29,0489 12,1

Berdasarkan hasil ini maka hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat


kesenjangan kinerja ( benchmarking gap ) pada stasiun radio swasta di Kota
Tasikmalaya berdasarkan persepsi pendengar diterima.
Pembahasan
Analysis Competitive Benchmarking dalam suatu persaingan bisnis adalah
hal yang penting untuk mengetahui perbandingan posisi relatif suatu perusahaan
dengan perusahaan lainnya, lebih jauh lagi, persepsi konsumen mengenai kinerja
suatu peruasahaan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan
dalam rangka pengembangan strategi persaingan. Dari pengujian ketiga hipotesis
tentang analisis competitive benchmarking pada stasiun radio yang telah dilakukan,
didapat tiga temuan yang penting.
Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa atribut produk merupakan
atribut yang menjadi pertimbangan utama bagi pendengar dalam memilih stasiun
mana yang akan didengarkannya dibandingkan dengan keenam atribut lainnya
(tempat, promosi harga, partisipan, proses jasa dan bukti fisik).
Kedua, sebagaimana terlihat pada hasil perhitungan Competitive
Benchmarking Analysis diketahui bahwa menurut persepsi pendengar style FM
memiliki kinerja yang paling baik dibandingkan dengan kinerja ketiga stasiun radio
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Style FM merupakan stasiun radio yang ideal
untuk dijadikan acuan dalam melakukan benchmarking bagi stasiun rado lainnya.

1
2

Ketiga, masih berdasarkan pada perhitungan Competitive Benchmarking


Analysis diketahui adanya kesenjangan kinerja (Benchmarking Gap) di antara
stasiun radio yang cukup besar dimana Style FM selalu memiliki skor nilai paling
besar pada setiap atribut determinan stasiun radio yang dteliti.
IMPLIKASI
Implikasi Teoritis
Penelitian mengenai kondisi persaingan bisnis di kota Tasikmalaya masih
jarang dilakukan terutama yang didasarkan kepada persepsi konsumen. Studi ini
memberi kontribusi secara teoritis akan arti persepsi konsumen untuk mengetahui
kinerja suatu perusahaan. Secara khusus penelitian ini menunjukkan arti penting
competitive benchmarking bagi suatu perusahaan untuk mengetahui posisi relatifnya
pada suatu persaingan serta untuk mengetahui apa yang menjadi kekuatan dan
kelemahan perusahaannya maupun perusahaan pesaingnya.
Implikasi manajerial
Penelitian ini menunjukkan arti penting persepsi pendengar terhadap kinerja
stasiun radionya selama ini. Dengan demikian penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan bagi para manajer stasiun radio untuk meningkatkan kualitas siaran
radionya sehingga dapat menjadi yang terbaik. Dengan demikian, adalah suatu
tantangan bagi manajer untuk selalu memperhatikan kualitas siaran radionya serta
persepsi pendengar akan kinerja stasiun radionya sehingga tercipta persepsi yang
baik di benak pendengarnya.

KETERBATASAN PENELITIAN
Meskipun penelitian ini memberikan gambaran terhadap persaingan stasiun
radio di kota Tasikmalaya, penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang
harus diperhatikan dengan seksama dalam memahami penelitian ini.
Penelitian ini difokuskan pada persepsi pendengar akan kinerja empat
stasiun radio yang memiliki segmen pendengar yang sama. Pada kenyataannya,
stasiun radio yang ada sangat banyak dan memiliki segmen pendengar yang
beraneka ragam. Sehingga, penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal
generalisasi temuannya. Dengan kata lain, hasil penelitian ini sulit digeneralisasi ke
stasiun radio lainnya terutama yang memiliki segmen pendengar yang berbeda.
Keterbatasan lainnya, mengingat keterbatasan dana dan waktu, adalah
sampling yang digunakan. Penelitian ini menggunakan aksidental sampling dengan
2
3

jumlah sampel yang minimal. Sehingga data yang dikumpulkan tidak betul-betul
mewakili persepsi dari pendengar keempat stasiun radio yang diteliti. Sehingga
sebagaimana keterbatasan yang pertama, maka hasil temuan ini harus diartikan
secara hati-hati.

KESIMPULAN
Penelitian ini telah menunjukkan arti penting competitive Benchmarking serta
persepsi konsumen dalam menilai posisi relatif suatu perusahaan dalam persaingan
bisnis serta serta menilai kinerja perusahaan yang dicapai. Industri stasiun radio
merupakan industri yang cukup tinggi persaingannya, keberhasilan stasiun radio
dalam menyediakan siaran radio yang sesuai dengan selera pendengar serta
kemampuan stasiun radio dalam peningkatan kualitas sumber daya manusianya
merupakan suatu hal yang penting dalam upaya meningkatkan kinerja serta dalam
menarik minat para pendengarnya. Sehingga dengan peningkatan factor-faktor
tersebut, stasiun radio dapat menghadapi persaingan dengan lebih efektif dan
efisien.

Anda mungkin juga menyukai