Kelompok 4 (Cemas)
Kelompok 4 (Cemas)
Fasilitator :
Ns. Christina Yuliastuti, M.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2016/2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHOLELITIASIS
(BATU EMPEDU)
Nama Kelompok :
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
serta mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis
sehingga makalah ini dibuat dengan sangat sederhana baik dari sistematika
Endokrin.
penyusunan makalah ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
i
Semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan
rahmat dari Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya penulis berharap bahwa
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sekitar 5,5 juta
penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap
tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai
20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani
pembedahan. Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien
tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan
mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode
selanjutnya.
Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit
akan terus meningkat. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui
dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto
polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain .
menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
1
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam
Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat
dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik. Pada sekitar 80% dari kasus,
kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu
ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu-
1.3 Tujuan
2
8. Menjelaskan penatalaksanaan kolelitiasis.
1.4 Manfaat
3
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran
empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri,
ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter
Oddi.
Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi
cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada
cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya
4
adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan
2005)
2.2.1 Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu
adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu
saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya
5
dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung
kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
2.2.2 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
7. Hiperlipidemia
6
9. Pengosongan lambung yang memanjang
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
2.2.3 Klasifikasi
1. Batu kolesterol
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
a. Supersaturasi kolesterol
7
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen
hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan
hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama
8
ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung
3. Batu campuran
50% kolesterol.
asimptomatik. Gejala klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai
gejala dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri
epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak
spesifik karena bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier
dan obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik
bilier yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit
sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke
punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu
yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran
namun nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini
adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai
9
usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan
atas yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala
klinik yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice,
failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan
gejala asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi
pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak
teratur dan beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin
sering berupa kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang
dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba masa pada lokasi
nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas
yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphys sign)
berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan
2.2.5 Patofisiologi
10
2. Nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)
dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak
larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk
cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi
oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol
yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion
ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
11
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
Presipitasi / pengendapan
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
1. Radiologi
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
12
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
3. Sonogram
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
13
duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
5. Pemeriksaan Laboratorium
b. Kenaikan fosfolipid
f. Penurunan urobilirubin
10.000/iu)
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
2.2.7 Penatalaksanaan
dan non bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
1. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
14
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
b. Kolesistektomi laparaskopi
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
15
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
Manajemen terapi :
mengatasi syok.
b. Disolusi Medis
16
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik
paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
c. Disolusi Kontak
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus
17
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Bare,BG 2002).
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
18
2.2.8 Komplikasi
1. Asimtomatik
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
19
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
2.2.9 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak
kolesistektomi.
20
2.2.10 WOC Cholelitiasis
Cedera tulang belakang, puasa Kehamilan multipel Anemia hemolitik Bakteri (kolangitis
berkepanjangan, atau pemberian diet sirosis hepatis kolesistitis)
nutrisi total parenteral (TPN, Total
parental nutrition), dan penurunan Peningkatan kadar Penurunan
Bilirubin tak
berat badan yang behubungan dengan progesterone pembentukan misel
terkonjugasi
kalori dan pembatasan lemak
(misalnya diet, vagotomi, dan operasi Statis biller Kalsium palmitat
bypass lambung) ) Kalsium bilirubinat dan strearat
Penurunan
Penyakit Crohn Reseksi usus
garam empedu
Obesitas resistensi insulin, Batu pigmen
diabetes mellitus tipe II,
Batu kolesterol
hipertensi, dan hiperlipidemia
Ikterus
Oklusi dan
obstruksi dari batu
Obstruksi duktus sistikus
Intervensi bedah, atau duktus biliaris
Intervensi litotripsi
Intervensi endoskopik Pola napas tidak efektif
Tekanan di duktus biliaris akan
Respons meningkat dan peningkatan
preoperatif Pasca operatif local saraf kontraksi peristaltik
Nyeri
Respons psikologis Port de antree Gangguan Respons
misinterpretasi perawatan pasabedah gastrointestinal sistematik
dan penatalaksanaan Kerusakan
pengobatan jaringan Mual, muntah Peningkatan
Resiko infeksi
pascabedah anoreksia suhu tubuh
21
2.3 Asuhan Keperawatan Sesuai Teori
2.3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan Data
lengkap dan relevan unuk mengenal pasien agar member arah kepada
indakan keperawatan.
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
nyeri terjadi malam hari dengan waktu 30-60 menit, disertai riwayat
22
c. Riwayat penyait dahulu
e. Genogram
f. Riwayat alergi
23
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : composmentis
a. Vital sign
( >37,5c )
b. Kepala
c. Leher
d. Thorax
Perkusi : sonor
e. Abdomen
Inspeksi : datar
24
Auskultasi : peristatik (+)
f. Ekstremitas
turgor menurun
4. Pemeriksaan penunjang
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum
5. Penatalaksanaan
Jika bau empedu teridentifikasi sebagai temuan yang tidak disengaja dan
analgesic dan antimetik. Jika pasien dapat dibuat nyaman dan tampak
25
up secara rawat jalan tepat dilakukan. Jika pasin tidak dapat dibuat
nyaman atau tidak dapat memaskkan cairan oral akibat mual atau
muntah, pasien perlu dirawat dirumah sakit. Pada pasien yang tampak
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
gaster.
26
3. Nyeri akuta berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi
(kematian jaringan) .
bedah
pembedahan
d. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan 1
hipermotilitas gaster.
terpenuhi.
Intervensi :
27
2) periksa membran mukosa mulut setiap kali jika terjadi resiko
2. Diagnosa Keperawatan 2
diketahui.
Intervensi :
meningkatkan pembelajaran.
pasien.
28
3) Masukkan keterampilan yang dipelajari pasien ke dalam rutinitas
selama hospitalisasi.
3. Diagnosa Keperawatan 3
(kematian jaringan)
Intervensi :
29
4. Diagnosa Keperawatan 4
jam.
Intervensi :
5. Diagnose keperawatan 5
bedah.
Tujuan : tidak terdapat infeksi pada perfusi jaringn dan tidak terjadi
Kriteria Hasil : luka pasca bedah tertutup dengan kasa, wajah tampak
segar.
30
Intervensi :
hasil pemeriksaan.
terkontaminasi.
pasca bedah.
6. Diangosa Keperawatan 6
pembedahan.
31
Inervensi :
takut.
selanjutnya
ansietasnya.
tidak diekpresikan.
contohnya diazepam.
e. Pelaksanaan
dan coklat.
32
4. Ajarkan pasien cara perawatan di rumah dan semua hal yang
f. Evaluasi
33
BAB 3
TINJAUAN KASUS
operasi pengangkatan batu empedu pada 13 Oktober 2012. Pasien merasa cemas
akan dioperasi, dan sering bertanya bagaimana operasinya, dan pasien mengeluh
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas sampai menjalar ke punggung, Nyeri seperti
pengkajian di dapatkan pasien gelisah, takut, dan tidak tenang, kadang menangis.
S. 37C.
34
3.2 Aplikasi
3.2.1 Pengkajian
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Status : Menikah
2. Riwayat Kesehatan
35
Pasien mempunyai riwayat penyakit Hipertensi
d. Genogram
62
= tinggal serumah
= laki-laki
= perempuan = pasien
= meninggal
e. Riwayat alergi:
Orang terdekat Ny. K adalah suami dan ketiga anaknya. Pola interaksi
36
masyarakat seperti mengikuti arisan,pengajian,dll. Masalah yang
dan cepat lelah saat beraktivitas, hal yang dipikirkan pasien saat ini
adalah sembuh dan ingin segera pulang agar dapat kembali beraktivitas
seperti semula. Perubahan yang terjadi setelah pasien sakit adalah berat
badan menurun.
1) Pola nutrisi
adalah ikan, sayur, nasi, tahu, tempe, susu, dan sesekali daging.
2) Pola eliminasi
a) BAK
b) BAB
37
kecoklatan dengan bau khas, konsistensi setengah padat dan
seminggu.
keluarganya..
kesehatannya.
1) Pola nutrisi
Pasien makan 2 kali sehari porsi, diit nasi TKTP, berat badan
muntah.
2) Pola eliminasi
a) BAK
38
b) BAB
pagi hari.
setelah dirawat 59 kg. Tinggi badan 160 cm. Keadaan umum badan
b. System penglihatan
sclera an ikterik, pupil bulat isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan
39
dengan penglihatan baik dan tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
c. System pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada serumen, tidak ada cairan dari telinga,
d. System wicara
e. System pernapasan
dengan irama teratur, jenis napas spontan, tanpa batuk dan sputum dan
f. System kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer
Nadi 100 x/mnt dengan irama teratur dan denyutan yang kuat,
2) Sirkulasi jantung
nyeri dada.
40
g. System hematologic
i. System pencernaan
didaerah perut, bising usus 16x/menit, tidak ada diare, warna feses
pembesaran hepar.
j. System endokrin
Pada system ini tidak terjadi pembesaran tiroid, napas tidak berbau
k. System integumen
System integumen, turgor kulit kurang elastis, warna kulit pucat, kulit
l. System muskuloskeletal
terdapat sakit pada tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada
41
4. Pemeriksaan Penunjang
42
3.2.2 Diagnosa
DO.
- Pasien tampak
memegang bagian
yang nyeri
- Pasien tampak
menagis
DO:
- Pasien merasa
cemas
- Pasien tampak
gelisah
- Pasien tampak takut
43
- Pasien tampak tidak
tenang
- Pasien tampak
menangis
TTV:
TD: 130/80 mmHg
N: 100 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 37C
Prioritas Masalah
44
3.2.3 Intervensi
NO.
KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
DX
1. Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Pantau keadaan dan skala nyeri pasien. R/ memantau skala nyeri pasien
keperawatan 1x24 jam dihrapkan
nyeri pasien berkurang, dengan 2. Lakukan kompres air hangat R/ untuk mengurangi rasa nyeri pada
Kriteria Hasil: kuadran atas tubuh pasien
1. Pasien dapat menyesuaikan
nyeri dengan lingkungan 3. anjurkan kepada keluarga pasien untuk R/ untuk menurunkan ketergantngan
sekitarnya membantu pasien dalam mendapatkan posisi atau spasme otot dan untuk
2. Pasien mengungkapkan yang nyaman, dan gunakan bantal untuk mendistribusikan kembali tekanan
perasaan nyaman. menyokong daerah yang sakit pada bagian tubuh.
3. Pasien menjelaskan intervensi
yang tepat untuk mengurangi 4. kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam R/ cara lain untuk mengurangi nyeri
nyeri pemberian obat pengurang nyeri (analgesik) bila teknik pengendalian nyeri tidak
berhasil.
2. Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Observasi Tanda-Tanda Vital R/ untuk memantau keadaan pasien
keperawatan 3x24 jam diharapkan
pasien tidak cemas akan operasinya, 2. Berikan penjelasan yang benar pada pasien R/ untuk menghindari terlalu
dengan Kriteria Hasil: tentang semua tindakan. banyaknya informasi dari orang lain.
1. Pasien tidak merasa takut,
tidak gelisah.
2. TTV dalam batas normal 3. Dukung anggota keluarga untuk mengatasi R/ menurunkan ansietas keluarga dan
TD= 120/80 mmHg perilaku kecemasan. pasien.
N=60-100 x/menit
RR= 16-24 x/menit 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat R/ membantu pasien rileks selama
S=36,5-37,5C ansietas
45
3.2.4 Implementasi
WAKTU
NO. IMPLEMENTASI PARAF
(TGL,JAM)
DX
1 Selasa, 13
Oktober 2012
47
08.00 1. Observasi TTV
TD: 130/80 mmHg
N: 100 x/menit
RR: 24 x/menit
10.00 S: 37C
\ 2. Mengajarkan pasien untuk
12.00 rileks dan berdoa menurut
keyakinannya.
3. Memberikan penjelasan dan
pendekatan cara mengatasi
perilaku kecemasan pada pasien
48
3.2.5 Evaluasi
49
P: Intervensi dilanjutkan
1. Pantau keadaan dan skala nyeri pasien.
2. Lakukan kompres air hangat
3. anjurkan kepada keluarga pasien untuk
membantu pasien dalam mendapatkan
posisi yang nyaman, dan gunakan bantal
untuk menyokong daerah yang sakit.
4. kolaborasi dengan tim medis lainnya
dalam pemberian obat pengurang nyeri
(analgesik)
1. Selasa, 14 Oktober S: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
2012 O: keadaan umum mulai membaik
GCS= 4,5,6
Skala nyeri 2 (1-10)
TD: 130/80 mmHg
N: 90 x/menit
RR: 22 x/menit
S: 36,5C
A: masalah nyeri teratasi
P: intervensi dihentikan
50
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi protein, dan
tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam kandung empedu. Oleh
4.2 Saran
tentang penyakit kolelitiasis. Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih
kolelitiasis. Dengan tindakan preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua
51
DAFTAR PUSTAKA
<http://keperawatankita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-serta-
askepnya/>