Anda di halaman 1dari 26

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian tentang pengaruh latihan

rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif asistif terhadap luas gerak

sendi anak tuna grahita (retardasi mental) di SDLB C Negeri Banyuwangi

tahun 2017 yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, analisis

univariat dan bivariat.

5.1.1 Karakteristik Tempat Penelitian

1. Data wilayah

SDLB C Negeri Banyuwangi pada awalnya merupakan sekolah

swasta bernama SLB C YKPTI Banyuwangi yang bernaung di

bawah YKPTI (Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Tuna Indra).

Didirikan pada tanggal 2 Mei 1979 dengan akte notaris No. 32

Tahun 1979. Dengan dukungan pemerintah Kabupaten Banyuwangi,

Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Banyuwangi maka SLB YKPTI

membuat gedung baru yang diresmikan Bupati Banyuwangi Bapak

Ir. Syamsul Hadi pada tanggal 4 Mei 2004. Semenjak itu SDLB C

Negeri Banyuwangi menempati gedung dijalan Melati No. 3

Mojopanggung, Giri, Banyuwangi. Kemudian pada tanggal 31

Desember 2009 SLB YKPTI alih fungsi menjadi SDLB C Negeri

72
73

Banyuwangi sesuai keputusan Bupati Banyuwangi Nomor : 88/

1850/ Kep/ 4.24. 001/ 2009.

2. Batas Wilayah SDLB C Negeri Banyuwangi

a. sebelah utara : Jln. Melati

b. sebelah selatan : SMA LB Negeri Banyuwangi

c. sebelah barat : SMA N 1 Glagah Banyuwangi

d. sebelah timur : SDLB B Negeri Banyuwangi

3. Jumlah Guru dan Fasilitas Sekolah

Di SDLB C Negeri Banyuwangi terdapat sebanyak 13 guru dan

1 guru merangkap menjadi kepala sekolah. Adapun fasilitas yang

dimiliki seperti :

1. Ruang kelas : 7 Ruangan

2. Ruang perpustakaan : 1 Ruangan

3. Ruang IT : 1 Ruangan

4. Ruang Guru : 1 Ruangan

5. Ruang Kepala Sekolah : 1 Ruangan

6. Kamar Mandi : 4 Ruangan


74

5.1.2 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden ini meliputi analisis univariat.

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis

ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap

variabel. Akan tetapi untuk data numeric akan digunakan nilai mean,

median dan standar deviasi. Dalam penelitian ini analisis univariat

meliputi umur, jenis kelamin dan kegiatan anak.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 karakteristik responden berdasarkan umur di SDLB

C Negeri Banyuwangi tahun 2017.

Variabel Mean Median Modus (Min Max) Std. Deviation

Umur 13.3 13.00 12 7 - 18 2.989

Tabel 5.1 Menggambarkan distribusi karakteristik responden

berdasarkan umur di SDLB C Negeri Banyuwangi. Hasil penelitian

menunjukan bahwa rata rata umur responden adalah 13.3 tahun,

dengan usia termuda adalah 7 tahun dan usia tertua adalah 18 tahun.
75

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Diagram 5.1 karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin di SDLB C Negeri Banyuwangi tahun
2017

Karakteristik Anak Tuna Grahita di SDLB C Negeri


Banyuwangi Berdasarkan Jenis Kelamin

laki - laki perempuan

34,8%

65,2%

Diagram 5.1 Menggambarkan distribusi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin di SDLB C Negeri Banyuwangi. Hasil

penelitian menjelaskan jenis kelamin responden kebanyakan

responden didominasi oleh jenis kelamin laki laki yaitu sebanyak

15 anak dan sisanya adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak

8 anak
76

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Kegiatan

Diagram 5.2 karakteristik responden di SDLB C Negeri


Banyuwangi berdasarkan kegiatan

Karakteristik Anak Tuna Grahita di SDLB C Negeri


Banyuwangi Berdasarkan Kegiatan

kegiatan menonton tv kegiatan tidur siang


kegiatan bermain kegiatan olahraga

14%
32%

46% 8%

Diagram 5.2 Menggambarkan distribusi karakteristik responden di

SDLB C Negeri Banyuwangi berdasarkan kegiatan. Hasil penelitian

menunjukan kegiatan terbanyak yang dilakukan responden yaitu

bermain sebanyak 17 anak dan kegiatan yang paling sedikit

dilakukan adalah tidur siang sebanyak 3 anak.


77

5.1.3 Variabel Yang Diukur

Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi analisis bivariat.

Analisis ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh antara variabel

bebas (independen) yaitu latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah

secara aktif asistif dengan variabel terikat (dependen) yaitu luas gerak

sendi anak tuna grahita (retardasi mental). Berikut ini adalah data hasil

penelitian menunggunakan analisis bivariat Wilcoxon dengan SPSS 19

1. Pengaruh latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara

aktif asistif terhadap luas gerak sendi anak tuna grahita

(retardasi mental) di SDLB C Negeri Banyuwangi tahun 2017.

Tabel 5.2 Pengaruh latihan rentang gerak sendi ekstremitas


bawah secara aktif asistif terhadap luas gerak sendi
anak tuna grahita (retardasi mental) di SDLB C
Negeri Banyuwangi tahun 2017.

No Luas Menin Tetap Menu Data Mean Selisih Z tabel Z P


Gerak gkat run pembandin hitung
Sendi g ( = 0.05)
Panggul Posttest 10.00
1 19 4 0 10 -1.96 1.96 -3.890 0.000
kanan Pretest 0.00
Panggul Posttest 9.00
2 17 6 0 9 -1.96 1.96 -.3671 0.000
kiri Pretest 0.00
Lutut Posttest 9.85
3 17 5 1 6.35 -1.96 1.96 -3.640 0.000
kanan Pretest 3.50
Lutut Posttest 8.80
4 15 7 1 4.8 -1.96 1.96 -3.374 0.001
kiri Pretest 4.00
Pergelan Posttest 7.00
5 gan kaki 13 10 0 Pretest 0.00 7 -1.96 1.96 -3.354 0.001
kanan
Pergelan Posttest 7.50
6 gan kaki 14 9 0 Pretest 0.00 7.5 -1.96 1.96 -3.494 0.000
kiri
78

Hasil penelitian diatas menunjukan perbandingan luas gerak

sendi panggul kanan sebelum dan setelah intervensi. Dengan hasil

luas gerak sendi panggul kanan setelah intervensi lebih dari luas

gerak sendi panggul kanan sebelum intervensi. Dengan perbedaan

luas gerak sendi sebelum dan setelah intervensi selisih angka

sebesar 10. Diperoleh nilai significancy 0,000 (p < 0.05) dengan Z

score -3.890. Dengan demikian disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan luas gerak sendi panggul kanan sebelum dan setelah

dilakukan intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah

secara aktif asistif.

Kemudian penelitian perbandingan antara luas gerak sendi pada

panggul kiri sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Hasilnya

luas gerak sendi pada panggul kiri setelah dilakukan intervensi lebih

dari luas panggul kiri sebelum dilakukan intervensi dengan selisih

perbedaan angka sebesar 9. Dan diperoleh nilai significancy 0,000

(p < 0.05) dengan Z score -3.671. Dengan demikian disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan luas gerak sendi panggul kiri sebelum

dan setelah dilakukan intervensi latihan rentang gerak sendi

ekstremitas bawah secara aktif asistif.

Hasil penelitian yang menunjukan perbandingan antara luas

gerak sendi pada lutut kanan sebelum dan setelah dilakukan

intervensi. Hasilnya luas gerak sendi lutut kanan setelah dilakukan

intervensi lebih dari luas gerak sendi lutut kanan sebelum dilakukan

intervensi dengan selisih perbedaan angka sebersar 6.35. Dan


79

diperoleh nilai significancy 0,000 (p < 0.05) dengan Z score -3.640.

Dengan demikian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan luas gerak

sendi lutut kanan sebelum dan setelah dilakukan intervensi latihan

rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif asistif.

Setelah itu penelitian perbandingan antara luas gerak sendi

pada lutut kiri sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Hasilnya

luas gerak sendi lutut kiri setelah dilakukan intervensi lebih dari

luas gerak sendi lutut kiri sebelum dilakukan intervensi, dengan

selisih perbedaan angka 4.8. Dan diperoleh nilai significancy 0,001

(p < 0.05) dengan Z score -3.374. Dengan demikian disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan luas gerak sendi lutut kiri sebelum dan

setelah dilakukan intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas

bawah secara aktif asistif.

Kemudian hasil penelitian perbandingan antara luas gerak sendi

pada pergelangan kaki kanan sebelum dan setelah dilakukan

intervensi. Hasilnya luas gerak sendi pergelangan kaki kanan

setelah dilakukan intervensi lebih dari luas gerak sendi pergelangan

kaki kanan sebelum dilakukan intervensi, dengan selisih perbedaan

nilai setelah dan sebelum dilakukan intervensi sebesar 7. Dan

diperoleh nilai significancy 0,001 (p < 0.05) dengan Z score -3.354.

Dengan demikian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan luas gerak

sendi pergelangan kaki kanan sebelum dan setelah dilakukan

intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara

aktif asistif. Dan hasil penelitian perbandingan antara luas gerak


80

sendi pada pergelangan kaki kiri sebelum dan setelah dilakukan

intervensi. Hasilnya luas gerak sendi pergelangan kaki kiri setelah

dilakukan intervensi lebih dari luas gerak sendi pergelangan kaki

kiri sebelum dilakukan intervensi dengan selisih perbedaan angka

yaitu 7. Maka diperoleh nilai significancy 0,000 (p < 0.05) dengan Z

score -3.494. Dengan demikian disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan luas gerak sendi pergelangan kaki kiri sebelum dan

setelah dilakukan intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas

bawah secara aktif asistif.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Dari data hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan

distribusi karakteristik responden berdasarkan umur di SDLB C Negeri

Banyuwangi hasilnya menunjukan bahwa rata rata umur responden

adalah 13.3 tahun, dengan umur responden paling banyak adalah 12

tahun, usia termuda adalah 7 tahun dan usia tertua adalah 18 tahun.

Sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Liptak (1996) dalam

Soetjiningsih (2014) bahwa retardasi mental muncul sebelum onset 18

tahun dan ditandai dengan IQ dibawah 70 dengan intelegensi yang

kurang meliputi kognitif, bahasa, keterampilan motorik dan sosialnya.

Menurut Hurlock (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

fungsi motorik anak salah satunya adalah usia. Hal tersebut

dikarenakan perkembangan motorik merupakan perkembangan yang


81

berhubungan dengan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan

syaraf pusat, syaraf tepi dan otot yang terkoordinasi dan hal tersebut

berasal dari perkembangan reflex yang terjadi mulai saat lahir. Pada

umumnya usia 4 sampai 5 tahun pertama anak mulai dapat

mengedalikan gerakan kasar seperti berlari, berjalan, melompat dan

sebagainya. Kemudian pada usia 6 tahun anak sudah mampu dan siap

akan tuntutan sekolah dan kegiatan bermain dengan teman sebayanya.

Akan tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan anak yang

keterbelakangan salah satunya adalah anak dengan retardasi mental,

hal tersebut dikarenakan anak retardasi mental mengalami hambatan

pada perkembangan motoriknya dan akibatnya pada umur tertentu

anak tidak mampu menguasai tugas perkembangan yang diharapkan.

Dari penjelasan diatas maka peneliti beranggapan bahwa hasil dari

penelitian yang dilakukan sesuai dengan beberapa teori yang di

jelaskan. Karena umur responden peneliti berkisar 7 sampai 18 tahun

sesuai dengan usia anak retardasi mental yang onsetnya kurang dari 18

tahun dan faktor usia juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi

fungsi motorik, apa lagi pada anak retardasi mental yang jelas jelas

mengalami hambatan pada perkembangan motoriknya. Dan pada

tempat penelitian, peneliti menemukan masih banyak responden yang

mengalami gangguan perkembangan motorik, salah satunya pada luas

gerak sendi responden yang seharusnya pada umur 7 sampai 18 tahun

anak sudah mampu memenuhi tuntutan sekolah dan bermain dengan

teman sebayanya akan tetapi mereka masih mengalami hambatan dan


82

keterbatasan dalam gerakanya dan memerlukan bantuan dari orang

lain untuk beraktivitas.

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan distribusi

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di SDLB C Negeri

Banyuwangi menunjukan jenis kelamin responden didominasi oleh

jenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 15 anak dan sisanya adalah

jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 anak.

Pada kejadian retardasi mental baik laki laki mapun perempuan

tidak ada perbedaan jumlah antara lebih banyak laki laki ataupun

perempuan. Hal tersebut dikarenakan retardasi mental merupakan

keadaan mental yang terhenti yang dapat dialami oleh masing

masing anak laki laki ataupun perempuan, dan retardasi mental

lebih banyak disebabkan oleh faktor prenatal, perinatal dan pascanatal

(Harum, 2002). Akan tetapi menurut Hurlock (2008) jenis kelamin

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi gerak motorik

anak. Hal tersebut dikarenakan perbedaan jenis kelamin dapat

menentukan variasi dalam keterampilan motorik anak. Jika anak laki

laki dan perempuan diberikan dorongan, perlengkapan dan kesempatan

yang sama untuk berlatih pada tahun tahun permulaan, maka tidak

ada perbedaan jenis kelamin yang berarti. Meskipun demikian karena

adanya tekanan budaya, perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan

motorik terlihat pada usia taman kanak kanak dan lama lama akan

semakin jelas seiring bertambahnya usia anak.


83

Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan di SDLB C

Negeri Banyuwangi, hasilnya tidak terdapat perbedaan antara

hambatan motorik anak laki laki dan perempuan. Hal tersebut

dikarena peneliti menemukan hambatan luas gerak sendi pada seluruh

responden yang peneliti teliti baik laki laki maupun perempuan. Dan

untuk jenis kelamin dari responden yang dilakukan penelitian, jenis

kelamin responden laki - laki lebih mendominasi daripada jenis

kelamin perempuan hal tersebut dikarenakan rata rata responden

yang peneliti dapatkan adalah responden yang sesuai dengan

karakteristik dan kriteria inklusi peneliti, dari hal tersebut maka

didapatkan jumlah responden laki laki yang lebih banyak dibandingkan

perempuan.

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kegiatan

Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan distribusi

karakteristik responden di SDLB C Negeri Banyuwangi berdasarkan

kegiatan menunjukan kegiatan terbanyak yang dilakukan responden

yaitu bermain sebanyak 17 anak, kemudian menonton televisi

sebanyak 12 anak, kegiatan olahraga sebanyak 5 anak dan yang paling

sedikit dilakukan adalah tidur siang sebanyak 3 anak.

Menurut Shapiro (2007) dalam Soetjiningsih (2014) pada anak

retardasi mental usia 6 18 bulan sudah mulai muncul tanda gejala

keterlambatan perkembangan motorik kasarnya kemudian dilanjutkan

pada usia 3 5 tahun sudah terjadi keterlambatan bicara, masalah

gangguan bermain, keterlambatan motorik halus, menggunting


84

mewarnai dan menggambar sementara jika lebih dari 5 tahun maka

kemampuan akademik kurang, dan terdapat gangguan pada perilaku

seperti perhatian, kecemasan, nakal dan sebagainya. Hambatan

perkembangan tersebut tentunya juga akan berpengaruh terhadap

tingkat kegiatan yang akan anak lakukan setiap harinya baik untuk

memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun bermain bersama teman

sebayanya. Kemudian menurut Foley (2006) dalam Yuliastati (2011)

menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi fungsi motorik anak

adalah dari jenis kegiatan. Hal tersebut dikarenakan aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan sehari hari menentukan seberapa besar dan

banyak mereka menggunakan fungsi motoriknya, kemudian anak yang

aktif mengeksplorasi lingkungan sekitar akan cenderung lebih baik

fungsi motoriknya dari pada anak yang cenderung pasif.

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan banyak

responden di SDLB C Negeri Banyuwangi yang menyukai kegiatan

aktif atau aktivitas bermain namun mereka tetap memiliki keterbatasan

motorik dalam melakukan kegiatan mereka khususnya dalam luas

gerak sendinya, hal tersebut lebih didasarkan pada anak retardasi

mental memang sudah memiliki keterbatsan perkembangan motorik

sejak usia 6 18 bulan dan anak retardasi mental memang sudah

memiliki gangguan intelegensi yang meliputi kemampuan kognitif,

bahasa, keterampilan motorik, dan sosialnya. Selain itu anak tuna

grahita biasanya mempunyai keterampilan motorik dibawah rata rata

beberapa tahun dibandingkan dengan anak normal sesuainya. Jadi


85

gangguan aktivitas atau dalam kegiatan motorik pada anak retardasi

mental lebih didasarkan karena mereka memang sudah mengalami

gangguan intelegensi yang meliputi keterlambatan perkembangan

motorik yang dialami sejak usia dini.

5.2.4 Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Bawah

Secara Aktif Asistif Terhadap Luas Gerak Sendi Anak Tuna

Grahita (Retardasi Mental) Di SDLB C Negeri Banyuwangi

Tahun 2017

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan dari intervensi yang

diberikan yaitu pengaruh latihan rentang gerak sendi ekstremitas

bawah secara aktif asistif terhadap luas gerak sendi anak retardasi

mental, menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara sebelum dan

setelah dilakukan intervensi. Dengan hasil pada luas gerak sendi

panggul kanan sebelum intervensi terdapat 23 responden yang luas

gerak sendinya tetap setelah dilakukan pengukuran, kemudian setelah

dilakukan intervensi terdapat sebanyak 19 responden yang luas gerak

sendi panggulnya meningkat dan 4 responden sendi panggulnya tetap

dengan hasil uji statistik terdapat selisih 10 angka sebelum dan setelah

dilakukan intervensi dan hasil significancy P = 0,000 < 0,05.

Kemudian pada panggul kiri terdapat 23 responden yang luas gerak

sendi panggulnya tetap, setelah dilakukan intervensi terdapat 17

responden yang luas gerak sendi panggul kirinya meningkat dan 6

responden yang luas sendi panggul kirinya tetap, dengan hasil uji

statistic terdapat selisih 9 angka sebelum dan setelah dilakukan


86

intervensi dan tingkat significancy P = 0,000 < 0,05. Setelah itu hasil

pengukuran pada luas gerak sendi lutut sebelah kanan hasilnya terdapat

23 responden yang gerak sendi lututnya tetap sebelum intervensi,

kemudian setelah diberikan intervensi terdapat 17 responden yang luas

sendi lututya meningkat, kemudian terdapat 1 responden luas sendi

lutut kananya menurun, dan 5 responden yang luas sendi lutut

kanannya tetap. Dengan hasil uji statistik terdapat selisih 6,35 angka

sebelum dan setelah dilakukan intervensi dan tingkat significancy P =

0,000 < 0,05. Pada hasil pengukuran sendi lutut sebelah kiri, terdapat

23 responden yang sendi lutut kirinya tetap sebelum dilakukan

intervensi, kemudian setelah dilakukan intervensi hasilnya terdapat 15

responden yang luas sendi lututnya meningkat, 1 responden yang luas

gerak sendi lututnya menurun setelah intervensi dan 7 responden yang

luas sendi lutut kirinya tetap. Dengan hasil uji statistik terdapat selisih

4,8 antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi dan tingkat

significancy P = 0,001 < 0,05. Kemudian intervensi yang dilakukan

pada pergelangan kaki kanan hasilnya menunjukan terdapat perubahan

luas gerak sendi pada pergelangan kaki kanan sebanyak 13 responden

dan 10 responden yang luas sendi panggul kananya tetap setelah

diberikan intervensi. Dengan hasil uji statistik terdapat selisih 7 angka

antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi dan tingkat

significancy P = 0,001 < 0,05. Dan yang terakhir intervensi yang

dilakukan pada pergelangan kaki kiri, hasilnya responden yang luas

gerak sendinya meningkat setelah dilakukan intervensi sebanyak 14


87

responden dan 9 responden lainya luas gerak sendi pergelangan kaki

kirinya tetap setelah dilakukan intervensi. Dengan hasil uji statistik

terdapat selisih 7,5 angka sebelum dan setelah dilakukan intevensi dan

tingkat significancy P = 0,000 < 0,05.

Dari penjelasan hasil penelitian diatas rata rata responden

mengalami peningkatan pada luas gerak sendi setelah dilakukan

intervensi, akan tetapi juga adapula yang gerak sendinya tetap bahkan

menurun setelah dilakukan intervensi oleh peneliti. Diantaranya pada

sendi panggul kanan, terdapat 4 responden yang sendi panggulnya

tetap setelah intervensi yaitu 2 laki laki dan 2 perempuan, lalu ada 6

responden yang sendi panggul kirinya tetap terdiri dari 3 laki laki

dan 3 perempuan, kemudian 5 responden yang lutut kananya tetap

terdiri dari 3 laki laki dan 2 perempuan, setelah itu 7 responden yang

lutut kirinya tetap terdiri dari 5 laki laki dan 2 perempuan, lalu pada

sendi pergelangan kaki kanan terdapat 10 responden yang gerak

sendinya tetap setelah dilakukan intervensi, terdiri dari 6 laki laki

dan 4 perempuan dan pada pergelangan kaki kiri terdapat 9 responden

yang luas gerak sendinya tetap yaitu 6 laki laki dan 3 perempuan.

Kemudian yang luas sendinya menurun setelah dilakukan intervensi

adalah pada sendi lutut kanan dan kiri yaitu sebanyak 2 responden

yang keduanya berjenis kelamin laki laki. Berdasarkan jenis kelamin

rata rata yang gerak sendinya tetap dan menururn setelah dilakukan

intervensi didominasi oleh laki laki, dan untuk umur baik laki laki

atau pun perempuan rata rata pada rentang 7 sampai 18 tahun.


88

Lalu dari jumlah responden diatas yang gerak sendinya tetap atau

menurun setelah dilakukan intervensi jumlahnya terdapat 43

responden, dan 30 responden diantaranya yang luas gerak sendinya

tetap atau menurun adalah responden yang sama. Jadi, terdapat 10

responden yang sendinya sama sama tetap atau menurun baik pada

panggul, lutut dan pergelangan kaki, misalnya responden nomer satu

yang luas gerak sendi panggulnya tetap kemudian responden nomer

satu bisa muncul kembali pada gangguan luas gerak sendi lututnya.

Luas gerak sendi tersebut bisa muncul pada responden yang sama

karena dapat didasarkan pada rata rata anak tersebut mengalami

gangguan perkembangan retardasi mental berat, hal tersebut diketahui

berdasarkan pada data keterangan siswa SDLB C Negeri Banyuwangi

tahun 2017. Pada dasarnya kriteria yang dapat dipakai untuk

kemampuan didik dan dilatih baik sosial maupun kerja didasarkan dari

tingkatan, retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat

semuanya bisa dilakukan akan tetapi mungkin dari tingkat keparahan

retardasi mental tersebut dapat mempengaruhi intensitas terapi yang

diberikan pada masing masing anak sehingga mempengaruhi hasil

dari intervensi tersebut (Muhith, 2015). Seperti yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya sekitar 70% anak retardasi mental masuk dalam

golongan retardasi mental berat, kelompok ini termasuk tipe klinik dan

mereka dapat dilatih hygine dasar dan kemampuan berbicara sederhana

akan tetapi tidak dapat dilatih keterampilan kerja dan mereka

memerlukan pengawasan serta bimbingan sepanjang hidupnya (Melly


89

Budiman dalam Soetjiningsih 2014). Kemudian teori lain menjelaskan

bahwa kebanyakan penyandang retadasi mental berat menderita

gangguan motorik yang mencolok dan defisit yang menyertainya,

menunjukan adanya kerusakan perkembangan yang bermakna secara

klinis dari saraf pusat (Maslim 2001). Dari hal tersebut maka dapat

diasumsikan faktor yang dapat menyebabkan kenapa mereka luas

gerak sendinya tetap atau menururn bahkan setelah dilakukan

intervensi karena didasarkan pada tingkat keparahan retardasi mental

yang dialami anak atau responden itu sendiri, akan tetapi luas gerak

sendi tersebut mungkin tetap bisa ditingkatkan karena mengingat baik

retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat masih mampu

didik atau latih, mungkin intensitasnya setiap pemberian intervensi

yang masih perlu ditingkatkan kembali dan menyesuaikan kebutuhan

anak.

Berdasarkan data diatas juga dijelaskan luas gerak sendi yang tetap

atau menurun bisa dapat terjadi karena jenis kelamin juga dapat

menentukan variasi keterampilan motorik anak, meskipun anak laki

laki kenyataanya lebih aktif dari pada perempuan tetapi dalam melatih

luas gerak sendinya dapat menimbulkan hasil yang beranekaragam dan

berbeda beda pada masing masing anak (Hurlock, 2008). Hal

tersebut terjadi karena kebutuhan latihan rentang gerak sendi dapat

berbeda pada masing masing anak, dan latihan rentang gerak sendi

adalah latihan peregangan yang tentunya harus dilakukan secara

perlahan terhadap sendi yang mengalami keterbatasan luas geraknya,


90

dan jika baru pertama kali dilakukan maka memungkinkan terjadinya

kaku dan nyeri, maka dari itu beberapa hal tersebut biasanya yang

dapat menyebabkan luas gerak sendi anak tetap atau kadang malah

menururn. Kemudian melakukan latihan rentang gerak sendi secara

hati hati, perlahan dan secara kontinyu perlu dilakukan karena untuk

mencegah terjadinya kontraktur dan deformitas pada sendi yang telah

dilakukan intervensi. (Werner, 2009)

Luas gerak sendi merupakan kemampuan maksimal yang bisa

dicapai oleh sendi. Luas gerak sendi pun dapat diitngkatkan salah

satunya dengan latihan rentang gerak sendi baik secara aktif, aktif

asisistif maupun pasif (Yuliastati, 2011). Hal tersebut sangat

bermanfaat dilakukan guna meningkatkan kemampuan luas gerak

sendi masing masing orang yang mengalami hambatan dalam

mobilitas fisiknya maupun bagi anak yang mengalami gangguan pada

perkembangan motoriknya, seperti anak dengan retardasi mental.

Karena retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensia yang

kurang normal sejak masa perkembangan sejak lahir atau sejak masa

anak yang ditandai dengan adanya keterbatasan dalam keterampilan

dan semua area intelegensi seperti kognitif, bahasa, keterampilan

motorik dan sosial (Soetjiningsih, 2014). Begitupun dengan

perkembangan motorik anak retardasi mental, kemampuan motorik

berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui

kegiatan pusat syaraf, urat sayaraf, dan otot yang terkoordinasi, dan

dalam perkembangan motorik ada beberapa hal yang dapat


91

mempengaruhi yaitu berupa usia, jenis kelamin, kegiatan dan status

kesehatan atau gizi (Hurlock, 2008). Akan tetapi perkembangan

motorik tersebut kadang tidak bisa berjalan sesuai dengan tahapnya,

seperti halnya yang dialami oleh anak dengan retardasi mental. Karena

pada usia 6 18 bulan sudah mulai muncul tanda gejala keterlambatan

perkembangan motorik kasar maupun halus seperti gangguan pada

aktifitas personal sehari-hari seperi makan, berpakaian, bergerak dan

toileting. Aktifitas instrumental seperti mempersiapkan makanan,

minum obat, menggunakan telephon, mengatur keuangan,

menggunakan kendaraan dan melakukan aktifitas kerumah tanggaan,

kemampuan bekerja dan memelihara keamanan lingkungan (AAMR,

2010). Namun demikian masalah gangguan perkembangan motorik

pada anak retardasi mental tersebut dapat dicegah atau diminimalkan

salah satunya adalah dengan pendidikan yang dapat diberikan pada

anak dengan retradasi mental yaitu berupa pendidikan Occuppasional

teraphy (terapi gerak), yaitu terapi yang diberikan kepada anak tuna

grahita untuk melatih gerak fungsional anggota gerak kasar atau halus

(Asri 2010 dalam Yuliastati, 2011). Hal tersebut sejalan dengan

penelitian yang telah dilakukan Yuliastati (2011) bahwa untuk

meningkatkan luas gerak sendi guna meningkatkan kemampuan

motorik anak salah satunya adalah dengan latihan rentang gerak sendi

ekstremitas bawah secara aktif asistif, hasilnya menjelaskan bahwa

sampel berjumlah 30 anak di dua sekolah luar biasa di Bogor


92

menunjukan adanya peningkatan luas gerak sendi lutut dan panggul

pada kelompok intervensinya.

Berdasarkan dari data hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas,

penelitian pada anak tuna grahita (retardasi mental) di SDLB C Negeri

Banyuwangi tahun 2017, dengan jumlah responden sebanyak 23

hasilnya menunjukan bahwa terdapat banyak anak retardasi mental

yang mengalami gangguan pada luas gerak sendinya sehingga

menghambat aktivitas atau kemampuan motoriknya seperti hambatan

pada ekstremitas bawah diantaranya cara berjalan yang tidak tegak,

sempoyongan, berjalan dengan menyeret salah satu kaki dan cara

berjalan yang tidak beraturan. Kemudian dari masalah tersebut peneliti

memberikan intervensi berupa Occuppasional teraphy yaitu dengan

latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif asistif dan

hasilnya menunjukan terdapat perbedaan pada masing masing luas

gerak sendi ekstremitas bawah yaitu pada panggul kanan dan kiri, lutut

kanan dan kiri, pergelangan kaki kanan dan kiri baik sebelum dan

setelah dilakukanya intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas

bawah secara aktif asistif. Dengan hasil uji statistik menunjukan

tingkat significancy masing masing luas gerak sendi berada pada

rentang P = 0,000 0,001 sehingga P < 0,05. Jadi dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan rentang gerak

sendi ekstremitas bawah secara aktif asistif terhadap luas gerak sendi

anak tuna grahita (retardasi mental) di SDLB C Negeri Banyuwangi

tahun 2017. Berdasarkan dari data penelitian yang telah dilakukan


93

maka seharusnya latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara

aktif asistif dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan

kemampuan perkembangan motorik anak. Baik yang mengalami

gangguan perkembangan motorik maupun dengan hambatan mobilitas

fisik lainya, sehingga dengan upaya meningkatkan luas gerak sendi

diharapkan mampu berdampak tehadap peningkatan perkembangan

motorik anak dan dapat membantu anak dalam memaksimalkan

kemampuan motoriknya, sehingga anak retardasi mental mampu

melakukan kegiatan sesuai dengan tahapan perkembangan dan seusia

sebayanya tanpa harus terus menerus bergantung pada orang lain.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisa, dan pembahasan maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.1.1 Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan sebelum dilakukanya

intervensi latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif

asistif, hasilnya menunjukan dari 23 responden yang diteliti semuanya

masih banyak yang mengalami keterbatasan gerak pada luas gerak

sendi ekstremitas bawahnya. Pada sendi panggul kanan rata rata

pretest sebelum dilakukan intervensi hasilnya 0.00 selisih 10 angka

setelah dilakukanya intervensi, kemudian pada panggul kiri rata rata

hasil pretest sebelum dilakukan intervensi hasilnya 0.00 selisih 9 angka

setelah dilakukanya intervensi, lalu pada lutut kanan rata rata pretest

sebelum dilakukan intervensi hasilnya 3.50 selisih 6.35 angka setelah

dilakukanya intervensi, pada lutut kiri hasil dari pretest didapatkan

hasil 4.00 selisih 4.8 angka dari setelah dilakukan intervensi, kemudian

pada pergelangan kaki kanan hasil dari pretestnya sebesar 0.00 selisih

7 angka setelah intervensi, dan terakhir pada pergelanggan kaki kiri

hasil pretest 0.00 terdapat selisih 7.5 angka setelah dilakukanya

intervensi.

1.1.2 Berdasarkan posttest atau intervensi yang telah diberikan yaitu latihan

rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif asistif terhadap luas

gerak sendi anak tuna grahita di SDLB C Negeri Banyuwangi,

94
95

hasilnya menunjukan terdapat perbedaan sebelum dan setelah

dilakukan intervensi selama 3 minggu dengan frekuensi 2 kali sehari.

Jumlah responden sebanyak 23 yang mengalami gangguan pada luas

gerak sendinya sebelum intervensi, ternyata jumlahnya berkurang

setelah dilakukanya intervensi yaitu pada luas sendi panggul kanan

sebanyak 19 anak, pada sendi panggul kiri sebanyak 17 anak, pada

sendi lutut kanan sebanyak 17 anak, pada sendi lutut kiri sebanyak 15

anak, pada sendi pergelangan kaki kanan 13 dan sendi pergelangan

kaki kiri sebanyak 14 anak.

1.1.3 Latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah yang dilakukan selama

tiga minggu dengan frekuensi minimal 2 kali sehari ternyata

memberikan pengaruh secara bermakna terhadap masing masing luas

gerak sendi panggul, lutut, dan pergelangan kaki dengan hasil uji

statistik menggunakan Wilcoxon didapatkan nilai significany masing

masing gerak sendi antara 0.000 0.001 yang artinya P value < dari

0.05 dengan kesimpulan terdapat pengaruh latihan rentang gerak sendi

ekstremitas bawah secara aktif asistif terhadap luas gerak sendi anak

tuna grahita (retardasi mental) di SDLB C Negeri Banyuwangi.


96

6.2 SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat menjadi

masukan bagi beberapa pihak terkait yaitu :

6.2.1 Bagi Tempat Penelitian SDLB C Negeri Banyuwangi

Diharapkan latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara

aktif asistif ini dapat dijadikan sebagai program sekolah dan menjadi

bagian dari strategi kegiatan pembelajaran di sekolah luar biasa yang

pelaksanaannya dapat dimasukkan ke dalam bidang studi olah raga.

Diharapkan latihan rentang gerak sendi ekstremitas bawah secara aktif

asistif ini dapat berlangsung secara kontinyu dan terus menerus

sehingga manfaatnya dapat dirasakan tidak hanya oleh anak tuna

grahita dengan keterbatasan fungsi motorik tetapi juga oleh anak

dengan keterbatasan lain yang mengalami gangguan motorik.

6.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam

mengembangkan asuhan keperawatan pada anak dan hasil penelitian

ini juga diharapkan menjadi alternatif intervensi yang perlu dilakukan

pada anak Tuna Grahita (retardasi mental) untuk mengatasi masalah

imobilisasi yang berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat

adanya hambatan atau gangguan pada alat gerak yaitu dengan latihan

rentang gerak sendi ektremitas bawah secara aktif asistif.


97

6.2.3 Bagi Responden

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sehingga

menambah pengetahuan bagi reponden dan masyarakat tentang

bagaimana cara memberikan latihan yang dapat meningkatkan luas

gerak sendi anak yang mengalami gangguan pada perkembangan

motoriknya, sehingga dengan SOP latihan rentang gerak sendi

ekstremitas bawah secara aktif asistif yang benar maka nantinya akan

dapat membantu mengatasi masalah keterbatasan luas gerak sendi pada

anak retardasi mental.

Anda mungkin juga menyukai