Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN TERAPI CAIRAN PADA PASIEN PEMBEDAHAN

(Chici Endah Purnamasari, La Duwi)

A. PENDAHULUAN

Pembedahan menginduksi respons stres pada manusia; Fisiologi normal kita


menjadi berubah, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolit. Prosedur bedah
memerlukan perencanaan yang cukup dan individual manajemen sebelum, selama
dan sesudah menjalani suatu operasi. Sebelum operasi elektif, Pasien dengan kondisi
medis kronis sering mendapat dukungan multidisiplin untuk memastikan perawatan
mereka agar dioptimalkan, masalah diantisipasi dan rencana kontingensi dibuat..(1)

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang


umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.(2)

1. Faktor-faktor preoperatif.(2)

1) Kondisi yang telah ada


Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stres akibat operasi.
2) Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3) Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
4) Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.

Page
1
5) Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6) Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

2. Faktor Perioperatif:

1) Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal
3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

3 .Faktor postoperatif:

1) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi


2) Peningkatan katabolisme jaringan
3) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4) Risiko atau adanya ileus postoperatif

Page
2
4. Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif
adalah :

1) Hiperkalemia
2) Asidosis metabolic
3) Alkalosis metabolik
4) Asidosis respiratorik
5) Alkalosis repiratorik

B. ANATOMI CAIRAN TUBUH(2)

Anatomi Cairan Tubuh Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia,
persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas
seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan
dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan
pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-
angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita
dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut:

Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Page
3
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka
resiko penderita menjadi lebih besar.Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen
ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.

1. Cairan intraselular adalah Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan
intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya
terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan
berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat
badannya merupakan cairan intraselular.
2. Cairan ekstraselular Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular.
Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru
lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah
usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
(1).Cairan Interstitial adalah Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam
cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe
termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh,
volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
(2).Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh
darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel
darah merah, sel darah putih dan platelet.
(3). Cairan transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga
tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial,

Page
4
intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu,
volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah
banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
1) Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+ ),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+ ).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
2) Anion

Page
5
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl- ) dan
bikarbonat (HCO3 - ), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO4 3-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

(1).Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa
mekanisme:
-Left atrial stretch reseptor
-Central baroreseptor
-Renal afferent baroreseptor
-Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
-Atrial natriuretic factor
-Sistem renin angiotensin
-Sekresi ADH
-Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan
natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

(2).Kalium

Page
6
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99%
dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium
yang terikat dengan protein didalam sel. 7 Kadar kalium plasma 3,5-5,0
mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium
sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.

(3).Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak
terdapat dalam sel.

(4).Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

(5).Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam
keseimbangan asam basa.

2. Non elektrolit

Page
7
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh
membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik
cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat
terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik
(NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat

Page
8
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa
natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-
2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir
600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit
dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-
200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.

Page
9
Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :


1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum
adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot
nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa
kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan,
peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan
yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat
dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi
sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi
serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L),

Page
10
hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang
paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau
hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan
natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular
berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah
(kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan
air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan
volume intravaskular.

Page
11
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan
kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa pendekatan terangkum
dalam tabel 5.

Page
12
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang
diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40
cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan : o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M
(menurut Guillot 17) o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M
(menurut Guillot 17)

b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang

Page
13
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi
renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi
jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2. Perubahan konsentrasi

- Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L)
atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-
2,5 mg/kg.12 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih
agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus

-Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi
dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis,

Page
14
diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

- Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa
koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2
mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2meq/L disertai
perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat. Rumus untuk menghitung
deficit kalium:

- Hiperkalemia Terjadi jika kadar kalium 5 mEq/L, sering terjadi karena


insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs,
ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama
melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia
dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

Page
15
3. Perubahan komposisi

- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi


ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut
merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk
obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri
dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan
narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi
mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi


ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat
serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan
PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah
yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yang terjadi.

- Asidosis metabolic (Ph<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi


ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,
diare, fistula usus kecil, diabetic ketoasidosis, dan asidosis laktat.
Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan
depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetic
ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
methanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan

Page
16
yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.

- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan


ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum
terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik
akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium.
Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan
pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

B. PERSIAPAN PREOPERATIF

Pembedahan dan anestesi menyebabkan gangguan besar pada homeostasis


pasien. Risiko yang berpotensi mengancam hidup bisa dikurangi dengan evaluasi dan
terapi pra operasi dengan tepat. Ahli bedah dan dokter di bidang perawatan primer
dapat berbuat banyak dengan menghindari atau membuat penundaan operasi dan
pembatalan, dan juga mengurangi biaya dan risiko pasien dengan mengidentifikasi
pasien yang membutuhkan konsultasi anestesi pra operasi dan dengan mengirimkan
semua informasi terkait, misalnya, ECG terkini, ekokardiografi dan laporan studi
stres, dll, dengan pasien. Evaluasi pra-anestesi tampaknya jadilah satu rutinitas lain
untuk memunculkan sebuah sejarah, peninjauan kembali semua sistem, melakukan
pemeriksaan fisik, dan memeriksa studi laboratorium. Namun cara tradisional ini
menyediakan struktur yang memungkinkan kita untuk keluar dari informasi yang bisa
mempengaruhi persiapan anestesi dan manajemen.(3)

Sistem penilaian ASA menggambarkan keadaan fisik pasien pra operasi dan
digunakan secara rutin untuk setiap pasien di Inggris. Tidak ada tunjangan usia,
riwayat merokok, obesitas atau kehamilan. Diantisipasi kesulitan dalam intubasi tidak

Page
17
relevan Ada beberapa korelasi antara skor ASA dan mortalitas perioperatif, meskipun
tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan dalam prediksi risiko perioperatif(4)

Tabel 7. Klasifikasi ASA

Dehidrasi preoperatif sering terjadi pada prosedur operasi, dan terutama


dikaitkan dengan periode puasa yang berkepanjangan dan persiapan usus. Gejala
dehidrasi Pada cairan pasca operasi mungkin paling jelas terjadi pada prosedur
operasi minor, dimana kebutuhan cairan intraoperatif rendah. Ini bertentangan dengan

Page
18
prosedur bedah major, dimana sejumlah besar cairan sering diberikan secara
intraoperatif, dan karena itu mungkin mengkompensasi deficit cairan awal. Puasa
preoperatif 12 jam atau lebih dapat menyebabkan defisit cairan sekitar satu liter pada
pasien dewasa yang terutama terdiri dari air bebas dan juga Sejumlah kecil elektrolit.
Gejala dari defisit cairan ini belum dapat didefinisikan, tapi bisa meliputi rasa haus,
mengantuk dan pusing Selain itu, dari data subjektif pasien merasakan
ketidaknyamanan, gejala dehidrasi ringan ini mungkin berkontribusi pada kondisi
dengan tinggal di rumah sakit yang berkepanjangan dalam peninjauan tahun 17638
pasien, di mana pusing dan kantuk pascaoperasi terjadi sebagaiv prediktor
independenpada pasien yang tinggal di rumah sakit berkepanjangan sehabis operasi
rawat jalan.(5)

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi(puasa, lavement)


harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam
pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti
garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan
mengalami pembedahan harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera
diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. (2)

Penggantian volume tetap merupakan landasan resusitasi pada pasien kritis


dan terluka. Intervensi terapeutik awal pada pasien hipotensi, pasien oligurik, dan
pasien dengan perfusi organ / jaringan yang bermasalah adalah volume resusitasi. (6)

Page
19
C. TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF(2)

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :

1) Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian


Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih
banyak dibandingkan elektrolit).

2) Defisit cairan dan elektrolit pra bedah


Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal
yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,
diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah
ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.

Page
20
3) Kehilangan cairan saat pembedahan
(1).Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap
darah (suction pump)
dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)
mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan
klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan
cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja
operasi dan lantai kamar bedah.

(2).Kehilangan cairan lainnya


Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan
(evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka
pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau
lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara

Page
21
masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang
mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan
serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang
terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan
juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4) Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)
menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk
menghasilkan urinhipotonis.

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan


kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan,
translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja
selama pembedahan.
2) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar

Page
22
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3) Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
4) Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood
Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan
menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi)
sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampakkarena
depresi komponen vasoaktif.

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan


kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan
berdasarkan:
a) Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
b) Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
c) Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.

Page
23
d) Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
e) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f) Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
g) Usia penderita

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:


a) 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
b) Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin
3gr% Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya
sehingga dieresis 1 ml/kgBB/jam.

Page
24
D. TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT POST OPERATIF

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan
pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang
rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan
makan.
2) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan
1C suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

Page
25
4) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

PILIHAN JENIS CAIRAN

1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap
pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau
syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid
bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan
perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu
pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru
berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan
edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Page
26
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan
Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai
cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering
digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Page
27
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a) Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.

Page
28
b) Koloid sintesis yaitu:
1) Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2) Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase
( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip
Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume
yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi
cairan pada penderita gawat.

Page
29
3) Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea
linked gelatin.

Tabel 10. Cristaloid vs Coloid

Page
30
Sampai saat ini belum terdapat bukti yang menunjukkan cairan mana lebih baik
untuk penggantian volume cairan intravas-kuler. Cairan koloid akan bertahan lebih la-
ma di intravaskuler sehingga jumlah yang diperlukan untuk mengisi volume intra-
vaskuler lebih sedikit. Para pemberi kris-taloid pada umumnya menganjurkan hu-kum
3:1 karena hanya sepertiga cairan kris-taloid yang bertahan di dalam intravas-kuler.

Suatu meta-analisis membandingkan kristaloid dan koloid pada tahun 1989


menyimpulkan bahwa pasien trauma se-baiknya diresusitasi dengan menggunakan
cairan kristaloid sedangkan pasien pembe-dahan elektif nontrauma dan nonseptik di-
resusitasi dengan koloid. Meta-analisis lanjutan oleh Choi et al, menunjukkan bah-wa
tidak terdapat perbedaan bermakna dalam halterjadinya edema paru, mortalitas, lama
inap pasien antara resusitasi meng-gunakan cairan kristaloid dengan koloid pada
populasi umum, namunangka mor-talitas lebih rendah pada pasien dengan pemberian
kristaloid.

Secara Cochrane Re-view dalam Randomized Controlled Trials (RCT) tidak


membuktikan bahwa resusitasi menggunakan koloid menurunkan risiko kematian
dibandingkan dengan resusitasi menggunakan kristaloid pada pasien trau-ma atau
luka bakar. Kesimpulan sementara yaitu bahwa pro dan kontra terhadap cairan
kristaloid dan koloid sampai saat ini masih terus berlangsung dan penelitian tentang
kristaloid dan koloid masih harus dilan-jutkan(7)

Tabel 11. Osmolaritas cairan (8)

Page
31
TERAPI POST OPERATIF PADA PASIEN ANAK(9)

Page
32
Komunikasikan kepada keluarga pasien mengenai hasil
pembedahan, masalah yang dihadapi selama pembedahan dan
kemungkinan yang akan terjadi pasca pembedahan.

Segera setelah pembedahan

Nilai ulang kebutuhan ICU/NICU

pastikan pasien pulih dari pengaruh anestesi

o awasi tanda vital frekuensi napas, denyut nadi dan,


jika perlu, tekanan darah setiap 1530 menit hingga kondisi
pasien stabil

hindari susunan letak ruang yang mengakibatkan pasien


dengan risiko tinggi tidak terawasi dengan baik.

lakukan pemeriksaan dan tangani tanda vital yang tidak


normal.

Tatalaksana pemberian cairan

Pasca pembedahan, anak umumnya memerlukan lebih


banyak cairan daripada sekedar cairan rumatan. Anak yang
menjalani bedah perut memerlukan 150% kebutuhan dasar dan
bahkan lebih banyak lagi jika timbul peritonitis. Cairan infus yang
biasa dipakai adalah Ringer laktat dengan glukosa 5% atau
larutan setengah garam normal dengan glukosa 5%. Larutan
garam normal dan Ringer laktat tidak mengandung glukosa dan
dapat mengakibatkan risiko hipoglikemia, dan pemberian jumlah
besar larutan glukosa 5% tidak mengandung sodium,sehingga
dapat menimbulkan risiko hiponatraemia

Awasi status cairan dengan ketat

o Catat cairan masuk dan keluar (infus, aliran dari NGT,


jumlah urin) setiap 4-6 jam

Page
33
o Jumlah urin merupakan indikator paling sensitif untuk
mengukur status cairan

Jumlah urin normal: bayi 12 ml/kgBB/jam, anak


1 ml/kgBB/jam

Jika curiga terjadi retensi urin, pasang kateter.


Hal ini dapat membantu mengukur jumlah urin yang keluar tiap
jam, yang sangat berguna pada anak yang sakit sangat berat.
Curigai retensi urin jika buli-buli membengkak dan anak tidak
bisa kencing.

(10)
Tabel 12. Kebutuhan cairan Rumatan

Mengatasi rasa sakit/nyeri

Page
34
Rasa sakit ringan

o Beri parasetamol (1015 mg/kgBB tiap 46 jam)


diminumkan atau per rektal. Parasetamol oral dapat diberikan
beberapa jam sebelum pembedahan atau per rektal pada saat
pembedahan selesai.

Nyeri hebat

o Beri infus analgetik narkotik (suntikan IM


menyakitkan untuk pasien): Morfin sulfat 0.050.1 mg/kgBB IV
setiap 24 jam.

o Nutrisi

Sebagian besar kondisi pembedahan meningkatkan kebutuhan


kalori atau mencegah asupan gizi yang adekuat. Banyak anak
yang membutuhkan tindakan operasi berada dalam kondisi
lemah. Gizi yang kurang baik mempengaruhi reaksi pasien
terhadap cedera dan menghambat penyembuhan luka.

beri makan pasien sesegera mungkin setelah pembedahan

beri makanan tinggi kalori yang mengandung cukup protein


dan suplemen vitamin

gunakan NGT untuk yang sulit menelan

pantau perkembangan berat badan.

Masalah umum pasca pembedahan

Takikardi
Mungkin disebabkan oleh nyeri, hipovolemi, anemia, demam,
hipoglikemi, dan infeksi

Page
35
o periksa pasien

o kaji ulang kondisi pasien sebelum dan selama


pembedahan

o awasi respons pasien terhadap pemberian obat


pereda rasa sakit, bolus cairan intravena, oksigen dan transfusi

o bradikardi pada pasien harus dipertimbangkan


sebagai tanda hipoksia hingga terbukti sebaliknya.

Demam
Dapat disebabkan oleh cedera jaringan, infeksi luka, atelektasis,
infeksi saluran kemih (dari pemasangan kateter), flebitis (pada
tempat kateter intravena), atau infeksi terkait lain (misalnya
malaria).

Jumlah urin sedikit


Mungkin disebabkan oleh hipovolemi, retensi urin, atau gagal
ginjal. Jumlah urin yang sedikit hampir selalu disebabkan oleh
tidak cukupnya resusitasi cairan.

o Periksa pasien

o Periksa kembali catatan pemberian cairan

o Jika dicurigai hipovolemi, beri larutan garam normal


(1020 ml/kgBB) dan ulangi sesuai kebutuhan

o Jika dicurigai terjadi retensi urin (anak gelisah dan


dalam pemeriksaan buli-buli penuh) pasang kateter.

Page
36

Anda mungkin juga menyukai