A. PENDAHULUAN
1. Faktor-faktor preoperatif.(2)
Page
1
5) Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6) Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
2. Faktor Perioperatif:
1) Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal
3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
3 .Faktor postoperatif:
Page
2
4. Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif
adalah :
1) Hiperkalemia
2) Asidosis metabolic
3) Alkalosis metabolik
4) Asidosis respiratorik
5) Alkalosis repiratorik
Anatomi Cairan Tubuh Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia,
persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas
seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan
dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan
pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-
angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita
dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut:
Page
3
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka
resiko penderita menjadi lebih besar.Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen
ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
1. Cairan intraselular adalah Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan
intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya
terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan
berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat
badannya merupakan cairan intraselular.
2. Cairan ekstraselular Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular.
Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru
lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah
usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
(1).Cairan Interstitial adalah Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam
cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe
termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh,
volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
(2).Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh
darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel
darah merah, sel darah putih dan platelet.
(3). Cairan transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga
tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial,
Page
4
intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu,
volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah
banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
1) Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+ ),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+ ).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
2) Anion
Page
5
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl- ) dan
bikarbonat (HCO3 - ), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO4 3-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
(1).Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa
mekanisme:
-Left atrial stretch reseptor
-Central baroreseptor
-Renal afferent baroreseptor
-Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
-Atrial natriuretic factor
-Sistem renin angiotensin
-Sekresi ADH
-Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan
natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
(2).Kalium
Page
6
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99%
dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium
yang terikat dengan protein didalam sel. 7 Kadar kalium plasma 3,5-5,0
mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium
sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
(3).Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak
terdapat dalam sel.
(4).Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
(5).Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam
keseimbangan asam basa.
2. Non elektrolit
Page
7
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Page
8
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa
natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-
2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir
600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit
dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-
200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.
Page
9
Perubahan cairan tubuh
Page
10
hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang
paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau
hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan
natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular
berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah
(kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan
air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan
volume intravaskular.
Page
11
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan
kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa pendekatan terangkum
dalam tabel 5.
Page
12
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang
diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40
cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan : o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M
(menurut Guillot 17) o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M
(menurut Guillot 17)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang
Page
13
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi
renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi
jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L)
atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-
2,5 mg/kg.12 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih
agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus
-Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi
dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis,
Page
14
diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa
koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2
mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2meq/L disertai
perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat. Rumus untuk menghitung
deficit kalium:
Page
15
3. Perubahan komposisi
Page
16
yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.
B. PERSIAPAN PREOPERATIF
Sistem penilaian ASA menggambarkan keadaan fisik pasien pra operasi dan
digunakan secara rutin untuk setiap pasien di Inggris. Tidak ada tunjangan usia,
riwayat merokok, obesitas atau kehamilan. Diantisipasi kesulitan dalam intubasi tidak
Page
17
relevan Ada beberapa korelasi antara skor ASA dan mortalitas perioperatif, meskipun
tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan dalam prediksi risiko perioperatif(4)
Page
18
prosedur bedah major, dimana sejumlah besar cairan sering diberikan secara
intraoperatif, dan karena itu mungkin mengkompensasi deficit cairan awal. Puasa
preoperatif 12 jam atau lebih dapat menyebabkan defisit cairan sekitar satu liter pada
pasien dewasa yang terutama terdiri dari air bebas dan juga Sejumlah kecil elektrolit.
Gejala dari defisit cairan ini belum dapat didefinisikan, tapi bisa meliputi rasa haus,
mengantuk dan pusing Selain itu, dari data subjektif pasien merasakan
ketidaknyamanan, gejala dehidrasi ringan ini mungkin berkontribusi pada kondisi
dengan tinggal di rumah sakit yang berkepanjangan dalam peninjauan tahun 17638
pasien, di mana pusing dan kantuk pascaoperasi terjadi sebagaiv prediktor
independenpada pasien yang tinggal di rumah sakit berkepanjangan sehabis operasi
rawat jalan.(5)
Page
19
C. TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF(2)
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
Page
20
3) Kehilangan cairan saat pembedahan
(1).Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap
darah (suction pump)
dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)
mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan
klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan
cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja
operasi dan lantai kamar bedah.
Page
21
masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang
mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan
serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang
terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan
juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4) Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)
menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk
menghasilkan urinhipotonis.
Page
22
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3) Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
4) Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood
Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan
menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi)
sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampakkarena
depresi komponen vasoaktif.
Page
23
d) Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
e) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f) Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
g) Usia penderita
Page
24
D. TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT POST OPERATIF
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan
pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang
rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan
makan.
2) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan
1C suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
Page
25
4) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap
pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau
syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid
bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan
perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu
pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru
berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan
edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Page
26
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan
Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai
cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering
digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Page
27
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
Page
28
b) Koloid sintesis yaitu:
1) Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Page
29
3) Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea
linked gelatin.
Page
30
Sampai saat ini belum terdapat bukti yang menunjukkan cairan mana lebih baik
untuk penggantian volume cairan intravas-kuler. Cairan koloid akan bertahan lebih la-
ma di intravaskuler sehingga jumlah yang diperlukan untuk mengisi volume intra-
vaskuler lebih sedikit. Para pemberi kris-taloid pada umumnya menganjurkan hu-kum
3:1 karena hanya sepertiga cairan kris-taloid yang bertahan di dalam intravas-kuler.
Page
31
TERAPI POST OPERATIF PADA PASIEN ANAK(9)
Page
32
Komunikasikan kepada keluarga pasien mengenai hasil
pembedahan, masalah yang dihadapi selama pembedahan dan
kemungkinan yang akan terjadi pasca pembedahan.
Page
33
o Jumlah urin merupakan indikator paling sensitif untuk
mengukur status cairan
(10)
Tabel 12. Kebutuhan cairan Rumatan
Page
34
Rasa sakit ringan
Nyeri hebat
o Nutrisi
Takikardi
Mungkin disebabkan oleh nyeri, hipovolemi, anemia, demam,
hipoglikemi, dan infeksi
Page
35
o periksa pasien
Demam
Dapat disebabkan oleh cedera jaringan, infeksi luka, atelektasis,
infeksi saluran kemih (dari pemasangan kateter), flebitis (pada
tempat kateter intravena), atau infeksi terkait lain (misalnya
malaria).
o Periksa pasien
Page
36