Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala
ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat
keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006).
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik
yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang
merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK
ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4
(PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan
sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko
(+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan
baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat
keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai
peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu:
1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk
2. Peningkatan produksi dahak/phlegm
3. Peningkatan sesak napas
Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor
pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit
paru komorbid, penyakit komorbid lain.(RiyantodanHisyam, 2006).

4
B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Definisi PPOK pada lansia


2. Mengetahui Etiologi PPOK pada lansia
3. Mengetahui Klasifikasi PPOK pada lansia
4. Mengetahui Patofisiologi PPOK pada lansia
5. Mengetahui Pathway PPOK pada lansia
6. Mengetahui Tanda Dan Gejala PPOK pada lansia
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada lansia
8. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru


kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif,
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh
pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama
PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas
berbahaya.

COPD (Chronic Obstructive Pulmonal Disease)adalah sekresi


mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan
kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran
nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun
berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson
(2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Menurut WHO yang dituangkan dalamGlobal Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update
tahun 2005, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD )atau
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) didefenisikan sebagai penyakit
yang dikarakteristir oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak
reversible sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umunya bersifat

6
progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Beberapa rumah sakit di
Indonesia ada yang menggunakan istilah PPOM (Penyakit Paru Obstruksi
Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama.
Dua gangguan yang terjadi pada PPOK adalah bronchitis kronis
atau emfisma. Bronchitis kronis adalah kondisi dimana terjadi sekresi
mucus berlebihan kedalam cabang bronkus yang bersifat kronis dan
kambuhan, disertai batuk yang terjadi pada hamper setiap hari selama
sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Sedangkan
emfisema adalah kelainan paru-paru yang dikarakterisir oleh pembesaran
rongga udara bagian distal sampai keujung bronkiole yang abnormal dan
permanent, disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Pasien pada
umumnya mengalami kedua gangguan ini, dengan salah satunya dominan.

B. Etiologi PPOK

1. Usia

Penderita PPOK akan mengalami keadaan yang fatal dua kali lebih tinggi
pada usia 65-74 tahun dan tiga kali lebih tinggi pada usia 75-84 tahun, baik
pada laki-laki maupun perempuan (Annete, 2006). Pada umumnya, lansia
mengalami perubahan tulang, otot, jaringan paru, dan cairan respiratori yang
kesemuanya berkontribusi dalam terjadinya kesulitan pernapasan pada lansia
(Mauk, 2006).

2. JenisKelamin

Pria lebih berisiko mengalami PPOK akibat dari perilaku merokok yang
sebagian besar dilakukan oleh pria. Namun, untuk polah hidup yang sama
sejak muda, pria dan wanita lansia memiliki faktor risiko yang sama terhadap

7
angka kejadian PPOK, bahkan seorang perempuan yang merokok dapat lebih
berisiko dibandingkan lelaki yang tidak merokok.

3. Penurunan fungsi paru


Lansia mengalami pengurangan pada elastisitas jaringan paru-paru dan
dinding dada.
Kekuatan kontraksi otot pernapasan yang menurun menyebabkan masukan
oksigen juga mengalami penurunan yang akhirnya berujung pada penurunan
fungsi paru-paru.
Berbagai penurunan fungsi paru diantaranya adalah penurunan jumlah
silia, penurunan batuk refleks, penurunan produksi IgA, penurunan
responsitivitas terhadap hipoksemia dan hipercapnia, dan lain sebagainya.
Bagilansia, penurunan fungsi paru inidapat menjadi faktor risiko terjadinya
PPOK..

4. Polusiudara
Seiring dengan bertambahny ausia, penurunan fungsi sistem pernapasan akan
menyebabkan menurunnya sistem proteksi sistem pernapasan untuk
menangkal berbagai zat asing yang dapat mengiritasi saluranpernapasan.
Salah satu polusi udara yang banyak memapar lansia yaitu asap kendaraan
bermotor dimana di dalam asap kendaraan bermotor ini banyak mengandung
berbagai zat berbahaya yang dapat menyebabkan PPOK. Selain itu, polusi
udara ruangan juga banyak memaparlansia seperti debu dan berbagai zat
kimia berbahaya.

5. Menghirup asap rokok


Bagilansia, aktivitas merokok merupakan salah satu perburukan dari PPOK.
Merokok dapat menekan aktivitas sel-sel pemangsa dan mempengaruhi
mekanisme pembersihan sel-sel siliaris dari traktus respiratorius, yaitu fungsi
menjaga saluran napas dari iritan, bakteri, dan benda asing lainnya yang
terhirup.Jika mekanisme ini dirusak oleh aktivitas merokok, aliran udara

8
menjadi tersumbat dan udara menjadi terjebak dibalik jalan napas yang
tersumbat.Distensi alveoli sangat melebar dan kapasitas paru
menghilang.Selainitu, merokok juga mengiritasi sel goblet dan kelenjar
mukosa, menyebabkan peningkatan akumulasi lendir.Akumulasi lendir (Bare,
2001).

C. Klasifikasi PPOK

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi


kronik adalah sebagai berikut:

1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan
terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus.

3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan.
Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas
secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran

9
pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease (GOLD) 2007, dibagiatas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)
1. Derajat I: PPOK ringan
Denganatautanpagejalaklinis (batukproduksi sputum).Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1> 80% Prediksi). Pada
derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal.
2. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50%
< VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.
Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi
sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: PPOK sangat berat


Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;
VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya
gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita,
oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin
tidak bisa diprediksi dengan VEP1

D. Patofisiologis PPOK

10
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat
berkurang sehingga sulit bernapas.

Pada PPOK , terjadinya hambatan aliran udara progresif terkait dengan


adaya respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap adanya
paparan partikel-partikel berbahaya atau gas. Respon inflamasi terjadi di
seluruh saluran udara, parenkim, serta pembuluh darah pada paru paru.
Karena peradangan kronis dan upaya tubuh untuk memperbaiki diri oleh
paru-paru, maka terjadi penyempitan pada saluran udara kecil perifer.
Seiring berjalannya waktu, proses adanya cedera dan upaya untuk
memperbaiki diri menyebabkan terbentuknya jaringan parut, pembentukan
dan penyempitan lumen saluran napas. obstruksi aliran udara mungkin juga
karena kerusakan parenkim seperti yang terlihat pada klien dengan
emfisema, yaitu penyakit alveoli atau unit pertukaran gas. Selain
peradangan, proses-proses yang berkaitan dengan ketidakseimbangan
proteinase dan antiproteinases di paru-paru mungkin bertanggung jawab
untuk pembatasan aliran udara. Ketika diaktifkan oleh peradangan kronis,
proteinase dan zat lainnya dapat dilepaskan, merusak parenkim paru-paru .
Perubahan parenkim juga mungkin konsekuensi peradangan , lingkungan ,
atau faktor genetic ( misalnya defisiensi alpha1 antitrypsin). Di awal
perjalanan dari PPOK, respon inflamasi menyebabkan perubahan pembuluh
darah paru yang ditandai dengan penebalan dinding pembuluh darah .
Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan asap rokok atau
penggunaan produk tembakau atau sebagai hasil pelepasan mediator
inflamasi.

11
E. Pathway

lemas

12
F. Tanda Dan Gejala PPOK

1. Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:


a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
2. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
PPOK ditandai dengan tiga gejala utamayaitu batuk, produksi sputum,dyspnea
saat aktivitas.Gejala-gejala tersebutkeseringan akan memburuk dari waktu ke
waktu. Batuk kronis dan produksi sputum sering kali menjadi faktor penyebab
untukterjadinya peningkatan keterbatasan aliran udara selama bertahun-tahun.
Namun, tidak semua individu dengan batuk dan produksi sputum akan menjadi
PPOK. Dyspnea pada klien PPOK bisa menjadi berat dan seringkali mengganggu
aktivitas pasien. Penurunan berat badan seringkali terjadi akibat dyspnea yang
akan mengganggu makan, sementara tubuh tetap membutuhkan energy untuk
beraktifitas seperti pernapasan. Seringkali penderita PPOK tidak dapat
berpartisipasi dalam olahraga bahkan olahraga ringan karena dyspnea.Dyspnea
terjadi bahkan pada saat istirahat. Untuk tetap bias bernafas, otot-otot aksesori
dipergunakan. Pasien dengan PPOK beresiko tinggi untuk mengalami insufisiensi
pernapasan infeksi, yang pada akhirnya meningkatkan risiko gagal nafas akut dan
kronis.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang


parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.

13
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia


dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S
lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

14
6. Laboratorium darah lengkap

H. Penatalaksanaan Keperawatan Dan Medis


1. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1.) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala
tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2.) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas harian.
3.) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya
dapat dideteksi lebih awal.

2. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada
infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 2 liter/menit.
h. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran
secret bronkus.

15
b.) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d.) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e.) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

3. Terapi Farmokologis
1. Menghentikan Kebiasaan Merokok
Pada para perokok usia pertengahan yang berhasil menghentikan
sama sekali kebiasaan merokoknya, tampak suatu perbaikan yang
signifikan dalam laju penurunan fungsi paru. Maka dari itu sudah
seharusnya semua pasien PPOK dengan segera berhenti merokok dan
diajarkan tentang berbagai keuntungan berhenti merokok. Ada dua
pendekatan farmakologi yang terpenting yakni: bupropion, sebagai obat
anti depresan, dan terapi pengganti nikotin, tersedia dalam bentuk
permen karet, transdermal patches, inhaler, dan nasal spray.
2. Bronkodilator
Umumnya bronkodilator digunakan untuk kepentingan simtomatis
pada pasien PPOK. Pilihan pemberian secara inhalasi oleh karena efek
samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan pemberian
secara parenteral. Digunakan rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila
diperlukan (gejala intermitten). Dianjurkan bronkodilator kombinasi
daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
3. Agen Antikolinergik
Walaupun penggunaan ipratropium bromide secara rutin tidak
menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan fungsi paru, namun
telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menghasilkan perbaikan
yang cepat pada FEV1. Efek samping kecil, dan pemberian

16
antikolinergik inhalasi dianjurkan pada pasien-pasien dengan gejala
PPOK.

4. agonis
Obat digunakan sebagai terapi simtomatis. Efek samping yang
paling utama adalah tremor dan takikardi. 2,3 Long-acting agonis
inhalasi, seperti salmeterol, memiliki keuntungan yang sebanding
dengan ipratropium bromide. Kegunaannya lebih baik dari pada short-
acting agent. Tambahan agonis pada terapi antikolinergik inhalasi
telah menunjukkan adanya keuntungan tambahan. Terbutalin selain
mempunyai efek bronkodilator, juga mempunyai efek terhadap
pengeluaran mukus, terutama bila diberikan secara aerosol.
5. Glukokortikoid inhalasi
Penggunaan glukokortikoid inhalasi menyebabkan penurunan
frekuensi eksaserbasi sebesar 25-30%, akan tetapi perngguanaan obat
ini dapat meningkatkan kejadian oropharyngeal candidiasis dan
peningkatan kecepatan berkurangnya densitas tulang.
6. Kortikosteroid parenteral
Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama sebagai
terapi PPOK tidak dianjurkan oleh karena tidak menguntungkan.
Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama
menghasilkan efek samping yang signifikan, termasuk osteoporosis,
penambahan berat badan, katarak, glukosa intoleran, dan meningkatkan
risiko terjadinya infeksi.
7. Theophylline
Theophylline menghasilkan perbaikan yang sedang terhadap
kecepatan arus ekspirasi dan kapasitas vital dan sedikit perbaikan pada
kadar oksigen dan karbon dioksida arteri pasien PPOK derajat sedang
sampai berat. Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per
oral. Konsentrasi dalam darah yang baik adalah antara 10-15 mg/L.4

17
Nausea adalah efek samping yang paling sering, lalu takikardi serta
tremor.
8. Oksigen
Pemberian O2 adalah merupakan terapi untuk menurunkan
mortalitas pada pasien dengan PPOK. Untuk pasien dengan hipoksemia
istirahat (saturasi O2 istirahat <88% atau <90% dengan tanda-tanda
hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan), pemberian O2
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan mortalitas.
Pemberian O2 terus-menerus dan jangka panjang telah terbukti berguna
pada pasien-pasien bronkitis kronis dan emfisema lanjut dengan
hipoksemia kronis. Hipoksemia kronis dapat menyebabkan vasospasme
dan hipertensi pulmonal, serta polisitemia, sehingga terjadi kor
pulmonal.3 Pemberian O2 juga umumnya dianjurkan untuk pasien
dengan exertional hipoksemia ataupun nocturnalhipoksemia.
9. N-acetyl cystein
N-acetyl cystein telah digunakan pada pasien-pasien PPOK baik
sebagai mukolitik ataupun antioksidan. Terapi khusus dalam bentuk
terapi tambahan 1AT intravena tersedia bagi mereka yang mengalami
defisiensi 1AT yang berat. Walaupun efek biokimia dari terapi
tambahan 1AT dapat dilihat, dari beberapa penelitian terhadap terapi
tambahan 1AT, tidak pernah membuktikan efek dari terapi tambahan
dalam menekan penurunan fungsi paru.

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

18
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat
progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang
disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan
gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan
dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
COPD (Chronic Obstructive Pulmonal Disease) adalah
sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai
dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan
penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam
jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan
menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

20
21

Anda mungkin juga menyukai