Anda di halaman 1dari 7

1.

Perbedaan Perkembangan pada Katak dan Manusia


2. Struktur Serabut Otot
Serat-serat otot terdiri atas dua jenis serabut, yaitu serabut otot tipe I, serabut
lambat, serabut merah, atau serabut oksidatif lambat (slow-twitch muscle fiber) dan
serabut otot tipe II, serabut cepat, serabut putih, atau serabut otot anaerobik (fast-
twitch muscle fiber). Pada serabut tipe II masih dibagi menjadi dua macam, yaitu tipe
IIa dan tipe IIb. Sehingga dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis serabut otot, yaitu
tipe I (slow twitch oxidative), tipe IIa (fast twitch oxidative), dan tipe IIb (fast twitch
glycolytic).
Serabut otot tipe lambat mengandung enzim oksidatif dalam jumlah yang
besar, berkontraksi secara lambat dan melepaskan energi secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh pada keadaan aktivitas steady-state
misalnya joging, bersepeda, dan endurance swimming. Serabut-serabut otot ini
mengandung lebih banyak mitokondria, suplai pembuluh darah, dan mioglobin
sehingga dapat secara efisien dalam menggunakan oksigen untuk menghasilkan
energi, membuatnya resisten terhadap kelelahan namun tidak dapat menghasilkan
energi atau daya sebagaimana serabut otot tipe cepat. Mioglobin yang lebih banyak
terkumpul di dalam serabut tipe ini menyebabkan warna serabut ini menjadi lebih
merah, karena mengandung pigmen mioglobin (seperti hemoglobin) di dalamnya.
Ketika tubuh melakukan aktivitas tipe ketahanan, maka serabut otot tipe lambat ini
akan lebih banyak digunakan untuk pergerakan sebab serabut otot jenis ini akan
memenuhi kebutuhan energi dari otot yang bekerja.
Sedangkan serabut otot tipe cepat berkontraksi secara cepat dan melepaskan
energi secara cepat, hal ini disebabkan serabut otot tipe ini mengandung lebih banyak
retikulum sarkoplasma sehingga lebih cepat dalam melepaskan dan mengambil
kembalik ion kalsium, struktur kepala myosin juga sedikit berbeda dibanding serabut
otot tipe lambat menyebabkan serabut otot ini lebih efisien dalam menghidrolisa ATP,
namun serabut otot ini rentan terhadap kelelahan yang disebabkan jalur penghasil
energi yang digunakan yaitu sistem metabolisme anaerobik. Tubuh banyak
menggunakan serabut otot jenis ini untuk melakukan tipe aktivitas daya ledak, seperti
angkat beban, senam atletik, dan lari sprint. Pada setiap individu rasio antara serabut
otot tipe lambat dan cepat berbeda dan telah dideterminasi secara genetik, sehingga
dapat menjadikan mereka lebih cocok pada suatu cabang olahraga atau aktivitas
tertentu.
Latihan fisik yang tepat akan turut mengembangkan dan menimbulkan
adaptasi yang tepat bagi tiap tipe serabut otot. Serabut otot tipe cepat akan
menunjukkan perkembangan dan manfaat dengan latihan anaerobik, misalnya lari
sprint atau latihan dengan interval dan latihan beban. Serabut otot tipe lambat akan
menunjukkan perkembangan dan manfaat terutama dari aktivitas ketahanan yang
menggunakan jalur sistem aerobik, seperti berlari, bersepeda, dan berenang.

3. Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot


a. Mekanisme Kontraksi Otot
Dasar untuk mengetahui kontraksi otot adalah Model Pergeseran Filamen
yang pertama kali dikemukakan tahun 1954 oleh Andrew Huxley dan Ralph
Niederge dan oleh Hugh Huxley dan Jean Hanson. Selama kontraksi otot, setiap
sarkomer memendek, menyebabkan garis Z menutup bersama. Tidak ada
perubahan pada ukuran daerah A tetapi daerah I dan zona H hampir tidak terlihat.
Perubahan ini diterangkan oleh filamen aktin dan myosin yang bergeser melewati
satu sama lain, sehingga filamen aktin berpindah menuju daerah A dan zona H.
Kontraksi otot dengan demikian akibat dari interaksi diantara filamen aktin dan
myosin yang menghasilkan pergerakan yang relatif satu sama lain. Dasar
molekuler untuk interaksi ini adalah ikatan myosin ke filamen aktin menyebabkan
myosin berfungsi sebagai penggerak pergeseran filamen.
Tipe myosin yang terdapat pada otot (myosin II) adalah jenis protein yang
besar (sekitar 500 kd) yang terdiri dari dua rantai berat yang identik dan dua
pasang rantai ringan. Setiap ikatan gelap terdiri atas gugus kepala globuler dan
ujung α-heliks yang panjang. Ujung α-heliks dari dua rantai berat yang kembar di
sekitar satu sama lain di dalam struktur gulungan untuk membentuk dimer dan dua
rantai ringan yang terhubung dengan bagian leher tiap gugus kepala untuk
membentuk molekul myosin yang komplet.
Filamen tebal otot terdiri dari beberapa ribu molekul myosin yang
berhubungan dalam pergiliran pararel disusun oleh interaksi diantara ujung-
ujungnya. Kepala globuler myosin mengikat aktin membentuk jembatan diantara
filamen tebal dan tipis. Ini penting dicatat bahwa orientasi molekul myosin pada
filamen tipis berkebalikan pada garis M sarkomer. Polaritas filamen aktin sama
berkebalikan pada garis M sehingga orientasi filamen aktin dan myosin adalah
sama pada kedua bagian sarkomer. Aktivitas penggerak myosin memindahkan
gugus kepalanya sepanjang filamen aktin pada arah ujung positif. Pergerakan ini
mengegeser filamen aktin dari kedua sisi sarkomer terhadap garis M,
memendekkan sarkomer dan menyebabkan kontraksi otot. Penambahan ikatan
aktin, kepala myosin mengikat dan kemudian menghidrolisis ATP yang
menyediakan energi untuk menggerakkan pergeseran filamen. Pengubahan energi
kimia untuk pegerakan ditengahi oleh perubahan bentuk myosin akibat pengikatan
ATP. Model ini secara luas diterima bahwa hidrolisis ATP mengakibatkan siklus
yang berulang pada interaksi diantara kepala myosin dan aktin. Selama tiap siklus,
perubahan bentuk pada myosin mengakibtkan pergerakan kepala myosin
sepanjang filamen aktin.
Walaupun mekanisme molekuler masih belum sepenuhnya diketahui, model
yang diterima secara luas untuk menjelaskan fungsi myosin diturunkan dari
penelitian in vitro tentang pergerakan myosin di sepanjang filamen aktin (oleh
James Spudich dan Michael Sheetz) dan dari determinasi struktur 3 dimensi
myosin (oleh Ivan Rayment dan koleganya). Siklus dimulai dari myosin (tanpa
adanya ATP) yang berikatan dengan aktin. Pengikatan ATP memisahkan
kompleks myosin-aktin dan hidrolisis ATP kemudian menyebabkan perubahan
bentuk di myosin. Perubahan ini mempengaruhi daerah leher myosin yang terikat
pada ikatan terang yang bertindak sebagai lengan pengungkit untuk memindahkan
kepala myosin sekitar 5 nm. Produk hidrolisis meninggalkan ikatan pada kepala
myosin yang disebut “posisi teracung”. Kepala myosin kemudian mengikat
kembali filamen aktin pada posisi baru, menyebabakan pelepasan ADP + Pi yang
menggerakkannya.
Kejadian biokimiawi yang penting dalam mekanisme kontraksi dan relaksasi
otot dapat digambarkan dalam 5 tahap yakni sebagai berikut :
1) Dalam fase relaksasi pada kontraksi otot, kepala S1 myosin menghidrolisis
ATP menjadi ADP dan Pi, namun kedua produk ini tetap terikat. Kompleks
ADP-Pi- myosin telah mendapatkan energi dan berada dalam bentuk yang
dikatakan sebagai bentuk energi tinggi.
2) Kalau kontraksi otot distimulasi maka aktin akan dapat terjangkau dan kepala
myosin akan menemukannya, mengikatnya serta membentuk kompleks aktin-
myosin-ADP-Pi.
3) Pembentukan kompleks ini meningkatkan Pi yang akan memulai cetusan
kekuatan. Peristiwa ini diikuti oleh pelepasan ADP dan disertai dengan
perubahan bentuk yang besar pada kepala myosin dalam sekitar hubungannya
dengan bagian ekornya yang akan menarik aktin sekitar 10 nm ke arah bagian
pusat sarkomer. Kejadian ini disebut cetusan kekuatan (power stroke). Myosin
kini berada dalam keadaan berenergi rendah yang ditunjukkan dengan
kompleks aktin-myosin.
4) Molekul ATP yang lain terikat pada kepala S1 dengan membentuk kompleks
aktin-myosin-ATP.
5) Kompleks aktin-ATP mempunyai afinitas yang rendah terhadap aktin dan
dengan demikian aktin akan dilepaskan. Tahap terakhir ini merupakan kunci
dalam relaksasi dan bergantung pada pengikatan ATP dengan kompleks aktin-
myosin.
Jadi, hidrolisis ATP digunakan untuk menggerakkan siklus tersebut dengan
cara cetusan kekuatan yang sebenarnya berupa perubahan bentuk kepala S1 yang
terjadi setelah pelepasan ADP.
Kontraksi otot rangka digerakkan oleh impuls syaraf yang merangsang
pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik (jaringan khusus membran internal yang
mirip dengan retikulum endoplasma yang menyimpan ion Ca2+ dengan konsentrasi
yang tinggi). Pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik meningkatkan konsentrasi
Ca2+ di sitosol kira-kira dari 10-7 menjadi 10-5 M. Berikut kerja retikulum sarkoplasma
mengatur kadar ion Ca2+ intraselular dalam otot rangka :
Dalam sarkoplasma otot yang tengah istirahat, kontraksi ion Ca2+ adalah 10-7-
10-8 mol/L. Keadaan istirahat tercapai karena ion Ca2+ dipompakan ke dalam
retikulum sarkoplasma lewat kerja sistem pengangkutan aktif yang dinamakan
Ca2+ ATPase yang memulai relaksasi. Retikulum sarkoplasma merupakan jalinan
kantong membran yang halus. Di dalam tretikulum sarkoplasma, ion Ca2+ terikat pada
protein pengikat Ca2+ yang spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi
oleh membran yang dapat tereksitasi (sistem tubulus T) yang tersusun dari saluran
transversal (T) yang berhubungan erat dengan retikulum sarkoplasma.
Ketika membran sarkomer tereksitasi oleh impuls syaraf, sinyal yang
ditimbulkan disalurkan ke dalam sistem tubulus T dan saluran pelepasan ion
Ca2+ dalam retikulum sarkoplasma di sekitarnya akan membuka dengan cepat serta
melepaskan ion Ca2+ ke dalam sarkoplasma dari retikulum sarkoplasma. Konsentrasi
ion Ca2+ dalam sarkoplasma meningkat dengan cepat hingga 10-5 mol/L. Tempat
pengikatan Ca2+ pada TpC dalam filamen tipis dengan cepat diduduki oleh Ca2+.
Kompleks TpC- 4 Ca2+ berinteraksi dengan TpI dan TpT untuk mengubah
interaksinya dengan tropomyosin ini. Jadi, tropomyosin ini hanya keluar dari jalannya
atau mengubah bentuk F aktin sehingga kepala myosin ADP-Pi dapat berinteraksi
dengan F aktin untuk mengawali siklus kontraksi.
Peningkatan konsentrasi ion Ca2+ memberi sinyal kontraksi otot melalui
gerakan prekursor protein yang terikat pada filamen aktin : tropomyosin dan troponin.
Tropomyosin adalah protein serabut yang terikat di sepanjang alur filamen aktin. Pada
otot lurik, tiap molekul tropomyosin terikat pada troponin yang merupakan komplek 3
polipeptida: troponin C (mengikat Ca2+), troponin I (inhibitor), dan troponin T
(mengikat tropomyosin). Ketika konsentrasi Ca2+ rendah, kompleks troponin dengan
tropomyosin menghalangi kontraksi aktin dan myosin sehingga otot tidak
berkontraksi. Pada konsentrasi ion Ca2+ tinggi, Ca2+ terikat pada troponin C
menggeser posisi kompleks dengan mengganti posisi inhibisi dan mengakibatkan
proses kontraksi terjadi.

Tahap-tahap kontraksi
1) Pelepasan muatan oleh neuron motorik.
2) Pelepasan transmitter (asetilkolin) di end-plate motorik.
3) Pengikatan asetilkolin ke reseptor asetilkolin nikotinik.
4) Peningkatan konduktansi Na+ dan K+ di membrane end-plate.
5) Pembentukan potensial end-plate.
6) Pembentukan potensial aksi di serabut-serabut otot.
7) Penyebaran depolarisasi ke dalam di sepanjang tubulus T.
8) Pelepasan Ca2+ dari sisterna terminalis retikulum sarkoplasma serta difusi
Ca2+ ke filamen tebal dan filamen tipis.
9) Pengikatan Ca2+ ke troponin C, sehingga membuka tempat pengikatan miosin
di molekul aktin.
10) Pembentukan ikatan silang (cross linkage) antara aktin dan miosin pada
pergeseran filamen tipis pada filamen tebal, sehingga menghasilkan gerakan

b. Mekanisme Relaksasi Otot


Relaksasi otot terjadi ketika tidak adanya ikatan asetilkolin dengan
reseptornya, menyebabkan tidak adanya potensial listrik yang menyebabkan
lepasnya kalsium tambahan dan protein Ca-ATPase memompakan kalsium
kembali kedalam reticulum sarcoplasmic. Tidak adanya kalsium menyebabkan
troponin kembali pada posisi awalnya menutupi Myosin binding site pada aktin.
Relaksasi terjadi apabila :
1) Konsentrasi Ca2+ menurun hingga di bawah 10-7 mol/L sebagai akibat dari
pelepasannya kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ ATPase.
2) TpC- 4 Ca2+ kehilangan Ca2+
3) Troponin lewat interaksinya dengan tropomyosin menghambat interaksi
selanjutnya kepala myosin- F aktin.
4) Dengan adanya ATP kepala myosin terlepas dari F aktin.
Dengan demikian ion Ca2+ mengendalikan kontraksi otot lewat mekanisme
alosterik yang diantarai di dalam otot oleh TpC, TpI, TpT, tropomyosin dan F
aktin.
Tahap-tahap relaksasi :
1) Ca2+ dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma.
2) Pelepasan Ca2+ dari troponin.
3) Penghentian interaksi antara aktin dan miosin

Anda mungkin juga menyukai