Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Antara Dokter, Teman Sejawat Dan Pasien Dalam Etika Kedokteran

Lisa Sari
102012129 (C6)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana
Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
___________________________________________________________________________

Pendahuluan
Akhir-akhir ini di media masa sering terdapat berita mengenai tuntutan hukum
terhadap dokter. Masalah ini menimbulkan sedikit ketegangan antara para disiplin hukum dan
profesi kedokteran. Masing-masing mempunyai argumentasi dan titik tolak berlainan. Saling
menuduh yang belum tentu benar faktanya.

Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi
dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja.
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-sama
pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan. Tiap-tiap jenis tenaga
kesehatan telah memiliki Kode Etiknya, namun Kode Etik tenaga kesehatan tersebut mengacu
pada Kode Etika kedokteran Indonesia (KODEKI).

Prinsip-Prinsip Etika Kedokteran


Prinsip-prinsip etika adalah aksiom yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-
prinsip tersebut harus spesifik. Pada prakteknya, satu prinsip dapat dipertimbangkan dengan
prinsip lain. Pada beberapa kasus, satu prinsip dapat bersifat lebih penting dari prinsip
lainnya. 1
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan ( Empat prinsip etika Eropa ) bahwa
untuk mencapai ke suatu keputusan ETIK diperlukan 4 Kaidah Dasar Moral / Kaidah
Dasar Bioetik (Moral Principle) dan beberapa rules atau kriteria dibawahnya. 1
Keempat Kaidah Dasar Moral tersebut adalah:
1. Prinsip “Autonomy” (self-determination) Yaitu prinsip yang menghormati hak-hak
pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination) dan merupakan
kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral
inilah yang kemudian melahirkan doktrin Informed consent.

1
2. Prinsip tidak merugikan “Non-maleficence” Adalah prinsip menghindari terjadinya
kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm”.
3. Prinsip murah hati “Beneficence” Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan ke kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak hanya dikenal
perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat)
lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
4. Prinsip keadilan “Justice” Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive
justice) atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil.1

Dari prinsip moral yang dinyatakan, didapat rules derivatnya yaitu:


 Veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka)
 Privacy (menghormati hak privasi pasien)
 Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)
 Fidelity (loyalitas dan promise keeping)
Prinsip etika klinik menurut Jonsen AR, Siergler (JS), yaitu:
 Medical Indication (indikasi medis)
Dengan pertimbangan diagnostik, perjalanan penyakit, kondisi pasien, prognosis dan
alternatif pengobatan diambil keputusan :
 life saving (demi keselamatan jiwa)
 preventive (pencegahan), promotive (promosi)
 curative (pengobatan)
 simtomatik
 kausal
 paliatif
 rehabilitative (rehabilitasi), cosmetic (keindahan)
 Quality of life (kualitas hidup)
Siapa yang menilai, kriterianya bagaimana atauka ada standard
 Patient’s preferrences (pemahaman dan keyakinan pasien)
 Contextual feature (situasi dan kondisi umum)
Sosekbud, institusi, hukum.1

2
Sifat Etika Kedokteran:
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang
seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban yakni diri sendiri, umum,
teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa): bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggung-jawab profesi
bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-
kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral. Sebagian isinya dilindungi hukum, misal
hak kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht).
Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.
Isi: 2 norma pokok: sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek
profesi bagi orang lain.
6. Etika profesi luhur/mulia:
Isi: 2 norma etika profesi biasa ditambah denganBebas pamrih dan idealisme
7. Ruang lingkup kesadaran etis: prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh
teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

Dalam profesi kedokteran di Indonesia, telah disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI).
Kewajiban umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.2
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

3
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.2
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

4
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Hubungan Dokter Pasien
Hubungan dokter-pasien merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan juga etika
kedokteran. Seperti disebutkan dalam Deklarasi Jenewa dokter menyatakan: “Kesehatan
pasien akan selalu menjadi pertimbangan pertama saya” dan Kode Etik Kedokteran
Internasional menyebutkan: “Dokter harus memberikan kepada pasiennya loyalitas penuh
dan seluruh pengetahuan yang dimilikinya”.
Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic dengan
memegang prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini dikatakan mengabaikan
hak autonomy pasien sehingga sekarang lebih merujuk kepada teori social contract dengan
dokter dan pasien sebagai pihak bebas yang saling menghargai dalam membuat keputusan.
Dokter bertanggungjawab atas segala keputusan teknis sedangkan pasien memegang kendali
keputusan penting terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien.
Hubungan dokter-pasien yang baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan memegang pada
dasar kepercayaan pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang dokter tidak boleh
menjalin hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang sedang dirawat.2

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 7


mengatur kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:
Hak Pasien:
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis; dan
5. Mendapatkan isi rekam medik. 3
Kewajiban Pasien
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.3

5
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, hak dan
kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraf 6, yaitu;
Hak-Hak Dokter
1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
4. menerima imbalan jasa. 3
Kewajiban Dokter :
 memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
 merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
 merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien meninggal dunia;
 melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas mampu melakukannya;
 menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.3

Hukum Kewajiban dokter terhadap pasien:


Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan semua ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.

6
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas pe- rikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan.4

Hubungan Dokter Dan Teman Sejawat

Hubungan antara dokter dan teman sejawat dinyatakan dalam Declaration of Geneva
yang menyatakan hubungan antara petugas kesehatan adalah seperti saudara. Menurut Kode
Etik Medik Internasional pula, terdapat dua larangan dalam hubungan sesama dokter yaitu:
1. Membayar atau menerima bayaran dari dokter lain dalam menangani pasien
2. Mengambil alih tugas perawatan pasien dari dokter lain tanpa rujukan dokter tersebut.

Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban seorang


dokter dalam menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai kewajiban terhadap
teman sejawat. Pasal-pasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai kewajiban terhadap
teman sejawat adalah sebagai berikut:
 Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan dalam menangani pasien.

 Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga
kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.

 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.

 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.2

Hukum Kewajiban dokter terhadap teman sejawat:


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

7
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 4
Dampak Hukum
Dampak hukum adalah merupakan sikap atau prilaku masyarakat terhadap hukum
yang berupa ketaatan atau kepatuhan dan perlawanan atau penentangan terhadap hukum yang
berlaku.
Ada dua macam dampak hukum :
1. dampak hukum yang positif yaitu sikap dan prilaku masyarakat yang mentaati dan
mematuhi hukum karena adanya keserasian antara kadilan dengan kepentingan yang
terlindungi bagi masyarakat.
2. dampak hukum negatif adalah adanya perlawanan atau penetangan terhdap
hukum karena tidak ada keserasian antara keadilan dengan kepentingan yang
terlindungi.

Perlidungan Hukum Terhadap Dokter Yang Diduga Melakukan Tindakan Malpraktek


Medik
Perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek
medik menggunakan Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran, Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan
Pasal 24 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Seorang dokter dapat memperoleh perlindungan hukum sepanjang ia melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan Standar Operating Procedure(SOP), serta dikarenakan
adanya dua dasar peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang
ditetapkan di dalam KUHP.
Hubungan dokter dengan pasien haruslah berupa mitra. Dokter tidak dapat disalahkan
bila pasien tidak bersikap jujur. Sehingga rekam medic (medical record) dan
persetujuan(informed consent) yang baik dan benar harus terpenuhi. Cara dan tahapan
mekanisme perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan
malpraktek medis adalah dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI) atas dasar hubungan lintas sektoral dan saling menghargai komunitas profesi. Dalam

8
tahapan mekanisme penanganan pelanggaran disiplin kedokteran, MKDKI menentukan tiga
jenis pelanggarannya yaitu pelanggaran etik, disiplin dan pidana.
Untuk pelanggaran etik dilimpahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK),
pelanggaran disiplin dilimpahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan
pelanggaran pidana dilimpahkan kepada pihak pasien untuk dapat kemudian dilimpahkan
kepada pihak kepolisian atau ke pengadilan negeri. Apabila kasus dilimpahkan kepada pihak
kepolisian maka pada tingkat penyelidikannya dokter yang diduga telah melakukan tindakan
malpraktek medik tetap mendapatkan haknya dalam hukum yang ditetapkan dalam Pasal 52,
Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57 Ayat 1, Pasal 65, Pasal 68, dan Pasal 70 Ayat 1 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan apabila kasus dilimpahkan kepada tingkat
pengadilan maka pembuktian dugaan malpraktek dapat menggunakan rekam medik sebagai
alat bukti berupa surat yang sah (Pasal 184 Ayat 1 KUHAP).5

Hukum Kedokteran Akibat Kelalaian


Akhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada
pihak rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum
tersebut dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan hampir selalu mendasarkan
kepada teori hukum kelalaian. Dalam bahasa sehari-hari, perilaku yang dituntut adalah
malpraktik medis, yang merupakan sebutan “genus” (kumpulan) dari kelompok perilaku
profesional medis yang “menyimpang” dan mengakibatkan cedera, kematian atau kerugian
bagi pasiennya.
Gugatan perdata dalam bentuk permintaan ganti rugi dapat diajukan dengan berdasarkan
kepada salah satu dari 3 teori di bawah ini, yaitu :
 Kelalaian sebagaimana pengertian di atas dan akan diuraikan kemudian.
 Perbuatan melanggar hukum, yaitu misalnya melakukan tindakan medis tanpa
memperoleh persetujuan, membuka rahasia kedokteran tentang orang tertentu,
penyerangan privacy seseorang, dan lain-lain.
Wanprestasi, yaitu pelanggaran atas janji atau jaminan. Gugatan ini sukar dilakukan
karena umumnya dokter tidak menjanjikan hasil dan perjanjian tersebut, seandainya ada,
umumnya sukar dibuktikan karena tidak tertulis.6

9
Tindakan Dokter A
Dalam kasus ini, langkah yang harus ditempuh oleh dokter A adalah harus sesuai dan
berdasar pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), dimana selain menghargai dan
melayani pasien dengan sebaiknya, juga menjaga hubungan yang baik dengan rekan
sejawatnya. Dokter A dalam menghadapi pasien dan sejawatnya dilandaskan pada etika
kedokteran sbb:
 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

 Setiap dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih
saying dan penghormatan atas martabat manusia

 Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan dalam menangani pasien.

 Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga
kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Jadi berdasarkan poin-poin etika kedokteran diatas, dokter diharapkan dapat tetap
melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya dalam memenuhi hak pasien tanpa melanggar
kode etik dan hubungan dengan sejawatnya.

Kesimpulan
Dalam suatu profesi perlu adanya norma yang mengatur segala aspek dalam profesi
tersebut. Kode etik profesi ini pada dasarnya mengatur hubungan antara profesional (orang
yang menguasai suatu bidang profesi) dengan klien (pihak yang menggunakan jasa
profesional).
Kelalaian medis mungkin diakibatkan karena ketidakmampuan dokter untuk
mendiagnosa kondisi medis, kegagalan untuk memperingatkan pasien tentang risiko yang
mungkin selama jenis pengobatan tertentu, kelalaian dokter selama perawatan atau diagnosis,
kegagalan untuk mendapatkan persetujuan yang diperlukan dari pasien atau anggota
keluarganya selama pengobatan, pengobatan kesalahan dan penundaan sementara merujuk ke
spesialis yang berkaitan dengan keadaan pasien.

10
Daftar Pustaka

1. Ali M.M, Sidi I.P.S, Zahir H. Komunikasi efektif dokter-pasien. Jakarta: Konsil
kedokteran Indonesia. 2006. h.19-20.
2. Sampurna, B., Syamsu. Z., Siswaja, TD. Didalam: Bioetik dan Hukum Kedokteran. Juli
2007.
3. Arimaswati, Hafizah I, Rizal S. Blok bioetik, humaniora kesehatan dan hak asasi manusia
“Dilema Etik”. Kendari: Program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran Haluoleo.
2011. h.12.
4. Kode etik kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran
Indonesia. Jakarta: Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan
Kedokteran Indonesia (IDI). 2006. h.31-45.
5. Yulistiana R. Asuhan kebidanan patologis pada bayi baru lahir terhadap ny “R” dengan
fraktur klavikula di RB Kasih Bunda. Lampung: Departemen kesehatan Politeknik
kesehatan Tanjung Karang Prodi kebidanan metro. 2008.
6. Staff Pengajar bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundangan di bidang
kesehatan. Edisi pertama, Cetakan kedua, Jakarta: FKUI, 1994.

11
12

Anda mungkin juga menyukai