Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wortel
2.1.1. Tanaman Wortel
Wortel (Daucus carota L.) adalah tanaman sayuran yang diambil umbinya.
Umbi wortel berwarna orange, terasa gurih, renyah serta sedikit manis. Sayuran
ini di kenal juga sebagai sumber vitamin A. selain itu, wortel juga memiliki
kandungan vitamin B serta vitamin C. Wortel memiliki tiga tipe yaitu pertama,
tipe imperator yaitu umbinya bulat serta panjang, ujungnya lancip, ada akar
serabut pada umbinya. Kedua, tipe chantenay yaitu umbinya bulat serta panjang
bersih dari akar serabut, ujungnya tumpul condong membulat. Ketiga, tipe nantes
yaitu karakter serta memiliki bentuk kombinasi dari kedua tipe imperator dan
chantenay. Budidaya wortel paling sesuai dikerjakan di dataran tinggi dengan
ketinggian lebih 1000 mdpl. Walau demikian, budidaya wortel masih tetap dapat
dikerjakan pada tempat diatas 500 mdpl. Tanaman wortel suka pada tanah yang
memiliki kandungan banyak humus serta gembur dengan tingkat keasaman pada
pH 5,5-6, 5.
2.1.2. Kandungan Gizi Wortel
Tabel 1. Nilai Gizi Wortel per 100 gram.
Kandungan Gizi Jumlah
Energi 41 Kcal
Karbohidrat 9,58 g
Protein 0,93 g
Total Lemak 0,24 g
Kolesterol 0 mg
Diet Serat 2,8 g
Vitamin
Folat 19 mg
Niacin 0,983 mg
Asam pantotenat 0,273 mg
Pyridoxine 0,138 mg
Riboflavin 0,058 mg
Thiamin 0,066 mg
Vitamin A 16,706 IU
Vitamin C 5,9 mg
Vitamin K 13,2 mg
Elektrolit
Sodium 69 mg
Kalium 320 mg
Mineral
Kalsium 33 mg
Tembaga 0,045 mg
Besi 0,30 mg
Magnesium 12 mg
Mangan 0,143 mg
Fosfor 35 mg
Selenium 0,1 mg <1%
Seng 0,24 mg 2%
Pito-nutrisi
Karoten-Î ± 3427 µg
Karoten-ß 8285 µg
Crypto-xanthin-ß 0 mg
Lutein-zeaxanthin 256 mg
Sumber : USDA Nutrient database dalam www.tipscaramanfaat.com
2.1.3. Wortel Membantu Kesehatan Mata
Wortel Sumber banyak mengandung beta-karoten dan vitamin A. 100 g
wortel segar mengandung 8285 mg IU beta-karoten dan vitamin A. Wortel banyak
mengandung vitamin A dalam bentuk betakaroten (karotenoid) yang dapat
meningkatkan kesehatan mata. Vitamin A membantu mata untuk bisa melihat. Hal
ini dilakukan vitamin A dengan cara membantu mengkonversikan cahaya yang
diterima mata menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan ke otak. Hal tersebut
kemudian bisa membuat mata manusia melihat dalam kondisi cahaya rendah. Saat
mengonsumsi wortel yang mengandung beta-karoten, tubuh akan mengubah beta-
karoten tersebut menjadi vitamin A dalam bentuk retinol. Retinol ini dapat
ditemukan dalam sel-sel mata yang disebut dengan sel batang. Sel inilah yang
akan mengonversikan cahaya menjadi gambar dalam otak, sehingga dapat melihat
dalam cahaya lemah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa vitamin A
diperlukan untuk penglihatan. Kekurangan vitamin A yang parah dapat
menyebabkan penyakit pada mata, bahkan dapat menyebabkan kebutaan.
2.1.4. Wortel Mencegah Kanker
Wortel kaya antioksidan dari poli-acetylene falcarinol. Studi penelitian
yang dilakukan oleh para ilmuwan di University of Newcastle pada hewan
laboratorium, telah menemukan bahwa falcarinol dalam wortel dapat membantu
melawan kanker dengan menghancurkan sel-sel pembentukan kanker di tumor.
Sebanyak 16,706 Studi yang telah dilakukan, telah menemukan bahwa senyawa
flavonoid dalam wortel akan membantu melindungi tubuh dari kanker rongga
kulit, paru-paru dan mulut. Beta-karoten adalah karoten utama yang terkandung
dalam umbi wortel. Beta-karoten adalah salah satu antioksidan alami yang kuat,
yang akan membantu melindungi tubuh dari radikal bebas berbahaya. Selain itu,
wortel juga memiliki semua fungsi dari vitamin A, seperti penglihatan, reproduksi
pria, pemeliharaan epitel, pertumbuhan dan perkembangan. Wortel juga
merupakan sumber yang baik akan vitamin C, menyediakan sekitar 9% (RDA).
Vitamin C pada wortel adalah antioksidan larut dalam air . Ini akan membantu
tubuh untuk mempertahankan jaringan ikat yang sehat, gigi dan gusi. Antioksidan
yang membantu melindungi tubuh dari penyakit dan kanker dengan menangkal
radikal bebas berbahaya.
2.1.5. Wortel Membantu Proses Metabolisme
Umbi wortel juga sangat kaya vitamin B kompleks , seperti asam folat,
vitamin B-6 (pyridoxine), thiamin, asam pantotenat, dan lain-lain yang berguna
sebagai co-faktor untuk enzim selama tubuh melakukan metabolisme substrat.
Wortel mengandung Mineral penting. Mineral penting pada wortel seperti
tembaga, kalsium, kalium, mangan dan fosfor. Kalium merupakan komponen
penting dari sel dan cairan tubuh, yang berguna untuk membantu mengontrol
detak jantung dan tekanan darah dengan cara melawan efek natrium. Mangan
digunakan oleh tubuh sebagai kofaktor untuk enzim antioksidan, superoksida
dismutase.
2.3. Ekstraksi
2.3.1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah
massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan
dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan
pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga
langkah dasar yaitu proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan
yang akan dipisahkan komponen–komponennya, proses pembantukan fase
seimbang, dan proses pemisahan kedua fase seimbang. Sebagai tenaga pemisah,
solven harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya terhadap salah satu
komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak saling melarutkan,
karenanya dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan yang saling
bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang banyak mengandung
diluen disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak mengandung solven
dinamakan ekstrak. Terbantuknya dua fase cairan, memungkinkan semua
komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam masing-masing fase sesuai
dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai keseimbangan fisis. Pemisahan
kedua fase seimbang dengan mudah dapat dilakukan jika density fase rafinat dan
fase ekstrak mempunyai perbedaan yang cukup. Tetapi jika density keduanya
hampir sama proses pemisahan semakin sulit, sebab campuran tersebut cenderung
untuk membentuk emulsi (Maulida dan Zulkarnaen, 2010).
2.3.2. Jenis-Jenis Metode Ekstraksi
2.3.2.1. Ekstraksi Padat-Cair
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat
larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi, yaitu
ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-
kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan
konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara
difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan
larutan di luar bahan padat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar diperoleh
kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu bahan sebaiknya
memiliki permukaan yang luas karena perpindahan massa berlangsung pada
bidang kontak antara fase padat dan fase cair, kecepatan alir pelarut diusahakan
lebih besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi, suhu yang lebih tinggi
(viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya
menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.
2.3.2.2. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik di mana suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik) yang pada hakekatya tidak tercampurkan. Pemisahan yang dapat
dilakukan, bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah.Dalam banyak kasus,
pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong
pemisah selama beberapa menit. Teknik ini sama dapat diterapkan untuk bahan-
bahan dari tingkat jumlah maupun yang berjumlah banyak (Basset, et al. 1994).
Menurut Martunus & Helwani (2004;2005) Untuk mencapai proses ekstraksi cair-
cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut
kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran,
kemampuan tinggi untuk diambil kembali, perbedaan berat jenis antara ekstrak
dan rafinat lebih besar, pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak
mudah campur, tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi, tidak
merusak alat secara korosi, tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya
relatif murah.
2.4. Es krim
2.4.1. Pengertian Es Krim
Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai oleh
konsumen segala usia dari anak- anak hingga dewasa. Konsumsi es krim saat ini
meningkat dari waktu ke waktu ditandai dengan makin meningkatnya varian dan
jumlah es krim di pasaran. Konsumsi es krim di Indonesia berkisar 0,5
liter/orang/tahun dan diperkirakan makin meningkat seiring dengan semakin
populernya es krim (Setiadi, 2002 dalam Asrori 2014). Es krim merupakan suatu
hidangan yang berbentuk emulsi air dalam minyak (water in oil). Menurut Badan
Standardisasi Nasional (1995), es krim merupakan makanan semi padat yang
proses pembuatannya meliputi campuran susu, lemak hewan maupun nabati, gula,
dengan atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan. Es
krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, baik
dalam persyaratan mutu fisik, kimia dan mikrobiologinya (Tabel 2).
Istilah es krim secara umum digunakan untuk menyebut makanan beku
yang dibuat dari adonan atau campuran produk susu pada persentase tertentu
bersama gula, perisa, dibuat lembut dengan cara pengembangan dan pengadukan
selama proses pembekuan (Arbuckle, 1986). Menurut Marshall dan Arbuckle
(2000), struktur fisik es krim adalah sistem fisiko-kimia yang kompleks dengan
tiga fase sistem, yaitu cair, padat, dan gas. Udara dan kristal es terdispersi dalam
fase liquid kontinyu yaitu fase yang ada bersama air sebagai pelarut. Fase liquid
juga mengandung lemak padat, koloid protein susu, garam susu tidak terlarut,
kristal laktosa dalam beberapa kasus, koloid penstabil, dan gula, serta garam
terlarut dalam larutan.
Tabel 2. Syarat Mutu Es Krim
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Penampakan - Normal
1.2 Bau - Normal
1.3 Rasa - Normal
2. Lemak % b/b Minimum 5,0
3. Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Minimum 8,0
4. Protein % b/b Minimum 2,7
5. Jumlah Padatan % b/b Minimum 3,4
6. Bahan tambahan makanan
6.1 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995
6.2 Pemanis buatan - Negatif
6.3 Pemantap dan Pengemulsi Sesuai SNI 01-0222-1995
7. Overrun Skala industri : 70 % – 80 %
Skala rumah tangga : 30 % – 50 %
Sumber : BSN - SNI 01-3713-1995
Es krim termasuk dalam salah satu produk turunan susu yang masih
memiliki efek fungsional. Menurut Astawan (2010), keunggulan es krim
didukung oleh bahan baku utamanya, yaitu susu tanpa lemak dan lemak susu.
Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizi
yang lengkap. Para peneliti menemukan lebih dari 100.000 jenis molekul yang
terkandung di dalam susu. Selain air dan lemak, molekul-molekul tersebut
mencakup protein, karbohidrat, mineral, enzim-enzim, gas, serta vitamin A, C dan
D. Selain itu, susu juga mengandung beberapa komponen bioaktif yang memiliki
efek yang signifikan bagi kesehatan. Komponen bioaktif susu diantaranya adalah
protein susu, laktosa, asam-asam lemak dan mineral, terutama kalsium.
2.4.2. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Es Krim
Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah
susu, lemak susu, gula, bahan penstabil, bahan pengemulsi, bahan pencitarasa, dan
pewarna. Menurut Andrianto (2008), lemak susu didominasi oleh asam lemak
trigiliserida sekitar 95,8%. Fungsi lemak susu antara lain adalah memberikan
flavor khas creamy, membawa flavor larut lemak, menjadi pelumas di dalam
mulut dan mempengaruhi struktur dan tekstur es krim. Selain itu, lemak susu juga
dapat membantu mengurangi kekerasan es krim dalam alat penyimpanan dingin,
membantu dalam mempertahankan bentuk es krim, menghasilkan es krim yang
memiliki sifat mencair yang baik, memperlambat laju proses pembuihan pada saat
pembentukan adonan es krim. Sumber lemak yang sering digunakan adalah krim
segar, krim beku, susu kental, lemak hewani, dan lemak nabati. Gula (sukrosa)
memiliki berbagai peranan dalam teknologi pangan, di antaranya sebagai pemanis,
pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi, dan
pelarut. Gula menurunkan titik beku es krim sehingga masih terdapat air yang
tidak membeku pada suhu penyajian es krim yaitu sekitar -15oC hingga -18oC
(Marshall dan Arbuckle, 2000). Bahan penstabil atau stabilizer adalah bahan yang
berfungsi mempertahankan stabilitas emulsi. Fungsi utama penstabil dalam es
krim adalah mengikat air dan menghasilkan kekentalan yang tepat untuk
membatasi pembentukan kristal es dan kristal laktosa, terutama selama suhu
penyimpanan berfluktuasi. Penstabil juga berperan dalam pemberian udara kepada
adonan selama pembekuan yaitu untuk meningkatkan kekuatan bentuk testur es
krim serta berpengaruh terhadap suhu leleh produk (Wong dkk., 1999).
2.4.3. Prosedur Pembuatan Es Krim
Proses pembuatan es krim terdiri dari pencampuran bahan, pasteurisasi,
homogenisasi, aging di dalam refrigerator, pembekuan sekaligus pengadukan di
dalam votator, dan terakhir adalah pengerasan (hardening) di dalam freezer.
Menurut Potter dan Hotchkiss (1997), pencampuran adonan dilakukan dengan
mencampur dan memanaskan bahan-bahan yang cair hingga suhu 43,4oC. Setelah
itu gula dan bahan kering lainnya dimasukkan ketika campuran sudah mulai
memanas agar mempermudah pelarutan. Bahan-bahan segar seperti buah segar
dan kacang ditambahkan ketika proses pembekuan. Pasteurisasi dilakukan pada
adonan es krim agar dapat membunuh sebagian besar mikrobia golongan patogen,
melarutkan dan membantu pencampuran bahan-bahan penyusun, memperbaiki
citarasa, menghasilkan produk yang seragam, dan memperpanjang umur produk
dengan mutu yang lebih baik (Arbuckle, 1986). Selanjutnya homogenisasi susu
dilakukan pada suhu 70°C setelah pasteurisasi sebelum mix menjadi dingin
dengan suhu minimum 35°C. Setelah proses homogenisasi emulsi didinginkan
pada suhu 4°C yang dipasang sepanjang layar dingin. Pendinginan dilakukan
dengan cara melewatkan mix ke PHE elemen pendingin. Proses pasteurisasi,
homogenisasi, dan pendinginan dilakukan selama kurang lebih satu jam sepuluh
menit. Mix yang sudah mengalami perlakuan tersebut dimasukkan ke dalam aging
tank untuk mengalami proses aging (Anonim, 2011) Proses penuaan (aging)
biasanya dilakukan selama 3–24 jam pada suhu 4,4oC atau lebih rendah. Selang
waktu aging tergantung pada formulasi yang digunakan terutama pemilihan
stabilizer yang digunakan. Tujuan aging yaitu memberikan waktu pada stabilizer
dan protein susu untuk mengikat air bebas, sehingga akan menurunkan jumlah air
bebas.
2.4.4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Selama Pembuatan Es Krim
Proses pembuatan es krim terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan
tersebut dapat menyebabkan perubahan sifat fisik maupun kimia yang terjadi
akibat proses pengolahan dalam pembuatan es krim. Seperti pada proses
homogenisasi yang bertujuan untuk menyebarkan globula lemak secara merata
keseluruh produk, mencegah pemisahan globula lemak kepermukaan selama
pembekuan dan untuk memperoleh tekstur yang halus karena ukuran globula
lemak kecil, merata, dan protein dapat mengikat air bebas. Setelah proses
pasteurisasi dan homogenisasi setelah itu dilakukan pendinginan. Proses
pendinginan dapat menyebabkan mikroba mengalami heat shock yang
menghambat pertumbuhan mikroba sehingga jumlah mikroba akan turun drastis.
Proses yang berlangsung selama aging adalah lemak yang mencair akibat proses
pemanasan akan mengeras kembali lalu penstabil akan mengembang dan
mengikat air. Protein juga mengikat air sehingga viskositas adonan bertambah dan
daya mengembang es krim meningkat (Potter dan Hotchkiss, 1997). Tujuan aging
yaitu memberikan waktu pada stabilizer dan protein susu untuk mengikat air
bebas, sehingga akan menurunkan jumlah air bebas. Perubahan selama aging
adalah terbentuk kombinasi antara stabilizer dan air dalam adonan, meningkatkan
viskositas, campuran jadi lebih stabil, lebih kental, lebih halus, dan tampak
mengkilap (Anonim, 2011). Pemeraman membuat lemak dan protein susu
menjadi kristal dan bahan penstabil menyerap air bebas sebagai air hidrasi.
Pesmbekuan adonan dengan lemak tak berkristal akan cenderung menghasilkan
suatu pengocokan yang tidak terkontrol dalam freezer. Menurut Desrosier dan
Tressler (1977), proses pembekuan dilakukan dengan cepat untuk mengurangi
ukuran kristal es dan membentuk tekstur yang halus. Selama proses pembekuan,
suhu adonan diturunkan dari suhu aging ke suhu pembekuan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Rancangan Penelitian


3.1.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
yang dilaksanaan di laboratorium.
3.1.2. Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 kali
pengulangan. Faktor yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu penambahan ekstrak
wortel dengan perlakuan sebagai berikut :
P0 : Tanpa penambahan ekstrak wortel (Kontrol)
P1 : Penambahan ekstrak wortel 5%.
P2 : Penambahan ekstrak wortel 10%.
P3 : Penambahan esktrak wortel 15%
P4 : Penambahan ekstrak wortel 20%
P5 : Penambahan ektrak wortel 25%
Dengan hasil pengamatan dianalisis keragaman (Analisys of Variance) taraf 5%
dan 1% menggunakan software Co-Stat. Apabila terdapat beda nyata, maka dilakukan
uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% dan 1% (Hanafiah,
2002). Hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji hedonik dan uji skoring
dengan parameter rasa, aroma, warna, dan tekstur.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1. Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim wortel ini adalah ekstrak
wortel (0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%) susu full cream, susu skim, whipping
cream, gula pasir, dan penstabil serta garam yang diperoleh dari pasar lokal, aquades,
metanol, heksana, aseton, kloroform dan larutan DPPH.
3.2.2. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam es krim wortel antara lain timbangan analitik,
pisau, gelas ukur, sendok, baskom, mixer, freezer, alat pasteurisasi, Ice Cream
Maker, vortex, cup es krim, kertas saring, petroleum eter, corong, erlenmeyer, labu
ukur, batang pengaduk, dan spektrofotometer.
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Pembuatan Ekstrak Wortel.
1. Wortel dikupas menggunakan pisau yang sudah dibersihkan sehingga wortel dapat
dipisahkan dengan kulitnya.
2. Wortel yang sudah dikupas dan dipisahkan dari kulitnya, dicuci bersih dengan air
mengalir sebelum dilakukannya pemotongan sehingga wortel tidak lengket dan
tetap bersih.
3. Wortel yang sudah dibersihkan, dipotong kecil-kecil dalam bentuk dadu guna
mempermudah dalam proses penghalusan.
4. Dilakukan penghalusan wortel menggunakan blender.
5. Wortel disaring menggunakan kain saring sehingga ekstrak wortel dapat
dipisahkan dengan ampasnya.
Adapun diagram alir pembuatan ekstrak wortel dapat dilihat pada Gambar 1.
Wortel

Pengupasan Kulit Wortel

Daging Buah

Pemotongan

Penghalusan

Sari

Penyaringan Ampas

Ekstrak Wortel
GAMBAR 1. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Wortel

3.3.2. Pembuatan Es Krim


1. Persiapan Bahan Baku
Disiapkan bahan baku pembuatan es krim. Bahan baku yang digunakan adalah
ektrak wortel (5%, 10%, 15%, 20% dan 25%), susu full cream (susu UHT), susu
skim, whipping cream, gula pasir, dan penstabil serta garam yang diperoleh dari
pasar lokal, aquades, metanol, heksana, aseton, kloroform dan larutan DPPH.
2. Pencampuran
Bahan-bahan utama seperti susu skim, gula pasir dan penstabil gelatin
dicampurkan dengan 100 mL susu UHT sambil diaduk. Proses pencampuran
dilakukan dengan blender.
3. Pasteurisasi
Bahan-bahan yang telah tercampur dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 25
detik untuk membunuh bakerti patogen yang terdapat pada bahan.
4. Homogenisasi
Bahan-bahan yang telah dilakukan pasteurisasi didiamkan sampai suhu turun
50oC, kemudian dihomogenisasi dengan penambahan ekstrak wortel dengan
konsentrasi yang berbeda (5%, 10%, 15%, 20%, 25%) serta whipped cream.
Bahan-bahan yang telah tercampur ini disebut dengan Ice Cream Mix (ICM). Pada
tahap ini dilakukan homogenisasi selama 15 menit.
5. Pendinginan dan Pemeraman (Aging)
ICM kemudian didinginkan dalam refrigator pada suhu 4oC kemudian
dibiarkan mengalami aging selama 24 jam.
6. Pembuihan
ICM yang telah agak membeku dikocok dengan mixer hingga mengembang
pada wadah aluminium yang disekelilingnya diberi es batu dan garam.
7. Pengemasan dan Pembekuan
ICM dikemas dalam cup dan disimpan dalam freezer pada suhu -34oC hingga
mengeras dan menjadi es krim.
Adapun diagram alir pembuatan es krim dapat dilihat pada Gambar 2.
Susu skim, gula pasir,
penstabil gelatin dan
susu UHT

Pencampuran

Pasteurisasi
( T = 800C, t = 25 detik,)

Ektrak wortel Adonan es krim


Sesuai perlakuan

Didiamkan

Homogenisasi

Ice Cream Mix (ICM)

Aging
(T = 4oC, t = 24 jam)

Pembuihan

Pengemasan dan
Pembekuan
T = -34oC

Es krim

GAMBAR 2. Diagram Alir Pembuatan Es Krim


3.3.3. Analisis Kadar Antioksidan (Rochmatika, dkk., 2012).
1. Diambil sampel sebanyak 1 ml,
2. Dicampur dengan 9 ml metanol.
3. Divorteks dan disentrifuge campuran tersebut selama 5-10 menit agar dapat
diambil filtratnya.
4. Ditambahkan 1 ml larutan DPPH 20 mM ke dalam 1 ml filtrat sampel,
5. Diiinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.
6. Diencerkan larutan dengan metanol hingga volumenya menjadi 5 ml.
7. Dibaca absorbansi sampel tersebut dengan spektofotometer pada panjang
gelombang 517 nm.
8. Dibuat larutan blangko dengan mencampurkan semua larutan seperti prosedur
di atas, tetapi 1 ml filtrat diganti dengan 1 ml metanol.
3.3.4. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan (Andayani, dkk., 2012).
1. Ditimbang filtrat sebanyak 25 mg dalam labu ukur.
2. Dilarutkan dengan etanol, dan ditepatkan volumenya dalam sehingga didapatkan
konsentrasi 1 mg/ml.
3. Dilakukan pengenceran dengan menambahkan metanol sehingga diperoleh sampel
dengan konsentrasi (10, 30, 50, 70, 90 µg/ml).
4. Dipipet sebanyak 0,2 ml larutan sampel dengan pipet mikro dan masukan ke
dalam vial, kemudian tambahkan 3,8 ml larutan DPPH 50 µM untuk penentuan
aktivitas antioksidan masing-masing konsentrasi.
5. Dihomogenkan campuran dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap, serapan
diukur dengan spektrofotometer UV - Vis pada panjang gelombang 517 nm.
6. Digunakan asam askorbat (konsentrasi 2,3,4,5,6 µg/ml) dengan perlakuan yang
sama dengan sampel uji sebagai pembanding.
7. Ditentukan aktivitas antioksidan sampel oleh besarnya hambatan serapan radikal
DPPH melalui perhitungan persentase inhibisi serapan DPPH dengan
menggunakan rumus :
Abs. Kontrol-Abs.Sampel
%Inhibisi = x 100%
Abs. Kontrol
Nilai IC50 masing-masing konsentrasi sampel dihitung dengan menggunakan
rumus persamaan regresi linier.
3.3.5. Uji Kadar Beta-Karoten
Penggunaan kadar beta-karoten menggunakan metode spektrofotometri
(Apriyantono, dkk., 1989).
1. Ditimbang sebanyak 5 gr sampel yang telah dihaluskan.
2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
3. Diekstrak 5 gr sampel dengan campuran 40 ml aseton dan 60 ml heksana.
4. Diendapkan residu, kemudian dekantasi dalam labu ukur (ekstrak dikeluarkan).
5. Dicuci residu sebanyak dua kali masing-masing dengan 25 ml aseton kemudian
dicuci lagi menggunakan 25 ml heksana.
6. Digabungkan seluruh ekstrak yang diperoleh.
7. Dipisahkan ekstrak dalam corong pemisah dan umbi/buang aseton dari ekstrak
dengan pencucian menggunakan aquades sebanyak 3 kali.
8. Dipindahkan lapisan atas ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 9 ml aseton
kemudian diencerkan menggunakan heksana sampai tanda tera.
Pembuatan kurva standar dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Ditimbang dengan teliti 25 mg beta-karoten murni.
2. Dilarutkan dalam 2,5 ml kloroform dan buat menjadi 250 ml dengan petroleum
eter (1 ml = 0,1 mg atau 100 µg).
3. Diencerkan 10 ml larutan yang telah dibuat menjadi 100 ml dengan patroleum eter
(91 ml = 10 µg).
4. Dipipet 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ml larutan tadi masing-masing ke dalam labu ukur
100 ml yang terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton.
5. Diencerkan sampai tanda tera dengan petroleum eter, konsentrasinya akan menjadi
0,5; 1,0; 2,0; 2,5 dan 3,0 µg per ml (sesuai kebutuhan).
6. Diukur optical density (OD) larutan pada 439 nm dengan menggunakan aseton 3%
dalam petroleum eter sebagai blanko.
7. Dibuat grafik hubugan antara optical density (OD) dengan konsentrasi beta-
karoten.
Perhitungan :
µg β-karoten per ml
yang terbaca di kurva x faktor x 100 standar
µg β-karoten per 100 gr =
Berat sampel x 100

µg β-karoten per 100 gr


1,0 g RE =
6

3.3.6. Pengujian Organoleptik


3.3.6.1. Uji Skoring
1. Disiapkan 5 sampel es krim dengan 4 perlakuan yang berbeda dan diletakkan
di dalam cup plastik dengan kode yang berbeda.
2. Masing-masing panelis menghadapi 5 cup es krim beserta lembar scoresheet
3. Panelis diminta menetukan penilaian berdasarkan warna, tesktur, dan aroma.
4. Mekanismenya panelis masuk ke ruangan dan langsung menilai setiap
parameter yang diujikan pada sampel dengan cara memberikan penilaian
berdasarkan sifat bahan pangan. Skor uji Skoring warna, aroma, tekstur, dan cita
rasa dinyatakan dalam angka 1-5.
5. Ditulis dan dihitung tingkat kesukaan panelis menggunakan ANOVA dengan
taraf nyata 5%sampel
6. Dilakukan uji lanjut Beda nyata jujur (BNJ) dengan taraf nyata 5%
3.3.6.2. Uji Hedonik
1. Disiapkan 5 sampel es krim dengan 4 perlakuan yang berbeda dan diletakkan
di dalam cup plastik dengan kode yang berbeda.
2. Dicicipi setiap sampel yang telah tersedia.
3. Di setiap pencicipan dinetralkan dengan air mineral.
4. Panelis diminta menetukan penilaian berdasarkan parameter cita rasa es krim.
5. Diberi penilaian untuk masing-masing sampel berdasarkan tingkat kesukaan
panelis.
6. Ditulis dan dihitung tingkat kesukaan panelis menggunakan ANOVA dengan
taraf nyata 5% sampel.
7. Dilakukan uji lanjut Beda nyata jujur (BNJ) dengan taraf nyata 5%.

Anda mungkin juga menyukai